KSIBP 75 Pak Malik mengajak mereka berdua ke ruang kerjanya untuk membicarakan masalah yang serius. "Kalian berdua jaga makanan yang dibawa putriku!" titahnya kepada Om Dino dan juga Riko. "Siap!" Pak Malik, Qiera, dan Diko pun segera masuk ke ruangan itu, lalu duduk dengan suasana yang tegang. "Jadi, apa yang sebenarnya terjadi, Pa? Kenapa tiba-tiba Yani jadi anak Om Dandi yang jelas-jelas dia adalah anak Bapak?" tanya Qiera sungguh penasaran. Dari segi wajah pun, tidak ada kecocokan antara Yani dengan keluarganya sedikit pun. Bahkan, sama Yasa pun dia tidak mirip. "Papa juga tidak tahu. Tadi pagi orang suruhan pamanmu itu mengambil hasil tesnya di rumah sakit. Semuanya masih disegel bahkan terlihat di CCTV. Hanya saja hasilnya memang membuat Papa tidak percaya." Pak Malik memijat pelipisnya yang terasa pegal. "Apa?" Qiera sama sekali tidak percaya dengan kenyataan ini. "Sepertinya ada yang membuat permainan ini menjadi nyata, hanya saja kita tidak tahu seperti apa orangnya."
KSIBP 76 Maid itu hanya diam meski Harun bertanya beberapa kali dan hal ini membuatnya semakin curiga. Harun bergegas pergi ke kamarnya Mala, tapi tidak menemukan siapapun di sana. "Sayang, kamu di mana?" panggilnya dan dia terbatuk-batuk ketika menyadari ada aroma yang tidak sedap di kamar istrinya. "Bau apa ini?" teriaknya, lalu memanggil para maid. "Apa yang kalian lakukan di sini, hah? Cepat bersihkan kamar ini!" titahnya, lalu pergi untuk mencari Mala. Sayangnya tidak ada maid yang mengatakan kalau Mala pergi telat sebelum Harun datang, tapi mereka juga memang tidak berpapasan. Harun kembali masuk ke mobilnya dan masih beberapa kali mencoba untuk menelpon Mala, tapi nomornya masih tidak aktif, dan menjawab hanyalah operator. "Ah ... sialan! Ke mana perginya dia sebenarnya?" Harun membanting ponselnya, tapi mengambilnya kembali ketika nada telpon kembali terdengar. "Mas, rasa sakitnya meningkat berkali-kali lipat," lirih seseorang di sebrang telpon. Harun langsung tancap ga
KSIBP 77 Diko masuk kembali ke ruangan Mala dengan senyuman yang merekah, menganggap tidak ada hal yang terjadi agar Qiera tidak terlalu banyak pikiran. Mendengar Mala dirawat, istri mantan suaminya yang bernama Tiara datang menjenguk. "Mbak sakit apa, dari kapan?" tanyanya dengan wajah yang terlihat khawatir. "Mbak gapapa, cuman kecapean aja. Makasih, ya, sudah menyempatkan untuk datang." Mala menyambut Tiara dengan hangat. "Tadinya Mas Rasya mau ke sini, tapi katanya di kantor masih banyak pekerjaan." Tiara kembali bicara dan mengungkit suami masa lalu Mala. "Iya, tidak apa-apa." Mala berusaha tersenyum, padahal hatinya begitu teriris. Rasya yang berstatus sebagai mantan suami saja ada niatan untuk menjenguknya, tapi Harun ... suaminya sendiri malah tidak ada kabar, dan sibuk dengan wanita lain. Harun bahkan bersikap seolah dirinya tidak peduli dengan Mala yang sedang sakit. Beruntungnya Mala memang tidak suka berharap kepada manusia. Rasa sakit memang ada, tapi tidak untu
KSIBP 78 "Mala!" Harun membuka kamar lainnya untuk menemukan di mana keberadaan Mala, tapi tetap saja tidak dia temukan. Seorang perawat yang tadi melihat sikap gila Harun menatapnya sinis. "Kenapa, Pak? Baru sadar, ya? Tapi maaf, sekarang istrimu sudah pergi jauh," sindirnya membuat Harun semakin hancur. "Apa sebenarnya yang sudah aku lakukan?" Harun berlari ke arah parkiran. Saat ini ia sungguh tidak peduli dengan Laras yang berteriak memanggil namanya. "Aku harus menemukan dia secepatnya sebelum terlambat!" Harun melanjutkan mobilnya dengan kecepatan tinggi. "Mala, tunggu aku, Sayang," gumamnya yang selalu diucapkan di sepanjang perjalanan sampai menuju ke rumahnya. Harun bergegas turun dari mobil dan berlari ke arah rumah. "Di mana istriku?" tanyanya sambil berteriak kepada para maid, tapi di antara mereka tidak ada yang menjawabnya. "Aku sedang bertanya kepada kalian di mana istriku? Kenapa kalian hanya diam, apa kalian sudah tidak punya telinga lagi?" bentaknya emosi. H
KSIBP 79 "Yasa! Tolong Ibu untuk memberikan pelajaran kepada dua anak itu, mereka sudah menghina adikmu!" Ibu berdiri ketika melihat Yasa dan langsung meminta bantuan. "Apa selama ini hanya ada Yani di hati ibu, apa hanya dia yang tercatat sebagai anak Ibu?" tanya Yasa getir. Hati dan perasaannya dari dulu memang sudah hancur, tapi dia berpura-pura tegar, seolah mampu untuk menjalani semuanya. Namun, melihat sang Ibu yang masih terus-menerus membela adiknya padahal yang dilakukannya sangat fatal membuat Yasa tidak lagi punya rasa kasihan. "Dia memang pantas untuk mendapatkan hal itu, Bu. Lagipula dia memang bukan anak kalian karena tanda yang ada di tangan kanannya juga sudah hilang," pungkas Yasa lesu. Ibu terdiam, tubuhnya mendadak lemas. "Tidak ... tidak mungkin! Jelas-jelas dia anakku, anak yang lahir dari rahimku!" jeritnya tidak terima. "Mau bagaimana lagi, Bu, dia sendiri yang tidak mau menjadi anak kalian. Mungkin kehidupan kita tidak sempurna kehidupan keluarga penipu i
KSIBP 80 Pak Dandi melemparkan tatapan tajam. "Kalau kau tidak serakah, kau juga tidak akan mungkin mau menerima tawaran kami. Tapi kenapa sekarang kalian malah menyarankan?" geramnya. Sang istri pun setuju dengan apa yang dikatakan suaminya, bahkan semua ini bukan salah mereka berdua karena yang mengawalinya adalah keluarga Panji juga Yani. Mereka dari awal memang tidak ada niatan untuk melakukan ini dan ide itu tiba-tiba muncul ketika Pak Malik kembali. "Aku tidak percaya dan sampai kapanpun tidak akan percaya kepada kalian lagi!" teriak Yani marah. Jika tidak ditahan beberapa penjaga penjara, dia mungkin sudah melakukan tindak kekerasan terhadap sesama tahanan. Namun, Yanu sudah berniat untuk melakukan hal itu kalau sudah tidak ada penjaga. Yani tidak tahu kalau Pak Dandi dan istrinya ahli bela diri, selama ini mereka hanya berusaha menahan tenaga, bukan sepenuhnya pasrah dengan kata-kata Yani yang hanya bisa menyudutkan. Melihat suasana sudah aman dan target pun sudah tidu
KSIBP 81 "Kenapa kau baru memberitahuku sekarang? Bukankah aku sudah bilang padamu untuk mengatakan apapun yang terjadi?" Harun mendadak emosi. Padahal beberapa menit sebelumnya jelas-jelas dia masih membela Laras. "Sepertinya kau memang sudah tidak waras, Harun. Aku melakukan ini memang ingin menunjukkannya padamu, tapi bukankah barusan saja kau masih membela wanita licik itu?" Kepala maid melemparkan tatapan tajam. Sebagai sesama wanita, tentu saja kepala maid sangat terluka dengan sikap Harun yang tidak punya pendirian. Bahkan, sikapnya bisa berubah hanya dalam hitungan detik, dan hal itu sungguh membuat kepala maid marah. "Tidak waras? Sejak kapan seorang Harun tidak waras?" bentaknya lagi. "Cukup! Diamlah! Apa kau pikir kau tidak bersalah dan hanya aku dan Mala yang salah? Ngaco." Maid segera menunjukkan video yang satunya. "Lihatlah, aku dan yang lainnya disandera." Harun kehilangan keseimbangan karena tubuhnya mendadak lemas, laku jatuh di sofa. "Bagaimana aku bisa begitu
KSIBP 82 "Kenapa diam? Apa yang aku katakan ini benar kalau kau tidak menganggap anakmu ada?" Kepala maid semakin membuat Harun tersudut, karena apa yang dikatakannya memang benar. Nyaris saja Harun lupa kalau dirinya dan Mala sudah punya anak sehingga kepalanya berpikir lebih baik berpisah. Dia bahkan lupa kalau anaknya sedang berjuang untuk menjadi muslim yang sejati. "Di sana, di tempat yang jauh anak kalian sedang mendoakan mama dan papanya, tapi apa yang sudah kalian lakukan?" Kepala maid sungguh tidak habis pikir dengan cara berpikir Harun yang lebih memedulikan balas budi daripada anaknya sendiri. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanyanya ragu. "Kenapa kau terlihat begitu tidak yakin? Apa sebenarnya kau memang tidak menginginkan anakmu bahagia seperti anak-anak yang lain memiliki orang tua yang lengkap?" Lagi, kepala maid membuat Harun tidak bisa berkutik. "Ini berbeda. Orang tua yang tidak lengkap tandanya salah satu dari kita ada yang meninggal. Sementara aku dan