"Mama sekarang lagi ditimpa masalah besar, Nam. Mama punya bisnis pakaian sama tas branded. Awalnya sukses besar dan berjalan lancar. Namun ... semuanya hancur saat ada salah satu customer mama yang sadar kalau pakaian dan tas yang mama jual itu barang KW."Kata mereka, yang sering menyusahkan itu adalah anak yang gagal dididik. Kata mereka jangan hidup menyusahkan orang tua. Kata mereka, jangan membantah perkataan orang tua.Intinya kata mereka, orang tua itu selalu benar. Sayangnya, itu omong kosong bagi Nami. Justru mamanya mematahkan semua stigma yang selama ini enggan dibantah. "Mama dilaporkan ke polisi sekarang. Mama dan papa tirimu harus berpencar agar polisi nggak mudah menemukan mama."Nami lelah sekali rasanya. Energi yang barusan terisi oleh interaksinya dengan Samudra. Sekarang menyusut begitu saja. Ditambah masalah yang dibawa mamanya, Nami rasanya tidak memiliki setitik kekuatan untuk ikut campur.Akan tetapi dilema itu kembali menghampiri dengan segala pertimbangan
"Kamu sibuk?"Nami menghela napas pasrah dan cukup terpaksa mempersilakan Samudra masuk. Tiga minggu mereka tak berkomunikasi. Nami tidak datang ke festival New City yang menghadirkan Squirrel Crush sebagai bintang tamu. Nami sengaja menonaktifkan ponselnya di Hari H. Nami juga tidak ada menghubungi serta membalas pesan Samudra. Pun juga panggilan yang diabaikan. Samudra terjebak schedulle padat. Ingin berlari ke indekos Pak Sarkojin. Akan tetapi Rajasa memelototinya dan ia tak enak sesuka hati mengingat Pak Sony sudah memberinya izin menjalin hubungan lagi. "Nami, ada masalah? Are u ok? Aku sudah di sini. Siap menjadi tempat sampah kamu."Nami yang sudah mencoba tegar dan tidak menangis sama sekali, karena merasa sudah kebal menerima ujian. Nyatanya luluh jua saat disodori pertanyaan,"Ada masalah? Are u ok?"Air mata yang dikira Nami tak akan luluh lantak, kini meleleh di pipi. Tiga minggu ia menahan tangis, karena saking lelahnya untuk melakukan itu.Nami berkamuflase. Mengurung
"Mas Dirga, astaga! Aku kira mas sama Chef David becanda!"Nami tidak pernah semarah itu pada Samudra. Bagaimana tidak kecewa, apabila kekasihnya adu jotos dengan pria lain? "Kayak anak kecil. Kalian itu udah besar. Udah dewasa. Nggak pantes menyelesaikan masalah dengan tonjok-tonjokkan."Sekarang Nami frustasi menghilangkan lebam di dekat mata Samudra. "Ini gimana bisa hilang dalam hitungan menit coba? Mas Dirga kalau mau lakuin sesuatu itu mikir. Nanti ada yang liat, dicap berandal."Samudra diam saja saat Nami mengobati memarnya dengan salep. Dilihat-lihat, wajahnya Samudra masih cemberut total. "Nanti aku coba tutupin lebamnya pake foundation.""Maaf." Samudra bicara jua akhirnya, karena semenjak pria itu datang. Pria itu memilih bungkam saat ditanya. Lantas mengapa Nami mengetahui sebab memar di dekat mata Samudra sebagai hasil dari adu jotos dengan Chef David?Karena Chef David mengadu pada Nami soal Samudra yang mengetuk pintu rumahnya, kemudian menonjoknya duluan."Mas min
"Ada apa, Mas?"Nami ditarik Samudra ke sebuah ruangan. Karena Nami melihat tempat tidur di sana, jadi ia langsung menebak apabila ruangan itu adalah sebuah kamar."Kamu sejak tadi sibuk ngobrol sama yang lain. Aku sampai bosan menunggu."Samudra sudah memberi kode pada Nami agar memisahkan diri. Akan tetapi, susah bagi Nami untuk pergi begitu saja. Maka ketika Samudra melihat celah kesempatan, tanpa ragu Nami langsung ia tarik keluar dari perkumpulan keluarga besarnya. "Ini kamar siapa?""Kamarku."Ceklek! Nami mendengar suara pintu di belakangnya yang ditutup. "Kamu cantik."Nami tersenyum remeh. Ada-ada saja memang kelakukan pria jika menginginkan sesuatu. "Nggak, Mas. Ini rumah orang tua kamu. Ada kakak kamu dan semua keluarga besar kamu. Jangan macam-macam.""Cuma semacam." Samudra memicing,"Otak kamu jangan berpikir kotor. Aku mengajakmu ke kamar biar bisa bicara banyak sama kamu."Nami cukup malu diingatkan hal tersebut. Akan tetapi, belajar dari yang sudah-sudah. Nami ti
"Nami, ini aku."Leony datang ke rumah Samudra yang sementara ini ditempati oleh Nami. "Le, ayo, masuk! Duh, maaf banget ngerepotin!"Nami mengambil keranjang belanjaan yang dijinjing Leony. Nami terpaksa meminta tolong pada sahabatnya tersebut untuk belanja bulanan. Ia sudah seminggu tak bisa kemana-mana. "Nggak papa." Leony menyahut dengan senyum datar. Menahan kesal pada Nami yang cuma bisa cengengesan. "Jadi berapa semuanya?" Nami hendak mengganti uang yang digunakan Leony untuk membayarkan belanjaan. Namun sahabatnya itu hanya bersedekap dan menatap Nami dengan ironi. "Ke-kenapa?""Kamu anggap aku teman nggak, sih? Kamu kayak ngilang, Nam, beberapa bulan ini. Muncul juga di sosmed sama grup chat, sesekali doang. Harus banget pas udah kejepit gini, baru ingat punya teman?"Nami juga tidak nyaman sebenarnya harus menghubungi Leony dan langsung meminta tolong. Itu masih untung menghubungi bukan dengan maksud pinjam dulu seratus. "Maaf, Nam. Aku juga sebenarnya kangen sama kamu
"Wah, aku tak menyangka jika penonton liveku masih banyak. Sejujurnya aku sempat kepikiran untuk menutup kolom komentar. Akan tetapi, itu hanya akan menjadi komunikasi satu arah. Jadi aku memutuskan untuk tetap mengaktifkannya. Namun aku tidak berjanji, jika nanti bisa jadi akan menutupnya, apabila ada komentar-komentar yang tidak membuatku nyaman untuk dilihat."Nami dan Leony sama-sama tegang menonton live Samudra. Mungkin juga, semua mellifluous, netizen non fans, orang-orang yang bersangkutan, sampai keluarga Samudra pun ikut menyimak live dari public figure yang menghilang sepekan. "Apa ada yang merindukanku? Atau sebaliknya, kalian malah ingin aku menghilang lebih lama?"Samudra tertawa sembari mengusak rambutnya. Rambut itu mulai menebal dan memanjang. Ia meraih topi berwarna hitam di sisi meja dan mengenakannya terbalik, dimana bagian pelindung muka diputar ke belakang kepala."Ah, mengapa reaksi kalian seperti ini? Kalian memang luar biasa. Ku kira aku akan banyak dicibir se
"Duh, yang satu minggu nggak ada kabar."Nami kedatangan tamu pagi itu. Tidak lain dan tidak bukan adalah Samudra Dirgantara yang aroma sabun mandinya masih keciuman. Nami jadi bersyukur berniat mandi pagi. Padahal tadi sempat malas memutuskan bersih-bersih. Tidak terbayang bagaimana dirinya yang kumal harus menghadapi seorang Samudra."Boleh masuk?" Samudra meminta izin. Tentu saja Nami heran mendengarnya."Rumah kamu, kan, Mas? Masa aku nggak bolehin masuk?"Samudra masuk dan Nami menutup pintu. Keheningan yang menerpa, canggung seketika untuk memulai obrolan yang terjeda satu pekan. Keduanya duduk dalam senyap. Saling menatap satu sama lain, menahan malu dan rindu. Mungkin hampir dua menit mereka saling membisu. Sampai akhirnya Samudra menggeser bokong, mendekati Nami yang semakin gugup diantara malu.Tangan yang tergeletak di atas paha itu, digenggam Samudra. Hangat menjalar sampai ke dada. Insting keduanya, mengarah pada tatapan tak terbaca. Sampai akhirnya, Samudra mengecup
"Nyebelin banget, sih, Mas! Aku jadi mandi dua kali!"Nami menghentak-hentakkan kaki dan mulutnya bisa saja copot jika bukan ciptaan Tuhan. Samudra tertawa sembari menggosok-gosok ketiaknya dengan sabun. Nami menatap kesal pada Samudra. Sesekali tatapannya fokus pada pemandangan ketiak Samudra yang ternyata berbulu lebat. "Kamu kenapa teriak-teriak?""Gimana nggak teriak, Mas? Aku panik. Mukanya mas mirip laki-laki hidung belang soalnya tadi."Bagaimana Nami tidak berburuk sangka ke arah sana, jika tangannya ditarik. Terus tubuhnya dibawa Samudra dengan entengnya ke bawah shower. Basah kuyup. Nami meronta, berteriak, memukul-mukul Samudra panik. Samudra malah tertawa. Tawa yang tentu sangat menggema dan jatuhnya seram saat di kamar mandi. "Kurang ajar kamu nuduh pacar sendiri macam laki-laki hidung belang. Hidungku mulus begini, walau belum dicabut komedonya."Nami hampir tertawa, tapi ia tetap mempertahankan mode ngambeknya. Sesekali dikerjai punya pacar, asyik juga."Jangan cemb
"Apa ini, Bu?"Saat jam istirahat makan siang, ibunya Samudra menemui Nami secara mendadak. Nami diajak ke cafe terdekat dari kantornya untuk makan siang. Sembari menunggu pesanan disajikan ke hadapan, ibunya Nami memberikan sesuatu kepada sang menantu."Itu tiket. Nggak mungkin kamu nggak tahu." Ibunya Samudra terkekeh kemudian.Ya. Nami tahu jika itu tiket. Namun maksudnya apa memberikan tiket kepadanya?"Kamu sama anak ibu abis bertengkar, kan? Meski sekarang udah baikan, ibu sama ayah mau ngasih dua tiket ini, biar kamu dan Samudra bisa liburan berdua. Anggap bulan madu tipis-tipis.""Bu." Nami tersenyum canggung menatap tiket dan mertuanya bergantian."Kok, ayah sama ibu repot-repot?""Nggak repot sama sekali. Ibu itu kepengen kamu dan Samudra lebih lengket aja."Nami senang, karena mertuanya untuk ke sekian kali menunjukkan kebaikannya yang hangat. Namun kali ini, Nami terpaksa menolak."Ibu, terima kasih banget sudah peduli sama kami dan sayang sama aku. Aku beruntung banget b
"Maaf soal kelakuanku di mobil."Kalau dipikir-pikir sesudah kepalanya dingin, sikap seperti tadi sungguh childish. "Mas juga minta maaf, Sayang."Samudra kapok mengambil peran untuk drama romantis setelah ini. "Harusnya aku ngerti kalau mas cuma kerja. Padahal aku masih suka dengerin lagu-lagunya mas yang dipersembahkan buat Raline dulu. Tapi anehnya aku nggak cemburu dengernya."Bahkan Samudra sempat menjadikan Raline model video klipnya. Nami masih ingat adegan per adegan romantis Samudra bersama Raline. Namun ketika otaknya memutar memori video klip tersebut, ada pertentangan yang berbeda dengan perkataannya sebelum ini."Tapi kesel, ih! Kok Mas sama Raline so sweet banget? Dibikinin lagu satu album plus dijadiin model video klip lagi."Samudra cuma bisa bengong awalnya. Sampai akhirnya ia tersadar bila harus merespon untuk menenangkan Nami yang tampaknya lelah."Sayang, lagu-laguku yang terinspirasi dari kamu, sudah melebihi dua lagu dari lagu-laguku buat Raline. Kalau kamu mau
Tak ada yang bisa menandingi bagaimana panasnya hati seorang perempuan, saat mendengar atau bersentuhan sedikit dengan kata menjijikkan bernama PELAKOR. Arsya, Arsyi, dan Leony bergerak gesit mendandani Nami agar lebih mentereng dan mencuri perhatian lebih dari Aleena Kalila acara menonton bersama episode satu yang tayang serempak hari ini. “Aku sudah mengetahui tentang semua yang dikenakan Aleena hari ini. Pemilik butik tempatnya membeli gaun, berhubungan baik dengan Kiano.” Arsya merasa bangga dan puas hati, karena bisa mendapatkan gaun yang lebih wah, tidak norak, tapi tetap elegan untuk Nami. “Hair stylistnya Aleena pun, aku mengenalnya,” sambung Arsya yang memang untuk urusan seputar fashion, sudah tentu memiliki koneksi yang luas. Itu dikarenakan pekerjaannya yang memang berkutat di bidang tersebut. Nami hari itu sungguh tampil maksimal. Perutnya yang sudah sedikit membuncit tidak menjadi halangan untuknya mengenakan gaun berwarna biru malam dengan aksen manik-manik gemerlap
Syuting sudah usai. Samudra dan Nami yang sempat berseteru dalam diam, perlahan kembali menjalin untuk memperbaiki hubungan mereka yang sempat dingin. Nami gerah dan cemburu mengetahui tak sedikit para penggemar dan netizen yang malah berpendapat terang-terangan jika Samudra dan Aleena sangat serasi. Lebih gilanya lagi, Samudra dan Aleena memiliki fanclub bentukan perempuan-perempuan sinting yang secara tidak langsung, seperti mendoakan Samudra dan Aleena menjadi pasangan real saja. Yang dilakukan Samudra sudah benar. Ia lebih intens memperhatikan Nami. Komunikasi mereka juga meningkat tajam. Bila Nami tidak cepat mengangkat panggilan dan membaca pesan, justru Samudra yang ketar-ketir. Saking tidak inginnya Samudra melihat istrinya sedih dan stress saat hamil, Samudra lebih gila lagi membagikan momen-momen manis Nami yang entah sendirian atau saat bersamanya dan acara kumpul keluarga. Gara-gara hal itu, netizen seperti terbagi-bagi menjadi beberapa kubu. Kubu pertama adalah kubu o
"Sayang, maaf soal Aleena.""Iya. Nggak papa, Mas.""Serius nggak masalah? Jangan bohong.""Kesal sebenarnya." Bahkan Nami gatal sekali ingin menjambak rambut panjang Aleena, kemudian menjedotkan kepalanya ke jalan aspal. Untung saja Nami bukan psikopat. "Tapi aku tahu kalau mas nggak bakalan tertarik. Lagian kalau mas khilaf, aku bisa tinggal angkat kaki."Samudra menelan ludahnya susah payah,"Jangan, Sayang. Masa aku khilaf? Nggak percaya aku memangnya?"Nami cuma tersenyum,"Percaya, kok. Aku cuma mau ngasih tahu aja kalau laki-laki selingkuh yang ngaku khilaf itu, nggak perlu didampingi.""Nggak, Sayang. Aku nggak akan berbuat sebodoh itu. Janji." Samudra sampai mengacungkan dua jarinya. "Iya. Iya."Nami tidak ingin membahasnya lagi. Hormon kehamilannya, membuatnya jauh lebih sensitif. "Gaya bicara kamu berubah banyak, Mas." Nami selama ini jarang menyinggung hal yang satu itu. "Emmm, mas harus terbiasa, Sayang. Dialog juga kebanyakan gaya bahasa informal. Sama kru syuting dan
Syuting untuk series drama pertama Samudra pun dimulai hari ini. Syuting hari pertama berjalan cukup lancar. Meski Samudra harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Sebelum ini, sebagai seorang artis, tidak dipungkiri memang urusan akting bukan hal yang pertama baginya. Namun syuting untuk series drama dengan musik video tetap ada perbedaan. Samudra harus menghapal naskah dan membangun chemistry dengan lawan mainnya lawan mainnya kali ini adalah seorang gadis bernama Aleena Kalila. Aleena memang pernah berskandal sebelumnya. Namun karena tidak terbukti, Aleena masih tetap digunakan bakatnya dalam dunia entertainment. Karena harus membangun chemistry, mau tidak mau samudra dan Aleena diharuskan lebih dekat agar proses syuting berjalan dengan baik.Tentu saja semuanya dilakukan dengan profesional. Hubungan antara Samudra dengan pemain lain dan para staf pun sangat bersahabat.Samudra juga beberapa kali mendapatkan kiriman food truck dari Mellifluous juga dari teman-teman satu grupny
“Nami.” “Eh, Arsya.” Namun Nami segera merevisi panggilannya,”Bu Arsya, selamat siang. Pak Kiano ada di dalam.” “Ck! Aku mau ngobrol bentar sama kamu. Nggak usah manggil ibu gitu, ah. Aneh dengarnya.”Nami belum mengiyakan, tapi Arsya sudah menariknya agar berdiri dari kursi kerjanya. Nami digandeng, dibawa ke cafetaria kantor. “Eh, ada Arsyi sama Leony juga. Ini mau ada apaan?”Nami akhirnya duduk bergabung bersama tiga sahabatnya. Nami merasa heran, karena ketiga temannya menatapnya dengan tatapan aneh. “Nami, kamu serius ngizinin Samudra main drama series?” tanya Leony memulai rapat dadakan yang entah bertujuan untuk apa. “I-iya.” Nami semakin heran jika pertemuan itu dilakukan hanya untuk membahas Samudra akan memulai debut akting di drama series. “Kenapa, Nam?” tanya Arsyi dengan kening berkerut dalam. “Ya, nggak kenapa-napa banget. Tapi justru kalian kenapa, deh?” “Nam, kamu harus larang Samudra. Mumpung belum syuting.” Arsya mendesak. Nami malah semakin tidak mengerti d
"Eh, tumben ada kembang api."Sebelum mereka kembali ke hotel, Nami dan samudra memutuskan untuk jalan-jalan di pusat keramaian di kota Seoul.Selain mereka, penduduk lokal juga banyak yang memilih untuk nongkrong di sana. Pertokoan dan tempat makan, lengkap ada di lokasi tersebut. Mungkin itu alasan lokasi tersebut ramai pengunjung."Mungkin ada perayaan."Samudra menggenggam erat tangan Nami. Mereka mendongak, menikmati pancaran kembang api yang berkilauan di atas sana. Banyak yang merekam momen indah tersebut, tak terkecuali Nami yang dengan cepat mengambil ponselnya. Otomatis pegangan tangan mereka terlepas. Samudra pun yang tidak ingin Nami tersenggol kerumunan, menarik pinggangnya untuk lebih rapat. Suasana yang indah itu, mampu membuat Samudra terbawa perasaan. Bukannya menikmati kembang api yang sedang mempercantik angkasa sekaligus menambahkan kadar polusi. Samudra memilih untuk memandangi sang istri yang sibuk merekam sembari menonton pertunjukkan kembang api. Berawal da
“Jangan diikat.”Samudra merebut ikat rambut Nami yang baru saja ingin disematkan sang istri ke rambut. “Kenapa, sih, Mas?”“Dingin. Rambutmu sudah pendek. Untuk apa diikat?”Memang tidak ada alasan khusus, tapi Nami heran saja pada Samudra yang melarangnya mengikat rambut. “Aku tidak suka lehermu dilihat oleh pria lain. Terutama tour guide kita.”Nami tidak begitu suka pria pencemburu sebenarnya. Tapi harus ia akui bila kejujuran Samudra serasa menggelitik dadanya. Senang juga dicemburui ternyata. “Ya, udah, Mas. Nggak jadi ngikat rambut.” “Oke. Kita pulang dulu istirahat. Besok jadi ke Namsan Tower?”“Jadi, dong. Aku mau gembokin namaku sama mas.”“Oh, tidak jadi dengan Kim Seokjin?”“Ih, Mas! Cuma bercanda. Jangan jealous.”Sesampainya di hotel. Bukannya istirahat, mereka kembali melakukan hubungan suami istri layaknya pengantin baru yang baru dimabuk cinta. Benar ternyata. Yang membuat mereka tidak enjoy saat bercinta, karena fisik dan pikiran mereka sudah lelah akibat bekerj