"Apa kamu berharap rumah tangga kita akan kenapa-kenapa?"
Tian mengambil posisi duduk di samping Ressa lalu membawanya dalam pelukan. "Tidak ada rumah tangga yang berjalan mulus, Ressa. Pasti akan ada kesalahpahaman dan kerumitan di dalamnya. Ada saatnya nanti kamu lelah untuk bertahan di samping aku. Dan kamu perlu orang yang bisa menjernihkan pikiranmu.""Kalau kamu ragu menikah denganku lebih baik batalkan saja niatmu." Ressa melepaskan pelukan Tian."Hei merajuk!" Goda Tian sambil tertawa kecil, menarik Ressa yang hendak pergi untuk duduk kembali. "Aku cuma gak mau kamu menyesal menikah denganku.""Mas."Tepukan dari Aruna di pipinya membuat Tian mengerjap, matanya telah mengembun. Mungkin malam itu adalah malam terhangat yang pernah ia dan Ressa lalui bersama. Setelahnya Ressa tidak pernah sehangat itu lagi padanya, banyaknya perempuan tanpa status di sisinya membuat hubungan mereka tidak mudah."Ayo aku antar ke kamar," tu"Honey," Tian menoleh ke arah pintu, sorot matanya sendu saat menatap putrinya yang berdiri dengan wajah marah. "Kemari Sayang," panggilnya lembut pada Deandra.Gadis beranjak remaja itu mendengus kasar, namun dengan langkah gontai ia mendekat. Tangannya terkepal erat, menunjukkan kalau dia tidak suka dengan situasi ini."Daddy sayang sama Dea," ucap Tian sambil mengusap kepala Deandra, mencoba menenangkan hati gadis kecil itu. "Kalaupun Daddy berpisah sama Mommy, itu bukan berarti kami tidak menyayangi Dea. Daddy akan tetap menyayangi Dea, Sayang."Deandra menatap dalam-dalam ke mata ayahnya, mencari kebenaran dari perkataan tersebut. "Daddy mau mencari tante Ressa?" tanya gadis kecil itu dengan nada tidak suka.Tian mengangguk perlahan, menyatakan niatnya dengan tegas. "Daddy harus mencari tante Ressa, Sayang.""Dea nggak mau kalian bercerai!" ujar Deandra dengan suara parau, menahan tangis. Air mata menggenang di sudut matanya, namun d
Sementara itu, di kantornya Tian memijat pelipis pening sambil memejamkan mata saat mengingat pernyataan Deandra yang tidak memperbolehkannya bercerai dengan Aruna. Bagaimana ia bisa mencari Ressa dengan tenang kalau seperti ini."Sibuk Mas?"Suara Aruna membuat Tian membuka mata, di depan pintu ada Aruna dan putrinya."Ada apa Ru?" tanya Tian."Dea mau ngomong, Mas," jawab Aruna dengan nada ragu-ragu sambil memandang putrinya yang tampak gugup."Dea mau ngomong apa sama Daddy?" Tian beranjak mendekati putrinya yang tidak berani mengangkat kepala sejak masuk tadi.Anak itu tampak menarik napas dalam-dalam sebelum berkata. "Bilangin kalau ketemu Tante Ressa, Dea minta maaf," ucap Deandra kemudian menangis tergugu. "Gara-gara Dea, Tante pergi dan Daddy jadi bersedih."Melihat putrinya menangis, Tian segera meraih Dea dalam pelukan. "Sayang, maafin Daddy kalau bikin kamu marah."Dea mengangguk pasrah, wajahnya yang
"Aru nggak ada disini?" Tian mengernyitkan alis saat ayah mertuanya mengatakan kalau sejak semalam perempuan itu tidak pulang ke rumah, lalu pergi kemana? Padahal bilangnya ingin menginap di rumah ayah. Setelah dipikir-pikir tidak mungkin juga, Aru sedang menghindari ibunya."Dad, apa Mommy kabur juga seperti Tante Ressa," cemas Deandra sambil memegang erat jas daddy nya. "Nanti Daddy tanya Om Denis dulu ya, siapa tahu Om Denis yang nemenin Mommy. Kamu Daddy antar ke sekolah sekarang ya," Tian menenangkan putrinya, jangan sampai Aruna ikutan kabur juga. Mencari Ressa saja dia sudah dibuat pusing tujuh keliling.***"Ck," Tian berdecak saat mengetahui Aruna berada di apartemen Denis. "Dia masih istri gue, lo cicil duluan?" geramnya pada sang sahabat yang berstatus sebagai asisten pribadi."Enak aja, harusnya gue yang perlu waspada sama istri gila lo itu, dah bawa pulang sana." Denis membenamkan tubuhnya di sofa, masih mengantuk karena menemani Aruna yang hampir menangis sepanjang mal
"Sayang, kamu dimana, aku kangen," lirihnya. Berharap suatu saat ia bisa bertemu lagi dengan Ressa, dan mengungkapkan segala kerinduannya yang telah membuncah di hati.Dea berdiri di depan pintu, matanya mengembun saat mendengar suara kesedihan sang ayah. Dad Tian, sosok yang selama ini dikenalnya sebagai pria tegar, kini menangis dalam kesendirian. Ia merasa bertanggung jawab atas semua ini.Karena dia membenci Tante Ressa hingga membuat Dad Tian menjadi begini. Andai saja dia bisa menerima Tante Ressa dengan tulus, mungkin Dad Tian akan bahagia seperti Mom Aru"Hey, kenapa masih berdiri di tengah pintu," tegur Denis pada putri sambungnya yang terdiam."Dea sedih lihat Dad Tian diam-diam menangis sendirian," jawab Dea dengan suara lirih.Denis menghampiri Dea dan menepuk lembut kedua bahu gadis itu. "Nggak usah sesali yang sudah berlalu ya, Dad Tian juga sudah memaafkan Dea. Kita masih usaha mencari Tante Ressa," ucap Denis memberi semangat.Dea mengangguk, berusaha menenangkan hatin
"Iya tunggu sebentar." Ressa mengapit ponselnya di antara bahu dan telinga sambil menjawab telepon saat ada pelanggan yang tiba-tiba mengambil pesanan secara mendadak. Ia bergegas mengambil masker dan memasangnya buru-buru. Ini baru jam tujuh pagi, padahal dia sudah memesan ojol untuk mengantarkan buket ini ke tujuan."Maaf Mas jadi repot ngambil ke sini, padahal saya sudah pesankan ojol buat nganter." Ujar Ressa tidak enak hati sambil berlari dari rumah, karena jarak antara rumah pelanggan dengan rumahnya cukup jauh."Nggak papa, saya ingin membuat kejutan buat istri saya." Pria itu merogoh sakunya mengambil dompet."Sekali lagi maaf," Ressa yang tadi fokus menatap ke bawah karena tidak ingin terjatuh saat berlari mematung sejenak ketika melihat pria yang berdiri di hadapannya."Ressa!" Denis tersenyum penuh arti, ternyata firasatnya benar. Ia hanya beralasan saja kalau buketnya sangat mendesak, padahal bisa saja menunggu diantar. Namun rasa penasaran membuatnya langsung pergi ke
"Awas ya, kalau ketemu Tante Ressa aku akan bilang jangan mau sama Daddy lagi!" amuk Deandra menarik selimut yang menutupi wajah Ressa."Sayang, jangan kasar sama pacar Daddy," Tian berusa mempertahankan selimut. Dia benar-benar seperti ke gap sedang berselingkuh."Usir dia Daddy, aku benci Daddy! Daddy bilang cinta mati sama Tante Ressa tapi malah main perempuan!" seperti orang dewasa anak itu benar-benar geram melihat kelakuan ayahnya.Karena Dad Tian tidak merespon, gadis bar-bar itu akhirnya menerjang perempuan yang sedang dalam pelukan sang daddy."Honey!!" Tian segera menangkap tubuh putrinya yang memerah marah sebelum menindih Ressa. Sementara di dalam selimut Ressa cekikikan menahan tawa. Lucu sekali mendengar keponakannya itu mengamuk."Sekarang Daddy lebih memilih dia!!" Deandra menudingkan telunjuknya ke arah perempuan yang berada dalam selimut."Dengerin penjelasan Daddy dulu, Honey." Tian mengusap-usap punggung putri semata wayangnya."Enggak! Daddy mau jelasin apa lagi
Deandra berlari ke arah sang kakek yang sedang menunggunya berpamitan dengan Dad Tian, wajah cerianya memancarkan kebahagiaan. "Kakek, Buba sudah pulang!" serunya dengan antusias."Buba?" Amrin mengernyitkan dahi, bingung dengan sebutan yang digunakan cucunya. Tubuhnya kini tampak lebih kurus dan sebagian rambutnya telah memutih."Buba Ressa, Kakek," jelas Deandra, menarik tangan kakeknya untuk segera menemui tantenya yang baru saja pulang setelah lama menghilang.Amrin terkejut mendengar kabar tersebut. "Tante kamu pulang?" serunya dengan wajah penuh keterkejutan. "Iya Yah, aku pulang." Ressa tersenyum kecil keluar dari kamar, matanya telah kembali berkaca-kaca, menahan air mata bahagia.Tak mampu menahan rasa haru, Amrin langsung menghambur ke pelukan anak perempuannya. "Kamu kapan pulang, Nak?" tanyanya dengan suara bergetar karena sangat rindu dengan putrinya satu ini."Kamu pulang aja, Ayah sudah senang, jadi tidak perlu meminta maaf," ujar Amrin dengan senyuman hangat sambil m
Amrin tersenyum lembut, mencoba menenangkan putrinya. "Tidak ada manusia yang abadi, Nak. Semua pasti akan kembali pada pemiliknya," nasehat Amrin sambil mengelus kepala Ressa dengan penuh kasih sayang."Stop! Jangan katakan apapun, Ayah. Aku gak mau dengar Ayah ngomong aneh aneh!" potong Ressa, wajahnya memerah oleh air mata yang mulai menetes. Hatinya sangat terpukul, dan ia tak mampu mendengarkan kata-kata yang menakutkannya itu.Lelaki paruh baya itu semakin tersenyum lebar saat menantunya pulang datang dari mengantar Dea ke sekolah. "Tian, titip putri Ayah ya, tolong jaga dia dengan baik. Jangan disakiti dan dikecewakan lagi," pesan Amrin. Menatap menantunya penuh harap, ia yakin Tian telah berubah setelah ditinggalkan Ressa kabur selama empat bulan ini."Aku akan jaga putri Ayah dengan baik, tidak akan mengecewakannya lagi, Ayah." Janji Tian pada ayah mertuanya, mengusap belakang kepala Ressa yang masih menangis."Ayah sudah bilang, kamu harus bahagia. Kenapa jadi menangis," Am