KSIBP 106 Laras tidak mempedulikan perintah Harun dan memilih untuk membaringkan tubuhnya di kamar yang khusus untuk tamu. "Perintah sebanyak itu? Aku yakin dia hanya bercanda," ucapnya lirih, lalu berselancar di di media sosial untuk melihat pergerakan orang-orang yang berada dalam pembahasannya. Para maid yang melihat Laras begitu santai tertawa. "Dia tidak tahu kalau perintah Mas Harun itu asli." "Dan tidak main-main." Yang lainnya menanggapi. "Biarkan saja. Jangan ada satu orang pun di antara kita yang membantu dirinya. Mari kita lihat, dia bisa bertahan sejauh mana," ucap kepala maid dengan tegas dan yang lainnya pun ikut mengangguk. Harun sendiri malah terlihat tidak lesu. "Kenapa aku melakukan pernikahan dengan tergesa-gesa begini, bukankah hal seperti ini tidak baik?" "Iya, benar, harusnya aku tidak tergesa-gesa." Haru menatap dirinya di cermin besar. Cermin yang biasanya dulu selalu dipakai Mala untuk berhias. "Tapi kenapa pada akhirnya aku tetap melakukan ini?"
KSIBP 107 Kepala maid dan yang lainnya tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Laras yang seperti tersambar petir. "Kenapa? Enggak nyangka kalau pangeran yang ada di khayalanmu memberikan alat pel, 'kan?" ledek kepala maid dengan tawa yang begitu puasnya. "Tentu saja, Mbak. Mana mungkin dia tidak kaget ketika hal romantis yang ada di pikirannya tiba-tiba hilang dan digantikan dengan alat kebersihan yang ada di tangannya itu," sahut maid yang lain. Mereka pun kembali tertawa. Apalagi ketika melihat ekspresi Laras yang masih terdiam tanpa kata, mereka jadi semakin bahagia. Namun, tetap saja hari mereka ada rasa kesal dan marah karena sudah memperlakukan Mala seenaknya.. Setelah beberapa saat, Laras kembali tersadar kalau dirinya sedang dipermalukan. Dia pun melemparkan benda-benda yang diberikan Harun ke sembarang arah dengan tenaga yang sangar besar. "Sialan, aku menikah dengannya bukan untuk dipermalukan seperti ini! Aku hanya ingin menjadi ratu, menjadi tuan putri. Baik untuk d
Laras mengerjakan semuanya tanpa protes sedikit pun. Terlebih, Harun memintanya dengan cara lembut, Hadi dia tidak bisa melawan sama sekali karena di hatinya ada cinta yang begitu besar. Laras juga berpikir kalau cara Harun berbicara padanya sudah mulai berubah dan dua berharap cintanya segera terbalas, agar tidak selalu bertepuk sebelah tangan. Setelah melakukan pekerjaan dengan pelan dan hati-hati, itu pun dibimbing para maid, akhirnya Laras tahu apa itu bersih-bersih dan bagaimana cara melakukannya yang paling benar. Setidaknya lantai menjadi lebih enak dipandang karena terkesan segar, tidak seperti biasanya yang kusam. "Nah, kan, kamu juga masih kita bantu dalam pekerjaan, jadi harusnya tahu diri." Kepala maid menatap kesal ke arah Laras yang bersantai ketika melihat beberapa maid membawa alat kebersihan untuk membantunya. "Terserah akulah. Lagipula di sini, akulah Nyonya. Jadi, enggak perlu melakukan hal-hal yang tidak diperlukan." Laras kembali melupakan perintah Harun yang
KSIBP 109 Pak Malik bergegas mendekat dan membawanya Ziron ke dalam pangkuannya. Beliau sama sekali tidak mengatakan Qiera slaah, atau para maid salah, tidak. Beliau malah meminta semuanya untuk tenang dan pergi ke rumah sakit agar diperiksa lebih lanjut. Mala dan Zayyan yang mendengar hal itu sangat terharu. Karena selama ini Harun tidak pernah membawa mereka ke rumah sakit meski sakit parah. "Kita berangkat, ya, Sayang." Qiera berkata dengan panik sambil menggendong Zihan. Zayyan juga membantu Mala untuk berjalan karena mamanya itu merasa tenggorokannya sakit. Sebenarnya Zayyan juga merasakan hal yang sama, tapi dia tidak mau terlihat lemah di depan mamanya. Terlebih, saat ini mamanya sedang terluka secara fisik dan batin. "Perketat keamanan dan sebagian ikut saya ke rumah!" titahnya kepada kepala maid yang sedang ketakutan karena hal ini bisa terjadi atas kecerobohan dirinya sendiri. Dia tidak tahu kalau dalam makanan yang dibelinya dari nenek tadi sesuatu yang bisa membuat p
KSIBP 110 Kedua orang itu sudah terlempar ke tanah beberapa kali ketika menerima pukulan dari Harun, kecuali seorang wanita tua, dia bahkan tidak berani menyentuhnya meski melakukan kesalahan yang sama. "Di mana Mala dan yang lainnya?" tanya Harun panik. Dia tidak tahu kalau Mala dan anaknya sudah dibawa ke rumah sakit. "Sedang ditangani dokter!" Kepala maid menjawab singkat, lalu kembali masuk ke dalam rumah. Harun mengelus dada tenang. Dia berpikir kalau Mala dan Zayyan ada di rumah Malik, jadi bisa bernapas lega. Sementara Pak Dandi dan Pak Aryo sedang dikejar Om Dion dan beberapa orangnya. Mereka cukup kewalahan karena kedua pelaku menggunakan mobil rental dan lagi dua mobil yang berbeda. Jadi, mereka juga berpencar untuk mengejarnya.Sementara di rumah sakit, Qiera dan yang lainnya tidak berhenti muntah sampai tubuh mereka lemas tidak bertenaga lagi. Bahkan Pak Malik tidak berani melepaskan Zihan dari pelukannya. Cucu kecil yang tidak tahu apa-apa tentang keadaan mama juga a
KSIBP 111 Om Dion yang gagal mengejar pelaku segera berlari ke rumah sakit. Awalnya dia tidak ingin pergi karena perasannya yang lebih khawatir kepada Mala dan putranya daripada Qiera. Namun, dia tidak mungkin menunjukkan perasaan itu secara terang-terangan. Ditambah keadaan Qiera dan Ziron lebih para daripada dua orang yang dia khawatirkan. Akan tetapi, ketika mendengar kalau mereka disatu ruangankan, Om Dion bergegas pergi ke rumah sakit tanpa berpikir panjang lagi. Kali ini dia bisa melihat semuanya tanpa menimbulkan kecurigaan nantinya. Om Dion membuka pintu ruangan mereka, lalu masuk, dan menghampiri Qiera yang terbaring di dekat Ziron. Namun, hati dan pikirannya hanya tertuju kepada orang yang berbaring agak jauh dari matanya. Melihat ada rasa khawatir yang tidak biasa di mata pamannya, Qiera bisa menangkap kalau lelaki yang ada di sampingnya itu memang lebih mengawatirkan Mala daripada dirinya, dan tiba-tiba saja terbersit di pikiran untuk mengerjainya. "Om tahu tidak kala
KSIBP 112 Harun tidak henti-hentinya memarahi Laras karena sudah bertindak sembarangan dan membuatnya kehilangan informasi tentang Mala. "Untuk apa kamu cari tahu tentang dia, Mas? Di antara kalian sudah tidak ada hubungan apapun lagi. Sekarang istrimu adalah aku, sementara hanyalah mantan istri yang tidak pantas kamu pedulikan!" geram Laras panjang lebar. Harun menarik Laras masuk ke salah satu ruangan yang kosong. "Apa yang kau katakan? Apa kau berpikir kalau aku akan menjadi kau ratu hanya karena Mala tidak ada?" Saat ini rasanya Harun ingin memberikan Laras pelajaran. Namun, dia menahannya karena sedang berada di tempat umum. Padahal, dia dulu selalu memukul Mala di mana pun berada. "Tentu saja. Aku memang ratu, baik itu di hatimu, ataupun rumahmu. Apa kau sudah melupakan melupakan janji yang dulu kau ucapkan pada kakakku?" Laras kembali menekankan Harun dengan kekurangannya. Harun terdiam. Ya, dia memang punya janji yang diucapkan dengan segenap jiwa sebelum kakaknya Laras
KSIBP 114 Diko melepaskan pelukannya dan berjalan ke arah Yasa. "Untuk kali ini aku ucapkan terima kasih banyak karena kau sudah menjadi pria yang bertanggung jawab. Semoga kau segera menemukan pasangan masa depanmu," ucapnya tulus. Yasa yang terharu memeluk Diko begitu saja. "Ya, aku titip anak-anak dan anggaplah mereka seperti anakmu sendiri," pesannya dan Diko mengangguk mantap. Diko berjalan ke arah ibunya Yasa yang terbaring di tempat pasien, lalu mencium punggung tangannya dengan takjim. "Syafakillah," lirihnya pelan. Ibunya Yasa yang tidak ada tenaga hanya tersenyum sambil mengusap tangannya Diko. Dia ingin mengucapkan terima kasih karena sudah menjadi pasangan yang jauh dari kata baik untuk Qiera. "Aku berjanji pada kalian, kalau aku tidak akan menjadi Harun yang berikutnya," ucapnya sambil tersenyum lebar. Padahal, tidak ada yang bertanya tentang itu, tapi Diko malah berkata begitu. Diko yang faham tatapan Qiera tertawa kecil. "Aku hanya menjelaskan. Takutnya Yasa dan
KSIBP 137 Setelah terikat pernikahan dengan Om Dion, Mala menjalani hidup normal seperti seorang istri, tapi tetap mengurus restorannya. Mala sama seperti Qiera, mengurus semua kebutuhan Zayyan dan Om Dion oleh dirinya sendiri. Sementara Harun, dia mulai mendekati Hani. Wanita yang berhasil memikat hatinya karena semua karakter wanita yang dia butuhkan ada padanya. Harun juga mendatangi keluarga kakek Diko untuk melamarnya, tapi ternyata membuat kebencian para wanita yang ada di sama membara."Mana bisa gadis kampung dan anak pelacur itu jadi bagian dari keluarga kita?""Benar, itu tidak boleh terjadi. Sudah cukup Diko salah memilih istri, sekarang kita tidak bisa membiarkan berdebah kecil itu menjadi istri Harun," geram Marisa.Marisa sengaja menyulut emosi para wanita yang ada di kediaman kakek Diko agar membenci Hani dan melakukan banyak hal untuk mencelakainya. Namun, bagi Hani semuanya tidak mempan. Dia memang bukan bagian dari keluarga besar Diko, jadi dia sama sekali tidak ke
KSIBP 136 Waktu pernikahan Mala dan Om Dion sudah ditentukan. Meksipun Pak Bagas menantangnya, tapi dia kalah dengan Pak Malik yang langsung turun tangan."Kau cukup menjadi wali nikahnya, tapi kalau tidak mau, bisa diwakilkan dengan kakakmu," ancam Pak Malik.Kakak yang dimaksudnya adalah pria yang paling ditakuti Pak Bagas. Mereka memang kakak beradik, tapi hubungan mereka tidak sedekat Pak Malik dan Om Dion. Sangat jauh."Untuk kali ini aku memang tidak bisa melawan, tapi lihat saja, kalian tidak akan bisa hidup bahagia tanpa izin dariku," ucapnya lantang dengan penuh percaya diri."Oh, ya? Memangnya siapa kau berani berkata seperti itu? Apa kau Tuhan?" Pak Malik sudah tidak sabar untuk mencekik lehernya dan merobek bibirnya, tapi dia tahan karena bagaimanapun dia adalah ayah dari Mala.Pak Bagas tidak bicara. Dia kembali menghilang seperti ditelan bumi, begitupun dengan istrinya.Beberapa kali sudah Diko memergoki Pak Bagas yang berusaha melakukan penyuapan agar Pak Aryo dibebask
KSIBP 135 "Apapun yang kita lakukan tidak ada hubungannya denganmu!" Diko menatap tajam ke arah pamannya Qiera. Saat ini dia tidak suka diganggu karena sedang bersama istri. "Ini adalah hal yang biasa, masalahku lebih penting." Om Dion duduk di dekat mereka dan membuat Qiera merasa tidak nyaman, lalu berusaha melepaskan tangan Diko, tapi gagal."Kalian belum halal, sementara kamu sudah. Jadi, siapa yang lebih penting?" Diko berucap tenang. Sebenarnya dia ingin marah, tapi tidak bisa kalau di dekatnya ada Qiera. Dia tidak ingin membuat istrinya ketakutan karena melihat sisi gelapnya.Om Dion terdiam. Apa yang dikatakan Diko memang benar. Harusnya di ini Om Dion yang membantu masalah Diko ataupun Harun, bukan malah sebaliknya karena Om Dion lebih tua. Ditambah Diko juga hanya keponakan, tapi semuanya tidak akan berjalan kalau Diko hanya diam.Om Dion berjalan ke arah luar dan duduk di bangku taman, sementara Diko masih memeluk Qiera erat."Aku malu," lirih Qiera dengan wajahnya yang m
KSIBP 134 Laras bangkit dari lantai dengan tertatih-tatih tanpa ada bantuan dari siapapun. Dia menangis dalam diam tanpa mengatakan apapun dan Harun sama sekali tidak peduli. Dari dulu, dia memang tidak ada perasaan apapun kepada Laras. Jika bukan karena balas budi, dia juga tidak akan mau memperhatikan Laras selama ini. "Apa benar dia tidak apa-apa?" tanya Marisa khawatir. Sebenarnya dia hanya pura-pura peduli agar Harun dan kepala maid menilainya baik, tapi sayangnya niatnya itu sudah diketahui dari awal. Harun sudah tahu kalau keluarganya Diko tidak ada yang tulus, kecuali Hani. Makanya dia mau memanfaatkan wanita-wanita itu untuk dijadikan alat agar Laras tahu diri. "Kalau kau memang peduli, sana urus dia. Tapi setelah itu pergilah dari rumahku!" Harun memberikan peringatan. Marisa bergidik ngeri. Dia tidak berani mendekat sedikit saja ke arah Laras. "Kenapa dia seperti ini?" ucap Laras bertanya-tanya, lalu berjalan ke arah kamarnya, tapi segera dihadang beberapa penjaga. "
KSIBP 133 "Aku serius. Dia kenapa tidak pernah cemburu ketika aku sibuk dengan karyawan wanita, kenapa juga dia tidak pernah menelepon ketika aku sedang di kantor? Padahal, selama ini aku selalu menunggunya," jelas Diko panjang lebar. Diko ingin seperti beberapa karyawannya yang selalu diperhatikan oleh istri. Menelepon ketika makan siang atau mengantarkan bekal. Pak Malik menatapnya datar. "Serius kau datang hanya untuk mengatakan ini?" "Tentu saja. Memangnya apa lagi? Bagiku masalah ini lebih penting daripada apapun. Aku bisa menyelesaikan semua masalah dengan mudah, kecuali ini." Diko merespon cepat. Pak Malik berusaha menahan tawanya, lalu menceritakan bagaimana sifat istrinya. Qiera sama seperti mamanya yang terlihat seolah tidak peduli dengan apa yang dilakukan suami, padahal aslinya dia gelisah setengah mati. Namun, dia tidak berani melakukan hal-hal yang ada di pikirannya karena takut mengganggu pekerjaan Diko. "Padahal, aku suka diganggu." Diko kembali mengacak rambutny
KSIBP 132 "Kenapa tadi kamu begitu cemburu?" tanya Mama Diko heran ketika sang anak memang sengaja menemuinya. "Bukankah seorang suami memang harus punya cemburu ketika istrinya ditatap oleh wanita lain?" Diko malah kembali memberikan pertanyaan. Sang mama menghela napas panjang. Sungguh tidak menyangka anaknya menjadi pencemburu semenjak menikah, terutama dengan wanita yang dari dulu sudah diinginkannya. "Iya, Mama paham." "Kalau paham, kenapa Mama banyak bertanya?" Diko mengerutkan keningnya. "Aku ke sini untuk membicarakan beberapa hal penting. Lagi pula dia sudah banyak aku bantu, masa iya masih berani menatap istriku." Kecemburuan Diko ternyata belum reda sampai membuat mamanya angkat tangan. "Kamu ke sini mau dibujuk Mama atau sedang cari perhatian istrimu?" tanyanya heran. "Tentu saja untuk mengabarkan kalau anakmu ini sangat hebat. Semua rencana berada di bawah kendaliku," ucap Diki mulai bangga diri. "Alhamdulillah. Jangan lupa bersyukur untuk setiap kejadian karena
KSIBP 131 Laras tidak berhenti berteriak semenjak di rumah itu ada tantenya Diko. Awalnya Harun tidak setuju jika perempuan yang usianya lebih tua tiga tahun darinya itu menginap, tapi ketika mengingat Laras mulai kehilangan kendali, dia mendadak setuju. "Usir wanita itu dari rumah ini, hanya aku yang pantas menjadi istrinya Harun, dan hanya aku yang boleh ada di dalam hatinya!" teriak Laras tidak terima dan hal ini membuat kepala penjaga semakin bahagia. "Kalau kau tidak rela ada wanita lain di rumah ini, maka kau harus menjadi kuat!" Kepala penjaga mulai melancarkan aksinya. "Kuat?" Laras terdiam. "Iya. Kau harus makan setiap makanan yang dia berikan agar punya tenaga untuk membalasnya. Kemungkinan besar dia akan tinggal di rumah ini dalam waktu yang lama. Jadi, kalau kamu tidak mau kalah, kamu harus lebih unggul," jelas kepala penjaga yang sedang berusaha menjadi kompor. Harun memang hanya ingin Laras merasakan apa yang Mala rasakan dulu. Dalam artian dia ingin Laras diperlak
Setelah mendapatkan penjelasan dari Diko, Qiera segera meminta pamannya itu untuk datang ke rumah. "Ada apa? Sepertinya ada yang penting." Om Dion memasang wajah datar. "Aku ada informasi penting yang harus Om ketahui." Qiera mulai meluruskan duduknya. Sementara Diko hanya melihat tingkah istrinya dari jauh. Dia sudah tahu kalau Qiera akan memanggil pamannya ke sini. "Apa itu?" Om Dion masih bertanya dengan wajah datarnya. "Tentang Mala." Wajah datar itu langsung berubah lesu ketika mendengar nama yang selalu dia rindukan. Sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Kini Qiera yang terdiam. Dia ingin mengulur waktu agar wajah Om Dion tidak ditekuk seperti itu lagi. "Apa yang ingin dibicarakan tentang dia?" Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Om Dion bertanah karena sudah tidak sabar untuk mendengarkan kabar yang akan diceritakan keponakannya itu. "Coba Om tebak aku akan bicara apa." Qiera malah mengajaknya bermain-main. "Ayolah, Qiera, ada banyak hal yang harus aku kerjakan.
Hari pertama yang datang ke rumah Harun adalah adik ayahnya Leo. Wanita yang disebut Tante dan mengatakan kebenciannya terus terang kepada Qiera. Wanita itu datang dengan penampilan yang cetar membahana. Sungguh jauh daripada penampilan sebelumnya atau penampilan yang disukai Harun. Bahkan bertolak belakang. "Kamu yakin suka wanita seperti itu?" bisik kepala maid yang selama ini selalu ada di sampingnya sudah seperti keluarga. "Mana ada. Aku hanya ingin menjadikan dia sebagai alat saja." Harun menjawab cepat. Sekarang dia hanya memperhatikan wanita itu dari jauh, tapi perutnya sudah terasa mual, dan ingin muntah. "Terus apa yang harus kita perintahkan padanya?" tanya kepala maid dan saat ini tidak memakai pakaian pekerja, karena menyamar sebagai saudaranya Harun. "Pinta dia memasak, sama seperti yang aku perintahkan pada Mala dulu. Lalu, minta dia untuk mengantarkan makanan untuk Laras. Aku sungguh tidak sabar ingin segera tahu apa yang akan terjadi kalau mereka berdua bertemu