KSIBP 77 Diko masuk kembali ke ruangan Mala dengan senyuman yang merekah, menganggap tidak ada hal yang terjadi agar Qiera tidak terlalu banyak pikiran. Mendengar Mala dirawat, istri mantan suaminya yang bernama Tiara datang menjenguk. "Mbak sakit apa, dari kapan?" tanyanya dengan wajah yang terlihat khawatir. "Mbak gapapa, cuman kecapean aja. Makasih, ya, sudah menyempatkan untuk datang." Mala menyambut Tiara dengan hangat. "Tadinya Mas Rasya mau ke sini, tapi katanya di kantor masih banyak pekerjaan." Tiara kembali bicara dan mengungkit suami masa lalu Mala. "Iya, tidak apa-apa." Mala berusaha tersenyum, padahal hatinya begitu teriris. Rasya yang berstatus sebagai mantan suami saja ada niatan untuk menjenguknya, tapi Harun ... suaminya sendiri malah tidak ada kabar, dan sibuk dengan wanita lain. Harun bahkan bersikap seolah dirinya tidak peduli dengan Mala yang sedang sakit. Beruntungnya Mala memang tidak suka berharap kepada manusia. Rasa sakit memang ada, tapi tidak untu
KSIBP 78 "Mala!" Harun membuka kamar lainnya untuk menemukan di mana keberadaan Mala, tapi tetap saja tidak dia temukan. Seorang perawat yang tadi melihat sikap gila Harun menatapnya sinis. "Kenapa, Pak? Baru sadar, ya? Tapi maaf, sekarang istrimu sudah pergi jauh," sindirnya membuat Harun semakin hancur. "Apa sebenarnya yang sudah aku lakukan?" Harun berlari ke arah parkiran. Saat ini ia sungguh tidak peduli dengan Laras yang berteriak memanggil namanya. "Aku harus menemukan dia secepatnya sebelum terlambat!" Harun melanjutkan mobilnya dengan kecepatan tinggi. "Mala, tunggu aku, Sayang," gumamnya yang selalu diucapkan di sepanjang perjalanan sampai menuju ke rumahnya. Harun bergegas turun dari mobil dan berlari ke arah rumah. "Di mana istriku?" tanyanya sambil berteriak kepada para maid, tapi di antara mereka tidak ada yang menjawabnya. "Aku sedang bertanya kepada kalian di mana istriku? Kenapa kalian hanya diam, apa kalian sudah tidak punya telinga lagi?" bentaknya emosi. H
KSIBP 79 "Yasa! Tolong Ibu untuk memberikan pelajaran kepada dua anak itu, mereka sudah menghina adikmu!" Ibu berdiri ketika melihat Yasa dan langsung meminta bantuan. "Apa selama ini hanya ada Yani di hati ibu, apa hanya dia yang tercatat sebagai anak Ibu?" tanya Yasa getir. Hati dan perasaannya dari dulu memang sudah hancur, tapi dia berpura-pura tegar, seolah mampu untuk menjalani semuanya. Namun, melihat sang Ibu yang masih terus-menerus membela adiknya padahal yang dilakukannya sangat fatal membuat Yasa tidak lagi punya rasa kasihan. "Dia memang pantas untuk mendapatkan hal itu, Bu. Lagipula dia memang bukan anak kalian karena tanda yang ada di tangan kanannya juga sudah hilang," pungkas Yasa lesu. Ibu terdiam, tubuhnya mendadak lemas. "Tidak ... tidak mungkin! Jelas-jelas dia anakku, anak yang lahir dari rahimku!" jeritnya tidak terima. "Mau bagaimana lagi, Bu, dia sendiri yang tidak mau menjadi anak kalian. Mungkin kehidupan kita tidak sempurna kehidupan keluarga penipu i
KSIBP 80 Pak Dandi melemparkan tatapan tajam. "Kalau kau tidak serakah, kau juga tidak akan mungkin mau menerima tawaran kami. Tapi kenapa sekarang kalian malah menyarankan?" geramnya. Sang istri pun setuju dengan apa yang dikatakan suaminya, bahkan semua ini bukan salah mereka berdua karena yang mengawalinya adalah keluarga Panji juga Yani. Mereka dari awal memang tidak ada niatan untuk melakukan ini dan ide itu tiba-tiba muncul ketika Pak Malik kembali. "Aku tidak percaya dan sampai kapanpun tidak akan percaya kepada kalian lagi!" teriak Yani marah. Jika tidak ditahan beberapa penjaga penjara, dia mungkin sudah melakukan tindak kekerasan terhadap sesama tahanan. Namun, Yanu sudah berniat untuk melakukan hal itu kalau sudah tidak ada penjaga. Yani tidak tahu kalau Pak Dandi dan istrinya ahli bela diri, selama ini mereka hanya berusaha menahan tenaga, bukan sepenuhnya pasrah dengan kata-kata Yani yang hanya bisa menyudutkan. Melihat suasana sudah aman dan target pun sudah tidu
KSIBP 81 "Kenapa kau baru memberitahuku sekarang? Bukankah aku sudah bilang padamu untuk mengatakan apapun yang terjadi?" Harun mendadak emosi. Padahal beberapa menit sebelumnya jelas-jelas dia masih membela Laras. "Sepertinya kau memang sudah tidak waras, Harun. Aku melakukan ini memang ingin menunjukkannya padamu, tapi bukankah barusan saja kau masih membela wanita licik itu?" Kepala maid melemparkan tatapan tajam. Sebagai sesama wanita, tentu saja kepala maid sangat terluka dengan sikap Harun yang tidak punya pendirian. Bahkan, sikapnya bisa berubah hanya dalam hitungan detik, dan hal itu sungguh membuat kepala maid marah. "Tidak waras? Sejak kapan seorang Harun tidak waras?" bentaknya lagi. "Cukup! Diamlah! Apa kau pikir kau tidak bersalah dan hanya aku dan Mala yang salah? Ngaco." Maid segera menunjukkan video yang satunya. "Lihatlah, aku dan yang lainnya disandera." Harun kehilangan keseimbangan karena tubuhnya mendadak lemas, laku jatuh di sofa. "Bagaimana aku bisa begitu
KSIBP 82 "Kenapa diam? Apa yang aku katakan ini benar kalau kau tidak menganggap anakmu ada?" Kepala maid semakin membuat Harun tersudut, karena apa yang dikatakannya memang benar. Nyaris saja Harun lupa kalau dirinya dan Mala sudah punya anak sehingga kepalanya berpikir lebih baik berpisah. Dia bahkan lupa kalau anaknya sedang berjuang untuk menjadi muslim yang sejati. "Di sana, di tempat yang jauh anak kalian sedang mendoakan mama dan papanya, tapi apa yang sudah kalian lakukan?" Kepala maid sungguh tidak habis pikir dengan cara berpikir Harun yang lebih memedulikan balas budi daripada anaknya sendiri. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanyanya ragu. "Kenapa kau terlihat begitu tidak yakin? Apa sebenarnya kau memang tidak menginginkan anakmu bahagia seperti anak-anak yang lain memiliki orang tua yang lengkap?" Lagi, kepala maid membuat Harun tidak bisa berkutik. "Ini berbeda. Orang tua yang tidak lengkap tandanya salah satu dari kita ada yang meninggal. Sementara aku dan
KSIBP 83 "Pokoknya aku mau segera keluar dari sini bagaimanapun caranya!" teriak Yani membuat para tahanan lagi geram dengan sikapnya yang selalu berteriak. "Sudahlah, tidak ada gunanya kau berteriak begitu." Istrinya Pak Dandi juga sudah kesal mendengar teriakan Yani setiap waktu. Bahkan di sini tidak ada yang bisa tidur nyenyak dan semuanya gara-gara Yani. "Katanya bantuan akan segera datang, tapi mana? Kenapa sampai sekarang kita masih mendekam di sini?" Yani mengacak rambutnya frustasi. Selama di sini, dia bahkan tidak melakukan apapun. Ketika tahanan yang lain mandi dua kali sehari dan sholat, Yani saka sekali tidak pernah menunaikan kewajiban. Mandi pun hanya sesekali ketika tubuhnya mulai terasa gatal. "Daripada marah-marah tidak jelas, sebaiknya kau mandi agar kepala dan pikiranmu juga menjadi dingin!" Tahanan yang lain ikut bicara. "Diam! Kalian tidak layak bicara denganku!" Yani lalu menatap istrinya Pak Dandi. "Kenapa suamimu masih belum memberikan kabar? Apa jangan-j
KSIBP 84 Kesabaran Diko kali ini benar-benar habis, dia langsung mengerahkan sekuat tenaga untuk menyeret tubuh Harun ke lantai sampai yang diseretnya mengaduh kesakitan. "Kau ini?" Harun berteriak tidak terima, tapi Diko tidak bicara. Dia lebih memilih mendekat pada ponsel yang tergeletak tidak berdaya di atas tempat tidur dan mengambilnya. Diko mengirimkan beberapa kata yang intinya untuk menanyakan di mana keberadaan Mala, tapi Laras malah bertingkah imut. Dia tidak tahu kalau yang mengirimkannya pesan bukanlah Harun, melainkan Diko. "Apa yang kau lakukan dengan ponselku?" Harun kembali berteriak dan berusaha untuk mengambil ponselnya, tapi gagal karena Diko membawa ponselnya turun. "Simpan nomor Laras di ponselmu," pintanya pada Qiera karena Diko melupakan ponselnya sendiri di mobil. Dengan cepat Qiera melakukan apa yang diminta Diko. Sementara Harun juga ikut turun, tapi dia tidak berani mengambil ponsel yang tengah berada di tangan wanita yang selalu ada di hatinya itu. Q