" Udah masa lalu maksudnya ? kalian sudah pisah mba ? " ujar Hadi harap-harap cemas. Entah kenapa perkataan Ines tadi menyala-kan asa didalam dadanya.
" Memang pisah kan mas, aku disini dia di Sulawesi. " jawab Ines ambigu. Lagi-lagi Ines tidak mau memberikan harapan kepada Hadi. Rumah tangganya dengan Adi memang sudah berakhir tapi tidak dengan rumah tangga Hadi kan monolog Ines didalam hati. " Maksudnya ku pisah, cerai gitu mba ? Bukan pisah jarak. " " Hmm---- " Ines sengaja mengantung pertanyaan Hadi, dan kali ini sepertinya semesta mendukungnya. Karena tiba-tiba pelayan datang, membawakan air putih hangat pesanan Ines. Kesempatan ini dipergunakan Ines untuk izin ke toilet. Lima menit berlalu dengan cepatnya, tapi Ines belum keluar ju" Meja 5 kak, jadi berapa ? " tanya Ines saat tiba di depan kasir, setelah dari tadi mengantri. Terdengar bunyi suara print nota dicetak, " Dicek lagi bu, sudah sesuai belum ? " tanya balik kak kasir. Ines mengambil nota tsb dan mengeceknya, " Loh, ini kok ada bebek 2 ekor mba ? " ucap Ines heran sambil menunjukan nota. " Iya bu, tolong tunggu sebentar, lagi disiapkan. " Ines melihat ke Hadi dan meminta Hadi mendekat. " Kamu pesan take away bebek 2 ekor ? " tanya Ines setelah Hadi ikutan berdiri didepan kasir. " Iya
[" Yank, kamu uda sampai rumah ? Gimana istri kamu marah nga ? "] [" Yank, semalam enak, aku sampai keluar berkali-kali kamu Joss banget Yank. Please jangan tinggalin aku ya yank ?"] [" Yank, Kangen.. Malam ini kamu bisa kan nginep disini lagi ?? "] Lemas rasanya sekujur tubuh saat membaca pesan masuk di Handphone suamiku. HP yang mengaktifkan nya harus menggunakan password. Entah kenapa perasaanku sangat resah saat mas Adi lagi-lagi pulang pagi, dan pagi ini aku memberanikan diri untuk memeriksa HP-nya yang ternyata terkunci. Tak kehilangan akal, aku teringat notebook yang biasa terconnect ke handphonenya, dan terbacalah pesan-pesan itu. Rasa lemas berganti dengan emosi, ingin rasanya membangunkan suami yang tak tau diri itu. Tapi aku harus cerdik, bisa jadi mas Adi mengelak seperti sebelum sebelumnya, apalagi pesan tsb dinamai suamiku dengan nama Billy. Langsung aku foto chat tsb dan tak lupa aku foto juga nomor yang tercantum disitu. Hmm ... kita lihat, kebohongan apa lagi
" Aw sakit ... " jeritku. Aku akui sejak aku hamil banyak sekali perubahanku, dari leher yang menghitam, muka jerawatan, kaki bengkak, dan berat badan yang naik sampai 20 KG bahkan mukaku semakin bulat, mungkin karena aku hamil kembar. Tapi bukannya aku begini karena hamil anaknya. " Mana dompet lu, lebih baik gw pergi daripada lihat muka jelek lu. " sambil marah marah mas Adi kekamar mencari dompetku, mengambil isinya dan pergi dengan motornya. Sedangkan aku hanya bisa menangis mendapatkan perlakuan seperti itu darinya. Mas Adi memang seperti itu kadang baik, kadang kasar apalagi kalau sudah kena alcohol maka tidak bisa dibantah., melawan sedikit maka tangannya akan melayang. Kalau sudah seperti ini, aku suka menyesal kenapa tak menuruti nasehat Bapak. Bapak yang tidak pernah setuju akan hubungan ku dengan mas Adi. Tidak satu level katanya. Bukan level ekonomi karena orang tua mas Adi termasuk mampu, Bapaknya pensiunan tentara dengan jabatan cukup tinggi dan Ibunya perawat, a
Perempuan baik-baik diperuntukkan untuk laki-laki baik, dan laki-laki yg baik untuk perempuan yg baik. Apabila ada perempuan baik mendapatkan laki-laki tak baik, belum tentu karena perempuan itu tak baik, tapi bisa jadi karena tidak adanya Ridho Orang Tua. ******* " Ah .. yaa kok ngompol..." ucapku saat tak terasa air mengalir deras seperti ompol dikakiku. Memang dari semalam perut rasanya sudah tak enak, bolak balik ke toilet karena selain nyeri , aku juga rasanya ingin pipis trus. " Pa bangun, perutku sakit. Aku sampai ngompol ini saking cape nya bolak balik ke kamar mandi. " ucapku sambil berusaha membangunkan suamiku. Tanpa sadar kalau yang aku bilang ompol sebenarnya air ketuban. Maklum ini anak pertama dan tak ada orang tua perempuan. Punya mertua perempuan tinggal jauh di Sulawesi. " Hmm Ganggu aja sih, masih ngantuk banget , diam kenapa. " bentaknya. Memang suamiku baru pulang dini hari tadi, itupun setelah bolak balik aku telp karena perutku sakit. " De, bangun de
Ibu yang BAIK tidak dinilai dari apakah ia melahirkan Normal atau Ceasar, melainkan dari kondisi kesehatan ibu dan bayi serta faktor penyulit yang mungkin ada. ****** " Ini harus di operasi Pak Bu, soalnya belum ada pembukaan sedang Ibu sudah keluar air ketubannya. Bahaya buat bayi kalau terlalu lama dibiarkan. " Lagipula berat badan bayinya kecil maka harus masuk incubator dan disini belum tersedia fasilitas itu, jadi harus dirujuk ke RS. " Jelas dokter spesialis kandungan yg biasa aku kontrol. " Saya diskusi dulu ya Dok dengan keluarga baiknya gimana. " kata suamiku sepertinya keberatan tau aku akan dirujuk ke RS dan tidak memungkinkan lahiran normal. " Saya tunggu kabar secepatnya pak, biar disiapkan segala sesuatunya .." " Baik Dok ..." Selesai konsultasi, aku dibawa kembali oleh Suster kekamar inap untuk menunggu, sedangkan mas Adi menuju bilik informasi untuk menanyakan perihal biaya dan prosedur rujukan ke RS. Tak lama mas Adi balik ke kamar inap beserta suster kepal
Berbuat baiklah kepada wanita, karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk yang mudah bengkok. Maka perlakukanlah wanita dengan BAIK. ****** Selasa dini hari jam 1 aku melahirkan bayi kembar perempuan. Bayi perempuan yang aku beri nama Serena Hana dan San'a Hani, nama yang artinya Putri Cantik gagah berani yg banyak Rejeki dan Putri Kesayangan yg berderajat tinggi mudah mudahan dengan lahirnya anakku tsb Mamanya akan semakin banyak rejeki dan berderajat tinggi. Jangan tanya kenapa aku yg kasih nama, karena mas Adi hanya akan kasih nama apabila anaknya laki-laki. Selama di RS, aku malas untuk meminta bantuan mas Adi apabila ingin bangun, makan bahkan ke kamar mandi, karena bekas operasi lebih sakit dibandingkan normal. Aku hanya mau dibantu oleh Bapakku. Rasanya muak dengan mas Adi, aku juga sudah tidak respect melihatnya sibuk bolak balik keluar ruangan hanya untuk menerima telp. Pulang dari RS setelah 3 hari dirawat disana, aku dibawa kerumah kakak iparku, karena
Jadi lah seperti Srikandi, Mancolo Putro Mancolo Putri, Lembut seperti wanita tapi bisa Gagah berani dan kuat seperti Laki-laki. - Bapak - ******* Akhirnya sampai juga aku dirumah, walau kontrakan tapi perasaan ku lebih tenang dari pada kemarin saat tinggal dengan iparku. Berhubung berat badan Twins masih dibawah 3 KG, Mamak mertuaku memutuskan untuk ikut. Baru saja Twins diletakan, telp mas Adi berbunyi. Lagi-lagi seperti kebiasaan belakangan ini langsung bergegas keluar dari kamar. Pelan pelan aku ikuti dan samar samar terdengar . [" Aku lagi sama istriku, nanti aku yang telp kamu ..."] [ ....... ] [ Ngertiin dikit yank, nanti aku aja yang telp kamu ... "] Mendengar itu aku langsung balik kekamar dan melihat Mamak sedang menimang nimang Hani, kata Mamak Hani mirip dengan kakak ipar ku saat bayi, sedangkan Hana lebih mirip aku. Aneh menurutku karena mereka satu tali pusat dan kembar identik. " Adi mana Nes ?? ..." " Lagi telp mak, tau dari kemarin sibuk aja telephone...
Mungkin kamu suka sesungguhnya itu tak baik untukmu, mungkin kamu tak suka sesungguhnya itu baik untukmu. Karena Allah mengetahui apa-apa yang tidak kamu ketahui. ******* 2 Minggu sejak kejadian itu, hari hari ku sangat tenang tanpa konflik. Sementara ini Bapak tinggal di kontrakanku. Dan seperti kata Bapak, aku sanggup mengurus Twins sendiri tanpa bantuan pembantu. Untuk beberes rumah dan memasak, aku bahu membahu dengan ke 2 adikku. Mas Adi berapa kali kerumah untuk menengok Twins sambil mengantar susu formula dan pampers. Tapi apabila mas Adi datang, aku akan berlama lama mengunci diri dikamar Lily atau keluar sekedar jalan-jalan ke minimarket. Kepada Bapak, aku sudah cerita tentang ke inginanku untuk pisah dari mas Adi. Bapak tidak berkata banyak, hanya terlihat sedih. " Kemarin Adi ada bicara sama Bapak mba, katanya mau balikin kamu ke Bapak .." aku Bapak sedih .. " Bapak nga terima mbaa, dulu nga pernah minta sama Bapak baik-baik sekarang seenaknya main balikin.
" Meja 5 kak, jadi berapa ? " tanya Ines saat tiba di depan kasir, setelah dari tadi mengantri. Terdengar bunyi suara print nota dicetak, " Dicek lagi bu, sudah sesuai belum ? " tanya balik kak kasir. Ines mengambil nota tsb dan mengeceknya, " Loh, ini kok ada bebek 2 ekor mba ? " ucap Ines heran sambil menunjukan nota. " Iya bu, tolong tunggu sebentar, lagi disiapkan. " Ines melihat ke Hadi dan meminta Hadi mendekat. " Kamu pesan take away bebek 2 ekor ? " tanya Ines setelah Hadi ikutan berdiri didepan kasir. " Iya
" Udah masa lalu maksudnya ? kalian sudah pisah mba ? " ujar Hadi harap-harap cemas. Entah kenapa perkataan Ines tadi menyala-kan asa didalam dadanya. " Memang pisah kan mas, aku disini dia di Sulawesi. " jawab Ines ambigu. Lagi-lagi Ines tidak mau memberikan harapan kepada Hadi. Rumah tangganya dengan Adi memang sudah berakhir tapi tidak dengan rumah tangga Hadi kan monolog Ines didalam hati. " Maksudnya ku pisah, cerai gitu mba ? Bukan pisah jarak. " " Hmm---- " Ines sengaja mengantung pertanyaan Hadi, dan kali ini sepertinya semesta mendukungnya. Karena tiba-tiba pelayan datang, membawakan air putih hangat pesanan Ines. Kesempatan ini dipergunakan Ines untuk izin ke toilet. Lima menit berlalu dengan cepatnya, tapi Ines belum keluar ju
" Ngga mas, Yudi kecelakaan, ditabrak metromini. " Ines menunduk sedih selepas menjawab pertanyaan. " Ya Allah Yudi. Dimana kejadiannya mba ? " Ines bisa menangkap raut kaget Hadi mendengar kabar itu. " Di Kali Malang mas, dulu kan belum ada pembatas tuh, nah kebetulan metromini itu masuk kejalurnya Yudi. Jadilah, adu banteng antara motor dan metromini, ya wis selesailah, metromini kok dilawan. " kelekar Ines ironi. Dipandangi wajah Ines tajam, ciri khas Ines, menyembunyikan kesedihan dengan sifat cerianya. " Kalau Bapak gimana sehat kan ? kegiatannya apa sekarang ? " Hadi mengalihkan pembicaraan, tak tahan rasanya melihat wajah sendu Ines saat membalas Yudi.
" Maaf Mas, lama ya... " ucap Ines memasuki mobil Hadi. Akhirnya Ines setuju untuk bertemu. Hadi yang menawarkan menjemput Ines dikantor, saat jam pulang kerja, hanya bisa pasrah untuk menunggu karena Ines ada meeting dadakan. " Ya Allah mba, udah disuruh nunggu 10 tahun eh masih disuruh nunggu lagi hampir satu jam-an " canda Hadi ambigu saat melihat Ines. " Halah mas, nunggu kok punya anak bojo itu piye.. " balas Ines tak mau kalah. Hadi tersenyum sedih, tidak membalas lagi kata-kata Ines tapi diulurkan tangannya kearah perempuan itu. Melihat hal ini, walau kaget Ines menyambut tangan Hadi lalu menyiumnya dengan khidmat. Biarlah toh bagaimanapun Hadi lebih tua pikir Ines.
Sudah hampir satu minggu ini Hadi tidak bisa menghubungi Ines. Ditelpon kerumah ataupun kekantor jawabnya selalu sama tidak ada. Handphone Ines sendiri juga tidak aktif. Ingin mendatangi Ines tapi pekerjaan dikantor tidak ada habisnya dan tidak hanya itu Hadi juga merasa badannya kurang sehat. Tak putus asa, kali ini dikirimkan pesan ke Ines. [ Mba, aku sakit. Temenin aku ke dokter mau ? ] send. [ Kamu sakit apa mas ? Mau ke dokter mana ? ] Trunk Trunk .. bunyi pesan berbunyi. Hadi yang tadinya sudah tidak semangat, tersenyum lebar membaca pesan dari Ines. Ditelponnya pujaan hatinya itu.
" Iih-- " ucapnya sambil mencubit pinggangku. Aku tertawa lepas, belagak kesakitan. Mba Genduk-ku , mau berapapun anak aku terima, selama itu darimu monologku dalam hati. " Mba, ini kamu pegang ya ... " ucapku lalu menyerahkan kartu ATM kepadanya. " Isinya belum banyak, baru mau 50 juta, tapi insha Allah nanti tiap bulan aku tambah. Nanti kita cari rumah sama-sama. " " Loh, kok kasih aku mas. Nanti kalau aku pakai gimana ? atau aku bawa kabur hehe " candanya. " Ya bawa kaburnya sekalian yang punya tho. " sambil ku kedipkan mata. " Iih, dasar. Tapi serius mas, jangan deh. Uang itu sensitif, udah kamu pegang saja. " tolak Ines lagi. Ah, Ines kalau kemarin aku dengarkan kata orang dan tak berani mendekati mu, aku ngga akan tahu kalau kamu jauh dari kata matre dan berat di ongkos.
Ines Dewita, nama yang tidak pernah hilang dalam hati dan pikiranku. Sosoknya yang cantik, periang dan juga pintar melekat erat tak bisa pergi. Kedekatan kami yang awalnya hanya dianggap teman olehnya berubah saat ibunya meninggal. Aku yang apa adanya akhirnya berhasil menarik perhatian Ines. Hal ini terjadi setelah aku membelikan adiknya yang bernama Cici boneka Teletubbies Lala. Saat aku menyerahkan boneka itu, Ines menatapku lekat dan haru. " Makasih ya Mas. Aku belum sempat belinya. Eh kamu udah beliin. " senang sepertinya Ines, padahal aku pernah memberinya tas yang tidak akan diterimanya kalau tidak ku paksa. " Sama-sama mba. Kemarin aku pas lewat, lihat boneka ini, eh inget Cici kan dari kemarin aku denger dia merengek terus. " Jujur aku kasihan dengan Cici, anak itu masih berumur tiga tahun saa
Tapi semenjak kedekatannya yang mulai intens dengan Hadi, apalagi sudah mencari rumah bersama. Ines menjaga jarak dengan semua pengagumnya. Walau Hadi tidak pernah menyatakan cinta, tapi perhatian dan pembicaraan mereka sudah serius. Selain mencari rumah bersama, Hadi juga menitipkan atm tabungannya ke Ines. " Aku juga lagi deket sama perempuan lain .. " ucap Hadi. Ines yang kaget mengurai pelukan mereka lalu menatap tajam Hadi. " Maksudnya mas ? " Sesak rasanya hati Ines. Ines tidak habis pikir dengan kata-kata Hadi barusan. Jadi dianggap apa hubungan mereka selama ini batin Ines sedih. " Ya, aku juga lagi deket sama temen kantor. " Hadi menegaskan. Kepala Ines mulai terasa pusing, dadanya sesak. Ines teringat pembicaraan dengan tante Telly, saat dia menanyakan kedekatannya dengan Hadi. " Kalau or
Duduk disitu, saling berhadapan Hadi dan salah satu pria masa lalu Ines. " Maaf, sudah lama nunggunya mas ? " ucap Ines saat tiba di ruang depan. " Belum kok de .. " " Belum mba Genduk .. " jawab ke dua pria itu bersamaan lalu saling menatap. " Mas Tri, apa kabar ? " tanya Ines menyapa laki-laki masa lalunya. Tri yang ditanya Ines tersenyum lebar, gembira rasa hatinya melihat Ines lebih memilih menyapanya dibanding laki-laki dihadapannya. " Baik Nes, kita pulang bareng yuk. Ada yang mau aku obrolin. " " Maaf Mas, tapi aku ada acara. Mas Hadi, sini kenalin ini temenku. " ucap Ines memandang Hadi. Pria itu bangun lalu mengulurkan tangannya