KSIBP 122 Terciduk Pak Malik menceritakan kepada adiknya siapa sebenarnya Pak Hasan atau bapaknya Yasa yang selama ini selalu berkesan polos dan baik hati. Namun, Om Dion masih saja tidak bisa mempercayainya. "Kalau hal seperti ini saja kau tidak tahu, sebaiknya kau jangan menikah dengan Mala, karena kalian tidak akan pantas!" geram Pak Malik. "Iya, aku tahu, Mas. Yang aku tidak percaya dia, kok, bisa selama ini berpura-pura seperti malaikat," elak Om Dion. "Alah, alesan!" Pak Malik meninggalkan adiknya sendiri dengan penuh emosi. Meski Mala bukan anaknya dan Om Dion adalah adiknya, dia tetap menginginkan yang terbaik untuk Mala karena dia sudah menyayanginya seperti anak sendiri. Pak Malik juga ingin adiknya itu memantaskan diri karena Mala bukan perempuan biasa. "Apa yang dikatakan Papa Malik ada benarnya. Aku tidak mungkin cocok jika bersanding dengan orang yang di bawahku." Mala mendekat dengan kata-katanya yang begitu menusuk. "Bukan karena aku merendahkan pasangan, bukan.
KSIBP 123 Tidak Terima "Pertunjukkan apa?" Qiera dan Mala bertanya bersamanya. "Ada, deh. Pokoknya nanti kalian akan menyaksikannya sendiri dengan kedua mata kalian dan aku yakin semua orang akan tersenyum jika melihatnya," jelas Diko, tapi tidak mengatakan apapun terkait pertunjukkan yang dimaksudnya. "Huh, dasar licik." Qiera melipat tangan di dada. Melihat sahabatnya yang merajuk, Mala tahu apa yang akan terjadi. Dia lebih memilih pergi ke luar untuk memperhatikan anak-anak bermain daripada harus melihat kemesraan kedua sahabatnya.Benar saja, Diko langsung memeluk Qiera erat. "Mana ada. Aku tidak pernah bersikap licik padamu, Sayang. Percayalah, aku adalah orang yang sangat mencintaimu ... setelah ayahnya," ucapnya lembut, tapi berhasil membuat Pak Malik emosi dan hampir melayangkan tinjunya. Untung saja dirinya kembang diikut sertakan, jadi amarahnya langsung hilang. "Iya, aku percaya, tapi tetap saja lebih baik kamu mengatakan semuanya karena aku sangat penasaran." Qiera t
KSIBP 124 Harun berjalan ke arah wanita yang didatangkan Tuan Yu dari sebuah pondok. Wanita salihah yang sempurna dengan sikap juga kepribadiannya. Bahkan, wanita ini tidak pernah berpacaran dan dekat dengan pria. Makanya Tuan Yu meminta Harun untuk segera membiarkan dia pergi kalau sifat buruk dalam dirinya sendiri muncul. Tuan Yu tidak mau Harun mengotori apalagi sampai menyakiti hati dan perasaan murid kesayangan dari keluarga gurunya. Wanita ini yang paling patuh dan mengajar sambil belajar juga. "Sudah lama menunggu?" tanya Harun. Dia berusaha untuk mengenal calon istrinya dengan lebih baik. Harun juga memang sengaja mengundangnya sendirian ke sini. Bukan karena ingin membuatnya tidak tenang, tapi Tuan Yu sudah memberitahu kalau di rumah Harun ada banyak orang, jadi mereka tidak akan berduaan. "Tidak begitu lama." Wanita itu menjawab dengan suara yang lembut. "Kau pasti tahu kalau saat ini aku belum siap menikah karena aku tidak ingin bahagia lebih awal dari istri pertama
KSIBP 125 "Kenapa kau ke sini? Aku tidak butuh dikunjungi oleh bocah tengik seperti dirimu?" Bapaknya Yasa menatap tajam ke arah Diko. Setelah tidak ada kabar selama dua bulan, Diko, Qiera, dan Yasa mengatur waktu untuk mengunjungi Pak Hasan. "Pak, berhenti bicara seperti itu!" Yasa ikut menampakkan dirinya. "Kenapa kalian datang bersamaan? Bukankah di sini aturannya hanya boleh satu orang saja yang jenguk?" tanya Pak Hasan tanpa rasa malu sedikit pun karena sudah memakai topeng di depan anaknya sendiri. "Ada aku. Apa yang tidak bisa terjadi, maka akan terjadi." Diko tersenyum bangga. "Sekarang kau boleh bangga, tapi lihatlah nanti. Aku akan melakukan hal yang lebih menyakitkan!" ancamnya. "Memangnya apa yang bisa anda lakukan lagi? Tidak ada. Jangan pernah berharap akan ada orang yang menolong karena anda terkena pasal perencanaan pembunuhan dan akan dipenjara seumur hidup," jelas Diko. Namun, Pak Hasan malah tertawa. "Lihat saja, aku akan keluar tidak lama lagi," ucapnya
KSIBP 126 Melihat kedua anaknya bermain dengan riang bersama para maid dan mamanya, Diko menatap Qiera lekat, dan membawanya ke kamar. "Sekarang kita sudah bisa bernapas lega, Sayang. Apa hadiah yang akan kamu berikan?" tanya Diko dengan tatapan menggoda. "Belum." Qiera melipat tangan di dada. "Aku tidak akan bahagia kalau Harun sudah punya pasangan sementara Mala belum menetapkan pilihan." Diko mengelus dadanya pelan. "Kenapa kamu lebih mengutamakan sahabat daripada suamimu sendiri?" tanyanya frustasi. "Karena di saat orang lain tidak ada di sampingku, dia yang selalu ada untukku. Katakan padaku, apa ada sahabat yang lebih baik daripada Mala?" tanyanya dan Diko hanya bisa memberikan pelukan terbaiknya. "Aku akan selalu ada di sini, di sisimu dalam suka ataupun duka. Kalau ada yang ingin kamu inginkan atau lakukan, jangan segan untuk mengatakannya langsung padaku." Diko berbisik pelan membuat wajah Qiera memerah. Qiera menjauhkan dirinya dari Diko. "Aku harus melihat anak-anak,
KSIBP 127 "Rasanya tenang kalau begini." Mala bersandar pada sofa besar di rumah Qiera. Berhubung Zayyan selalu ingin bertemu dengan Ziron dan Zihan, Mala terpaksa membawanya ke mari. "Iya. Kamu tenang saja, selama ada suamiku, insyaAllah semuanya akan baik-baik saja," ucap Qiera. Disatu sisi Diko merasa bahagia dengan perkataan istrinya, tapi di sisi lain dia merasa terancam karena takut jika nanti terjadi masalah baru, dan dia tidak bisa melakukan apapun. Diko pun bersandar di balik dinding kamarnya sambil mendengarkan percakapan istrinya dengan Mala. Mala memang sahabat Diko, tapi dengan Qiera, selama ini dia memang hanya memperhatikan dari jauh. Ada rasa yang tidak biasa ketika menatap bola matanya yang kecil seperti orang luar dan hidungnya yang mancung tapi tidak terlalu tinggi. Menurut Diko, Qiera adalah wanita yang sempurna. Baik dari sifat ataupun fisik. Melihat Qiera untuk pertama kalinya, dia langsung jatuh hati. Sayangnya Yasa malah menyia-nyiakan istri yang menurut
"Wah, itu adalah pilihan yang tepat. Sini masuk!" Kakeknya Diko langsung mengajak Harun dengan ramah. Diko hanya menggenggam tangan Qiera erat. Bahkan, dia tidak rela melepaskan tangan istrinya itu meski hanya untuk bersalaman dengan pihak keluarga yang lain. "Istrimu belum salaman sama Tante!" Seorang wanita dengan tangan penuh emas berbicara menyindir, tapi Diko malah tertawa kecil. "Istri saya tidak berhak bersalaman dengan orang yang dia tidak suka. Kalau mau disalami, mendekatlah ke sini." Diko melempar tatapan tajam ke arah adik dari ayahnya itu. "Kurang ajar!" Tante merasa tidak terima dan menghampiri Qiera dengan jelas minuman di tangannya, tapi ia batal melakukan hal memalukan yang ada di pikirannya ketika melihat Harun. "Wah, kamu juga datang?" tanyanya sok ramah. "Iya. Saya diundang oleh Diko dan Qiera, mereka memang sahabat yang paling baik juga peduli sama saya," ucap Harun penuh penekanan karena dia juga tidak mau Qiera selalu diganggu dan dianggap rendah oleh kelu
Hari pertama yang datang ke rumah Harun adalah adik ayahnya Leo. Wanita yang disebut Tante dan mengatakan kebenciannya terus terang kepada Qiera. Wanita itu datang dengan penampilan yang cetar membahana. Sungguh jauh daripada penampilan sebelumnya atau penampilan yang disukai Harun. Bahkan bertolak belakang. "Kamu yakin suka wanita seperti itu?" bisik kepala maid yang selama ini selalu ada di sampingnya sudah seperti keluarga. "Mana ada. Aku hanya ingin menjadikan dia sebagai alat saja." Harun menjawab cepat. Sekarang dia hanya memperhatikan wanita itu dari jauh, tapi perutnya sudah terasa mual, dan ingin muntah. "Terus apa yang harus kita perintahkan padanya?" tanya kepala maid dan saat ini tidak memakai pakaian pekerja, karena menyamar sebagai saudaranya Harun. "Pinta dia memasak, sama seperti yang aku perintahkan pada Mala dulu. Lalu, minta dia untuk mengantarkan makanan untuk Laras. Aku sungguh tidak sabar ingin segera tahu apa yang akan terjadi kalau mereka berdua bertemu