"Kita eksekusi sekarang, seolah-olah ini kecelakaan tunggal!" perintah temannya lagi mulai menghidupkan mesin mobil.Mobil sedan berwarna hitam itu, melaju dengan kecepatan sedang mengikuti laju motor di depannya. Motor perempuan tadi terus melaju ke arah Panti Asuhan Santa Margherita. Dadanya semakin berdebar tak karuan ketika melihat bangunan besar dua lantai itu.Dia menghentikan motor di seberang jalan, menatap sendu ke arah panti. "Semoga kamu baik-baik saja di sana Emillia. Mama belum bisa menjemputmu. Jika Mama sudah punya uang, kita akan kembali bersama, Nak. Mama yakin, kamu lebih aman di situ daripada bersama Mama." Perempuan itu berkata sendiri sambil mengusap-usap pipinya yang basah.Tidak kuat hatinya mendengar sayup-sayup suara tawa dan tangisan dari dalam sana. Dia tidak tahu, di antara tawa dan tangisan itu, adakah milik Emillia Carrera? Maka perempuan itu pun kembali melajukan motor ke arah apartment sederhananya."Apa yang dilakukan di tempat ini?" tanya salah satu l
Andrian mendengus tidak suka melihat keakraban Cassandra dan Emillia. Bunda Stefania mendekat, lalu mengambil alih Emillia dari gendongan Cassandra. Namun sayangnya, bocah itu justru menangis keras sambil menjulurkan tangan pada Cassandra.Karena tidak tega, Cassandra kembali mendekat, hendak menggendong Emillia. Namun, Andrian tidak tinggal diam. Laki-laki itu segera menahan lengan sang istri yang membuat Cassandra menatapnya bingung."Sudah kubilang, jangan hiraukan anak itu, Cassandra! Kita pulang, ayo!" ajak Andrian lagi dengan nada mulai melunak.Cassandra menggeleng tidak mengerti. "Tapi, Andrian, bukankah kita sudah sepakat dan kamu setuju kalau aku di sini beberapa hari?" tanyanya bingung."Sekarang tidak lagi!" sahut Andrian tegas. "Sekarang aku tidak mengizinkannya.""Tapi kenapa, bisakah kamu memberiku alasan?" tanya Cassandra lagi.Andrian mendengus lirih dengan tatapan sulit diartikan. Laki-laki itu menatap wajah polos Emillia sekilas. Sebenarnya, Andrian merasa terenyuh
Andrian terkejut, tetapi secepat mungkin menguasai diri. Laki-laki itu menarik pelan tangan Fiona dan mencium jemari tangan gadis itu."Hei, ada apa ini, Amore? Apa kamu merencanakan sesuatu?" tanya Fiona sambil tertawa kecil.Andrian ikut tertawa. "Apa tidak boleh, kalau aku ingin makan malam berdua denganmu, hm? Aku bosan di rumah. Perempuan itu terlalu dingin semenjak anak kami meninggal," jawab Andrian dengan suara tercekat.Fiona menarik napas pelan. Dia menoleh dan mengusap pipi Andrian yang fokus mengemudi. Fiona sedikit mencondongkan tubuh, lalu mencium sudut bibir Andrian sekilas."Oh, Fiona. Jangan membuatku tidak konsentrasi," tegur Andrian sambil mengedipkan sebelah mata."Apa setelah makan malam bisa bersamaku, Amore?" tanya Fiona penuh harap.Jujur, melihat ketampanan mantan kekasihnya itu, jantung Fiona berdetak semakin tidak karuan. Apalagi jika mengingat kehebatan laki-laki tampan itu di atas ranjang. Fiona benar-benar merindukan saat itu, setelah beberapa bulan tidak
"Maafkan aku, Amore," ucap Andrian lagi sambil ikut naik ke tempat tidur. "Aku hanya ingin selalu mengingatnya, bukan maksudku membuatmu sedih lagi." Andrian kemudian memegang wajah Cassandra dan mengusap air mata wanita itu.Andrian memang sengaja tidak memberitahu Cassandra perihal foto-foto Angelo yang tersimpan di handphone. Dia berpikir, saat itu Cassandra masih syok dan belum bisa menerima kepergian anak mereka. Cassandra mengerjap sekali lagi, lalu mengangguk samar. "Kenapa kamu tidak memperlihatkan padaku? Aku sangat merindukannya, Andrian," tanyanya protes.Andrian mengangguk samar dengan perasaan semakin bersalah. Kepergian Angelo memang sudah hampir dua bulan, tetapi rasa penyesalan itu tidak juga pergi dari hati Andrian. Cassandra meraih kembali handphone dari tangan Andrian.Ditatapnya berlama-lama wajah mungil seperti tengah tidur pulas itu. Air mata Cassandra tak terbendung lagi. Hatinya teramat sakit ketika mengetahui kematian Angelo memang sudah direncanakan oleh ses
"Kalau kamu sampai ikut campur dan menggagalkan rencanaku, orang tuamu di California sana kupastikan menanggung akibatnya, Fiona. Dengar itu!" Jemmy menyambar jaketnya kemudian beranjak dari kamar Fiona. Fiona mematung. Sebuah pertanyaan baru melintas di benaknya. Dari mana Jemmy tahu orang tuanya tinggal di California? Padahal, selama ini Fiona selalu menyembunyikan tentang keberadaan orang tuanya.Fiona selalu mengatakan pada media dan juga Andrian jika dirinya tidak lagi memiliki orang tua. Untuk menarik simpati publik, Fiona sering mengatakan dirinya korban broken home dan hanya memiliki orang tua angkat.Namun, justru Jemmy mengetahui hal itu. Fiona semakin tidak mengenal sosok kekasih yang dipacarinya selama dua tahun terakhir ini. Brak! Pintu utama ditutup kasar dari luar. Fiona mendengus kesal. Setiap kali Jemmy selesai mendapatkan kenikmatan dari tubuhnya, laki-laki itu selalu bertindak semaunya. Bahkan, tidak jarang Jemmy berbuat kasar untuk mewujudkan fantasi seksualnya.F
"Tuan Kastilont, kenapa Anda di sini?" tanya Cassandra mulai takut.Jemmy tersenyum sekilas, lalu melirik sekeliling yang sepi. Laki-laki itu maju selangkah yang membuat Cassandra mundur sembari menjulurkan tangan ke depan. Raut wajah Cassandra pun semakin ketakutan karenanya."Tetap di situ, atau saya laporkan Anda pada security!" Bola mata Cassandra bergerak waspada, kemudian segera menyambar tasnya. Wanita itu menutup pintu dengan posisi tubuh tetap menghadap Jemmy. Cassandra bergegas melewati Jemmy, tetapi laki-laki itu justru mengikutinya."Tunggu, Nona, tunggu!" cegah Jemmy sembari menyambar lengan Cassandra.Cassandra tidak menanggapi. Setengah berlari, Cassandra meninggalkan Jemmy. Namun, sekali lagi Jemmy berhasil memegang tangan Cassandra. Dengan cepat Jemmy menarik pinggang Cassandra dan mencium bibir wanita itu dengan rakus. Cassandra berusaha memberontak sambil mengangkat sedikit pahanya bermaksud menendang selangkangan Jemmy, tetapi laki-laki itu menghindar.Jemmy melep
Beberapa pesan pop-up itu muncul bersamaan dengan suara dentingan kecil. Andrian mematut dirinya di depan cermin, sambil tersenyum mengingat adegan panasnya bersama sang istri yang hampir menyita separuh malamnya.Andrian menoleh sekilas ketika terdengar suara handphone kembali berdenting beruntun. Sebagai seorang bos, handphone memang menjadi benda paling sibuk di sisinya. Andrian memang tidak menghiraukan beberapa panggilan atau pesan singkat sejak tadi malam karena dia ingin membebaskan pikirannya dari seluk-beluk pekerjaan. Cassandra yang baru keluar dari kamar mandi, justru berinisiatif meraih benda berwarna hitam itu dan memberikan pada Andrian."Grazie, Amore." Andrian mengucapkan terima kasih lalu duduk di sisi tempat tidur.Cassandra beralih duduk di depan cermin merias tipis wajahnya. Dia melirik Andrian yang fokus pada layar persegi panjang di tangannya, lalu menggeleng pelan."Sebenarnya, tadi malam aku ingin cerita sama kamu, Amore." Cassandra berkata datar sambil menyapu
Gebby termangu. Setelah diajak sarapan bersama, lalu Andrian menawarkan makan malam? Gadis itu mencubit lengannya sendiri memastikan jika ini bukanlah mimpi. Namun, ternyata lengannya terasa sakit. Andrian yang memperhatikan hal itu, menyunggingkan senyum satu sudut sekilas."Bagaimana, kamu menerimanya, Gabby?" tanya Andrian lagi, tetapi ekor matanya melirik pada Cassandra.Tidak hanya itu, Andrian juga mengulurkan tangan memegang jemari tangan Gabby. Hal itu jelas membuat Gabby seperti tekena sengatan listrik ribuan watt. Dadanya berdesir hebat dengan suhu tubuh mendadak panas dingin."Ah, ta-tapi, Tuan." Gabby tampak ragu."Ehem!" Sontak, Gabby menoleh ke arah deheman di depan pintu. Dia pun langsung salah tingkah. Cassandra menatapnya datar sembari melangkah anggun ke arah mereka. Wanita itu meletakkan paper bag berisi sarapan untuk sang suami.Tanpa basa-basi, Cassandra duduk di sofa tunggal lalu memandang Gabby dan Andrian bergantian. Berbeda dengan Gabby yang langsung ciut nya