KSIBP 120 Kepala penjaga mendekat ke ruangan tempat Laras berada dengan satu nampan makanan yang terlihat sangat enak. Laras mencium aroma makanan yang tidak biasa membuatnya seketika menjadi lapar. Dia berlari ke arah jeruji besi untuk melihat siapa yang membawa makanan enak itu. Namun, tidak terlihat apapun di sana. Kedua mata Laras jatuh kepada sebuah penutup makanan yang biasa digunakan di meja makan. "Aku mau makan!" teriaknya sambil berlarian kecil karena tidak menemukan satu pun penjaga di luar. Melihat ada kesempatan untuk keluar dari tempat ini, Laras berusaha mencari kunci ruangan ini di tempat para penjaga. Namun, setelah beberapa saat mengintai, dia baru saja kalau gembok di besi ini hanya pajangan. Jadi, meski gembok itu terbuka, tetap saja dia tidak bisa keluar. "Di mana gemboknya?" Laras masih mencari. Dia yakin kalau pas dimasukkan ke sini, dia melihat Harun memasang gembok, lalu pergi begitu saja. Setelah beberapa saat, kepala penjaga keluar dengan membawa ma
KSIBP 121 Harun menatap tajam ke arah orang yang selama ini dia percaya. "Tangkap penghianat itu!" titahnya kepada para pengawal yang sedari tadi memang ada di dekatnya. Para pengawal pergi ke arah tangga yang menuju ruangan bawah tanah karena pria yang dimaksud Harun ada di bawah. Pria itu berusaha untuk melepaskan Laras dan mencari tahu apa yang sedang dilakukan Diko di bawah. Sebagai seorang tangan kanannya Harun, dia tentu mengetahui apa saja yang ada di rumah ini. Hanya saja dia tidak bisa bergerak dengan leluasa karena Diko juga menempatkan mata-mata di sini. "Apa yang kalian lakukan? Cepat lepaskan aku!" teriaknya geram. Dia baru saja mau bergerak atas perintah bapaknya Yasa, tapi sekarang dia malah tertangkap sebelum melepaskan Laras. Para pengawal Harun tidak bicara, mereka membawa orang kepercayaan Harun itu ke atas, tepat ke hadapan Harun. "Aku sungguh tidak menyangka kalau mengkhianatiku! Berarti, dulu kau punya andil besar sampai Mala disiksa Laras si rumahnya send
KSIBP 122 Terciduk Pak Malik menceritakan kepada adiknya siapa sebenarnya Pak Hasan atau bapaknya Yasa yang selama ini selalu berkesan polos dan baik hati. Namun, Om Dion masih saja tidak bisa mempercayainya. "Kalau hal seperti ini saja kau tidak tahu, sebaiknya kau jangan menikah dengan Mala, karena kalian tidak akan pantas!" geram Pak Malik. "Iya, aku tahu, Mas. Yang aku tidak percaya dia, kok, bisa selama ini berpura-pura seperti malaikat," elak Om Dion. "Alah, alesan!" Pak Malik meninggalkan adiknya sendiri dengan penuh emosi. Meski Mala bukan anaknya dan Om Dion adalah adiknya, dia tetap menginginkan yang terbaik untuk Mala karena dia sudah menyayanginya seperti anak sendiri. Pak Malik juga ingin adiknya itu memantaskan diri karena Mala bukan perempuan biasa. "Apa yang dikatakan Papa Malik ada benarnya. Aku tidak mungkin cocok jika bersanding dengan orang yang di bawahku." Mala mendekat dengan kata-katanya yang begitu menusuk. "Bukan karena aku merendahkan pasangan, bukan.
KSIBP 123 Tidak Terima "Pertunjukkan apa?" Qiera dan Mala bertanya bersamanya. "Ada, deh. Pokoknya nanti kalian akan menyaksikannya sendiri dengan kedua mata kalian dan aku yakin semua orang akan tersenyum jika melihatnya," jelas Diko, tapi tidak mengatakan apapun terkait pertunjukkan yang dimaksudnya. "Huh, dasar licik." Qiera melipat tangan di dada. Melihat sahabatnya yang merajuk, Mala tahu apa yang akan terjadi. Dia lebih memilih pergi ke luar untuk memperhatikan anak-anak bermain daripada harus melihat kemesraan kedua sahabatnya.Benar saja, Diko langsung memeluk Qiera erat. "Mana ada. Aku tidak pernah bersikap licik padamu, Sayang. Percayalah, aku adalah orang yang sangat mencintaimu ... setelah ayahnya," ucapnya lembut, tapi berhasil membuat Pak Malik emosi dan hampir melayangkan tinjunya. Untung saja dirinya kembang diikut sertakan, jadi amarahnya langsung hilang. "Iya, aku percaya, tapi tetap saja lebih baik kamu mengatakan semuanya karena aku sangat penasaran." Qiera t
KSIBP 124 Harun berjalan ke arah wanita yang didatangkan Tuan Yu dari sebuah pondok. Wanita salihah yang sempurna dengan sikap juga kepribadiannya. Bahkan, wanita ini tidak pernah berpacaran dan dekat dengan pria. Makanya Tuan Yu meminta Harun untuk segera membiarkan dia pergi kalau sifat buruk dalam dirinya sendiri muncul. Tuan Yu tidak mau Harun mengotori apalagi sampai menyakiti hati dan perasaan murid kesayangan dari keluarga gurunya. Wanita ini yang paling patuh dan mengajar sambil belajar juga. "Sudah lama menunggu?" tanya Harun. Dia berusaha untuk mengenal calon istrinya dengan lebih baik. Harun juga memang sengaja mengundangnya sendirian ke sini. Bukan karena ingin membuatnya tidak tenang, tapi Tuan Yu sudah memberitahu kalau di rumah Harun ada banyak orang, jadi mereka tidak akan berduaan. "Tidak begitu lama." Wanita itu menjawab dengan suara yang lembut. "Kau pasti tahu kalau saat ini aku belum siap menikah karena aku tidak ingin bahagia lebih awal dari istri pertama
KSIBP 125 "Kenapa kau ke sini? Aku tidak butuh dikunjungi oleh bocah tengik seperti dirimu?" Bapaknya Yasa menatap tajam ke arah Diko. Setelah tidak ada kabar selama dua bulan, Diko, Qiera, dan Yasa mengatur waktu untuk mengunjungi Pak Hasan. "Pak, berhenti bicara seperti itu!" Yasa ikut menampakkan dirinya. "Kenapa kalian datang bersamaan? Bukankah di sini aturannya hanya boleh satu orang saja yang jenguk?" tanya Pak Hasan tanpa rasa malu sedikit pun karena sudah memakai topeng di depan anaknya sendiri. "Ada aku. Apa yang tidak bisa terjadi, maka akan terjadi." Diko tersenyum bangga. "Sekarang kau boleh bangga, tapi lihatlah nanti. Aku akan melakukan hal yang lebih menyakitkan!" ancamnya. "Memangnya apa yang bisa anda lakukan lagi? Tidak ada. Jangan pernah berharap akan ada orang yang menolong karena anda terkena pasal perencanaan pembunuhan dan akan dipenjara seumur hidup," jelas Diko. Namun, Pak Hasan malah tertawa. "Lihat saja, aku akan keluar tidak lama lagi," ucapnya
KSIBP 126 Melihat kedua anaknya bermain dengan riang bersama para maid dan mamanya, Diko menatap Qiera lekat, dan membawanya ke kamar. "Sekarang kita sudah bisa bernapas lega, Sayang. Apa hadiah yang akan kamu berikan?" tanya Diko dengan tatapan menggoda. "Belum." Qiera melipat tangan di dada. "Aku tidak akan bahagia kalau Harun sudah punya pasangan sementara Mala belum menetapkan pilihan." Diko mengelus dadanya pelan. "Kenapa kamu lebih mengutamakan sahabat daripada suamimu sendiri?" tanyanya frustasi. "Karena di saat orang lain tidak ada di sampingku, dia yang selalu ada untukku. Katakan padaku, apa ada sahabat yang lebih baik daripada Mala?" tanyanya dan Diko hanya bisa memberikan pelukan terbaiknya. "Aku akan selalu ada di sini, di sisimu dalam suka ataupun duka. Kalau ada yang ingin kamu inginkan atau lakukan, jangan segan untuk mengatakannya langsung padaku." Diko berbisik pelan membuat wajah Qiera memerah. Qiera menjauhkan dirinya dari Diko. "Aku harus melihat anak-anak,
KSIBP 127 "Rasanya tenang kalau begini." Mala bersandar pada sofa besar di rumah Qiera. Berhubung Zayyan selalu ingin bertemu dengan Ziron dan Zihan, Mala terpaksa membawanya ke mari. "Iya. Kamu tenang saja, selama ada suamiku, insyaAllah semuanya akan baik-baik saja," ucap Qiera. Disatu sisi Diko merasa bahagia dengan perkataan istrinya, tapi di sisi lain dia merasa terancam karena takut jika nanti terjadi masalah baru, dan dia tidak bisa melakukan apapun. Diko pun bersandar di balik dinding kamarnya sambil mendengarkan percakapan istrinya dengan Mala. Mala memang sahabat Diko, tapi dengan Qiera, selama ini dia memang hanya memperhatikan dari jauh. Ada rasa yang tidak biasa ketika menatap bola matanya yang kecil seperti orang luar dan hidungnya yang mancung tapi tidak terlalu tinggi. Menurut Diko, Qiera adalah wanita yang sempurna. Baik dari sifat ataupun fisik. Melihat Qiera untuk pertama kalinya, dia langsung jatuh hati. Sayangnya Yasa malah menyia-nyiakan istri yang menurut
KSIBP 137 Setelah terikat pernikahan dengan Om Dion, Mala menjalani hidup normal seperti seorang istri, tapi tetap mengurus restorannya. Mala sama seperti Qiera, mengurus semua kebutuhan Zayyan dan Om Dion oleh dirinya sendiri. Sementara Harun, dia mulai mendekati Hani. Wanita yang berhasil memikat hatinya karena semua karakter wanita yang dia butuhkan ada padanya. Harun juga mendatangi keluarga kakek Diko untuk melamarnya, tapi ternyata membuat kebencian para wanita yang ada di sama membara."Mana bisa gadis kampung dan anak pelacur itu jadi bagian dari keluarga kita?""Benar, itu tidak boleh terjadi. Sudah cukup Diko salah memilih istri, sekarang kita tidak bisa membiarkan berdebah kecil itu menjadi istri Harun," geram Marisa.Marisa sengaja menyulut emosi para wanita yang ada di kediaman kakek Diko agar membenci Hani dan melakukan banyak hal untuk mencelakainya. Namun, bagi Hani semuanya tidak mempan. Dia memang bukan bagian dari keluarga besar Diko, jadi dia sama sekali tidak ke
KSIBP 136 Waktu pernikahan Mala dan Om Dion sudah ditentukan. Meksipun Pak Bagas menantangnya, tapi dia kalah dengan Pak Malik yang langsung turun tangan."Kau cukup menjadi wali nikahnya, tapi kalau tidak mau, bisa diwakilkan dengan kakakmu," ancam Pak Malik.Kakak yang dimaksudnya adalah pria yang paling ditakuti Pak Bagas. Mereka memang kakak beradik, tapi hubungan mereka tidak sedekat Pak Malik dan Om Dion. Sangat jauh."Untuk kali ini aku memang tidak bisa melawan, tapi lihat saja, kalian tidak akan bisa hidup bahagia tanpa izin dariku," ucapnya lantang dengan penuh percaya diri."Oh, ya? Memangnya siapa kau berani berkata seperti itu? Apa kau Tuhan?" Pak Malik sudah tidak sabar untuk mencekik lehernya dan merobek bibirnya, tapi dia tahan karena bagaimanapun dia adalah ayah dari Mala.Pak Bagas tidak bicara. Dia kembali menghilang seperti ditelan bumi, begitupun dengan istrinya.Beberapa kali sudah Diko memergoki Pak Bagas yang berusaha melakukan penyuapan agar Pak Aryo dibebask
KSIBP 135 "Apapun yang kita lakukan tidak ada hubungannya denganmu!" Diko menatap tajam ke arah pamannya Qiera. Saat ini dia tidak suka diganggu karena sedang bersama istri. "Ini adalah hal yang biasa, masalahku lebih penting." Om Dion duduk di dekat mereka dan membuat Qiera merasa tidak nyaman, lalu berusaha melepaskan tangan Diko, tapi gagal."Kalian belum halal, sementara kamu sudah. Jadi, siapa yang lebih penting?" Diko berucap tenang. Sebenarnya dia ingin marah, tapi tidak bisa kalau di dekatnya ada Qiera. Dia tidak ingin membuat istrinya ketakutan karena melihat sisi gelapnya.Om Dion terdiam. Apa yang dikatakan Diko memang benar. Harusnya di ini Om Dion yang membantu masalah Diko ataupun Harun, bukan malah sebaliknya karena Om Dion lebih tua. Ditambah Diko juga hanya keponakan, tapi semuanya tidak akan berjalan kalau Diko hanya diam.Om Dion berjalan ke arah luar dan duduk di bangku taman, sementara Diko masih memeluk Qiera erat."Aku malu," lirih Qiera dengan wajahnya yang m
KSIBP 134 Laras bangkit dari lantai dengan tertatih-tatih tanpa ada bantuan dari siapapun. Dia menangis dalam diam tanpa mengatakan apapun dan Harun sama sekali tidak peduli. Dari dulu, dia memang tidak ada perasaan apapun kepada Laras. Jika bukan karena balas budi, dia juga tidak akan mau memperhatikan Laras selama ini. "Apa benar dia tidak apa-apa?" tanya Marisa khawatir. Sebenarnya dia hanya pura-pura peduli agar Harun dan kepala maid menilainya baik, tapi sayangnya niatnya itu sudah diketahui dari awal. Harun sudah tahu kalau keluarganya Diko tidak ada yang tulus, kecuali Hani. Makanya dia mau memanfaatkan wanita-wanita itu untuk dijadikan alat agar Laras tahu diri. "Kalau kau memang peduli, sana urus dia. Tapi setelah itu pergilah dari rumahku!" Harun memberikan peringatan. Marisa bergidik ngeri. Dia tidak berani mendekat sedikit saja ke arah Laras. "Kenapa dia seperti ini?" ucap Laras bertanya-tanya, lalu berjalan ke arah kamarnya, tapi segera dihadang beberapa penjaga. "
KSIBP 133 "Aku serius. Dia kenapa tidak pernah cemburu ketika aku sibuk dengan karyawan wanita, kenapa juga dia tidak pernah menelepon ketika aku sedang di kantor? Padahal, selama ini aku selalu menunggunya," jelas Diko panjang lebar. Diko ingin seperti beberapa karyawannya yang selalu diperhatikan oleh istri. Menelepon ketika makan siang atau mengantarkan bekal. Pak Malik menatapnya datar. "Serius kau datang hanya untuk mengatakan ini?" "Tentu saja. Memangnya apa lagi? Bagiku masalah ini lebih penting daripada apapun. Aku bisa menyelesaikan semua masalah dengan mudah, kecuali ini." Diko merespon cepat. Pak Malik berusaha menahan tawanya, lalu menceritakan bagaimana sifat istrinya. Qiera sama seperti mamanya yang terlihat seolah tidak peduli dengan apa yang dilakukan suami, padahal aslinya dia gelisah setengah mati. Namun, dia tidak berani melakukan hal-hal yang ada di pikirannya karena takut mengganggu pekerjaan Diko. "Padahal, aku suka diganggu." Diko kembali mengacak rambutny
KSIBP 132 "Kenapa tadi kamu begitu cemburu?" tanya Mama Diko heran ketika sang anak memang sengaja menemuinya. "Bukankah seorang suami memang harus punya cemburu ketika istrinya ditatap oleh wanita lain?" Diko malah kembali memberikan pertanyaan. Sang mama menghela napas panjang. Sungguh tidak menyangka anaknya menjadi pencemburu semenjak menikah, terutama dengan wanita yang dari dulu sudah diinginkannya. "Iya, Mama paham." "Kalau paham, kenapa Mama banyak bertanya?" Diko mengerutkan keningnya. "Aku ke sini untuk membicarakan beberapa hal penting. Lagi pula dia sudah banyak aku bantu, masa iya masih berani menatap istriku." Kecemburuan Diko ternyata belum reda sampai membuat mamanya angkat tangan. "Kamu ke sini mau dibujuk Mama atau sedang cari perhatian istrimu?" tanyanya heran. "Tentu saja untuk mengabarkan kalau anakmu ini sangat hebat. Semua rencana berada di bawah kendaliku," ucap Diki mulai bangga diri. "Alhamdulillah. Jangan lupa bersyukur untuk setiap kejadian karena
KSIBP 131 Laras tidak berhenti berteriak semenjak di rumah itu ada tantenya Diko. Awalnya Harun tidak setuju jika perempuan yang usianya lebih tua tiga tahun darinya itu menginap, tapi ketika mengingat Laras mulai kehilangan kendali, dia mendadak setuju. "Usir wanita itu dari rumah ini, hanya aku yang pantas menjadi istrinya Harun, dan hanya aku yang boleh ada di dalam hatinya!" teriak Laras tidak terima dan hal ini membuat kepala penjaga semakin bahagia. "Kalau kau tidak rela ada wanita lain di rumah ini, maka kau harus menjadi kuat!" Kepala penjaga mulai melancarkan aksinya. "Kuat?" Laras terdiam. "Iya. Kau harus makan setiap makanan yang dia berikan agar punya tenaga untuk membalasnya. Kemungkinan besar dia akan tinggal di rumah ini dalam waktu yang lama. Jadi, kalau kamu tidak mau kalah, kamu harus lebih unggul," jelas kepala penjaga yang sedang berusaha menjadi kompor. Harun memang hanya ingin Laras merasakan apa yang Mala rasakan dulu. Dalam artian dia ingin Laras diperlak
Setelah mendapatkan penjelasan dari Diko, Qiera segera meminta pamannya itu untuk datang ke rumah. "Ada apa? Sepertinya ada yang penting." Om Dion memasang wajah datar. "Aku ada informasi penting yang harus Om ketahui." Qiera mulai meluruskan duduknya. Sementara Diko hanya melihat tingkah istrinya dari jauh. Dia sudah tahu kalau Qiera akan memanggil pamannya ke sini. "Apa itu?" Om Dion masih bertanya dengan wajah datarnya. "Tentang Mala." Wajah datar itu langsung berubah lesu ketika mendengar nama yang selalu dia rindukan. Sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Kini Qiera yang terdiam. Dia ingin mengulur waktu agar wajah Om Dion tidak ditekuk seperti itu lagi. "Apa yang ingin dibicarakan tentang dia?" Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Om Dion bertanah karena sudah tidak sabar untuk mendengarkan kabar yang akan diceritakan keponakannya itu. "Coba Om tebak aku akan bicara apa." Qiera malah mengajaknya bermain-main. "Ayolah, Qiera, ada banyak hal yang harus aku kerjakan.
Hari pertama yang datang ke rumah Harun adalah adik ayahnya Leo. Wanita yang disebut Tante dan mengatakan kebenciannya terus terang kepada Qiera. Wanita itu datang dengan penampilan yang cetar membahana. Sungguh jauh daripada penampilan sebelumnya atau penampilan yang disukai Harun. Bahkan bertolak belakang. "Kamu yakin suka wanita seperti itu?" bisik kepala maid yang selama ini selalu ada di sampingnya sudah seperti keluarga. "Mana ada. Aku hanya ingin menjadikan dia sebagai alat saja." Harun menjawab cepat. Sekarang dia hanya memperhatikan wanita itu dari jauh, tapi perutnya sudah terasa mual, dan ingin muntah. "Terus apa yang harus kita perintahkan padanya?" tanya kepala maid dan saat ini tidak memakai pakaian pekerja, karena menyamar sebagai saudaranya Harun. "Pinta dia memasak, sama seperti yang aku perintahkan pada Mala dulu. Lalu, minta dia untuk mengantarkan makanan untuk Laras. Aku sungguh tidak sabar ingin segera tahu apa yang akan terjadi kalau mereka berdua bertemu