KSIBP 96"Kenapa jangan berpisah? Bukankah Harun sudah sangat keterlaluan?" Om Dion menatap Qiera kesal."Lah, memangnya kenapa? Ini obrolan di antara kami. Kalian tidak harus tahu, terutama Om." Qiera mendelik. "Apa jangan-jangan Om memang sudah tidak sabar untuk segera menjadi ayahnya Zayyan?" godanya."Apa yang kau katakan itu, hei?" Om Dion sungguh tidak percaya keponakannya tanpa ragu mengatakan hal itu di hadapan banyak orang."Memangnya kenapa? Bukankah semua orang juga sudah tahu kalau Om suka sama Mahal." Dengan polosnya, Qiera mengatakan hal itu. Ingin Om Dion marah, tapi Diko dan Pak Malik sudah menatapnya tajam. Tanda, kalau dia tidak bisa bertentangan dengan Qiera."Ya sudahlah, aku mengaku kalah," ucapnya kemudian.Semua orang tertawa renyah, seperti tidak terjadi apapun yang membuat marah, apalagi membahayakan nyawa. Begitupun dengan putra Mala. Dia terlihat sangat bahagia hanya dengan obrolan yang biasa."Bagaimana?" Qiera kembali menatap Mala dengan penuh harap bahwa
KSIBP 97Setelah pertemuan semalam, kini semua orang mendapatkan tugasnya masing-masing. Terutama Mala, kali ini dia bertugas untuk mengambil nomor ponsel teman misterius papanya itu. Mala memang sudah curiga sejak awal. Hanya saja dia tidak punya waktu untuk mempermasalahkan hal ini, tapi tidak untuk sekarang. Karena kini, dia punya rencana sendiri. Dering ponsel tidak berhenti berbunyi sampai tengah malam. Dengan malas, Mala mengambil ponselnya dan melihat siapa yang melakukan panggilan tanpa kenal lelah, dan waktu. Harun. Nama itu yang sudah menelponnya puluhan kali. Bukannya menjawab, Mala lebih memilih untuk mematikan ponselnya."Bisa kasihkan aku, Ma?" Zayyan menatap ponsel yang berada di tangan mamanya dengan mata berbinar. "Buat apa, main game atau nonton video?" tanya Mala serius. Dia tidak ingin anaknya nyaman dengan benda pipih itu sampai menggadaikan waktunya yang berharga. "Em, aku mau bicara sama Papa." Zayyan berkata jujur. Mala terdiam beberapa saat sebelum membe
KSIBP 98Laras kehilangan kendali ketika Harun mematikan teleponnya. Padahal, sudah lama dia menantikan saat-saat seperti ini dari sejak lama. Laras ingin memiliki Harun sendirian untuk selamanya."Mengapa? Bukankah wanita seperti Laras memang cocok untukmu?" Kepala maid ikut geram dengan sikap Harun yang selalu semaunya. Harun memilih tidak bicara. Saat ini dia hanya ingin ketenangan dan pergi ke tempat yang seharusnya tidak dia datangi. Harun memasukkan banyak minum ke dalam mulutnya sampai kepalanya terasa sangat pusing. Melihat ada kesempatan, Laras membantu Harun untuk pulang. Hanya saja, dia tidak membawa Harun pulang ke rumahnya sendiri, tapi malah ke rumah pribadinya. Yani yang memang belum tidur, begitu terkejut ketika melihat Laras memasukkan Harun ke dalam kamarnya. Yani memang anak nakal, dia akui kebenaran itu, tapi tetap saja Yani tidak bisa melakukan sesuatu yang terlalu jauh. Terlebih, dia trauma dengan laki-laki setelah mendapatkan teror dari Angkasa yang marah ka
KSIBP 99"Kenapa, sih, orang itu harus dateng sekarang? Ganggu kebersamaan kita aja." Qiera mengerucutkan bibirnya. Dia memang tidak suka kalau momen bahagianya dirusak, terutama oleh orang yang sudah menyiksa sahabatnya."Sabar, Sayang. Toh, kayaknya dia juga enggak akan lama." Diko mengusap puncak kepala istrinya agar lebih tenang. Dia sendiri tidak tahu harus bahagia atau kesal dengan kedatangan Laras, karena memang Qiera berhenti marah-marah. "Tetap saja aku enggak suka. Apalagi dia bertamu tanpa tahu waktu. Idih, pengen deh, aku narik bajunya dan buat dia telanjang." Qiera malah semakin kesal. "Sayang, enggak boleh bicara seperti itu. Menutup aurat memang wajib untuk muslim, terutama wanita." Diko berusaha kembali menenangkan, tapi Qiera malah semakin marah. "Memangnya ada perkataanku yang menyinggung aurat?" "Em, enggak, kok, Sayang. Mungkin aku hanya salah dengar." Diko kembali mengelak. Qiera tahu jelas apa yang didengarnya dan dia juga kecewa karena Diko malah memilih
KSIBP 100Harun yang melihat berita bahwa Pak Malik dijadikan tersangka atas penyeludupan obat-obatan terlarang segera pergi ke rumahnya, tapi dia ditahan oleh beberapa orang dari pihak kepolisian. "Ada apa ini sebenarnya?" Harun mondar-mandir di depan gerbang rumahnya sambil berusaha menelpon Om Dion dan Diko, tapi di antara mereka tidak ada yang menjawab panggilan darinya. Hampir gila memang, tapi tetap saja dia harus tenang. Terlebih Qiera juga belum memberikan keterangan apapun. Orang-orang kediaman Pak Malik juga terkejut dengan berita ini. Bahkan, Qiera beberapa kali tidak sadarkan diri. Dia tidak menduga kalau Laras ternyata jauh lebih licik daripada perkiraannya. "Aku ada di sini dan punya bukti. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan," pesan Diko sebelum ponselnya benar-benar dimatikan. Pesan itu setidaknya bisa membuat Qiera sedikit lega dan lebih tenang. "Ayo, kita doa bersama!" seru Zayyan. Anak berusia sepuluh tahun itu memimpin sholat berjamaah, kebetulan waktu
"Kalian dibayar berapa oleh anak bau kencur itu?" Pak Malik bertanya dengan frontal. Dia sudah tidak tahan lagi melihat keadilan yang sangat tidak adil. Tidak ada yang berani bicara. "Baiklah. Sepetinya aku memang perlu menunjukkan siapa diriku sebenarnya. Walau aku tahu kalian tidak akan merasa takut, tapi setidaknya kalian tidak akan menyesal." Pak Malik berusaha menahan emosinya. Harun yang berusaha untuk mendekati Mala kembali, kini sedang menemui Laras untuk bernegosiasi. "Bebaskan Pak Malik dan aku akan mengabulkan apapun yang kau inginkan." Harun berbicara lantang. Dia tidak tahu kalau dirinya sudah masuk ke dalam perangkap. "Apapun? Kamu serius, Mas?" Laras menatap pria yang ada di hadapannya dengan takjub. Tidak bisa dia bayangkan kalau Harun benar-benar menjadi miliknya dan selama ini dia hanya bisa bermimpi, tapi sekarang ... semuanya tampak jelas sekarang. "Iya, apapun." Harun kembali memberikan penegasan kalau dia tidak akan mengingkari janjinya. Laras tersenyum
KSIBP 102 "Iya. Mereka memang pasangan yang cocok." Qiera juga ikut tidak sabar menantikan kebersamaan Harun dan Laras yang sudah pasti akan dipenuhi dengan teriakan dari keduanya. Diko menggelengkan kepalanya. "Sayang, untuk orang yang mau menikah tetap harus kita do'akan yang baik-baik tau." "Lah, mereka kan memang orang yang tidak baik. Aku bicara fakta, bukan agama." Qiera kembali emosi, tapi Diko menariknya ke kamar untuk menenangkan hati dan suasana sang istri. "Sayang, kata Pak kiyai kalau kita mengaku orang baik, berarti kita harus mendoakan dan bersikap baik kepada orang-orang yang baik ataupun jahat sama kita. Kalau kita hanya bersikap baik dengan orang yang baik saja, tandanya kita belum menjadi orang yang baik," jelas Diko. Sebagai kepala rumah tangga, dia tidak ingin Qiera terjatuh dalam perbuatan yang tidak seharusnya. Meski sebenarnya dia sendiri kesal dengan sikap Harun dan ingin mendoakan mereka dengan yang buruk-buruk, tapi ia berusaha menahannya. "Ya sudah, ak
KSIBP 103 Setelah sidang putusan, Mala segera masuk ke dalam mobilnya dengan Qiera yang menjadi supir karena semua pria termasuk Diko masuk ke dalam mobil yang berbeda.Mala menghembuskan napas lega, lalu menangis. "Akhirnya aku bisa terlepas dari laki-laki mengerikan itu. Sekarang aku benar-benar sudah bebas," gumamnya bangga.Qiera tidak berani menatap Mala, dia sengaja memberikan ruang kepada sahabatnya untuk mengeluarkan segala unek-unek yang ada di hatinya. "Selama ini aku sudah capek berdiam diri dengan sikapnya yang selalu baik kalau di luar, tapi jika sudah sampai di rumah ... membayangkannya saja aku langsung ingin pergi ke tempat yang jauh yang tidak akan pernah membuatku bertemu dengannya," lanjutnya membuatku Qiera semakin terluka.Ternyata selama ini sahabatnya selalu pura-pura bahagia dan kenyataannya tidak seperti yang dia lihat. Ada perasaan bersalah dalam dada Qiera ketika membayangkan dulu Mala selalu menghibur dirinya yang selalu dibentak oleh Yasa, padahal kehidu
KSIBP 137 Setelah terikat pernikahan dengan Om Dion, Mala menjalani hidup normal seperti seorang istri, tapi tetap mengurus restorannya. Mala sama seperti Qiera, mengurus semua kebutuhan Zayyan dan Om Dion oleh dirinya sendiri. Sementara Harun, dia mulai mendekati Hani. Wanita yang berhasil memikat hatinya karena semua karakter wanita yang dia butuhkan ada padanya. Harun juga mendatangi keluarga kakek Diko untuk melamarnya, tapi ternyata membuat kebencian para wanita yang ada di sama membara."Mana bisa gadis kampung dan anak pelacur itu jadi bagian dari keluarga kita?""Benar, itu tidak boleh terjadi. Sudah cukup Diko salah memilih istri, sekarang kita tidak bisa membiarkan berdebah kecil itu menjadi istri Harun," geram Marisa.Marisa sengaja menyulut emosi para wanita yang ada di kediaman kakek Diko agar membenci Hani dan melakukan banyak hal untuk mencelakainya. Namun, bagi Hani semuanya tidak mempan. Dia memang bukan bagian dari keluarga besar Diko, jadi dia sama sekali tidak ke
KSIBP 136 Waktu pernikahan Mala dan Om Dion sudah ditentukan. Meksipun Pak Bagas menantangnya, tapi dia kalah dengan Pak Malik yang langsung turun tangan."Kau cukup menjadi wali nikahnya, tapi kalau tidak mau, bisa diwakilkan dengan kakakmu," ancam Pak Malik.Kakak yang dimaksudnya adalah pria yang paling ditakuti Pak Bagas. Mereka memang kakak beradik, tapi hubungan mereka tidak sedekat Pak Malik dan Om Dion. Sangat jauh."Untuk kali ini aku memang tidak bisa melawan, tapi lihat saja, kalian tidak akan bisa hidup bahagia tanpa izin dariku," ucapnya lantang dengan penuh percaya diri."Oh, ya? Memangnya siapa kau berani berkata seperti itu? Apa kau Tuhan?" Pak Malik sudah tidak sabar untuk mencekik lehernya dan merobek bibirnya, tapi dia tahan karena bagaimanapun dia adalah ayah dari Mala.Pak Bagas tidak bicara. Dia kembali menghilang seperti ditelan bumi, begitupun dengan istrinya.Beberapa kali sudah Diko memergoki Pak Bagas yang berusaha melakukan penyuapan agar Pak Aryo dibebask
KSIBP 135 "Apapun yang kita lakukan tidak ada hubungannya denganmu!" Diko menatap tajam ke arah pamannya Qiera. Saat ini dia tidak suka diganggu karena sedang bersama istri. "Ini adalah hal yang biasa, masalahku lebih penting." Om Dion duduk di dekat mereka dan membuat Qiera merasa tidak nyaman, lalu berusaha melepaskan tangan Diko, tapi gagal."Kalian belum halal, sementara kamu sudah. Jadi, siapa yang lebih penting?" Diko berucap tenang. Sebenarnya dia ingin marah, tapi tidak bisa kalau di dekatnya ada Qiera. Dia tidak ingin membuat istrinya ketakutan karena melihat sisi gelapnya.Om Dion terdiam. Apa yang dikatakan Diko memang benar. Harusnya di ini Om Dion yang membantu masalah Diko ataupun Harun, bukan malah sebaliknya karena Om Dion lebih tua. Ditambah Diko juga hanya keponakan, tapi semuanya tidak akan berjalan kalau Diko hanya diam.Om Dion berjalan ke arah luar dan duduk di bangku taman, sementara Diko masih memeluk Qiera erat."Aku malu," lirih Qiera dengan wajahnya yang m
KSIBP 134 Laras bangkit dari lantai dengan tertatih-tatih tanpa ada bantuan dari siapapun. Dia menangis dalam diam tanpa mengatakan apapun dan Harun sama sekali tidak peduli. Dari dulu, dia memang tidak ada perasaan apapun kepada Laras. Jika bukan karena balas budi, dia juga tidak akan mau memperhatikan Laras selama ini. "Apa benar dia tidak apa-apa?" tanya Marisa khawatir. Sebenarnya dia hanya pura-pura peduli agar Harun dan kepala maid menilainya baik, tapi sayangnya niatnya itu sudah diketahui dari awal. Harun sudah tahu kalau keluarganya Diko tidak ada yang tulus, kecuali Hani. Makanya dia mau memanfaatkan wanita-wanita itu untuk dijadikan alat agar Laras tahu diri. "Kalau kau memang peduli, sana urus dia. Tapi setelah itu pergilah dari rumahku!" Harun memberikan peringatan. Marisa bergidik ngeri. Dia tidak berani mendekat sedikit saja ke arah Laras. "Kenapa dia seperti ini?" ucap Laras bertanya-tanya, lalu berjalan ke arah kamarnya, tapi segera dihadang beberapa penjaga. "
KSIBP 133 "Aku serius. Dia kenapa tidak pernah cemburu ketika aku sibuk dengan karyawan wanita, kenapa juga dia tidak pernah menelepon ketika aku sedang di kantor? Padahal, selama ini aku selalu menunggunya," jelas Diko panjang lebar. Diko ingin seperti beberapa karyawannya yang selalu diperhatikan oleh istri. Menelepon ketika makan siang atau mengantarkan bekal. Pak Malik menatapnya datar. "Serius kau datang hanya untuk mengatakan ini?" "Tentu saja. Memangnya apa lagi? Bagiku masalah ini lebih penting daripada apapun. Aku bisa menyelesaikan semua masalah dengan mudah, kecuali ini." Diko merespon cepat. Pak Malik berusaha menahan tawanya, lalu menceritakan bagaimana sifat istrinya. Qiera sama seperti mamanya yang terlihat seolah tidak peduli dengan apa yang dilakukan suami, padahal aslinya dia gelisah setengah mati. Namun, dia tidak berani melakukan hal-hal yang ada di pikirannya karena takut mengganggu pekerjaan Diko. "Padahal, aku suka diganggu." Diko kembali mengacak rambutny
KSIBP 132 "Kenapa tadi kamu begitu cemburu?" tanya Mama Diko heran ketika sang anak memang sengaja menemuinya. "Bukankah seorang suami memang harus punya cemburu ketika istrinya ditatap oleh wanita lain?" Diko malah kembali memberikan pertanyaan. Sang mama menghela napas panjang. Sungguh tidak menyangka anaknya menjadi pencemburu semenjak menikah, terutama dengan wanita yang dari dulu sudah diinginkannya. "Iya, Mama paham." "Kalau paham, kenapa Mama banyak bertanya?" Diko mengerutkan keningnya. "Aku ke sini untuk membicarakan beberapa hal penting. Lagi pula dia sudah banyak aku bantu, masa iya masih berani menatap istriku." Kecemburuan Diko ternyata belum reda sampai membuat mamanya angkat tangan. "Kamu ke sini mau dibujuk Mama atau sedang cari perhatian istrimu?" tanyanya heran. "Tentu saja untuk mengabarkan kalau anakmu ini sangat hebat. Semua rencana berada di bawah kendaliku," ucap Diki mulai bangga diri. "Alhamdulillah. Jangan lupa bersyukur untuk setiap kejadian karena
KSIBP 131 Laras tidak berhenti berteriak semenjak di rumah itu ada tantenya Diko. Awalnya Harun tidak setuju jika perempuan yang usianya lebih tua tiga tahun darinya itu menginap, tapi ketika mengingat Laras mulai kehilangan kendali, dia mendadak setuju. "Usir wanita itu dari rumah ini, hanya aku yang pantas menjadi istrinya Harun, dan hanya aku yang boleh ada di dalam hatinya!" teriak Laras tidak terima dan hal ini membuat kepala penjaga semakin bahagia. "Kalau kau tidak rela ada wanita lain di rumah ini, maka kau harus menjadi kuat!" Kepala penjaga mulai melancarkan aksinya. "Kuat?" Laras terdiam. "Iya. Kau harus makan setiap makanan yang dia berikan agar punya tenaga untuk membalasnya. Kemungkinan besar dia akan tinggal di rumah ini dalam waktu yang lama. Jadi, kalau kamu tidak mau kalah, kamu harus lebih unggul," jelas kepala penjaga yang sedang berusaha menjadi kompor. Harun memang hanya ingin Laras merasakan apa yang Mala rasakan dulu. Dalam artian dia ingin Laras diperlak
Setelah mendapatkan penjelasan dari Diko, Qiera segera meminta pamannya itu untuk datang ke rumah. "Ada apa? Sepertinya ada yang penting." Om Dion memasang wajah datar. "Aku ada informasi penting yang harus Om ketahui." Qiera mulai meluruskan duduknya. Sementara Diko hanya melihat tingkah istrinya dari jauh. Dia sudah tahu kalau Qiera akan memanggil pamannya ke sini. "Apa itu?" Om Dion masih bertanya dengan wajah datarnya. "Tentang Mala." Wajah datar itu langsung berubah lesu ketika mendengar nama yang selalu dia rindukan. Sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Kini Qiera yang terdiam. Dia ingin mengulur waktu agar wajah Om Dion tidak ditekuk seperti itu lagi. "Apa yang ingin dibicarakan tentang dia?" Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Om Dion bertanah karena sudah tidak sabar untuk mendengarkan kabar yang akan diceritakan keponakannya itu. "Coba Om tebak aku akan bicara apa." Qiera malah mengajaknya bermain-main. "Ayolah, Qiera, ada banyak hal yang harus aku kerjakan.
Hari pertama yang datang ke rumah Harun adalah adik ayahnya Leo. Wanita yang disebut Tante dan mengatakan kebenciannya terus terang kepada Qiera. Wanita itu datang dengan penampilan yang cetar membahana. Sungguh jauh daripada penampilan sebelumnya atau penampilan yang disukai Harun. Bahkan bertolak belakang. "Kamu yakin suka wanita seperti itu?" bisik kepala maid yang selama ini selalu ada di sampingnya sudah seperti keluarga. "Mana ada. Aku hanya ingin menjadikan dia sebagai alat saja." Harun menjawab cepat. Sekarang dia hanya memperhatikan wanita itu dari jauh, tapi perutnya sudah terasa mual, dan ingin muntah. "Terus apa yang harus kita perintahkan padanya?" tanya kepala maid dan saat ini tidak memakai pakaian pekerja, karena menyamar sebagai saudaranya Harun. "Pinta dia memasak, sama seperti yang aku perintahkan pada Mala dulu. Lalu, minta dia untuk mengantarkan makanan untuk Laras. Aku sungguh tidak sabar ingin segera tahu apa yang akan terjadi kalau mereka berdua bertemu