KSIBP 73 "Rupanya kau punya rasa takut, juga, ya?" Bapak mendekat ke arah Yani. "Kalau takut, harusnya kau menjadi anak yang penurut. Bukan malah menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang kau inginkan padahal itu tidak baik untuk kamu," ucapnya lembut. Yani menundukkan kepalanya. Dia bahkan tidak ingin mendengar suara bapaknya apalagi sampai melihat tatapan matanya. Semuanya terlalu menyakitkan. Ada penyesalan di dalam dirinya kenapa dulu tidak menjadi anak yang penurut. "Pucuk dicinta ulam pun tiba." Pak Malik mendekat ke arah bapaknya Yani dan mereka pun berpelukan sambil melepas rindu. "Maaf kalau anakmu selalu terluka oleh keluargaku," lirih Bapak, "tapi aku akan sangat bahagia kalau kau memberikan mereka pelajaran seperti yang diinginkan agar hatimu lega." "Tidak usah. Yasa sudah berubah menjadi orang yang baik, tapi aku perlu putrimu agar dia sadar dengan kesalahannya," ujarnya membuat Yasa terharu dan sangat menyesal. Andai saja dia tahu lebih awal kalau ayah Qi
KSIBP 74 Suasana kembali hening ketika tanda yang dimaksud Bapak hilang. Bahkan, Bapak sendiri bingung dengan tanda di tangan putrinya itu yang tiba-tiba menghilang. Bapak bahkan mendekat dan memeriksa tangan Yani dengan kedua matanya sendiri dan benar saja tanda itu tidak ada. Tangan kanan Yani bersih. Semua orang dibuat heran. Pak Dandi dan istrinya mendekat ke arah Yani, lalu memeluknya. "Sudah saya bilang kalau Yani memang anak saya, tapi kenapa tidak ada yang percaya?" jeritnya membuat Pak Malik heran. "Lebih baik kita mengalah, karena sepertinya ada yang janggal di sini," bisiknya pada Nenek yang ada di kursi roda. Bukan hanya Pak Malik, bahkan Om Dion, dan Riko juga sedikit curiga dengan apa yang terjadi hari ini. Ditambah semuanya terlalu kebetulan. "Baiklah, kita tunggu tes DNA keluar besok!" tegas Pak Dandi lagi. Yani tersenyum getir. Sekarang dia sendiri tidak tahu kebenarannya seperti apa dan kenapa tiba-tiba tanda di tangannya hilang, padahal jelas-jelas dia sendi
KSIBP 75 Pak Malik mengajak mereka berdua ke ruang kerjanya untuk membicarakan masalah yang serius. "Kalian berdua jaga makanan yang dibawa putriku!" titahnya kepada Om Dino dan juga Riko. "Siap!" Pak Malik, Qiera, dan Diko pun segera masuk ke ruangan itu, lalu duduk dengan suasana yang tegang. "Jadi, apa yang sebenarnya terjadi, Pa? Kenapa tiba-tiba Yani jadi anak Om Dandi yang jelas-jelas dia adalah anak Bapak?" tanya Qiera sungguh penasaran. Dari segi wajah pun, tidak ada kecocokan antara Yani dengan keluarganya sedikit pun. Bahkan, sama Yasa pun dia tidak mirip. "Papa juga tidak tahu. Tadi pagi orang suruhan pamanmu itu mengambil hasil tesnya di rumah sakit. Semuanya masih disegel bahkan terlihat di CCTV. Hanya saja hasilnya memang membuat Papa tidak percaya." Pak Malik memijat pelipisnya yang terasa pegal. "Apa?" Qiera sama sekali tidak percaya dengan kenyataan ini. "Sepertinya ada yang membuat permainan ini menjadi nyata, hanya saja kita tidak tahu seperti apa orangnya."
KSIBP 76 Maid itu hanya diam meski Harun bertanya beberapa kali dan hal ini membuatnya semakin curiga. Harun bergegas pergi ke kamarnya Mala, tapi tidak menemukan siapapun di sana. "Sayang, kamu di mana?" panggilnya dan dia terbatuk-batuk ketika menyadari ada aroma yang tidak sedap di kamar istrinya. "Bau apa ini?" teriaknya, lalu memanggil para maid. "Apa yang kalian lakukan di sini, hah? Cepat bersihkan kamar ini!" titahnya, lalu pergi untuk mencari Mala. Sayangnya tidak ada maid yang mengatakan kalau Mala pergi telat sebelum Harun datang, tapi mereka juga memang tidak berpapasan. Harun kembali masuk ke mobilnya dan masih beberapa kali mencoba untuk menelpon Mala, tapi nomornya masih tidak aktif, dan menjawab hanyalah operator. "Ah ... sialan! Ke mana perginya dia sebenarnya?" Harun membanting ponselnya, tapi mengambilnya kembali ketika nada telpon kembali terdengar. "Mas, rasa sakitnya meningkat berkali-kali lipat," lirih seseorang di sebrang telpon. Harun langsung tancap ga
KSIBP 77 Diko masuk kembali ke ruangan Mala dengan senyuman yang merekah, menganggap tidak ada hal yang terjadi agar Qiera tidak terlalu banyak pikiran. Mendengar Mala dirawat, istri mantan suaminya yang bernama Tiara datang menjenguk. "Mbak sakit apa, dari kapan?" tanyanya dengan wajah yang terlihat khawatir. "Mbak gapapa, cuman kecapean aja. Makasih, ya, sudah menyempatkan untuk datang." Mala menyambut Tiara dengan hangat. "Tadinya Mas Rasya mau ke sini, tapi katanya di kantor masih banyak pekerjaan." Tiara kembali bicara dan mengungkit suami masa lalu Mala. "Iya, tidak apa-apa." Mala berusaha tersenyum, padahal hatinya begitu teriris. Rasya yang berstatus sebagai mantan suami saja ada niatan untuk menjenguknya, tapi Harun ... suaminya sendiri malah tidak ada kabar, dan sibuk dengan wanita lain. Harun bahkan bersikap seolah dirinya tidak peduli dengan Mala yang sedang sakit. Beruntungnya Mala memang tidak suka berharap kepada manusia. Rasa sakit memang ada, tapi tidak untu
KSIBP 78 "Mala!" Harun membuka kamar lainnya untuk menemukan di mana keberadaan Mala, tapi tetap saja tidak dia temukan. Seorang perawat yang tadi melihat sikap gila Harun menatapnya sinis. "Kenapa, Pak? Baru sadar, ya? Tapi maaf, sekarang istrimu sudah pergi jauh," sindirnya membuat Harun semakin hancur. "Apa sebenarnya yang sudah aku lakukan?" Harun berlari ke arah parkiran. Saat ini ia sungguh tidak peduli dengan Laras yang berteriak memanggil namanya. "Aku harus menemukan dia secepatnya sebelum terlambat!" Harun melanjutkan mobilnya dengan kecepatan tinggi. "Mala, tunggu aku, Sayang," gumamnya yang selalu diucapkan di sepanjang perjalanan sampai menuju ke rumahnya. Harun bergegas turun dari mobil dan berlari ke arah rumah. "Di mana istriku?" tanyanya sambil berteriak kepada para maid, tapi di antara mereka tidak ada yang menjawabnya. "Aku sedang bertanya kepada kalian di mana istriku? Kenapa kalian hanya diam, apa kalian sudah tidak punya telinga lagi?" bentaknya emosi. H
KSIBP 79 "Yasa! Tolong Ibu untuk memberikan pelajaran kepada dua anak itu, mereka sudah menghina adikmu!" Ibu berdiri ketika melihat Yasa dan langsung meminta bantuan. "Apa selama ini hanya ada Yani di hati ibu, apa hanya dia yang tercatat sebagai anak Ibu?" tanya Yasa getir. Hati dan perasaannya dari dulu memang sudah hancur, tapi dia berpura-pura tegar, seolah mampu untuk menjalani semuanya. Namun, melihat sang Ibu yang masih terus-menerus membela adiknya padahal yang dilakukannya sangat fatal membuat Yasa tidak lagi punya rasa kasihan. "Dia memang pantas untuk mendapatkan hal itu, Bu. Lagipula dia memang bukan anak kalian karena tanda yang ada di tangan kanannya juga sudah hilang," pungkas Yasa lesu. Ibu terdiam, tubuhnya mendadak lemas. "Tidak ... tidak mungkin! Jelas-jelas dia anakku, anak yang lahir dari rahimku!" jeritnya tidak terima. "Mau bagaimana lagi, Bu, dia sendiri yang tidak mau menjadi anak kalian. Mungkin kehidupan kita tidak sempurna kehidupan keluarga penipu i
KSIBP 80 Pak Dandi melemparkan tatapan tajam. "Kalau kau tidak serakah, kau juga tidak akan mungkin mau menerima tawaran kami. Tapi kenapa sekarang kalian malah menyarankan?" geramnya. Sang istri pun setuju dengan apa yang dikatakan suaminya, bahkan semua ini bukan salah mereka berdua karena yang mengawalinya adalah keluarga Panji juga Yani. Mereka dari awal memang tidak ada niatan untuk melakukan ini dan ide itu tiba-tiba muncul ketika Pak Malik kembali. "Aku tidak percaya dan sampai kapanpun tidak akan percaya kepada kalian lagi!" teriak Yani marah. Jika tidak ditahan beberapa penjaga penjara, dia mungkin sudah melakukan tindak kekerasan terhadap sesama tahanan. Namun, Yanu sudah berniat untuk melakukan hal itu kalau sudah tidak ada penjaga. Yani tidak tahu kalau Pak Dandi dan istrinya ahli bela diri, selama ini mereka hanya berusaha menahan tenaga, bukan sepenuhnya pasrah dengan kata-kata Yani yang hanya bisa menyudutkan. Melihat suasana sudah aman dan target pun sudah tidu
KSIBP 137 Setelah terikat pernikahan dengan Om Dion, Mala menjalani hidup normal seperti seorang istri, tapi tetap mengurus restorannya. Mala sama seperti Qiera, mengurus semua kebutuhan Zayyan dan Om Dion oleh dirinya sendiri. Sementara Harun, dia mulai mendekati Hani. Wanita yang berhasil memikat hatinya karena semua karakter wanita yang dia butuhkan ada padanya. Harun juga mendatangi keluarga kakek Diko untuk melamarnya, tapi ternyata membuat kebencian para wanita yang ada di sama membara."Mana bisa gadis kampung dan anak pelacur itu jadi bagian dari keluarga kita?""Benar, itu tidak boleh terjadi. Sudah cukup Diko salah memilih istri, sekarang kita tidak bisa membiarkan berdebah kecil itu menjadi istri Harun," geram Marisa.Marisa sengaja menyulut emosi para wanita yang ada di kediaman kakek Diko agar membenci Hani dan melakukan banyak hal untuk mencelakainya. Namun, bagi Hani semuanya tidak mempan. Dia memang bukan bagian dari keluarga besar Diko, jadi dia sama sekali tidak ke
KSIBP 136 Waktu pernikahan Mala dan Om Dion sudah ditentukan. Meksipun Pak Bagas menantangnya, tapi dia kalah dengan Pak Malik yang langsung turun tangan."Kau cukup menjadi wali nikahnya, tapi kalau tidak mau, bisa diwakilkan dengan kakakmu," ancam Pak Malik.Kakak yang dimaksudnya adalah pria yang paling ditakuti Pak Bagas. Mereka memang kakak beradik, tapi hubungan mereka tidak sedekat Pak Malik dan Om Dion. Sangat jauh."Untuk kali ini aku memang tidak bisa melawan, tapi lihat saja, kalian tidak akan bisa hidup bahagia tanpa izin dariku," ucapnya lantang dengan penuh percaya diri."Oh, ya? Memangnya siapa kau berani berkata seperti itu? Apa kau Tuhan?" Pak Malik sudah tidak sabar untuk mencekik lehernya dan merobek bibirnya, tapi dia tahan karena bagaimanapun dia adalah ayah dari Mala.Pak Bagas tidak bicara. Dia kembali menghilang seperti ditelan bumi, begitupun dengan istrinya.Beberapa kali sudah Diko memergoki Pak Bagas yang berusaha melakukan penyuapan agar Pak Aryo dibebask
KSIBP 135 "Apapun yang kita lakukan tidak ada hubungannya denganmu!" Diko menatap tajam ke arah pamannya Qiera. Saat ini dia tidak suka diganggu karena sedang bersama istri. "Ini adalah hal yang biasa, masalahku lebih penting." Om Dion duduk di dekat mereka dan membuat Qiera merasa tidak nyaman, lalu berusaha melepaskan tangan Diko, tapi gagal."Kalian belum halal, sementara kamu sudah. Jadi, siapa yang lebih penting?" Diko berucap tenang. Sebenarnya dia ingin marah, tapi tidak bisa kalau di dekatnya ada Qiera. Dia tidak ingin membuat istrinya ketakutan karena melihat sisi gelapnya.Om Dion terdiam. Apa yang dikatakan Diko memang benar. Harusnya di ini Om Dion yang membantu masalah Diko ataupun Harun, bukan malah sebaliknya karena Om Dion lebih tua. Ditambah Diko juga hanya keponakan, tapi semuanya tidak akan berjalan kalau Diko hanya diam.Om Dion berjalan ke arah luar dan duduk di bangku taman, sementara Diko masih memeluk Qiera erat."Aku malu," lirih Qiera dengan wajahnya yang m
KSIBP 134 Laras bangkit dari lantai dengan tertatih-tatih tanpa ada bantuan dari siapapun. Dia menangis dalam diam tanpa mengatakan apapun dan Harun sama sekali tidak peduli. Dari dulu, dia memang tidak ada perasaan apapun kepada Laras. Jika bukan karena balas budi, dia juga tidak akan mau memperhatikan Laras selama ini. "Apa benar dia tidak apa-apa?" tanya Marisa khawatir. Sebenarnya dia hanya pura-pura peduli agar Harun dan kepala maid menilainya baik, tapi sayangnya niatnya itu sudah diketahui dari awal. Harun sudah tahu kalau keluarganya Diko tidak ada yang tulus, kecuali Hani. Makanya dia mau memanfaatkan wanita-wanita itu untuk dijadikan alat agar Laras tahu diri. "Kalau kau memang peduli, sana urus dia. Tapi setelah itu pergilah dari rumahku!" Harun memberikan peringatan. Marisa bergidik ngeri. Dia tidak berani mendekat sedikit saja ke arah Laras. "Kenapa dia seperti ini?" ucap Laras bertanya-tanya, lalu berjalan ke arah kamarnya, tapi segera dihadang beberapa penjaga. "
KSIBP 133 "Aku serius. Dia kenapa tidak pernah cemburu ketika aku sibuk dengan karyawan wanita, kenapa juga dia tidak pernah menelepon ketika aku sedang di kantor? Padahal, selama ini aku selalu menunggunya," jelas Diko panjang lebar. Diko ingin seperti beberapa karyawannya yang selalu diperhatikan oleh istri. Menelepon ketika makan siang atau mengantarkan bekal. Pak Malik menatapnya datar. "Serius kau datang hanya untuk mengatakan ini?" "Tentu saja. Memangnya apa lagi? Bagiku masalah ini lebih penting daripada apapun. Aku bisa menyelesaikan semua masalah dengan mudah, kecuali ini." Diko merespon cepat. Pak Malik berusaha menahan tawanya, lalu menceritakan bagaimana sifat istrinya. Qiera sama seperti mamanya yang terlihat seolah tidak peduli dengan apa yang dilakukan suami, padahal aslinya dia gelisah setengah mati. Namun, dia tidak berani melakukan hal-hal yang ada di pikirannya karena takut mengganggu pekerjaan Diko. "Padahal, aku suka diganggu." Diko kembali mengacak rambutny
KSIBP 132 "Kenapa tadi kamu begitu cemburu?" tanya Mama Diko heran ketika sang anak memang sengaja menemuinya. "Bukankah seorang suami memang harus punya cemburu ketika istrinya ditatap oleh wanita lain?" Diko malah kembali memberikan pertanyaan. Sang mama menghela napas panjang. Sungguh tidak menyangka anaknya menjadi pencemburu semenjak menikah, terutama dengan wanita yang dari dulu sudah diinginkannya. "Iya, Mama paham." "Kalau paham, kenapa Mama banyak bertanya?" Diko mengerutkan keningnya. "Aku ke sini untuk membicarakan beberapa hal penting. Lagi pula dia sudah banyak aku bantu, masa iya masih berani menatap istriku." Kecemburuan Diko ternyata belum reda sampai membuat mamanya angkat tangan. "Kamu ke sini mau dibujuk Mama atau sedang cari perhatian istrimu?" tanyanya heran. "Tentu saja untuk mengabarkan kalau anakmu ini sangat hebat. Semua rencana berada di bawah kendaliku," ucap Diki mulai bangga diri. "Alhamdulillah. Jangan lupa bersyukur untuk setiap kejadian karena
KSIBP 131 Laras tidak berhenti berteriak semenjak di rumah itu ada tantenya Diko. Awalnya Harun tidak setuju jika perempuan yang usianya lebih tua tiga tahun darinya itu menginap, tapi ketika mengingat Laras mulai kehilangan kendali, dia mendadak setuju. "Usir wanita itu dari rumah ini, hanya aku yang pantas menjadi istrinya Harun, dan hanya aku yang boleh ada di dalam hatinya!" teriak Laras tidak terima dan hal ini membuat kepala penjaga semakin bahagia. "Kalau kau tidak rela ada wanita lain di rumah ini, maka kau harus menjadi kuat!" Kepala penjaga mulai melancarkan aksinya. "Kuat?" Laras terdiam. "Iya. Kau harus makan setiap makanan yang dia berikan agar punya tenaga untuk membalasnya. Kemungkinan besar dia akan tinggal di rumah ini dalam waktu yang lama. Jadi, kalau kamu tidak mau kalah, kamu harus lebih unggul," jelas kepala penjaga yang sedang berusaha menjadi kompor. Harun memang hanya ingin Laras merasakan apa yang Mala rasakan dulu. Dalam artian dia ingin Laras diperlak
Setelah mendapatkan penjelasan dari Diko, Qiera segera meminta pamannya itu untuk datang ke rumah. "Ada apa? Sepertinya ada yang penting." Om Dion memasang wajah datar. "Aku ada informasi penting yang harus Om ketahui." Qiera mulai meluruskan duduknya. Sementara Diko hanya melihat tingkah istrinya dari jauh. Dia sudah tahu kalau Qiera akan memanggil pamannya ke sini. "Apa itu?" Om Dion masih bertanya dengan wajah datarnya. "Tentang Mala." Wajah datar itu langsung berubah lesu ketika mendengar nama yang selalu dia rindukan. Sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Kini Qiera yang terdiam. Dia ingin mengulur waktu agar wajah Om Dion tidak ditekuk seperti itu lagi. "Apa yang ingin dibicarakan tentang dia?" Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Om Dion bertanah karena sudah tidak sabar untuk mendengarkan kabar yang akan diceritakan keponakannya itu. "Coba Om tebak aku akan bicara apa." Qiera malah mengajaknya bermain-main. "Ayolah, Qiera, ada banyak hal yang harus aku kerjakan.
Hari pertama yang datang ke rumah Harun adalah adik ayahnya Leo. Wanita yang disebut Tante dan mengatakan kebenciannya terus terang kepada Qiera. Wanita itu datang dengan penampilan yang cetar membahana. Sungguh jauh daripada penampilan sebelumnya atau penampilan yang disukai Harun. Bahkan bertolak belakang. "Kamu yakin suka wanita seperti itu?" bisik kepala maid yang selama ini selalu ada di sampingnya sudah seperti keluarga. "Mana ada. Aku hanya ingin menjadikan dia sebagai alat saja." Harun menjawab cepat. Sekarang dia hanya memperhatikan wanita itu dari jauh, tapi perutnya sudah terasa mual, dan ingin muntah. "Terus apa yang harus kita perintahkan padanya?" tanya kepala maid dan saat ini tidak memakai pakaian pekerja, karena menyamar sebagai saudaranya Harun. "Pinta dia memasak, sama seperti yang aku perintahkan pada Mala dulu. Lalu, minta dia untuk mengantarkan makanan untuk Laras. Aku sungguh tidak sabar ingin segera tahu apa yang akan terjadi kalau mereka berdua bertemu