KSIBP 109 Pak Malik bergegas mendekat dan membawanya Ziron ke dalam pangkuannya. Beliau sama sekali tidak mengatakan Qiera slaah, atau para maid salah, tidak. Beliau malah meminta semuanya untuk tenang dan pergi ke rumah sakit agar diperiksa lebih lanjut. Mala dan Zayyan yang mendengar hal itu sangat terharu. Karena selama ini Harun tidak pernah membawa mereka ke rumah sakit meski sakit parah. "Kita berangkat, ya, Sayang." Qiera berkata dengan panik sambil menggendong Zihan. Zayyan juga membantu Mala untuk berjalan karena mamanya itu merasa tenggorokannya sakit. Sebenarnya Zayyan juga merasakan hal yang sama, tapi dia tidak mau terlihat lemah di depan mamanya. Terlebih, saat ini mamanya sedang terluka secara fisik dan batin. "Perketat keamanan dan sebagian ikut saya ke rumah!" titahnya kepada kepala maid yang sedang ketakutan karena hal ini bisa terjadi atas kecerobohan dirinya sendiri. Dia tidak tahu kalau dalam makanan yang dibelinya dari nenek tadi sesuatu yang bisa membuat p
KSIBP 110 Kedua orang itu sudah terlempar ke tanah beberapa kali ketika menerima pukulan dari Harun, kecuali seorang wanita tua, dia bahkan tidak berani menyentuhnya meski melakukan kesalahan yang sama. "Di mana Mala dan yang lainnya?" tanya Harun panik. Dia tidak tahu kalau Mala dan anaknya sudah dibawa ke rumah sakit. "Sedang ditangani dokter!" Kepala maid menjawab singkat, lalu kembali masuk ke dalam rumah. Harun mengelus dada tenang. Dia berpikir kalau Mala dan Zayyan ada di rumah Malik, jadi bisa bernapas lega. Sementara Pak Dandi dan Pak Aryo sedang dikejar Om Dion dan beberapa orangnya. Mereka cukup kewalahan karena kedua pelaku menggunakan mobil rental dan lagi dua mobil yang berbeda. Jadi, mereka juga berpencar untuk mengejarnya.Sementara di rumah sakit, Qiera dan yang lainnya tidak berhenti muntah sampai tubuh mereka lemas tidak bertenaga lagi. Bahkan Pak Malik tidak berani melepaskan Zihan dari pelukannya. Cucu kecil yang tidak tahu apa-apa tentang keadaan mama juga a
KSIBP 111 Om Dion yang gagal mengejar pelaku segera berlari ke rumah sakit. Awalnya dia tidak ingin pergi karena perasannya yang lebih khawatir kepada Mala dan putranya daripada Qiera. Namun, dia tidak mungkin menunjukkan perasaan itu secara terang-terangan. Ditambah keadaan Qiera dan Ziron lebih para daripada dua orang yang dia khawatirkan. Akan tetapi, ketika mendengar kalau mereka disatu ruangankan, Om Dion bergegas pergi ke rumah sakit tanpa berpikir panjang lagi. Kali ini dia bisa melihat semuanya tanpa menimbulkan kecurigaan nantinya. Om Dion membuka pintu ruangan mereka, lalu masuk, dan menghampiri Qiera yang terbaring di dekat Ziron. Namun, hati dan pikirannya hanya tertuju kepada orang yang berbaring agak jauh dari matanya. Melihat ada rasa khawatir yang tidak biasa di mata pamannya, Qiera bisa menangkap kalau lelaki yang ada di sampingnya itu memang lebih mengawatirkan Mala daripada dirinya, dan tiba-tiba saja terbersit di pikiran untuk mengerjainya. "Om tahu tidak kala
KSIBP 112 Harun tidak henti-hentinya memarahi Laras karena sudah bertindak sembarangan dan membuatnya kehilangan informasi tentang Mala. "Untuk apa kamu cari tahu tentang dia, Mas? Di antara kalian sudah tidak ada hubungan apapun lagi. Sekarang istrimu adalah aku, sementara hanyalah mantan istri yang tidak pantas kamu pedulikan!" geram Laras panjang lebar. Harun menarik Laras masuk ke salah satu ruangan yang kosong. "Apa yang kau katakan? Apa kau berpikir kalau aku akan menjadi kau ratu hanya karena Mala tidak ada?" Saat ini rasanya Harun ingin memberikan Laras pelajaran. Namun, dia menahannya karena sedang berada di tempat umum. Padahal, dia dulu selalu memukul Mala di mana pun berada. "Tentu saja. Aku memang ratu, baik itu di hatimu, ataupun rumahmu. Apa kau sudah melupakan melupakan janji yang dulu kau ucapkan pada kakakku?" Laras kembali menekankan Harun dengan kekurangannya. Harun terdiam. Ya, dia memang punya janji yang diucapkan dengan segenap jiwa sebelum kakaknya Laras
KSIBP 114 Diko melepaskan pelukannya dan berjalan ke arah Yasa. "Untuk kali ini aku ucapkan terima kasih banyak karena kau sudah menjadi pria yang bertanggung jawab. Semoga kau segera menemukan pasangan masa depanmu," ucapnya tulus. Yasa yang terharu memeluk Diko begitu saja. "Ya, aku titip anak-anak dan anggaplah mereka seperti anakmu sendiri," pesannya dan Diko mengangguk mantap. Diko berjalan ke arah ibunya Yasa yang terbaring di tempat pasien, lalu mencium punggung tangannya dengan takjim. "Syafakillah," lirihnya pelan. Ibunya Yasa yang tidak ada tenaga hanya tersenyum sambil mengusap tangannya Diko. Dia ingin mengucapkan terima kasih karena sudah menjadi pasangan yang jauh dari kata baik untuk Qiera. "Aku berjanji pada kalian, kalau aku tidak akan menjadi Harun yang berikutnya," ucapnya sambil tersenyum lebar. Padahal, tidak ada yang bertanya tentang itu, tapi Diko malah berkata begitu. Diko yang faham tatapan Qiera tertawa kecil. "Aku hanya menjelaskan. Takutnya Yasa dan
KSIBP 115 Harun pulang ke rumah dengan perasaan malu. Sekarang dia sungguh tidak berani lagi untuk menemui Mala dan Zayyan yang sudah dilukainya berulang kali. Harun bahkan berubah menjadi pendiam saat ini. Hanya saja dia belum bisa bersikap baik kepada Laras yang menurutnya terlalu banyak kepura-puraan. "Mas, apa yang terjadi padamu?" tanya Laras tidak tahan dengan sikapnya yang terlalu cuek, meski Laras terpental di hadapannya. Harun tidak bicara. Dia kembali teringat dengan janjinya kepada Diko untuk tetap bersikap baik kepada siapa pun, termasuk Laras. Sayangnya dia tidak bisa, apalagi Laras adalah orang yang melukai Mala dan membuat hubungan di antara mereka yang awalnya suami istri menjadi orang lain. Daripada emosi, Harun lebih memilih diam, dan diam. Dia tidak ingin melanggar janjinya, tapi juga tidak mau membuat dirinya bergantung kepada Laras. "Apa yang terjadi padamu, kenapa tiba-tiba seperti ini?" Laras terus saja berteriak untuk mendapatkan perhatian dari Harun, say
KSIBP 116 Mala sangat terkejut mendengar jawaban yang tidak biasa dari sahabatnya itu, lalu tertawa kecil. "Jangan bercanda, ini tidak lucu," pintanya. "Memang tidak lucu karena aku serius dan sedang tidak bercanda!" jelas Om Dion. Mala mengubah posisi tubuhnya menjadi menatap pria yang ada di sampingnya, lalu kembali tertawa. "Rasanya aku tidak akan berhenti tertawa kalau kau terus berbicara seperti ini terus," kelakarnya membuat wajah Om Dion berubah menjadi serius. "Kenapa? Bukankah dari dulu kau tahu kalau dalam dadaku tersimpan namamu? Qiera yang punya kepekaan lambat saja sudah tahu kalau kamu memang spesial di mataku, tapi kenapa kamu malah tidak mengerti?" tanya Om Dion pelan. Kini, wajahnya menunjukkan kekecewaan. Mala terdiam. Dia sama sekali tidak ingin membahas tentang ini sekarang. Raga dan jiwanya kini sudah hancur sejak Harun menggoreskan luka demi luka atas nama cinta. "Aku tahu rasamu telah mati, tapi izinkan aku untuk menghidupkannya kembali. Nanti kalau kita m
KSIBP 117 "Bagaimana? Apa dia sudah diamankan?" Kini gantian Diko yang berkunjung ke rumahnya Harun. "Aku sudah menguncinya di gudang bawah tanah. Meski dia membawa ponsel, tapi di bawah sana tidak ada sinyal. Jadi, ponselnya tidak akan berfungsi," terang Harun. "Bagus. Ini yang aku inginkan. Aku sudah menebak kalau otak dari rencana pembangunan ini memang Laras. Karena kalau bukan dia, kita akan lebih cepat menemukan siapa dalangnya," jelas Diko. Kali ini memang Diko yang punya rencana. Dia bahkan meminta Harun untuk tidak menceraikan Laras sementara waktu, tapi sebaliknya meminta Harun untuk menikahi wanita lain. Diko sangat ingin melihat Laras lebih terpuruk daripada Mala. Diko melakukan ini bukan karena dia tidak bisa memaafkan, tapi orang seperti Laras tidak akan pernah jera kalau diberikan hukuman yang biasa. Harun mengangguk kecil. Dia juga sangat setuju dengan ide Diko. Lagipula Laras memang sangat berbahaya karena kemungkinan di belakangnya masih ada dalang lagi yang m