KSIBP 97Setelah pertemuan semalam, kini semua orang mendapatkan tugasnya masing-masing. Terutama Mala, kali ini dia bertugas untuk mengambil nomor ponsel teman misterius papanya itu. Mala memang sudah curiga sejak awal. Hanya saja dia tidak punya waktu untuk mempermasalahkan hal ini, tapi tidak untuk sekarang. Karena kini, dia punya rencana sendiri. Dering ponsel tidak berhenti berbunyi sampai tengah malam. Dengan malas, Mala mengambil ponselnya dan melihat siapa yang melakukan panggilan tanpa kenal lelah, dan waktu. Harun. Nama itu yang sudah menelponnya puluhan kali. Bukannya menjawab, Mala lebih memilih untuk mematikan ponselnya."Bisa kasihkan aku, Ma?" Zayyan menatap ponsel yang berada di tangan mamanya dengan mata berbinar. "Buat apa, main game atau nonton video?" tanya Mala serius. Dia tidak ingin anaknya nyaman dengan benda pipih itu sampai menggadaikan waktunya yang berharga. "Em, aku mau bicara sama Papa." Zayyan berkata jujur. Mala terdiam beberapa saat sebelum membe
KSIBP 98Laras kehilangan kendali ketika Harun mematikan teleponnya. Padahal, sudah lama dia menantikan saat-saat seperti ini dari sejak lama. Laras ingin memiliki Harun sendirian untuk selamanya."Mengapa? Bukankah wanita seperti Laras memang cocok untukmu?" Kepala maid ikut geram dengan sikap Harun yang selalu semaunya. Harun memilih tidak bicara. Saat ini dia hanya ingin ketenangan dan pergi ke tempat yang seharusnya tidak dia datangi. Harun memasukkan banyak minum ke dalam mulutnya sampai kepalanya terasa sangat pusing. Melihat ada kesempatan, Laras membantu Harun untuk pulang. Hanya saja, dia tidak membawa Harun pulang ke rumahnya sendiri, tapi malah ke rumah pribadinya. Yani yang memang belum tidur, begitu terkejut ketika melihat Laras memasukkan Harun ke dalam kamarnya. Yani memang anak nakal, dia akui kebenaran itu, tapi tetap saja Yani tidak bisa melakukan sesuatu yang terlalu jauh. Terlebih, dia trauma dengan laki-laki setelah mendapatkan teror dari Angkasa yang marah ka
KSIBP 99"Kenapa, sih, orang itu harus dateng sekarang? Ganggu kebersamaan kita aja." Qiera mengerucutkan bibirnya. Dia memang tidak suka kalau momen bahagianya dirusak, terutama oleh orang yang sudah menyiksa sahabatnya."Sabar, Sayang. Toh, kayaknya dia juga enggak akan lama." Diko mengusap puncak kepala istrinya agar lebih tenang. Dia sendiri tidak tahu harus bahagia atau kesal dengan kedatangan Laras, karena memang Qiera berhenti marah-marah. "Tetap saja aku enggak suka. Apalagi dia bertamu tanpa tahu waktu. Idih, pengen deh, aku narik bajunya dan buat dia telanjang." Qiera malah semakin kesal. "Sayang, enggak boleh bicara seperti itu. Menutup aurat memang wajib untuk muslim, terutama wanita." Diko berusaha kembali menenangkan, tapi Qiera malah semakin marah. "Memangnya ada perkataanku yang menyinggung aurat?" "Em, enggak, kok, Sayang. Mungkin aku hanya salah dengar." Diko kembali mengelak. Qiera tahu jelas apa yang didengarnya dan dia juga kecewa karena Diko malah memilih
KSIBP 100Harun yang melihat berita bahwa Pak Malik dijadikan tersangka atas penyeludupan obat-obatan terlarang segera pergi ke rumahnya, tapi dia ditahan oleh beberapa orang dari pihak kepolisian. "Ada apa ini sebenarnya?" Harun mondar-mandir di depan gerbang rumahnya sambil berusaha menelpon Om Dion dan Diko, tapi di antara mereka tidak ada yang menjawab panggilan darinya. Hampir gila memang, tapi tetap saja dia harus tenang. Terlebih Qiera juga belum memberikan keterangan apapun. Orang-orang kediaman Pak Malik juga terkejut dengan berita ini. Bahkan, Qiera beberapa kali tidak sadarkan diri. Dia tidak menduga kalau Laras ternyata jauh lebih licik daripada perkiraannya. "Aku ada di sini dan punya bukti. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan," pesan Diko sebelum ponselnya benar-benar dimatikan. Pesan itu setidaknya bisa membuat Qiera sedikit lega dan lebih tenang. "Ayo, kita doa bersama!" seru Zayyan. Anak berusia sepuluh tahun itu memimpin sholat berjamaah, kebetulan waktu
"Kalian dibayar berapa oleh anak bau kencur itu?" Pak Malik bertanya dengan frontal. Dia sudah tidak tahan lagi melihat keadilan yang sangat tidak adil. Tidak ada yang berani bicara. "Baiklah. Sepetinya aku memang perlu menunjukkan siapa diriku sebenarnya. Walau aku tahu kalian tidak akan merasa takut, tapi setidaknya kalian tidak akan menyesal." Pak Malik berusaha menahan emosinya. Harun yang berusaha untuk mendekati Mala kembali, kini sedang menemui Laras untuk bernegosiasi. "Bebaskan Pak Malik dan aku akan mengabulkan apapun yang kau inginkan." Harun berbicara lantang. Dia tidak tahu kalau dirinya sudah masuk ke dalam perangkap. "Apapun? Kamu serius, Mas?" Laras menatap pria yang ada di hadapannya dengan takjub. Tidak bisa dia bayangkan kalau Harun benar-benar menjadi miliknya dan selama ini dia hanya bisa bermimpi, tapi sekarang ... semuanya tampak jelas sekarang. "Iya, apapun." Harun kembali memberikan penegasan kalau dia tidak akan mengingkari janjinya. Laras tersenyum
KSIBP 102 "Iya. Mereka memang pasangan yang cocok." Qiera juga ikut tidak sabar menantikan kebersamaan Harun dan Laras yang sudah pasti akan dipenuhi dengan teriakan dari keduanya. Diko menggelengkan kepalanya. "Sayang, untuk orang yang mau menikah tetap harus kita do'akan yang baik-baik tau." "Lah, mereka kan memang orang yang tidak baik. Aku bicara fakta, bukan agama." Qiera kembali emosi, tapi Diko menariknya ke kamar untuk menenangkan hati dan suasana sang istri. "Sayang, kata Pak kiyai kalau kita mengaku orang baik, berarti kita harus mendoakan dan bersikap baik kepada orang-orang yang baik ataupun jahat sama kita. Kalau kita hanya bersikap baik dengan orang yang baik saja, tandanya kita belum menjadi orang yang baik," jelas Diko. Sebagai kepala rumah tangga, dia tidak ingin Qiera terjatuh dalam perbuatan yang tidak seharusnya. Meski sebenarnya dia sendiri kesal dengan sikap Harun dan ingin mendoakan mereka dengan yang buruk-buruk, tapi ia berusaha menahannya. "Ya sudah, ak
KSIBP 103 Setelah sidang putusan, Mala segera masuk ke dalam mobilnya dengan Qiera yang menjadi supir karena semua pria termasuk Diko masuk ke dalam mobil yang berbeda.Mala menghembuskan napas lega, lalu menangis. "Akhirnya aku bisa terlepas dari laki-laki mengerikan itu. Sekarang aku benar-benar sudah bebas," gumamnya bangga.Qiera tidak berani menatap Mala, dia sengaja memberikan ruang kepada sahabatnya untuk mengeluarkan segala unek-unek yang ada di hatinya. "Selama ini aku sudah capek berdiam diri dengan sikapnya yang selalu baik kalau di luar, tapi jika sudah sampai di rumah ... membayangkannya saja aku langsung ingin pergi ke tempat yang jauh yang tidak akan pernah membuatku bertemu dengannya," lanjutnya membuatku Qiera semakin terluka.Ternyata selama ini sahabatnya selalu pura-pura bahagia dan kenyataannya tidak seperti yang dia lihat. Ada perasaan bersalah dalam dada Qiera ketika membayangkan dulu Mala selalu menghibur dirinya yang selalu dibentak oleh Yasa, padahal kehidu
KSIBP 104"Di makan ya, Mas." Laras mendekatkan piring yang berisi soto dan dia piring kosong. Mencium aroma soto yang begitu wangi, Laras juga ikut lapar. Namun, Harun langsung makan di piring soto itu tanpa mempedulikan Laras yang menatapnya penuh harap. Harun menyantap soto ayam yang ada di hadapannya dengan sangar rakus, karena rasanya hampir sama dengan soto yang biasa Mala masak. "Aku tidak tahu kalau kau sepintar ini. Nanti sering-sering masak ini, ya." Harun menghabiskan semuanya dengan sangat cepat, lalu melontarkan sedikit pujian. Laras begitu bangga mendengar kata-kata yang baik keluar dari mulut Harun walupun dirinya harus menahan lapar. "Siap, Mas. Makanya kita harus segera menikah agar aku bisa masak ini setiap saat." Laras memanfaatkan situasi untuk keuntungannya sendiri. Harun terdiam sejenak. "Nanti Mala akan menyesal karena sudah menggugat cerai kamu, Mas." Laras kembali mengobarkan api, tapi Harun malah semakin teringat dengan Mala. "Em, aku masih butuh wak