KSIBP 112 Harun tidak henti-hentinya memarahi Laras karena sudah bertindak sembarangan dan membuatnya kehilangan informasi tentang Mala. "Untuk apa kamu cari tahu tentang dia, Mas? Di antara kalian sudah tidak ada hubungan apapun lagi. Sekarang istrimu adalah aku, sementara hanyalah mantan istri yang tidak pantas kamu pedulikan!" geram Laras panjang lebar. Harun menarik Laras masuk ke salah satu ruangan yang kosong. "Apa yang kau katakan? Apa kau berpikir kalau aku akan menjadi kau ratu hanya karena Mala tidak ada?" Saat ini rasanya Harun ingin memberikan Laras pelajaran. Namun, dia menahannya karena sedang berada di tempat umum. Padahal, dia dulu selalu memukul Mala di mana pun berada. "Tentu saja. Aku memang ratu, baik itu di hatimu, ataupun rumahmu. Apa kau sudah melupakan melupakan janji yang dulu kau ucapkan pada kakakku?" Laras kembali menekankan Harun dengan kekurangannya. Harun terdiam. Ya, dia memang punya janji yang diucapkan dengan segenap jiwa sebelum kakaknya Laras
KSIBP 114 Diko melepaskan pelukannya dan berjalan ke arah Yasa. "Untuk kali ini aku ucapkan terima kasih banyak karena kau sudah menjadi pria yang bertanggung jawab. Semoga kau segera menemukan pasangan masa depanmu," ucapnya tulus. Yasa yang terharu memeluk Diko begitu saja. "Ya, aku titip anak-anak dan anggaplah mereka seperti anakmu sendiri," pesannya dan Diko mengangguk mantap. Diko berjalan ke arah ibunya Yasa yang terbaring di tempat pasien, lalu mencium punggung tangannya dengan takjim. "Syafakillah," lirihnya pelan. Ibunya Yasa yang tidak ada tenaga hanya tersenyum sambil mengusap tangannya Diko. Dia ingin mengucapkan terima kasih karena sudah menjadi pasangan yang jauh dari kata baik untuk Qiera. "Aku berjanji pada kalian, kalau aku tidak akan menjadi Harun yang berikutnya," ucapnya sambil tersenyum lebar. Padahal, tidak ada yang bertanya tentang itu, tapi Diko malah berkata begitu. Diko yang faham tatapan Qiera tertawa kecil. "Aku hanya menjelaskan. Takutnya Yasa dan
KSIBP 115 Harun pulang ke rumah dengan perasaan malu. Sekarang dia sungguh tidak berani lagi untuk menemui Mala dan Zayyan yang sudah dilukainya berulang kali. Harun bahkan berubah menjadi pendiam saat ini. Hanya saja dia belum bisa bersikap baik kepada Laras yang menurutnya terlalu banyak kepura-puraan. "Mas, apa yang terjadi padamu?" tanya Laras tidak tahan dengan sikapnya yang terlalu cuek, meski Laras terpental di hadapannya. Harun tidak bicara. Dia kembali teringat dengan janjinya kepada Diko untuk tetap bersikap baik kepada siapa pun, termasuk Laras. Sayangnya dia tidak bisa, apalagi Laras adalah orang yang melukai Mala dan membuat hubungan di antara mereka yang awalnya suami istri menjadi orang lain. Daripada emosi, Harun lebih memilih diam, dan diam. Dia tidak ingin melanggar janjinya, tapi juga tidak mau membuat dirinya bergantung kepada Laras. "Apa yang terjadi padamu, kenapa tiba-tiba seperti ini?" Laras terus saja berteriak untuk mendapatkan perhatian dari Harun, say
KSIBP 116 Mala sangat terkejut mendengar jawaban yang tidak biasa dari sahabatnya itu, lalu tertawa kecil. "Jangan bercanda, ini tidak lucu," pintanya. "Memang tidak lucu karena aku serius dan sedang tidak bercanda!" jelas Om Dion. Mala mengubah posisi tubuhnya menjadi menatap pria yang ada di sampingnya, lalu kembali tertawa. "Rasanya aku tidak akan berhenti tertawa kalau kau terus berbicara seperti ini terus," kelakarnya membuat wajah Om Dion berubah menjadi serius. "Kenapa? Bukankah dari dulu kau tahu kalau dalam dadaku tersimpan namamu? Qiera yang punya kepekaan lambat saja sudah tahu kalau kamu memang spesial di mataku, tapi kenapa kamu malah tidak mengerti?" tanya Om Dion pelan. Kini, wajahnya menunjukkan kekecewaan. Mala terdiam. Dia sama sekali tidak ingin membahas tentang ini sekarang. Raga dan jiwanya kini sudah hancur sejak Harun menggoreskan luka demi luka atas nama cinta. "Aku tahu rasamu telah mati, tapi izinkan aku untuk menghidupkannya kembali. Nanti kalau kita m
KSIBP 117 "Bagaimana? Apa dia sudah diamankan?" Kini gantian Diko yang berkunjung ke rumahnya Harun. "Aku sudah menguncinya di gudang bawah tanah. Meski dia membawa ponsel, tapi di bawah sana tidak ada sinyal. Jadi, ponselnya tidak akan berfungsi," terang Harun. "Bagus. Ini yang aku inginkan. Aku sudah menebak kalau otak dari rencana pembangunan ini memang Laras. Karena kalau bukan dia, kita akan lebih cepat menemukan siapa dalangnya," jelas Diko. Kali ini memang Diko yang punya rencana. Dia bahkan meminta Harun untuk tidak menceraikan Laras sementara waktu, tapi sebaliknya meminta Harun untuk menikahi wanita lain. Diko sangat ingin melihat Laras lebih terpuruk daripada Mala. Diko melakukan ini bukan karena dia tidak bisa memaafkan, tapi orang seperti Laras tidak akan pernah jera kalau diberikan hukuman yang biasa. Harun mengangguk kecil. Dia juga sangat setuju dengan ide Diko. Lagipula Laras memang sangat berbahaya karena kemungkinan di belakangnya masih ada dalang lagi yang m
KSIBP 118 "Kamu dari mana, Mas? Dari tadi aku cari-cari, tapi tidak ada." Qiera mendekat ke arah Diko yang berada di lantai bawah dengan wajah ditekuk. "Mana mungkin tidak ada, buktinya aku masih di sini, bukan?" Diko tertawa kecil melihat istrinya yang beberapa waktu lalu masih menciptakan jarak, sekarang sudah mulai bersikap manja. Bahkan tanpa mengenal tempat. "Kenapa begitu? Padahal, aku begini karena peduli padamu, tapi kepedulianku malah tidak dihargai." Qiera terlihat semakin kesal dengan perkataan Diko. Namun, pria itu tidak pernah kehabisan akal untuk membuat istrinya tersenyum. "Nanti aku belikan martabak telur yang ada di jalan depan sana," bujuknya dan berhasil karena kedua mata Qiera tengah menatapnya berbinar. "Awas kalau bohong!" Qiera memberikan peringatan satu. "Lah, memangnya aku pernah bohong?" Kini Diko yang terlihat kesal. "Dulu sering." "Waktu itu aku bohong demi kebaikan. Kalau tidak, banyak yang akan salah faham." Diko membela diri. "Tapi tetap saja bo
KSIBP 119 "Aku rasa mereka akan segera bertindak jika tidak kunjung ada kabar tentang Laras karena mereka sepertinya sudah tidak sabar untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan!" tegas Diko. Bukan hanya Pak Aryo dan Pak Dandi yang sedang mengadakan pertemuan resmi, tapi Pak Malik, Diko, dan Harun pun sedang melakukan hal yang sama. Di antara mereka sudah sepakat tidak akan ada yang memberitahu siapapun, termasuk Om Dion. Untuk saat ini mereka tidak boleh mengikutsertakan wanita dan pria yang sedang tergila-gila oleh wanita, karena ini bukan masalah sepele dan nyawa taruhannya. "Saya sudah menduga hal itu." Pak Malik menatap lekat ke arah Harun." Kamu juga harus lebih memperketat keamanan dan pengawasan lagi. Boleh orang luar tahu kalau lemah, tapi jangan sampai kamu kecolongan!" Harun mengangguk mengerti. Setelah pertemuan pembicaraan selesai, Harun keluar dari rumah Pak Malik dengan jalan yang sudah siapkan. Setelah kasus dengan Mala, dia memang tidak diperbolehkan untuk kelua
KSIBP 120 Kepala penjaga mendekat ke ruangan tempat Laras berada dengan satu nampan makanan yang terlihat sangat enak. Laras mencium aroma makanan yang tidak biasa membuatnya seketika menjadi lapar. Dia berlari ke arah jeruji besi untuk melihat siapa yang membawa makanan enak itu. Namun, tidak terlihat apapun di sana. Kedua mata Laras jatuh kepada sebuah penutup makanan yang biasa digunakan di meja makan. "Aku mau makan!" teriaknya sambil berlarian kecil karena tidak menemukan satu pun penjaga di luar. Melihat ada kesempatan untuk keluar dari tempat ini, Laras berusaha mencari kunci ruangan ini di tempat para penjaga. Namun, setelah beberapa saat mengintai, dia baru saja kalau gembok di besi ini hanya pajangan. Jadi, meski gembok itu terbuka, tetap saja dia tidak bisa keluar. "Di mana gemboknya?" Laras masih mencari. Dia yakin kalau pas dimasukkan ke sini, dia melihat Harun memasang gembok, lalu pergi begitu saja. Setelah beberapa saat, kepala penjaga keluar dengan membawa ma