KSIBP 87 Harun tertawa kecil. "Hah, sudah aku bilang kalau di sini memang Mala yang bersalah. Sudahlah, aku mau pulang saja," ucapnya tanpa ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi sudah berani membuat kesimpulan sendiri. Harun bergegas keluar dari rumah itu tanpa beban sambil bergumam, "Akhir-akhir ini Mala memang hanya tahu membuat masalah, tapi aku sungguh tidak menyangka kalau dia sampai berani melakukan ini kepada Laras." Laras dan Yani tertawa senang ketika mendengar gumaman itu. Meski terdengar tidak terlalu jelas, tapi mereka bisa menyimpulkan kalau saat ini Mala sangat dibenci Harun. Bahkan, kebenciannya itu sudah meningkat tajam. "Apa kau dengar? Suamimu sendiri tidak percaya padamu, jadi untuk apa kau terlibat dengannya lagi?" Laras tertawa meledek. Sungguh dia sangat puas dengan cara berkerja anak buahnya itu. "Aku memang tidak sia-sia mengeluarkan uang yang sangat banyak untuk mereka." "Tentu saja. Mereka anak buahmu dan kau adalah bos terhebat yang pernah aku k
KSIBP 88 Mala dibawa ke rumah Malik untuk melakukan pemeriksaan dan perawatan terhadap lukanya. "Kamu adalah sahabat Qiera, Mala. Papa juga tidak mau kamu mengalami hal seperti ini lagi. Mulai sekarang, sampaikan apapun yang ingin kamu lakukan kepada kami," pinta Pak Malik. Semua orang kini sudah berkumpul di rumah Malik, sekaligus akan ada penyeleksian para pekerja agar langsung mengeluarkan orang sudah berani bekerja sama dengan pihak Laras. "Kenapa kalian tidak setia, apa kekurangan saya dalam memberikan kalian fasilitas?" Pak Malik mengeluarkan wajah sangarnya ketika berhadapan dengan orang-orang yang sudah berkhianat padanya. Semuanya terdiam. Mereka malu berhadapan dengan Pak Malik yang selalu memberikan apapun yang mereka minta, tapi sungguh ... mereka memang tidak berdaya jika berhadapan dengan Laras yang begitu kejam. "Kalau memang Laras kejam, kenapa kalian takut? Bukankah kalian juga bisa cerita sama saya?" tatapan Pak Malik semakin menajam dan pertanyannya tepat sasa
KSIBP 89 Harun kembali bangkit dan menatap pamannya. "Sungguh, ternyata Paman berani menamparku untuk hal-hal yang sama sekali tidak terjadi?" "Jadi, kau pikir saya akting? Sungguh kau adalah sutradara yang buruk karena tidak bisa membedakan maka yang akting palsu dan asli." Pak Malik duduk di sofa dengan mengangkat kaki kanannya, lalu dinaikkan ke paha sebelah kiri. "Aku akan tutup mata, jadi kalian bisa memeriksa luka yang ada di tubuhnya." Pak Malik sungguhan menutup matanya dengan sapu tangan yang dia keluarkan dari saku. Tuan Yu juga ikut duduk. "Kau sendiri saja yang periksa sama kepala maid. Aku juga akan tutup mata, karena aku tahu dia memang sedang terluka baik jiwa, ataupun Raga," tandasnya, lalu menutup kedua matanya dengan sehelai kain yang ada di meja. Harun menatap geram Mala yang lagi-lagi berhasil membuat orang-orangnya percaya padanya. "Apa yang kau lakukan pada mereka sampai berani melakukan hal ini?" Kepala maid yang mendengar perintah Tuan Yu segera mendekat
KSIBP 90 Diko tersenyum lebar ke arah Qiera tanpa angin tanpa hujan. Di antara mereka memang tidak terlalu banyak kata-kata romantis semenjak menikah. Terlalu banyak masalah yang menyelimuti rumah tangga dan kehidupannya."Kenapa? Apa wajahku belepotan?" Qiera bertanya gugup. Dia tidak tahu sebab senyuman Diko yang penuh arti. Diko menggeleng pelan, lalu kembali fokus dengan ponselnya. Hal itu membuat Qiera sangat kesal."Apa sih, yang sedang kamu lakuin, Mas?" tanyanya, lalu mendekat sambil membawa buku cerita yang sedang dibacakan kepada anak-anak. Qiera terperanjat ketika melihat suaminya mengirimkan video dari nomor baru yang dibelinya. "Kenapa harus pakai nomor itu, Mas?" Diko menepuk tempat yang ada di sampingnya dan meminta Qiera duduk. "Akan aku jelaskan!" Karena penasaran, Qiera langsung duduk tanpa bertanya lagi. Seusai janji, Diko langsung menjelaskan kalau dirinya berpikir Harun akan lebih percaya dengan video yang dikirim oleh orang lain daripada dirinya sendiri. "S
KSIBP 91 "Bukan dia yang tidak waras, tapi kau." Tuan Yu tidak sabar untuk memarahi keponakannya yang menanamkan kecewa di relung hati banyak orang. "Namanya suami harusnya bela istri, bukan orang lain. Apalagi istrimu terluka begitu parah."Harun kembali diam. Apa yang dikatakan Tuan Yu memang benar. Dialah yang sudah membuat Mala sampai seperti ini, hanya saja dia tidak bisa menerima kenyataan itu."Apa ada hal yang bisa aku lakukan agar dia mau bicara padaku?" tanya Harun tulus."Bawa dia ke psikolog."Harun menggeleng cepat. Dia tidak mau rekan bisnis dan anak buahnya tahu kalau Mala sedang sakit. Oleh karena itu dia juga hanya meminta dokter ke rumah, tidak pergi ke periksa ke rumah sakit.Tuan Yu berdecih, dia tahu apa yang ada di pikiran keponakannya itu. "Jika diibaratkan burung, kau adalah rajawali yang punya cakar dan tatapan tajam serta menakutkan. Sekali bertindak, mereka semua akan langsung terjatuh," ucapnya memperingati. "Lantas, kenapa kau masih takut dengan pikiran o
KSIBP 92Sesampainya di rumah, Mala menangis untuk menumpahkan segala sesak yang tersimpan dalam dada, segala sakit yang semula tidak dia rasa, dan kekecewaan terbesar yang dialaminya selama hidup.Mala menangis di atas pangkuan mamanya dengan tersedu-sedu. Bahkan, semua orang yang melihat dan mendengarnya juga akan ikut menangis merasakan bagaimana pedihnya kehidupan yang dialami oleh seorang Mala.Selama ini saudara Mala pun selalu mengira kalau dia adalah orang yang kuat dan tidak mudah goyah terhadap apapun, tapi mereka lupa kalau Mala juga manusia yang butuh semangat juga kepercayaan dari orang-orang terdekatnya.Pak Bagas dan istrinya ikut menitikkan air mata melihat mendengar isakan yang tidak kunjung terhenti. Padahal, jam dinding sudah menunjukkan pukul tiga pagi."Kamu gak mau tidur, Sayang?" tanya Mama sambil menghapus air matanya.Mala tidak menjawab, dia terus saja menangis sambil memukul-mukul dadanya pelan. Semakin dipikirkan, semuanya malah membuat Mala semakin sakit.
KSIBP 93 Melihat mobil Harun, orang itu bergegas naik ke mobilnya, dan berkendara dengan kecepatan tinggi. Harun sudah bisa menebak kalau dia tidak mungkin datang ke sini tanpa alasan. Pasti ada yang dia sembunyikan, pikirnya.Harun mengikuti laju mobil yang ada di depannya tanpa membuat orang itu curiga. Dia bahkan mengemudikan mobilnya tanpa ragu ke sebuah restoran yang tempatnya sangat ramai.Sekilas, tapi Harun bisa melihat dengan jelas siapa perempuan yang ditemui orang itu. Seorang wanita yang tidak lain adalah Laras. Harun memilih untuk mendekat tanpa menimbulkan rasa curiga kedua orang yang sedang diselidikinya."Bagaimana? Apa kamu berhasil melakukannya?" tanya Laras penuh pengharapan.Harun semakin penasaran dengan kalimat Laras yang terdengar ambigu.Pria itu terlihat jelas menggeleng."Kenapa? Bukankah kau sudah aku kasih tahu di mana rumahnya? Kau hanya perlu memberikan dia beberapa kali pelajaran. Kenapa melakukan hal seperti ini saja tidak bisa?" Laras mulai berbicara
KSIBP 94 Sang putra membantu Mala untuk istirahat di kamar yang sudah siapkan oleh kepala maid. Sungguh, dia hanya ingin memeluk Mala dan mereka kembali melantun sholawat bersama daripada melihat seorang ayah yang kasar satu atap dengannya."Jangan benci padamu, Sayang. Bagaimanapun dia adalah orang yang harus kamu hormati," pinta Mala dengan suara yang sangat pelan."Aku tidak benci, Ma. Hanya saja aku butuh waktu agar rasa jijik yang ada di dalam hatiku hilang," jawab sang anak yang kemudian duduk di sampingnya. "Ma, sebenarnya aku tahu masalah Papa dengan Mbak Laras," ungkapnya membuat Mala kehilangan kata-kata."Sayang ...." Mala tidak bisa melanjutkan perkataannya. Semuanya terasa sangat berat dan begitu menyakitkan.Kejadian beberapa waktu lalu bukanlah yang pertama. Sejak Laras hadir di dalam hidupnya, dia langsung mendominasi Harun, dan selalu membuat Mala kesusahan. Bahkan, tidak jarang dia tiba-tiba dibuatkan makanan oleh Mala di tengah padatnya jadwal."Aku gak bisa, Mas.
KSIBP 137 Setelah terikat pernikahan dengan Om Dion, Mala menjalani hidup normal seperti seorang istri, tapi tetap mengurus restorannya. Mala sama seperti Qiera, mengurus semua kebutuhan Zayyan dan Om Dion oleh dirinya sendiri. Sementara Harun, dia mulai mendekati Hani. Wanita yang berhasil memikat hatinya karena semua karakter wanita yang dia butuhkan ada padanya. Harun juga mendatangi keluarga kakek Diko untuk melamarnya, tapi ternyata membuat kebencian para wanita yang ada di sama membara."Mana bisa gadis kampung dan anak pelacur itu jadi bagian dari keluarga kita?""Benar, itu tidak boleh terjadi. Sudah cukup Diko salah memilih istri, sekarang kita tidak bisa membiarkan berdebah kecil itu menjadi istri Harun," geram Marisa.Marisa sengaja menyulut emosi para wanita yang ada di kediaman kakek Diko agar membenci Hani dan melakukan banyak hal untuk mencelakainya. Namun, bagi Hani semuanya tidak mempan. Dia memang bukan bagian dari keluarga besar Diko, jadi dia sama sekali tidak ke
KSIBP 136 Waktu pernikahan Mala dan Om Dion sudah ditentukan. Meksipun Pak Bagas menantangnya, tapi dia kalah dengan Pak Malik yang langsung turun tangan."Kau cukup menjadi wali nikahnya, tapi kalau tidak mau, bisa diwakilkan dengan kakakmu," ancam Pak Malik.Kakak yang dimaksudnya adalah pria yang paling ditakuti Pak Bagas. Mereka memang kakak beradik, tapi hubungan mereka tidak sedekat Pak Malik dan Om Dion. Sangat jauh."Untuk kali ini aku memang tidak bisa melawan, tapi lihat saja, kalian tidak akan bisa hidup bahagia tanpa izin dariku," ucapnya lantang dengan penuh percaya diri."Oh, ya? Memangnya siapa kau berani berkata seperti itu? Apa kau Tuhan?" Pak Malik sudah tidak sabar untuk mencekik lehernya dan merobek bibirnya, tapi dia tahan karena bagaimanapun dia adalah ayah dari Mala.Pak Bagas tidak bicara. Dia kembali menghilang seperti ditelan bumi, begitupun dengan istrinya.Beberapa kali sudah Diko memergoki Pak Bagas yang berusaha melakukan penyuapan agar Pak Aryo dibebask
KSIBP 135 "Apapun yang kita lakukan tidak ada hubungannya denganmu!" Diko menatap tajam ke arah pamannya Qiera. Saat ini dia tidak suka diganggu karena sedang bersama istri. "Ini adalah hal yang biasa, masalahku lebih penting." Om Dion duduk di dekat mereka dan membuat Qiera merasa tidak nyaman, lalu berusaha melepaskan tangan Diko, tapi gagal."Kalian belum halal, sementara kamu sudah. Jadi, siapa yang lebih penting?" Diko berucap tenang. Sebenarnya dia ingin marah, tapi tidak bisa kalau di dekatnya ada Qiera. Dia tidak ingin membuat istrinya ketakutan karena melihat sisi gelapnya.Om Dion terdiam. Apa yang dikatakan Diko memang benar. Harusnya di ini Om Dion yang membantu masalah Diko ataupun Harun, bukan malah sebaliknya karena Om Dion lebih tua. Ditambah Diko juga hanya keponakan, tapi semuanya tidak akan berjalan kalau Diko hanya diam.Om Dion berjalan ke arah luar dan duduk di bangku taman, sementara Diko masih memeluk Qiera erat."Aku malu," lirih Qiera dengan wajahnya yang m
KSIBP 134 Laras bangkit dari lantai dengan tertatih-tatih tanpa ada bantuan dari siapapun. Dia menangis dalam diam tanpa mengatakan apapun dan Harun sama sekali tidak peduli. Dari dulu, dia memang tidak ada perasaan apapun kepada Laras. Jika bukan karena balas budi, dia juga tidak akan mau memperhatikan Laras selama ini. "Apa benar dia tidak apa-apa?" tanya Marisa khawatir. Sebenarnya dia hanya pura-pura peduli agar Harun dan kepala maid menilainya baik, tapi sayangnya niatnya itu sudah diketahui dari awal. Harun sudah tahu kalau keluarganya Diko tidak ada yang tulus, kecuali Hani. Makanya dia mau memanfaatkan wanita-wanita itu untuk dijadikan alat agar Laras tahu diri. "Kalau kau memang peduli, sana urus dia. Tapi setelah itu pergilah dari rumahku!" Harun memberikan peringatan. Marisa bergidik ngeri. Dia tidak berani mendekat sedikit saja ke arah Laras. "Kenapa dia seperti ini?" ucap Laras bertanya-tanya, lalu berjalan ke arah kamarnya, tapi segera dihadang beberapa penjaga. "
KSIBP 133 "Aku serius. Dia kenapa tidak pernah cemburu ketika aku sibuk dengan karyawan wanita, kenapa juga dia tidak pernah menelepon ketika aku sedang di kantor? Padahal, selama ini aku selalu menunggunya," jelas Diko panjang lebar. Diko ingin seperti beberapa karyawannya yang selalu diperhatikan oleh istri. Menelepon ketika makan siang atau mengantarkan bekal. Pak Malik menatapnya datar. "Serius kau datang hanya untuk mengatakan ini?" "Tentu saja. Memangnya apa lagi? Bagiku masalah ini lebih penting daripada apapun. Aku bisa menyelesaikan semua masalah dengan mudah, kecuali ini." Diko merespon cepat. Pak Malik berusaha menahan tawanya, lalu menceritakan bagaimana sifat istrinya. Qiera sama seperti mamanya yang terlihat seolah tidak peduli dengan apa yang dilakukan suami, padahal aslinya dia gelisah setengah mati. Namun, dia tidak berani melakukan hal-hal yang ada di pikirannya karena takut mengganggu pekerjaan Diko. "Padahal, aku suka diganggu." Diko kembali mengacak rambutny
KSIBP 132 "Kenapa tadi kamu begitu cemburu?" tanya Mama Diko heran ketika sang anak memang sengaja menemuinya. "Bukankah seorang suami memang harus punya cemburu ketika istrinya ditatap oleh wanita lain?" Diko malah kembali memberikan pertanyaan. Sang mama menghela napas panjang. Sungguh tidak menyangka anaknya menjadi pencemburu semenjak menikah, terutama dengan wanita yang dari dulu sudah diinginkannya. "Iya, Mama paham." "Kalau paham, kenapa Mama banyak bertanya?" Diko mengerutkan keningnya. "Aku ke sini untuk membicarakan beberapa hal penting. Lagi pula dia sudah banyak aku bantu, masa iya masih berani menatap istriku." Kecemburuan Diko ternyata belum reda sampai membuat mamanya angkat tangan. "Kamu ke sini mau dibujuk Mama atau sedang cari perhatian istrimu?" tanyanya heran. "Tentu saja untuk mengabarkan kalau anakmu ini sangat hebat. Semua rencana berada di bawah kendaliku," ucap Diki mulai bangga diri. "Alhamdulillah. Jangan lupa bersyukur untuk setiap kejadian karena
KSIBP 131 Laras tidak berhenti berteriak semenjak di rumah itu ada tantenya Diko. Awalnya Harun tidak setuju jika perempuan yang usianya lebih tua tiga tahun darinya itu menginap, tapi ketika mengingat Laras mulai kehilangan kendali, dia mendadak setuju. "Usir wanita itu dari rumah ini, hanya aku yang pantas menjadi istrinya Harun, dan hanya aku yang boleh ada di dalam hatinya!" teriak Laras tidak terima dan hal ini membuat kepala penjaga semakin bahagia. "Kalau kau tidak rela ada wanita lain di rumah ini, maka kau harus menjadi kuat!" Kepala penjaga mulai melancarkan aksinya. "Kuat?" Laras terdiam. "Iya. Kau harus makan setiap makanan yang dia berikan agar punya tenaga untuk membalasnya. Kemungkinan besar dia akan tinggal di rumah ini dalam waktu yang lama. Jadi, kalau kamu tidak mau kalah, kamu harus lebih unggul," jelas kepala penjaga yang sedang berusaha menjadi kompor. Harun memang hanya ingin Laras merasakan apa yang Mala rasakan dulu. Dalam artian dia ingin Laras diperlak
Setelah mendapatkan penjelasan dari Diko, Qiera segera meminta pamannya itu untuk datang ke rumah. "Ada apa? Sepertinya ada yang penting." Om Dion memasang wajah datar. "Aku ada informasi penting yang harus Om ketahui." Qiera mulai meluruskan duduknya. Sementara Diko hanya melihat tingkah istrinya dari jauh. Dia sudah tahu kalau Qiera akan memanggil pamannya ke sini. "Apa itu?" Om Dion masih bertanya dengan wajah datarnya. "Tentang Mala." Wajah datar itu langsung berubah lesu ketika mendengar nama yang selalu dia rindukan. Sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Kini Qiera yang terdiam. Dia ingin mengulur waktu agar wajah Om Dion tidak ditekuk seperti itu lagi. "Apa yang ingin dibicarakan tentang dia?" Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Om Dion bertanah karena sudah tidak sabar untuk mendengarkan kabar yang akan diceritakan keponakannya itu. "Coba Om tebak aku akan bicara apa." Qiera malah mengajaknya bermain-main. "Ayolah, Qiera, ada banyak hal yang harus aku kerjakan.
Hari pertama yang datang ke rumah Harun adalah adik ayahnya Leo. Wanita yang disebut Tante dan mengatakan kebenciannya terus terang kepada Qiera. Wanita itu datang dengan penampilan yang cetar membahana. Sungguh jauh daripada penampilan sebelumnya atau penampilan yang disukai Harun. Bahkan bertolak belakang. "Kamu yakin suka wanita seperti itu?" bisik kepala maid yang selama ini selalu ada di sampingnya sudah seperti keluarga. "Mana ada. Aku hanya ingin menjadikan dia sebagai alat saja." Harun menjawab cepat. Sekarang dia hanya memperhatikan wanita itu dari jauh, tapi perutnya sudah terasa mual, dan ingin muntah. "Terus apa yang harus kita perintahkan padanya?" tanya kepala maid dan saat ini tidak memakai pakaian pekerja, karena menyamar sebagai saudaranya Harun. "Pinta dia memasak, sama seperti yang aku perintahkan pada Mala dulu. Lalu, minta dia untuk mengantarkan makanan untuk Laras. Aku sungguh tidak sabar ingin segera tahu apa yang akan terjadi kalau mereka berdua bertemu