KSIBP 68 "Siapa yang berani tidak membersihkan kamar-kamarku? Atau mungkin di sini ada pembantu yang benci padaku dan sengaja melakukan hal ini?" teriaknya sambil menatap para maid yang hanya bisa menunjukkan kepala. "Tidak mungkin, Sayang. Selama ini mereka selalu bekerja dengan baik tanpa membedakan yang satu dengan yang lainnya. Jadi, meski kamu orang baru, mereka akan langsung patuh," jelas mama Qiera kembali membuka Yani kalah telak. "Sepertinya kamar itu memang tidak mau ditempati olehmu." Om Dion mulai mengeluarkan kata-kata ajaibnya. "Mana ada! Aku tidak percaya dengan hal-hal seperti itu!" geramnya tidak tahan lagi. "Ya sudah, kalau tidak percaya kenapa harus mengumpulkan kita di sini? Bukankah tidak ada gunanya?" Om Dion memasang wajah kesal dan datar, raut inilah yang ditakuti kedua orang tuanya Qiera karena pamannya juga punya kekuasaan di rumah ini. "Sudahlah, Sayang, jangan marah-marah terus," bujuk Mama Qiera lagi. "Aku jamin hal seperti ini akan terus terjadi. K
KSIBP 69 "Assalamu'alaikum." Suara salam yang terdengar dari luar seketika memecah kesunyian dan memorakporandakan hati Qiera yang sedang gamang. Apalagi setelah melihat siapa yang datang, hati Qiera semakin tidak karuan. Bagaimana tidak, wanita yang saat ini berada di depannya adalah Mama Diko. Wanita berusia setengah abad, tapi terlihat muda, dan selalu diberitakan di televisi. "Wa'alaikumussalam warahmatullah."Qiera bangkit dari duduknya dan mendekat, meraih tangannya, dan mengecupnya. Saat ini Qiera sama sekali belum siap untuk bertemu dengan wanita ini, ditambah anaknya baru saja mengajaknya menikah. "Sayang, maaf kalau Mama datang tiba-tiba, ya." Mama Diko Diko berbicara dengan sangat lembut dan berhasil membuat rasa keheranan Qiera meningkat. "Kenapa? Mama ganggu, ya? Maaf banget, tapi Mama memang gak bisa nunggu lama lagi untuk ketemu kamu," ucapnya menjelaskan. Qiera semakin tidak mengerti apa yang dikatakan wanita ini. Sekarang, hati dan pikirannya benar-benar sudah t
KSIBP 70 Mama menyakinkan kalau Qiera tidak usah khawatir terhadap apapun. Bahkan Mama tidak meminta Qiera untuk mencintai anaknya terlalu dalam, karena sesuatu yang terlalu hanya akan menimbulkan luka. Qiera lebih penasaran ada apa sebenarnya, apa yang dirinya tidak tahu, dan kenapa Yani akan segera hancur setelah ini? Bukankah sudah dipastikan kalau dirinya memang bukan anak mereka. Sementara di luar sana orang tau Qiera terlihat ketakutan setelah melihat dua orang yang sangat dikenalnya ada di hadapannya. Tapi tidak dengan Yani, dia masih menyombongkan statusnya kalau dia adalah anak dari konglomerat generasi ke-tiga. "Kenapa? Begitu kagetnya, 'kah kalian?" Pria berumur tapi terlihat muda itu mendekat ke arah mereka. Bukan hanya orang tuanya Qiera, tapi Om Diki, juga Riko pun tidak menduga hal ini akan terjadi. Panji dan keluarganya terlihat menahan amarah ketika melihat pria itu. "Kenapa dia ada di sini? Bukankah dia bilang tidak akan kembali ke negeri ini karena terlalu nya
KSIBP 71 "Pewaris siapa yang kau sebut itu, Saudara Yani?" Seorang wanita tua yang duduk di kursi roda menghampiri gadis yang tengah membanggakan dirinya itu, dengan raut wajah kesal. Yani yang mendengar pertanyaannya sangat emosi. Bagaimana tidak, semua orang tahu kalau dia adalah anak konglomerat. Namun, wanita ini malah mempertanyakan hal yang tidak seharusnya dia tanyakan. Matanya menatap lekat kepada orang yang bertanya itu dan bibirnya sungguh gatal ingin membuli wanita tua yang duduk di kursi roda itu. "Kau hanya seorang wanita tua yang duduk di kursi roda?" Yani mulai tertawa licik. "Tapi kenapa kau sampai berani berbuat masalah padaku, apa kau memang sudah bosan hidup?" tanyanya sambil melemparkan tatapan menyeringai. Sebenarnya dia bisa saja meminta orang-orang untuk memberikan nenek ini pelajaran, tapi Yani memilih untuk melakukannya sendiri karena dia berpikir kalau ini adalah kegiatan yang tidak hanya positif, tapi juga membuatnya bersemangat kembali untuk membuli
KSIBP 72 Sekeras apapun Yani berusaha untuk kabur, tapi ia tidak akan bisa melakukannya. Ditambah gerak-geriknya memang sudah dilacak. Bahkan, tempat persembunyian ibunya pun sudah ditemukan oleh bapaknya. "Tidak! Jangan bawa aku ke manapun!" teriaknya membuat semua tamu gaduh. "Bubarkan orang-orang terlebih dahulu, baru kita melakukan apapun yang diinginkan," titah Qiera kepada Diko yang hanya mengangguk. Ini hanyalah perintah, tapi anehnya hati Diko malah berbunga-bunga ketika mendengarnya. Apa mungkin karena ini adalah pertama kalinya Qiera meminta bantuannya? Diko mengambil mikrofon yang dari tadi dipegang pembawa acara, tapi dia tidak mengatakan apapun ketika kegaduhan terjadi. " Assalamu'alaikum warahmatullah .... Maaf untuk semua para tamu undangan! Berhubung kita punya masalah pribadi yang mendesak, jadi saya harap semuanya dapat pergi meninggalkan rumah ini. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya dan semoga kita semua dipertemukan kembali di acara yang akan datang di keluar
KSIBP 73 "Rupanya kau punya rasa takut, juga, ya?" Bapak mendekat ke arah Yani. "Kalau takut, harusnya kau menjadi anak yang penurut. Bukan malah menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang kau inginkan padahal itu tidak baik untuk kamu," ucapnya lembut. Yani menundukkan kepalanya. Dia bahkan tidak ingin mendengar suara bapaknya apalagi sampai melihat tatapan matanya. Semuanya terlalu menyakitkan. Ada penyesalan di dalam dirinya kenapa dulu tidak menjadi anak yang penurut. "Pucuk dicinta ulam pun tiba." Pak Malik mendekat ke arah bapaknya Yani dan mereka pun berpelukan sambil melepas rindu. "Maaf kalau anakmu selalu terluka oleh keluargaku," lirih Bapak, "tapi aku akan sangat bahagia kalau kau memberikan mereka pelajaran seperti yang diinginkan agar hatimu lega." "Tidak usah. Yasa sudah berubah menjadi orang yang baik, tapi aku perlu putrimu agar dia sadar dengan kesalahannya," ujarnya membuat Yasa terharu dan sangat menyesal. Andai saja dia tahu lebih awal kalau ayah Qi
KSIBP 74 Suasana kembali hening ketika tanda yang dimaksud Bapak hilang. Bahkan, Bapak sendiri bingung dengan tanda di tangan putrinya itu yang tiba-tiba menghilang. Bapak bahkan mendekat dan memeriksa tangan Yani dengan kedua matanya sendiri dan benar saja tanda itu tidak ada. Tangan kanan Yani bersih. Semua orang dibuat heran. Pak Dandi dan istrinya mendekat ke arah Yani, lalu memeluknya. "Sudah saya bilang kalau Yani memang anak saya, tapi kenapa tidak ada yang percaya?" jeritnya membuat Pak Malik heran. "Lebih baik kita mengalah, karena sepertinya ada yang janggal di sini," bisiknya pada Nenek yang ada di kursi roda. Bukan hanya Pak Malik, bahkan Om Dion, dan Riko juga sedikit curiga dengan apa yang terjadi hari ini. Ditambah semuanya terlalu kebetulan. "Baiklah, kita tunggu tes DNA keluar besok!" tegas Pak Dandi lagi. Yani tersenyum getir. Sekarang dia sendiri tidak tahu kebenarannya seperti apa dan kenapa tiba-tiba tanda di tangannya hilang, padahal jelas-jelas dia sendi
KSIBP 75 Pak Malik mengajak mereka berdua ke ruang kerjanya untuk membicarakan masalah yang serius. "Kalian berdua jaga makanan yang dibawa putriku!" titahnya kepada Om Dino dan juga Riko. "Siap!" Pak Malik, Qiera, dan Diko pun segera masuk ke ruangan itu, lalu duduk dengan suasana yang tegang. "Jadi, apa yang sebenarnya terjadi, Pa? Kenapa tiba-tiba Yani jadi anak Om Dandi yang jelas-jelas dia adalah anak Bapak?" tanya Qiera sungguh penasaran. Dari segi wajah pun, tidak ada kecocokan antara Yani dengan keluarganya sedikit pun. Bahkan, sama Yasa pun dia tidak mirip. "Papa juga tidak tahu. Tadi pagi orang suruhan pamanmu itu mengambil hasil tesnya di rumah sakit. Semuanya masih disegel bahkan terlihat di CCTV. Hanya saja hasilnya memang membuat Papa tidak percaya." Pak Malik memijat pelipisnya yang terasa pegal. "Apa?" Qiera sama sekali tidak percaya dengan kenyataan ini. "Sepertinya ada yang membuat permainan ini menjadi nyata, hanya saja kita tidak tahu seperti apa orangnya."