"Kalian dibayar berapa oleh anak bau kencur itu?" Pak Malik bertanya dengan frontal. Dia sudah tidak tahan lagi melihat keadilan yang sangat tidak adil. Tidak ada yang berani bicara. "Baiklah. Sepetinya aku memang perlu menunjukkan siapa diriku sebenarnya. Walau aku tahu kalian tidak akan merasa takut, tapi setidaknya kalian tidak akan menyesal." Pak Malik berusaha menahan emosinya. Harun yang berusaha untuk mendekati Mala kembali, kini sedang menemui Laras untuk bernegosiasi. "Bebaskan Pak Malik dan aku akan mengabulkan apapun yang kau inginkan." Harun berbicara lantang. Dia tidak tahu kalau dirinya sudah masuk ke dalam perangkap. "Apapun? Kamu serius, Mas?" Laras menatap pria yang ada di hadapannya dengan takjub. Tidak bisa dia bayangkan kalau Harun benar-benar menjadi miliknya dan selama ini dia hanya bisa bermimpi, tapi sekarang ... semuanya tampak jelas sekarang. "Iya, apapun." Harun kembali memberikan penegasan kalau dia tidak akan mengingkari janjinya. Laras tersenyum
KSIBP 102 "Iya. Mereka memang pasangan yang cocok." Qiera juga ikut tidak sabar menantikan kebersamaan Harun dan Laras yang sudah pasti akan dipenuhi dengan teriakan dari keduanya. Diko menggelengkan kepalanya. "Sayang, untuk orang yang mau menikah tetap harus kita do'akan yang baik-baik tau." "Lah, mereka kan memang orang yang tidak baik. Aku bicara fakta, bukan agama." Qiera kembali emosi, tapi Diko menariknya ke kamar untuk menenangkan hati dan suasana sang istri. "Sayang, kata Pak kiyai kalau kita mengaku orang baik, berarti kita harus mendoakan dan bersikap baik kepada orang-orang yang baik ataupun jahat sama kita. Kalau kita hanya bersikap baik dengan orang yang baik saja, tandanya kita belum menjadi orang yang baik," jelas Diko. Sebagai kepala rumah tangga, dia tidak ingin Qiera terjatuh dalam perbuatan yang tidak seharusnya. Meski sebenarnya dia sendiri kesal dengan sikap Harun dan ingin mendoakan mereka dengan yang buruk-buruk, tapi ia berusaha menahannya. "Ya sudah, ak
KSIBP 103 Setelah sidang putusan, Mala segera masuk ke dalam mobilnya dengan Qiera yang menjadi supir karena semua pria termasuk Diko masuk ke dalam mobil yang berbeda.Mala menghembuskan napas lega, lalu menangis. "Akhirnya aku bisa terlepas dari laki-laki mengerikan itu. Sekarang aku benar-benar sudah bebas," gumamnya bangga.Qiera tidak berani menatap Mala, dia sengaja memberikan ruang kepada sahabatnya untuk mengeluarkan segala unek-unek yang ada di hatinya. "Selama ini aku sudah capek berdiam diri dengan sikapnya yang selalu baik kalau di luar, tapi jika sudah sampai di rumah ... membayangkannya saja aku langsung ingin pergi ke tempat yang jauh yang tidak akan pernah membuatku bertemu dengannya," lanjutnya membuatku Qiera semakin terluka.Ternyata selama ini sahabatnya selalu pura-pura bahagia dan kenyataannya tidak seperti yang dia lihat. Ada perasaan bersalah dalam dada Qiera ketika membayangkan dulu Mala selalu menghibur dirinya yang selalu dibentak oleh Yasa, padahal kehidu
KSIBP 104"Di makan ya, Mas." Laras mendekatkan piring yang berisi soto dan dia piring kosong. Mencium aroma soto yang begitu wangi, Laras juga ikut lapar. Namun, Harun langsung makan di piring soto itu tanpa mempedulikan Laras yang menatapnya penuh harap. Harun menyantap soto ayam yang ada di hadapannya dengan sangar rakus, karena rasanya hampir sama dengan soto yang biasa Mala masak. "Aku tidak tahu kalau kau sepintar ini. Nanti sering-sering masak ini, ya." Harun menghabiskan semuanya dengan sangat cepat, lalu melontarkan sedikit pujian. Laras begitu bangga mendengar kata-kata yang baik keluar dari mulut Harun walupun dirinya harus menahan lapar. "Siap, Mas. Makanya kita harus segera menikah agar aku bisa masak ini setiap saat." Laras memanfaatkan situasi untuk keuntungannya sendiri. Harun terdiam sejenak. "Nanti Mala akan menyesal karena sudah menggugat cerai kamu, Mas." Laras kembali mengobarkan api, tapi Harun malah semakin teringat dengan Mala. "Em, aku masih butuh wak
KSIBP 105 "Aku akan menikah dua Minggu lagi," ucap Laras kepada seorang pria yang selama ini selalu dipanggilnya paman. "Mau besok sekalipun terserah. Asal kau tidak lupa perjanjian di antara kita dan kau harus segera menyelesaikannya." Pria itu melemparkan tatapan tajam dan terkesan sengit. "Iya. Om Dandi tenang saja, aku akan segera membereskan semuanya." Laras tersenyum lebar ke arah Om Dandi. Pria yang selama ini menjadi pengkhianat untuk keluarga Qiera tidak lain tidak bukan adalah suami bibinya sendiri. "Kamu juga jangan terlalu santai, Aryo. Aku tidak punya banyak waktu untuk bermain-main dengan kalian." Om Dandi memarahi rekan bisnisnya dalam menjalankan rencana. "Aku hampir berhasil memancing Bagas, kok. Kamu tenang saja dan tidur yang nyenyak. Pokoknya mereka akan segera kembali ke yang Mahakuasa. Tapi ingat, kau juga jangan lupa untuk menepati janjimu menjadikan Marwah milikku," jelas Pak Aryo. Laras tidak kaget. Dia memang sudah tahu dengan keinginan kedua orang yan
KSIBP 106 Laras tidak mempedulikan perintah Harun dan memilih untuk membaringkan tubuhnya di kamar yang khusus untuk tamu. "Perintah sebanyak itu? Aku yakin dia hanya bercanda," ucapnya lirih, lalu berselancar di di media sosial untuk melihat pergerakan orang-orang yang berada dalam pembahasannya. Para maid yang melihat Laras begitu santai tertawa. "Dia tidak tahu kalau perintah Mas Harun itu asli." "Dan tidak main-main." Yang lainnya menanggapi. "Biarkan saja. Jangan ada satu orang pun di antara kita yang membantu dirinya. Mari kita lihat, dia bisa bertahan sejauh mana," ucap kepala maid dengan tegas dan yang lainnya pun ikut mengangguk. Harun sendiri malah terlihat tidak lesu. "Kenapa aku melakukan pernikahan dengan tergesa-gesa begini, bukankah hal seperti ini tidak baik?" "Iya, benar, harusnya aku tidak tergesa-gesa." Haru menatap dirinya di cermin besar. Cermin yang biasanya dulu selalu dipakai Mala untuk berhias. "Tapi kenapa pada akhirnya aku tetap melakukan ini?"
KSIBP 107 Kepala maid dan yang lainnya tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Laras yang seperti tersambar petir. "Kenapa? Enggak nyangka kalau pangeran yang ada di khayalanmu memberikan alat pel, 'kan?" ledek kepala maid dengan tawa yang begitu puasnya. "Tentu saja, Mbak. Mana mungkin dia tidak kaget ketika hal romantis yang ada di pikirannya tiba-tiba hilang dan digantikan dengan alat kebersihan yang ada di tangannya itu," sahut maid yang lain. Mereka pun kembali tertawa. Apalagi ketika melihat ekspresi Laras yang masih terdiam tanpa kata, mereka jadi semakin bahagia. Namun, tetap saja hari mereka ada rasa kesal dan marah karena sudah memperlakukan Mala seenaknya.. Setelah beberapa saat, Laras kembali tersadar kalau dirinya sedang dipermalukan. Dia pun melemparkan benda-benda yang diberikan Harun ke sembarang arah dengan tenaga yang sangar besar. "Sialan, aku menikah dengannya bukan untuk dipermalukan seperti ini! Aku hanya ingin menjadi ratu, menjadi tuan putri. Baik untuk d
Laras mengerjakan semuanya tanpa protes sedikit pun. Terlebih, Harun memintanya dengan cara lembut, Hadi dia tidak bisa melawan sama sekali karena di hatinya ada cinta yang begitu besar. Laras juga berpikir kalau cara Harun berbicara padanya sudah mulai berubah dan dua berharap cintanya segera terbalas, agar tidak selalu bertepuk sebelah tangan. Setelah melakukan pekerjaan dengan pelan dan hati-hati, itu pun dibimbing para maid, akhirnya Laras tahu apa itu bersih-bersih dan bagaimana cara melakukannya yang paling benar. Setidaknya lantai menjadi lebih enak dipandang karena terkesan segar, tidak seperti biasanya yang kusam. "Nah, kan, kamu juga masih kita bantu dalam pekerjaan, jadi harusnya tahu diri." Kepala maid menatap kesal ke arah Laras yang bersantai ketika melihat beberapa maid membawa alat kebersihan untuk membantunya. "Terserah akulah. Lagipula di sini, akulah Nyonya. Jadi, enggak perlu melakukan hal-hal yang tidak diperlukan." Laras kembali melupakan perintah Harun yang
KSIBP 137 Setelah terikat pernikahan dengan Om Dion, Mala menjalani hidup normal seperti seorang istri, tapi tetap mengurus restorannya. Mala sama seperti Qiera, mengurus semua kebutuhan Zayyan dan Om Dion oleh dirinya sendiri. Sementara Harun, dia mulai mendekati Hani. Wanita yang berhasil memikat hatinya karena semua karakter wanita yang dia butuhkan ada padanya. Harun juga mendatangi keluarga kakek Diko untuk melamarnya, tapi ternyata membuat kebencian para wanita yang ada di sama membara."Mana bisa gadis kampung dan anak pelacur itu jadi bagian dari keluarga kita?""Benar, itu tidak boleh terjadi. Sudah cukup Diko salah memilih istri, sekarang kita tidak bisa membiarkan berdebah kecil itu menjadi istri Harun," geram Marisa.Marisa sengaja menyulut emosi para wanita yang ada di kediaman kakek Diko agar membenci Hani dan melakukan banyak hal untuk mencelakainya. Namun, bagi Hani semuanya tidak mempan. Dia memang bukan bagian dari keluarga besar Diko, jadi dia sama sekali tidak ke
KSIBP 136 Waktu pernikahan Mala dan Om Dion sudah ditentukan. Meksipun Pak Bagas menantangnya, tapi dia kalah dengan Pak Malik yang langsung turun tangan."Kau cukup menjadi wali nikahnya, tapi kalau tidak mau, bisa diwakilkan dengan kakakmu," ancam Pak Malik.Kakak yang dimaksudnya adalah pria yang paling ditakuti Pak Bagas. Mereka memang kakak beradik, tapi hubungan mereka tidak sedekat Pak Malik dan Om Dion. Sangat jauh."Untuk kali ini aku memang tidak bisa melawan, tapi lihat saja, kalian tidak akan bisa hidup bahagia tanpa izin dariku," ucapnya lantang dengan penuh percaya diri."Oh, ya? Memangnya siapa kau berani berkata seperti itu? Apa kau Tuhan?" Pak Malik sudah tidak sabar untuk mencekik lehernya dan merobek bibirnya, tapi dia tahan karena bagaimanapun dia adalah ayah dari Mala.Pak Bagas tidak bicara. Dia kembali menghilang seperti ditelan bumi, begitupun dengan istrinya.Beberapa kali sudah Diko memergoki Pak Bagas yang berusaha melakukan penyuapan agar Pak Aryo dibebask
KSIBP 135 "Apapun yang kita lakukan tidak ada hubungannya denganmu!" Diko menatap tajam ke arah pamannya Qiera. Saat ini dia tidak suka diganggu karena sedang bersama istri. "Ini adalah hal yang biasa, masalahku lebih penting." Om Dion duduk di dekat mereka dan membuat Qiera merasa tidak nyaman, lalu berusaha melepaskan tangan Diko, tapi gagal."Kalian belum halal, sementara kamu sudah. Jadi, siapa yang lebih penting?" Diko berucap tenang. Sebenarnya dia ingin marah, tapi tidak bisa kalau di dekatnya ada Qiera. Dia tidak ingin membuat istrinya ketakutan karena melihat sisi gelapnya.Om Dion terdiam. Apa yang dikatakan Diko memang benar. Harusnya di ini Om Dion yang membantu masalah Diko ataupun Harun, bukan malah sebaliknya karena Om Dion lebih tua. Ditambah Diko juga hanya keponakan, tapi semuanya tidak akan berjalan kalau Diko hanya diam.Om Dion berjalan ke arah luar dan duduk di bangku taman, sementara Diko masih memeluk Qiera erat."Aku malu," lirih Qiera dengan wajahnya yang m
KSIBP 134 Laras bangkit dari lantai dengan tertatih-tatih tanpa ada bantuan dari siapapun. Dia menangis dalam diam tanpa mengatakan apapun dan Harun sama sekali tidak peduli. Dari dulu, dia memang tidak ada perasaan apapun kepada Laras. Jika bukan karena balas budi, dia juga tidak akan mau memperhatikan Laras selama ini. "Apa benar dia tidak apa-apa?" tanya Marisa khawatir. Sebenarnya dia hanya pura-pura peduli agar Harun dan kepala maid menilainya baik, tapi sayangnya niatnya itu sudah diketahui dari awal. Harun sudah tahu kalau keluarganya Diko tidak ada yang tulus, kecuali Hani. Makanya dia mau memanfaatkan wanita-wanita itu untuk dijadikan alat agar Laras tahu diri. "Kalau kau memang peduli, sana urus dia. Tapi setelah itu pergilah dari rumahku!" Harun memberikan peringatan. Marisa bergidik ngeri. Dia tidak berani mendekat sedikit saja ke arah Laras. "Kenapa dia seperti ini?" ucap Laras bertanya-tanya, lalu berjalan ke arah kamarnya, tapi segera dihadang beberapa penjaga. "
KSIBP 133 "Aku serius. Dia kenapa tidak pernah cemburu ketika aku sibuk dengan karyawan wanita, kenapa juga dia tidak pernah menelepon ketika aku sedang di kantor? Padahal, selama ini aku selalu menunggunya," jelas Diko panjang lebar. Diko ingin seperti beberapa karyawannya yang selalu diperhatikan oleh istri. Menelepon ketika makan siang atau mengantarkan bekal. Pak Malik menatapnya datar. "Serius kau datang hanya untuk mengatakan ini?" "Tentu saja. Memangnya apa lagi? Bagiku masalah ini lebih penting daripada apapun. Aku bisa menyelesaikan semua masalah dengan mudah, kecuali ini." Diko merespon cepat. Pak Malik berusaha menahan tawanya, lalu menceritakan bagaimana sifat istrinya. Qiera sama seperti mamanya yang terlihat seolah tidak peduli dengan apa yang dilakukan suami, padahal aslinya dia gelisah setengah mati. Namun, dia tidak berani melakukan hal-hal yang ada di pikirannya karena takut mengganggu pekerjaan Diko. "Padahal, aku suka diganggu." Diko kembali mengacak rambutny
KSIBP 132 "Kenapa tadi kamu begitu cemburu?" tanya Mama Diko heran ketika sang anak memang sengaja menemuinya. "Bukankah seorang suami memang harus punya cemburu ketika istrinya ditatap oleh wanita lain?" Diko malah kembali memberikan pertanyaan. Sang mama menghela napas panjang. Sungguh tidak menyangka anaknya menjadi pencemburu semenjak menikah, terutama dengan wanita yang dari dulu sudah diinginkannya. "Iya, Mama paham." "Kalau paham, kenapa Mama banyak bertanya?" Diko mengerutkan keningnya. "Aku ke sini untuk membicarakan beberapa hal penting. Lagi pula dia sudah banyak aku bantu, masa iya masih berani menatap istriku." Kecemburuan Diko ternyata belum reda sampai membuat mamanya angkat tangan. "Kamu ke sini mau dibujuk Mama atau sedang cari perhatian istrimu?" tanyanya heran. "Tentu saja untuk mengabarkan kalau anakmu ini sangat hebat. Semua rencana berada di bawah kendaliku," ucap Diki mulai bangga diri. "Alhamdulillah. Jangan lupa bersyukur untuk setiap kejadian karena
KSIBP 131 Laras tidak berhenti berteriak semenjak di rumah itu ada tantenya Diko. Awalnya Harun tidak setuju jika perempuan yang usianya lebih tua tiga tahun darinya itu menginap, tapi ketika mengingat Laras mulai kehilangan kendali, dia mendadak setuju. "Usir wanita itu dari rumah ini, hanya aku yang pantas menjadi istrinya Harun, dan hanya aku yang boleh ada di dalam hatinya!" teriak Laras tidak terima dan hal ini membuat kepala penjaga semakin bahagia. "Kalau kau tidak rela ada wanita lain di rumah ini, maka kau harus menjadi kuat!" Kepala penjaga mulai melancarkan aksinya. "Kuat?" Laras terdiam. "Iya. Kau harus makan setiap makanan yang dia berikan agar punya tenaga untuk membalasnya. Kemungkinan besar dia akan tinggal di rumah ini dalam waktu yang lama. Jadi, kalau kamu tidak mau kalah, kamu harus lebih unggul," jelas kepala penjaga yang sedang berusaha menjadi kompor. Harun memang hanya ingin Laras merasakan apa yang Mala rasakan dulu. Dalam artian dia ingin Laras diperlak
Setelah mendapatkan penjelasan dari Diko, Qiera segera meminta pamannya itu untuk datang ke rumah. "Ada apa? Sepertinya ada yang penting." Om Dion memasang wajah datar. "Aku ada informasi penting yang harus Om ketahui." Qiera mulai meluruskan duduknya. Sementara Diko hanya melihat tingkah istrinya dari jauh. Dia sudah tahu kalau Qiera akan memanggil pamannya ke sini. "Apa itu?" Om Dion masih bertanya dengan wajah datarnya. "Tentang Mala." Wajah datar itu langsung berubah lesu ketika mendengar nama yang selalu dia rindukan. Sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Kini Qiera yang terdiam. Dia ingin mengulur waktu agar wajah Om Dion tidak ditekuk seperti itu lagi. "Apa yang ingin dibicarakan tentang dia?" Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Om Dion bertanah karena sudah tidak sabar untuk mendengarkan kabar yang akan diceritakan keponakannya itu. "Coba Om tebak aku akan bicara apa." Qiera malah mengajaknya bermain-main. "Ayolah, Qiera, ada banyak hal yang harus aku kerjakan.
Hari pertama yang datang ke rumah Harun adalah adik ayahnya Leo. Wanita yang disebut Tante dan mengatakan kebenciannya terus terang kepada Qiera. Wanita itu datang dengan penampilan yang cetar membahana. Sungguh jauh daripada penampilan sebelumnya atau penampilan yang disukai Harun. Bahkan bertolak belakang. "Kamu yakin suka wanita seperti itu?" bisik kepala maid yang selama ini selalu ada di sampingnya sudah seperti keluarga. "Mana ada. Aku hanya ingin menjadikan dia sebagai alat saja." Harun menjawab cepat. Sekarang dia hanya memperhatikan wanita itu dari jauh, tapi perutnya sudah terasa mual, dan ingin muntah. "Terus apa yang harus kita perintahkan padanya?" tanya kepala maid dan saat ini tidak memakai pakaian pekerja, karena menyamar sebagai saudaranya Harun. "Pinta dia memasak, sama seperti yang aku perintahkan pada Mala dulu. Lalu, minta dia untuk mengantarkan makanan untuk Laras. Aku sungguh tidak sabar ingin segera tahu apa yang akan terjadi kalau mereka berdua bertemu