"Kak Samudra, Raline boleh ngomong sebentar, nggak?"Nami dan Samudra selesai bicara. Mereka kembali berbaur dengan pesta yang semakin meriah. Di tengah pesta tersebut, sang mempelai wanita yang juga adalah mantan kekasih Samudra. Tiba-tiba meminta bicara dengan Samudra. Disamping Raline, berdiri suaminya yang melempar senyum pada Nami. "Ngomong soal apa, Raline?""Tentang ... Tama, Megumi, dan Jelo."Samudra mengangguk. Raline dan suaminya menepi bersama Samudra yang juga mengajak Nami. Namun Nami memilih untuk tidak terlalu mepet dengan Samudra.Nami memilih jarak aman dari pantauan orang lain. Namun ia masih bisa mendengar dengan jelas apa saja yang dibicarakan oleh Samudra dan Raline. "Soal anak-anak, aku izin mengadopsi mereka.""Tidak bisa. Saya yang ingin mengadopsi mereka."Nami dan Rauf bertatapan. Keduanya bisa membaca tension yang ada antara Raline dan Samudra. Vibesnya bukan seperti dua orang yang pernah pacaran lalu putus. Namun lebih ke dua orang yang kesannya pernah
Nami reflek menjatuhkan ponselnya, karena Samudra yang tiba-tiba muncul di belakangnya. Melihat semua foto yang ia ambil diam-diam dan membuatnya kaget bukan kepalang saat tertangkap basah."Maaf, Sayang."Samudra mengambil ponsel Nami dan memeriksanya. Untung saja tidak rusak. Nami merebut ponsel dan menyembunyikannya di pangkuan. Wajahnya berpaling dari Samudra, karena malu."Sayang?""Biasa aja manggilnya, Mas.""Kenapa? Kamu mau dipanggil dengan sebutan lain? Seperti panggilan sayang? Bagaimana kalau marmut? Pacarku imut seperti marmut."Nami menempelkan telapak tangannya di jidat. Nami kurang suka gaya pacaran yang memanggil satu sama lain menggunakan julukan begitu."Mas, aku kalau minta mas manggilnya seperti sebelumnya aja, bisa?""Sebelumnya? Maksudnya nona? Kau suka dipanggil seperti itu?"Nami mengangguk malu-malu,"Tidak ada yang memanggilku seperti itu sebelumnya."Samudra mau-mau saja melakukannya."Jadi nonaku sayang ... ayo, kita mengoleksi foto yang banyak mulai sekar
Konser Squirrel Crush sukses diadakan malam itu. Nami tidak pernah rasanya sebahagia itu di sepanjang hidupnya. Ia seakan-akan melepaskan beban di pundaknya dan bersenang-senang di sana. Menyanyikan lirik demi lirik bersama Mellifluous lain. Niat Nami yang tadinya ingin mengambil banyak foto dan video Squirrel Crush, terkhusus Samudra. Malah hanya mengabadikan beberapa. Nami benar-benar menjadi penonton yang menikmati penampilan Squirrel Crush yang spektakuler. ("Sini, ke backstage.")Pesan Samudra masuk ke ponsel Nami. Konser baru saja usai sekitar lima belas menit yang lalu. Nami sedang asyik berkumpul bersama mellifluous yang lain.Itu hal normal yang terjadi saat konser musik. Penggemar akan mudah akrab satu sama lain, meski sebelumnya asing. Itulah yang terjadi pada Nami sekarang.Bertemu dengan orang asing yang memiliki kesukaan dan hobi yang sama, biasanya akan mudah akrab. Dan itulah yang terjadi pada Nami.("Mas masih lama di backstage? Nggak enak sama mellifluous lain ka
("Nona, angkat teleponnya.")("Nona, kamu marah? Saya melakukan sesuatu malam tadi?")("Nona, saya minta maaf. Ayo, kita bicara!")("Nona, jangan marah. Lebih baik pukul saya kalau saya melakukan hal yang tak beradap malam tadi.")Nami menahan tawa melihat pesan beruntun dari Samudra. Nami tak bermaksud mengabaikan padahal. Dia memang baru bangun dan baru saja membuka ponsel. Makanya baru tahu bila semua pesan dari Samudra masuk beruntun ke ponsel yang baru ia aktifkan. Nami memang sebelum tidur malam tadi, mengisi baterai ponselnya yang nyaris low battery. Setelahnya Nami tidur dan baru terbangun di jam sepuluh pagi lewat sebelas menit. Nami tidak langsung membalas dan menelepon balik Samudra. Ia malah memilih mandi terlebih dahulu dan sekitar setengah jam kemudian, membuka connecting door yang menghubungkan kamar Nami dengan kamar Samudra.Ya. Mereka berada di hotel tepatnya. Malam tadi Samudra mabuk dan Rajasa mengantarnya ke hotel terdekat saja. Sekalian meminta Nami untuk men
"Nona marah?"Nami banyak diam sesudah momen yang membuatnya malu barusan. Nami menggeleng. Tentu saja ia tidak marah sama sekali. Nami hanya sibuk mengalihkan rasa malunya saja. "Kenapa diam saja? Maaf kalau membuat suasana hatinya tidak nyaman.""Eh, nggak gitu, kok, Mas."Samudra tidak sadar rupanya jika ia sudah membuat Nami super baper. Andai tidak ada orang sama sekali, pasti Nami sudah menari-nari seperti orang gila. "Aku malu, Mas." Nami mengakuinya. Mengakuinya pun juga malu-malu."Kenapa malu? Nona Nami kan memakai baju?"Nami butuh beberapa detik mencerna jawaban tidak nyambung yang berbuah pertanyaan baru tersebut. Nami tertawa, meski sedikit telat. Samudra sudah cekikikan sejak tadi. "Maksudnya aku malu, karena candaan Mas Dirga tadi.""Yang mana?" Samudra ingin sedikit menggoda Nami."Yang tadi." Nami semakin malu kalau menyebutkannya lagi. "Coba bantu aku untuk mengingatnya."Nami mencubit pelan lengan Samudra. Saat sudah jadi pacar, tak sekali dua kali Samudra men
"Nona marah?""Udah, jumpa fans dadakannya?"Nami menunggu di mobil sampai satu jam lebih. Untung saja kunci mobil ada di tas Nami. Jadi Nami tidak harus keliling mall dulu sendirian selama menunggu Samudra."Sudah." Samudra duduk di bangku depan samping bangku kemudi yang sekarang ditempati Nami."Aku sampai habis satu episode nonton drama Korea, Mas.""Maaf, tidak tega pergi begitu saja dari sana. Banyak .... ""Gadis-gadis cantiknya? Hmmm, tadi ada yang mepet banget minta foto sampai dadanya nempel di bahu Mas Dirga.""Aku tidak notice itu. Maaf kalau membuat nona cemburu.""Siapa yang cemburu?"Nami memang sedikit kesal, tapi mau bagaimana lagi? Resiko punya pacar seorang penyanyi terkenal yang digandrungi banyak orang, terutama kaum hawa. "Padahal aku berharap nona cemburu."Nami mendengus,"Udah sering latihan, Mas. Jadi nggak bisa cemburu lagi kayaknya. Soalnya sebelum jadi pacar, aku kan jadi fans dulu. Mas Dirga sering digosipin sama orang. Plus udah pernah liat Mas Dirga sam
"Astaga, nona main togel?!"Samudra tidak tahu jika pacarnya punya hobi berjudi. Nami hanya cengengesan menanggapi keterkejutan Samudra. "Ya, Tuhan. Kata Bang Haji Rhoma Irama, judi itu haram.""Mas, kata agama mayoritas, pacaran juga haram. Apalagi ciuman." Bisa saja Nami ngelesnya. Samudra sampai kicep, karena ia seakan mendapat tamparan telak atas respon Nami barusan.Namun tetap saja Samudra tak habis pikir dengan Nami yang memenangkan togel."Kenapa main togel?" tanyanya sembari berkacak pinggang."Iseng, Mas. Ternyata menang. Padahal aku baru nyoba pertama kali.""Serius?" Samudra kira Nami memiliki sisi gelap yang baru terkuak detik itu. Samudra sedikit lega, meski tetap tidak membenarkan masalah togel yang iseng diikuti Nami. Bisa semakin tidak mendapat restu dari orang tuanya apabila Nami ketahuan suka berjudi. "Iya, Mas. Menang seratus juta."Dan yang membuat Samudra terheran-heran adalah ketika Nami tiba-tiba menangis haru."Mas, akhirnya aku bisa ngelunasin hutang.""
"Siapa dia? Kamu ngajak polisi ke sini?" tuduh si bandar togel saat membukakan pintu untuk Nami. "Bukan, Bu. Dia kakak sepupu saya. Lagi flu berat. Makanya pake masker dan syal.""Lho? Kalau sakit, kenapa pergi keluar?"Si bandar togel masih ragu akan identitas orang yang dibawa Nami. Siapa tahu polisi yang menyamar. Padahal si bandar togel sudah menyarankan agar Nami menerima uangnya langsung ditransfer saja ke rekening. Akan tetapi, Nami menolak dengan alasan repot jika harus ke bank dulu untuk mencairkan. Nami mengaku butuh uang tunai malam itu juga.Padahal sebenarnya Samudra melarang tabungan Nami tercampur dengan uang togel."Saya masih bisa jalan, Bu. Bukan sakit parah. Kasihan a-dik se-pu-pu saya kalau harus naik taksi."Samudra menekankan kata adik sepupu untuk menimpali kata kakak sepupu yang sebelumnya disebutkan Nami. "Oke. Masuk." Si ibu mempersilakan Nami dan Samudra masuk. Ruang tamu berukuran sempit diduduki lesehan oleh Nami dan Samudra. Si ibu mengambil sesuatu d