KSIBP 107 Kepala maid dan yang lainnya tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Laras yang seperti tersambar petir. "Kenapa? Enggak nyangka kalau pangeran yang ada di khayalanmu memberikan alat pel, 'kan?" ledek kepala maid dengan tawa yang begitu puasnya. "Tentu saja, Mbak. Mana mungkin dia tidak kaget ketika hal romantis yang ada di pikirannya tiba-tiba hilang dan digantikan dengan alat kebersihan yang ada di tangannya itu," sahut maid yang lain. Mereka pun kembali tertawa. Apalagi ketika melihat ekspresi Laras yang masih terdiam tanpa kata, mereka jadi semakin bahagia. Namun, tetap saja hari mereka ada rasa kesal dan marah karena sudah memperlakukan Mala seenaknya.. Setelah beberapa saat, Laras kembali tersadar kalau dirinya sedang dipermalukan. Dia pun melemparkan benda-benda yang diberikan Harun ke sembarang arah dengan tenaga yang sangar besar. "Sialan, aku menikah dengannya bukan untuk dipermalukan seperti ini! Aku hanya ingin menjadi ratu, menjadi tuan putri. Baik untuk d
Laras mengerjakan semuanya tanpa protes sedikit pun. Terlebih, Harun memintanya dengan cara lembut, Hadi dia tidak bisa melawan sama sekali karena di hatinya ada cinta yang begitu besar. Laras juga berpikir kalau cara Harun berbicara padanya sudah mulai berubah dan dua berharap cintanya segera terbalas, agar tidak selalu bertepuk sebelah tangan. Setelah melakukan pekerjaan dengan pelan dan hati-hati, itu pun dibimbing para maid, akhirnya Laras tahu apa itu bersih-bersih dan bagaimana cara melakukannya yang paling benar. Setidaknya lantai menjadi lebih enak dipandang karena terkesan segar, tidak seperti biasanya yang kusam. "Nah, kan, kamu juga masih kita bantu dalam pekerjaan, jadi harusnya tahu diri." Kepala maid menatap kesal ke arah Laras yang bersantai ketika melihat beberapa maid membawa alat kebersihan untuk membantunya. "Terserah akulah. Lagipula di sini, akulah Nyonya. Jadi, enggak perlu melakukan hal-hal yang tidak diperlukan." Laras kembali melupakan perintah Harun yang
KSIBP 109 Pak Malik bergegas mendekat dan membawanya Ziron ke dalam pangkuannya. Beliau sama sekali tidak mengatakan Qiera slaah, atau para maid salah, tidak. Beliau malah meminta semuanya untuk tenang dan pergi ke rumah sakit agar diperiksa lebih lanjut. Mala dan Zayyan yang mendengar hal itu sangat terharu. Karena selama ini Harun tidak pernah membawa mereka ke rumah sakit meski sakit parah. "Kita berangkat, ya, Sayang." Qiera berkata dengan panik sambil menggendong Zihan. Zayyan juga membantu Mala untuk berjalan karena mamanya itu merasa tenggorokannya sakit. Sebenarnya Zayyan juga merasakan hal yang sama, tapi dia tidak mau terlihat lemah di depan mamanya. Terlebih, saat ini mamanya sedang terluka secara fisik dan batin. "Perketat keamanan dan sebagian ikut saya ke rumah!" titahnya kepada kepala maid yang sedang ketakutan karena hal ini bisa terjadi atas kecerobohan dirinya sendiri. Dia tidak tahu kalau dalam makanan yang dibelinya dari nenek tadi sesuatu yang bisa membuat p
KSIBP 110 Kedua orang itu sudah terlempar ke tanah beberapa kali ketika menerima pukulan dari Harun, kecuali seorang wanita tua, dia bahkan tidak berani menyentuhnya meski melakukan kesalahan yang sama. "Di mana Mala dan yang lainnya?" tanya Harun panik. Dia tidak tahu kalau Mala dan anaknya sudah dibawa ke rumah sakit. "Sedang ditangani dokter!" Kepala maid menjawab singkat, lalu kembali masuk ke dalam rumah. Harun mengelus dada tenang. Dia berpikir kalau Mala dan Zayyan ada di rumah Malik, jadi bisa bernapas lega. Sementara Pak Dandi dan Pak Aryo sedang dikejar Om Dion dan beberapa orangnya. Mereka cukup kewalahan karena kedua pelaku menggunakan mobil rental dan lagi dua mobil yang berbeda. Jadi, mereka juga berpencar untuk mengejarnya.Sementara di rumah sakit, Qiera dan yang lainnya tidak berhenti muntah sampai tubuh mereka lemas tidak bertenaga lagi. Bahkan Pak Malik tidak berani melepaskan Zihan dari pelukannya. Cucu kecil yang tidak tahu apa-apa tentang keadaan mama juga a
KSIBP 111 Om Dion yang gagal mengejar pelaku segera berlari ke rumah sakit. Awalnya dia tidak ingin pergi karena perasannya yang lebih khawatir kepada Mala dan putranya daripada Qiera. Namun, dia tidak mungkin menunjukkan perasaan itu secara terang-terangan. Ditambah keadaan Qiera dan Ziron lebih para daripada dua orang yang dia khawatirkan. Akan tetapi, ketika mendengar kalau mereka disatu ruangankan, Om Dion bergegas pergi ke rumah sakit tanpa berpikir panjang lagi. Kali ini dia bisa melihat semuanya tanpa menimbulkan kecurigaan nantinya. Om Dion membuka pintu ruangan mereka, lalu masuk, dan menghampiri Qiera yang terbaring di dekat Ziron. Namun, hati dan pikirannya hanya tertuju kepada orang yang berbaring agak jauh dari matanya. Melihat ada rasa khawatir yang tidak biasa di mata pamannya, Qiera bisa menangkap kalau lelaki yang ada di sampingnya itu memang lebih mengawatirkan Mala daripada dirinya, dan tiba-tiba saja terbersit di pikiran untuk mengerjainya. "Om tahu tidak kala
KSIBP 112 Harun tidak henti-hentinya memarahi Laras karena sudah bertindak sembarangan dan membuatnya kehilangan informasi tentang Mala. "Untuk apa kamu cari tahu tentang dia, Mas? Di antara kalian sudah tidak ada hubungan apapun lagi. Sekarang istrimu adalah aku, sementara hanyalah mantan istri yang tidak pantas kamu pedulikan!" geram Laras panjang lebar. Harun menarik Laras masuk ke salah satu ruangan yang kosong. "Apa yang kau katakan? Apa kau berpikir kalau aku akan menjadi kau ratu hanya karena Mala tidak ada?" Saat ini rasanya Harun ingin memberikan Laras pelajaran. Namun, dia menahannya karena sedang berada di tempat umum. Padahal, dia dulu selalu memukul Mala di mana pun berada. "Tentu saja. Aku memang ratu, baik itu di hatimu, ataupun rumahmu. Apa kau sudah melupakan melupakan janji yang dulu kau ucapkan pada kakakku?" Laras kembali menekankan Harun dengan kekurangannya. Harun terdiam. Ya, dia memang punya janji yang diucapkan dengan segenap jiwa sebelum kakaknya Laras
KSIBP 114 Diko melepaskan pelukannya dan berjalan ke arah Yasa. "Untuk kali ini aku ucapkan terima kasih banyak karena kau sudah menjadi pria yang bertanggung jawab. Semoga kau segera menemukan pasangan masa depanmu," ucapnya tulus. Yasa yang terharu memeluk Diko begitu saja. "Ya, aku titip anak-anak dan anggaplah mereka seperti anakmu sendiri," pesannya dan Diko mengangguk mantap. Diko berjalan ke arah ibunya Yasa yang terbaring di tempat pasien, lalu mencium punggung tangannya dengan takjim. "Syafakillah," lirihnya pelan. Ibunya Yasa yang tidak ada tenaga hanya tersenyum sambil mengusap tangannya Diko. Dia ingin mengucapkan terima kasih karena sudah menjadi pasangan yang jauh dari kata baik untuk Qiera. "Aku berjanji pada kalian, kalau aku tidak akan menjadi Harun yang berikutnya," ucapnya sambil tersenyum lebar. Padahal, tidak ada yang bertanya tentang itu, tapi Diko malah berkata begitu. Diko yang faham tatapan Qiera tertawa kecil. "Aku hanya menjelaskan. Takutnya Yasa dan
KSIBP 115 Harun pulang ke rumah dengan perasaan malu. Sekarang dia sungguh tidak berani lagi untuk menemui Mala dan Zayyan yang sudah dilukainya berulang kali. Harun bahkan berubah menjadi pendiam saat ini. Hanya saja dia belum bisa bersikap baik kepada Laras yang menurutnya terlalu banyak kepura-puraan. "Mas, apa yang terjadi padamu?" tanya Laras tidak tahan dengan sikapnya yang terlalu cuek, meski Laras terpental di hadapannya. Harun tidak bicara. Dia kembali teringat dengan janjinya kepada Diko untuk tetap bersikap baik kepada siapa pun, termasuk Laras. Sayangnya dia tidak bisa, apalagi Laras adalah orang yang melukai Mala dan membuat hubungan di antara mereka yang awalnya suami istri menjadi orang lain. Daripada emosi, Harun lebih memilih diam, dan diam. Dia tidak ingin melanggar janjinya, tapi juga tidak mau membuat dirinya bergantung kepada Laras. "Apa yang terjadi padamu, kenapa tiba-tiba seperti ini?" Laras terus saja berteriak untuk mendapatkan perhatian dari Harun, say