KSIBP 80 Pak Dandi melemparkan tatapan tajam. "Kalau kau tidak serakah, kau juga tidak akan mungkin mau menerima tawaran kami. Tapi kenapa sekarang kalian malah menyarankan?" geramnya. Sang istri pun setuju dengan apa yang dikatakan suaminya, bahkan semua ini bukan salah mereka berdua karena yang mengawalinya adalah keluarga Panji juga Yani. Mereka dari awal memang tidak ada niatan untuk melakukan ini dan ide itu tiba-tiba muncul ketika Pak Malik kembali. "Aku tidak percaya dan sampai kapanpun tidak akan percaya kepada kalian lagi!" teriak Yani marah. Jika tidak ditahan beberapa penjaga penjara, dia mungkin sudah melakukan tindak kekerasan terhadap sesama tahanan. Namun, Yanu sudah berniat untuk melakukan hal itu kalau sudah tidak ada penjaga. Yani tidak tahu kalau Pak Dandi dan istrinya ahli bela diri, selama ini mereka hanya berusaha menahan tenaga, bukan sepenuhnya pasrah dengan kata-kata Yani yang hanya bisa menyudutkan. Melihat suasana sudah aman dan target pun sudah tidu
KSIBP 81 "Kenapa kau baru memberitahuku sekarang? Bukankah aku sudah bilang padamu untuk mengatakan apapun yang terjadi?" Harun mendadak emosi. Padahal beberapa menit sebelumnya jelas-jelas dia masih membela Laras. "Sepertinya kau memang sudah tidak waras, Harun. Aku melakukan ini memang ingin menunjukkannya padamu, tapi bukankah barusan saja kau masih membela wanita licik itu?" Kepala maid melemparkan tatapan tajam. Sebagai sesama wanita, tentu saja kepala maid sangat terluka dengan sikap Harun yang tidak punya pendirian. Bahkan, sikapnya bisa berubah hanya dalam hitungan detik, dan hal itu sungguh membuat kepala maid marah. "Tidak waras? Sejak kapan seorang Harun tidak waras?" bentaknya lagi. "Cukup! Diamlah! Apa kau pikir kau tidak bersalah dan hanya aku dan Mala yang salah? Ngaco." Maid segera menunjukkan video yang satunya. "Lihatlah, aku dan yang lainnya disandera." Harun kehilangan keseimbangan karena tubuhnya mendadak lemas, laku jatuh di sofa. "Bagaimana aku bisa begitu
KSIBP 82 "Kenapa diam? Apa yang aku katakan ini benar kalau kau tidak menganggap anakmu ada?" Kepala maid semakin membuat Harun tersudut, karena apa yang dikatakannya memang benar. Nyaris saja Harun lupa kalau dirinya dan Mala sudah punya anak sehingga kepalanya berpikir lebih baik berpisah. Dia bahkan lupa kalau anaknya sedang berjuang untuk menjadi muslim yang sejati. "Di sana, di tempat yang jauh anak kalian sedang mendoakan mama dan papanya, tapi apa yang sudah kalian lakukan?" Kepala maid sungguh tidak habis pikir dengan cara berpikir Harun yang lebih memedulikan balas budi daripada anaknya sendiri. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanyanya ragu. "Kenapa kau terlihat begitu tidak yakin? Apa sebenarnya kau memang tidak menginginkan anakmu bahagia seperti anak-anak yang lain memiliki orang tua yang lengkap?" Lagi, kepala maid membuat Harun tidak bisa berkutik. "Ini berbeda. Orang tua yang tidak lengkap tandanya salah satu dari kita ada yang meninggal. Sementara aku dan
KSIBP 83 "Pokoknya aku mau segera keluar dari sini bagaimanapun caranya!" teriak Yani membuat para tahanan lagi geram dengan sikapnya yang selalu berteriak. "Sudahlah, tidak ada gunanya kau berteriak begitu." Istrinya Pak Dandi juga sudah kesal mendengar teriakan Yani setiap waktu. Bahkan di sini tidak ada yang bisa tidur nyenyak dan semuanya gara-gara Yani. "Katanya bantuan akan segera datang, tapi mana? Kenapa sampai sekarang kita masih mendekam di sini?" Yani mengacak rambutnya frustasi. Selama di sini, dia bahkan tidak melakukan apapun. Ketika tahanan yang lain mandi dua kali sehari dan sholat, Yani saka sekali tidak pernah menunaikan kewajiban. Mandi pun hanya sesekali ketika tubuhnya mulai terasa gatal. "Daripada marah-marah tidak jelas, sebaiknya kau mandi agar kepala dan pikiranmu juga menjadi dingin!" Tahanan yang lain ikut bicara. "Diam! Kalian tidak layak bicara denganku!" Yani lalu menatap istrinya Pak Dandi. "Kenapa suamimu masih belum memberikan kabar? Apa jangan-j
KSIBP 84 Kesabaran Diko kali ini benar-benar habis, dia langsung mengerahkan sekuat tenaga untuk menyeret tubuh Harun ke lantai sampai yang diseretnya mengaduh kesakitan. "Kau ini?" Harun berteriak tidak terima, tapi Diko tidak bicara. Dia lebih memilih mendekat pada ponsel yang tergeletak tidak berdaya di atas tempat tidur dan mengambilnya. Diko mengirimkan beberapa kata yang intinya untuk menanyakan di mana keberadaan Mala, tapi Laras malah bertingkah imut. Dia tidak tahu kalau yang mengirimkannya pesan bukanlah Harun, melainkan Diko. "Apa yang kau lakukan dengan ponselku?" Harun kembali berteriak dan berusaha untuk mengambil ponselnya, tapi gagal karena Diko membawa ponselnya turun. "Simpan nomor Laras di ponselmu," pintanya pada Qiera karena Diko melupakan ponselnya sendiri di mobil. Dengan cepat Qiera melakukan apa yang diminta Diko. Sementara Harun juga ikut turun, tapi dia tidak berani mengambil ponsel yang tengah berada di tangan wanita yang selalu ada di hatinya itu. Q
KSIBP 85 "Jelaskan padaku apa yang terjadi sebenarnya!" pinta Harun, tapi Om Dion malah terus memukulnya. "Jelaskan? Bukankah Qiera dan Diko sudah menjelaskan yang sebenarnya?" Om Dion menatap Harun nyalang. "Apa?" Harun mendorong sahabatnya itu, lalu keluar dari kamar mandi untuk mengambil ponselnya. "Nih, lihatlah!" titahnya sambil menyerahkan ponsel yang berisi foto-foto istrinya sama Om Dion. "Kau tidak percaya istrimu berada dalam bahaya hanya karena foto ini?" Om Dion terbahak penuh duka, lalu menjelaskan kapan foto itu diambil, kemudian menunjukkan bukti-bukti kalau di antara mereka tidak ada hubungan apapun dan foto itu diambil ketika Harun belum kembali dari luar negeri. Saat itu Mala akan segera melahirkan, jadi Om Dion menghiburnya. Posisi duduk Mala yang tidak menunjukkan perut buncitnya membuat orang-orang dengan mudah memanfaatkan kesempatan ini. Ditambah Laras waktu itu sangat benci dan berusaha untuk membuat bayi yang ada di kandungan Mala keluar sendiri, tapi All
KSIBP 86 "Apa Mala pergi dari rumah, Mas?" tanya Laras seolah dia tidak tahu apapun. "Iya, dan saat ini semua orang sedang menyalahkan kamu." Harus mengusap rambutnya gusar. Laras tidak bicara, dia hanya menangis, dan berusaha untuk mendapatkan rasa simpati dari Harun. "Sudah ya, Ras. Mas akan berusaha sebisa mungkin agar nama kamu kembali bersih. Maafkan atas kesalahan istri Mas ini, ya." Harus berusaha membuat Laras tidak bersedih lagi, tapi dia lupa kalau saat ini dirinya sudah menjadi suami, dan istrinya sedang tidak baik-baik saja. "Iya, Mas. Aku menunggu hasilnya." Laras tersenyum lebar ke arah kamera untuk memamerkan kemesraannya dengan Harun. "Lihatlah, dari awal kau memang tidak pantas bersanding dengan Harun. Padahal, aku sudah memberikan kamu pilihan yang baik, tapi kamu malah menyia-nyiakannya begitu saja." Yani tersenyum puas melihat Mala yang tengah diam ... tidak berdaya. Harun terdiam, dia tiba-tiba ingat Mala yang katanya hilang. Lalu lihat kanan dan kiri, tida
KSIBP 87 Harun tertawa kecil. "Hah, sudah aku bilang kalau di sini memang Mala yang bersalah. Sudahlah, aku mau pulang saja," ucapnya tanpa ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi sudah berani membuat kesimpulan sendiri. Harun bergegas keluar dari rumah itu tanpa beban sambil bergumam, "Akhir-akhir ini Mala memang hanya tahu membuat masalah, tapi aku sungguh tidak menyangka kalau dia sampai berani melakukan ini kepada Laras." Laras dan Yani tertawa senang ketika mendengar gumaman itu. Meski terdengar tidak terlalu jelas, tapi mereka bisa menyimpulkan kalau saat ini Mala sangat dibenci Harun. Bahkan, kebenciannya itu sudah meningkat tajam. "Apa kau dengar? Suamimu sendiri tidak percaya padamu, jadi untuk apa kau terlibat dengannya lagi?" Laras tertawa meledek. Sungguh dia sangat puas dengan cara berkerja anak buahnya itu. "Aku memang tidak sia-sia mengeluarkan uang yang sangat banyak untuk mereka." "Tentu saja. Mereka anak buahmu dan kau adalah bos terhebat yang pernah aku k
KSIBP 137 Setelah terikat pernikahan dengan Om Dion, Mala menjalani hidup normal seperti seorang istri, tapi tetap mengurus restorannya. Mala sama seperti Qiera, mengurus semua kebutuhan Zayyan dan Om Dion oleh dirinya sendiri. Sementara Harun, dia mulai mendekati Hani. Wanita yang berhasil memikat hatinya karena semua karakter wanita yang dia butuhkan ada padanya. Harun juga mendatangi keluarga kakek Diko untuk melamarnya, tapi ternyata membuat kebencian para wanita yang ada di sama membara."Mana bisa gadis kampung dan anak pelacur itu jadi bagian dari keluarga kita?""Benar, itu tidak boleh terjadi. Sudah cukup Diko salah memilih istri, sekarang kita tidak bisa membiarkan berdebah kecil itu menjadi istri Harun," geram Marisa.Marisa sengaja menyulut emosi para wanita yang ada di kediaman kakek Diko agar membenci Hani dan melakukan banyak hal untuk mencelakainya. Namun, bagi Hani semuanya tidak mempan. Dia memang bukan bagian dari keluarga besar Diko, jadi dia sama sekali tidak ke
KSIBP 136 Waktu pernikahan Mala dan Om Dion sudah ditentukan. Meksipun Pak Bagas menantangnya, tapi dia kalah dengan Pak Malik yang langsung turun tangan."Kau cukup menjadi wali nikahnya, tapi kalau tidak mau, bisa diwakilkan dengan kakakmu," ancam Pak Malik.Kakak yang dimaksudnya adalah pria yang paling ditakuti Pak Bagas. Mereka memang kakak beradik, tapi hubungan mereka tidak sedekat Pak Malik dan Om Dion. Sangat jauh."Untuk kali ini aku memang tidak bisa melawan, tapi lihat saja, kalian tidak akan bisa hidup bahagia tanpa izin dariku," ucapnya lantang dengan penuh percaya diri."Oh, ya? Memangnya siapa kau berani berkata seperti itu? Apa kau Tuhan?" Pak Malik sudah tidak sabar untuk mencekik lehernya dan merobek bibirnya, tapi dia tahan karena bagaimanapun dia adalah ayah dari Mala.Pak Bagas tidak bicara. Dia kembali menghilang seperti ditelan bumi, begitupun dengan istrinya.Beberapa kali sudah Diko memergoki Pak Bagas yang berusaha melakukan penyuapan agar Pak Aryo dibebask
KSIBP 135 "Apapun yang kita lakukan tidak ada hubungannya denganmu!" Diko menatap tajam ke arah pamannya Qiera. Saat ini dia tidak suka diganggu karena sedang bersama istri. "Ini adalah hal yang biasa, masalahku lebih penting." Om Dion duduk di dekat mereka dan membuat Qiera merasa tidak nyaman, lalu berusaha melepaskan tangan Diko, tapi gagal."Kalian belum halal, sementara kamu sudah. Jadi, siapa yang lebih penting?" Diko berucap tenang. Sebenarnya dia ingin marah, tapi tidak bisa kalau di dekatnya ada Qiera. Dia tidak ingin membuat istrinya ketakutan karena melihat sisi gelapnya.Om Dion terdiam. Apa yang dikatakan Diko memang benar. Harusnya di ini Om Dion yang membantu masalah Diko ataupun Harun, bukan malah sebaliknya karena Om Dion lebih tua. Ditambah Diko juga hanya keponakan, tapi semuanya tidak akan berjalan kalau Diko hanya diam.Om Dion berjalan ke arah luar dan duduk di bangku taman, sementara Diko masih memeluk Qiera erat."Aku malu," lirih Qiera dengan wajahnya yang m
KSIBP 134 Laras bangkit dari lantai dengan tertatih-tatih tanpa ada bantuan dari siapapun. Dia menangis dalam diam tanpa mengatakan apapun dan Harun sama sekali tidak peduli. Dari dulu, dia memang tidak ada perasaan apapun kepada Laras. Jika bukan karena balas budi, dia juga tidak akan mau memperhatikan Laras selama ini. "Apa benar dia tidak apa-apa?" tanya Marisa khawatir. Sebenarnya dia hanya pura-pura peduli agar Harun dan kepala maid menilainya baik, tapi sayangnya niatnya itu sudah diketahui dari awal. Harun sudah tahu kalau keluarganya Diko tidak ada yang tulus, kecuali Hani. Makanya dia mau memanfaatkan wanita-wanita itu untuk dijadikan alat agar Laras tahu diri. "Kalau kau memang peduli, sana urus dia. Tapi setelah itu pergilah dari rumahku!" Harun memberikan peringatan. Marisa bergidik ngeri. Dia tidak berani mendekat sedikit saja ke arah Laras. "Kenapa dia seperti ini?" ucap Laras bertanya-tanya, lalu berjalan ke arah kamarnya, tapi segera dihadang beberapa penjaga. "
KSIBP 133 "Aku serius. Dia kenapa tidak pernah cemburu ketika aku sibuk dengan karyawan wanita, kenapa juga dia tidak pernah menelepon ketika aku sedang di kantor? Padahal, selama ini aku selalu menunggunya," jelas Diko panjang lebar. Diko ingin seperti beberapa karyawannya yang selalu diperhatikan oleh istri. Menelepon ketika makan siang atau mengantarkan bekal. Pak Malik menatapnya datar. "Serius kau datang hanya untuk mengatakan ini?" "Tentu saja. Memangnya apa lagi? Bagiku masalah ini lebih penting daripada apapun. Aku bisa menyelesaikan semua masalah dengan mudah, kecuali ini." Diko merespon cepat. Pak Malik berusaha menahan tawanya, lalu menceritakan bagaimana sifat istrinya. Qiera sama seperti mamanya yang terlihat seolah tidak peduli dengan apa yang dilakukan suami, padahal aslinya dia gelisah setengah mati. Namun, dia tidak berani melakukan hal-hal yang ada di pikirannya karena takut mengganggu pekerjaan Diko. "Padahal, aku suka diganggu." Diko kembali mengacak rambutny
KSIBP 132 "Kenapa tadi kamu begitu cemburu?" tanya Mama Diko heran ketika sang anak memang sengaja menemuinya. "Bukankah seorang suami memang harus punya cemburu ketika istrinya ditatap oleh wanita lain?" Diko malah kembali memberikan pertanyaan. Sang mama menghela napas panjang. Sungguh tidak menyangka anaknya menjadi pencemburu semenjak menikah, terutama dengan wanita yang dari dulu sudah diinginkannya. "Iya, Mama paham." "Kalau paham, kenapa Mama banyak bertanya?" Diko mengerutkan keningnya. "Aku ke sini untuk membicarakan beberapa hal penting. Lagi pula dia sudah banyak aku bantu, masa iya masih berani menatap istriku." Kecemburuan Diko ternyata belum reda sampai membuat mamanya angkat tangan. "Kamu ke sini mau dibujuk Mama atau sedang cari perhatian istrimu?" tanyanya heran. "Tentu saja untuk mengabarkan kalau anakmu ini sangat hebat. Semua rencana berada di bawah kendaliku," ucap Diki mulai bangga diri. "Alhamdulillah. Jangan lupa bersyukur untuk setiap kejadian karena
KSIBP 131 Laras tidak berhenti berteriak semenjak di rumah itu ada tantenya Diko. Awalnya Harun tidak setuju jika perempuan yang usianya lebih tua tiga tahun darinya itu menginap, tapi ketika mengingat Laras mulai kehilangan kendali, dia mendadak setuju. "Usir wanita itu dari rumah ini, hanya aku yang pantas menjadi istrinya Harun, dan hanya aku yang boleh ada di dalam hatinya!" teriak Laras tidak terima dan hal ini membuat kepala penjaga semakin bahagia. "Kalau kau tidak rela ada wanita lain di rumah ini, maka kau harus menjadi kuat!" Kepala penjaga mulai melancarkan aksinya. "Kuat?" Laras terdiam. "Iya. Kau harus makan setiap makanan yang dia berikan agar punya tenaga untuk membalasnya. Kemungkinan besar dia akan tinggal di rumah ini dalam waktu yang lama. Jadi, kalau kamu tidak mau kalah, kamu harus lebih unggul," jelas kepala penjaga yang sedang berusaha menjadi kompor. Harun memang hanya ingin Laras merasakan apa yang Mala rasakan dulu. Dalam artian dia ingin Laras diperlak
Setelah mendapatkan penjelasan dari Diko, Qiera segera meminta pamannya itu untuk datang ke rumah. "Ada apa? Sepertinya ada yang penting." Om Dion memasang wajah datar. "Aku ada informasi penting yang harus Om ketahui." Qiera mulai meluruskan duduknya. Sementara Diko hanya melihat tingkah istrinya dari jauh. Dia sudah tahu kalau Qiera akan memanggil pamannya ke sini. "Apa itu?" Om Dion masih bertanya dengan wajah datarnya. "Tentang Mala." Wajah datar itu langsung berubah lesu ketika mendengar nama yang selalu dia rindukan. Sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Kini Qiera yang terdiam. Dia ingin mengulur waktu agar wajah Om Dion tidak ditekuk seperti itu lagi. "Apa yang ingin dibicarakan tentang dia?" Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Om Dion bertanah karena sudah tidak sabar untuk mendengarkan kabar yang akan diceritakan keponakannya itu. "Coba Om tebak aku akan bicara apa." Qiera malah mengajaknya bermain-main. "Ayolah, Qiera, ada banyak hal yang harus aku kerjakan.
Hari pertama yang datang ke rumah Harun adalah adik ayahnya Leo. Wanita yang disebut Tante dan mengatakan kebenciannya terus terang kepada Qiera. Wanita itu datang dengan penampilan yang cetar membahana. Sungguh jauh daripada penampilan sebelumnya atau penampilan yang disukai Harun. Bahkan bertolak belakang. "Kamu yakin suka wanita seperti itu?" bisik kepala maid yang selama ini selalu ada di sampingnya sudah seperti keluarga. "Mana ada. Aku hanya ingin menjadikan dia sebagai alat saja." Harun menjawab cepat. Sekarang dia hanya memperhatikan wanita itu dari jauh, tapi perutnya sudah terasa mual, dan ingin muntah. "Terus apa yang harus kita perintahkan padanya?" tanya kepala maid dan saat ini tidak memakai pakaian pekerja, karena menyamar sebagai saudaranya Harun. "Pinta dia memasak, sama seperti yang aku perintahkan pada Mala dulu. Lalu, minta dia untuk mengantarkan makanan untuk Laras. Aku sungguh tidak sabar ingin segera tahu apa yang akan terjadi kalau mereka berdua bertemu