Di atas Gunung Sigra.
Gunung sunyi dengan pepohonan lebat yang belum terjamah manusia. Setelah Luhan turun dari langit, dia memilih Gunung Sigra sebagai tempat tinggal sementaranya di dunia. Di atas Gunung Sigra terdapat hulu sungai Yangze. Dia melihat aliran sungai, Dia akan merasa selalu dekat dengan Meya jika berada di dekat hulu sungai Yanze. Dan karena hal itulah dia memilih tempat ini. Dia mulai membangun sebuah pondok kecil dengan kekuatan internalnya, sebagai tempat istirahatnya. Hari ini sudah malam, di atas Gunung Sigra, Luhan dapat melihat ribuan Bintang yang tersebar menghiasi langit malam yang pekat. Suara - suara binatang saling sahut - menyahut, akan tetapi Luhan tidak menghiraukan hal itu. Jikalau dia di serang binatang, dia hanya cukup mengeluarkan aura kepemimpinannya maka binatang itu akan lari bahkan akan patuh padanya. Luhan mengistirahatkan dirinya di pondok kecil yang dia bangun. Meskipun kecil, pondok itu terlihat nyaman untuk di tinggali. Dia memejamkan matanya, berusaha beristirahat untuk menyambut hari esok yang lebih Indah. ....... Paginya Luhan terbangun dengan seekor burung pipit berada di sisinya. Burung pipit itu seakan tidak takut berada di sekitar Luhan. Suara cicitanya seakan sedang berbicara pada Luhan. Luhan mulai bangun dan merenggangkan tubuhnya. Kemudian dia beranjak bangun dan pergi ke sungai hulu Yangze untuk membasahi wajahnya. Hari masih pagi, sedangkan Luhan sudah siap dengan segala aktivitasnya. Hari ini dia akan memeriksa beberapa gunung yang di perkirakan adalah tempat bersembunyi ras iblis. Dimulailah perjalanan dia menuju gunung hitam Birlam, gunung yang terkenal dengan kabut pekat dan hawa dingin yang menusuk. Gunung Sigra dan Gunung Birlam tidaklah jauh, hanya dengan lima hari perjalanan manusia maka akan sampai, tapi hal itu tentunya berbeda bagi Luhan yang seorang Dewa, dia bisa dengan mudah menjelajahi gunung gunung itu. Dia memulai menggunakan kekuatan dewanya. Dari atas Gunung Sigra dia menuju Gunung Birlam. Dia mulai terbang di atas gunung Sigra. Saat dia melewati lembah Gunung Sigra, tak sengaja tatapan matanya melihat seorang wanita yang sedang di kejar oleh babi hutan. Wanita itu terus berlari sambil berteriak minta tolong. "Tolong..... tolong....... tolong....... !!!!!!" dengan panik dia berteriak. Luhan segera turun dari terbangnya dan segera berada di hadapan babi hutan dan menendang jauh babi hutan itu. Saat babi hutan itu hendak melawan dan berlari menuju Luhan, Luhan mengeluarkan aura dingin dan berkuasa. Karena hal itu, babi hutan itu merasakan adanya bahaya dan berlari menjauh. Luhan segera menoleh ke belakang, dia mendapati wanita itu terjatuh dengan terguling. Luhan berinisiatif untuk menolongnya, karena Luhan melihat kaki wanita itu sudah penuh luka dari ranting - ranting akibat berlari dari kejaran babi hutan. Luhan dapat melihat kaki kecil yang putih itu penuh dengan luka - luka akibat dari gesekan rating dan bahkan beberapa masih mengeluarkan darah. "Kau bisa berdiri? "tanya Luhan pada wanita itu. Wanita yang semula menunduk, mendongakkan wajahnya untuk menatap Luhan. Pupil mata Luhan membesar, dia meihat wajah putih dengan rona merah di pipi itu adalah wajah yang dia lihat pada saat malam tahun baru di dekat sungai Yanze pada saat dia beristirahat. Pikiran Luhan mulai linglung, seperti terhipnotis oleh wajah gadis itu. Kemudian dia mendengar suara. "Terima kasih atas bantuan anda Tuan, saya sudah tidak apa - apa..., "suara merdu nan lembut itu terdengar di telinga Luhan dan mengembalikan kesadaran Luhan dari lamunannya. Dengan susah payah, wanita itu berdiri tegak .Tapi terlihat ketara sekali dia menahan kesakitan di kakinya. Luhan tidak tega. Dia segera menghampiri wanita itu dan menggendongnya. "Apa yang anda lakukan Tuan..!!" wanita itu terkejut dengan apa yang dilakukan Luhan padanya. "Tenang saja, aku bukan orang jahat. Aku hanya membantumu untuk menemukan tempat istirahat dan membersihkan lukamu. Kamu pikir kamu bisa berjalan dengan keadaan kaki seperti itu?" Luhan memberi penjelasan. Ada rona malu pada pipi wanita itu karena dia menganggap pria yang di temuinya akan melakukan hal buruk padanya. "Terima kasih.. dan maaf sudah salah paham pada anda Tuan," dengan malu - malu wanita itu bersuara. "Berpeganganlah padaku, kalo tidak kau akan jatuh," perintah Luhan. Wanita dengan malu - malu melingkarkan tangannya di leher Luhan. Luhan mulai berjalan untuk mencari tempat yang aman dan untuk mengobati luka di kaki wanita tersebut. Luhan berjalan layaknya manusia normal, karena dia tidak bisa menunjukkan kekuatan dewanya di hadapan manusia, karena itu melanggar aturan kerajaan Langit.Luhan berjalan sambil menoleh untuk mendapatkan tempat yang aman dan nyaman. Di sebelah kirinya, dia menemukan sebuah pohon besar yang di lengkungan di bagian bawahnya. Dia berjalan mendekat di ke pohon itu dan meletakkan wanita di gendongannya dengan hati - hati. "Duduklah dengan nyaman, aku akan mencari air untuk membersihkan lukamu, " kata Luhan. Saat Luhan akan berdiri, wanita itu memegang ujung baju Luhan, "aku takut nanti kalau ada babi hutan lagi bagaimana?" ucap wanita itu dengan mata memelas. "Tenang saja, kau aman di sini, lagi pula aku hanya sebentar," Luhan berusaha menenangkan wanita itu. Luhan tau, jelas wanita itu masih ketakutan karena di kejar oleh babi hutan. Tanpa di sadari oleh wanita itu, Luhan membuat penghalang untuk melindungi wanita itu selama dia mencari air. Itu adalah penghalang dewa, hanya para Dewa dan
Bulu mata Ruyi bergerak perlahan. Mata yang terpejam perlahan - lahan terbuka dengan lebar. Di hadapannya dia melihat hutan yang sangat lebat. Dia mulai mengingat apa yang terjadi padanya. Dan dia tersadar, bahwa ada sesosok laki - laki penyelamatnya di sampingnya. Dia tersenyum canggung. Dia sangat malu, karena tertidur begitu saja dan bahkan membiarkan orang yang menolongnya menjaganya. "Maafkan saya karena tertidur begitu saja Tuan Luhan, "sambil memasang wajah memelas Ruyi berbicara pada Luhan. "Tidak apa - apa, aku tau kau lelah," jawab Luhan sekenanya. "Kalau kau sudah bangun, ayo kita cari rombonganmu, berpeganganlah padaku.!!" Dengan posisi berjongkok,
"Luhan.......... " "Luhan....... " Dalam tidurnya, Ruyi mengigau nama Luhan di tengah sakit panasnya. Saat sampai di rumah, kaki Ruyi segera di rawat, tapi tubuhnya bereaksi dengan panas. Tabib yang di undang oleh ayah Ruyi memeriksa Ruyi dan mendiaknosa jika panas Ruyi adalah karena luka - luka yang ada di kakinya. Tapi hal itu wajar, karena itu memang efeknya, makanya tabib itu juga meresepkan obat penurun panas untuk Ruyi. Leon, ayah Ruyi, duduk di kursi di samping tempat tidur Ruyi. Dia menjaga putrinya yang tengah sakit. Sedikit menyesal kenapa dia tadi mengijinkan Ruyi untuk keluar. Kemarin Ruyi berkata bahwa dia ingin mengunjungi makam ibunya sehari setelah tahun baru, makanya Leon, ayah Ruyi mengijinkan Ruyi pergi untuk melakukan doa di makam ibunya. Tapi kelalaiannya adalah dia tidak menyiapkan cukup pengawal untuk menemani dan melindungi Ruyi. "Siapa Luhan ?" tanya Leon kepada Nina, pelayan Ruyi. Leon cukup terkejut kenapa Ruyi sampai mengigau menyebut
Di tempat lain. Gunung Birlam. Angin yang tidak terlalu kencang, menggoyang - goyangkan helaian rambut yang tidak terikat milik pria itu. Dia berdiri di atas pohon dengan tatapan tajam seperti mata elang. Dia menatap jauh di ujung sana, seakan sudah menemukan mangsa yang hendak di tangkapnya. Dengan aura dingin, dia memerhatikan keadaan jauh dengan pandangan menusuk. Cukup lama dia mengawasi sesuatu di ujung sana dengan sabar. "Baiklah... cukup bagus kalian bersembunyi," dengan menaikkan sedikit sudut bibirnya, dia mengguyingkan senyum mengejek. Dia mulai bergerak. Secepat kilat dia berpindah sampai tidak ada yang menyadarinya. Di depannya ada sekitar sepuluh ribu prajurit ras iblis yang sedang berlatih bertempur. J
"Aarrrrhhhh......... !!!!! Aarrrhhhh..... !!!!!" "Seberapapun kalian menyiksaku, aku tidak akan menyerah, " dengan nafas terengah - engah pria itu berteriak. Di atasnya, petir terus menyambar - nyambar ke tubuhnya. Bahkan secara terus menerus tanpa hentinya. Tapi, meski tubuhnya terluka oleh sambaran - sambaran petir, dia tidak mati. Hanya kekuatannya semakin lama semakin melemah. Dengan kekuatan internalnya, dia bisa mengontrol luka, mesti tak sepenuhnya bisa menghilangkan rasa sakit. Dia tidak bisa bergerak, tangan dan kakinya terikat pada tiang penghukum dan tubuhnya terlilit rantai besi yang mengitarinya. Di depannya, di atas singgasana, duduk seorang tua yang rambutnya sudah memutih tapi tidak menghilangkan aura Wibawa dan kuasanya.
Kerajaan Langit. Kediaman Dewi Air. Tetes demi tetes air mata keluar dari mata cantik nan sayu Dewi Air, Meya. Dia memang mempunyai hati yang lembut, sama seperti ibunya. Dia mengingat bagaimana ibunya mengajarinya untuk menjadi wanita yang lemah lembut serta baik hati. Karena itu Meya menjadi orang yang mudah kawatir dan gelisah. Bagaimana tidak, Luhan, orang yang tumbuh bersama dengannya sejak kecil mendapat hukuman dari kesalahan yang tidak bisa di tolerir oleh aturan para dewa. Luhan menaruh hati pada manusia yang menyebabkan Nilon, aliran sumber kekuatan dewa bergejolak. Nilon adalah kekuatan alam yang di jaga sejak dulu oleh para dewa. Bahkan ras iblis sering kali menyerang kerajaan dewa demi menguasai Nilon. Ras iblis banyak membuat siasa
Malam tahun baru setahun yang lalu. Cahaya lentera warna merah menyala menerangi jalan - jalan dan rumah - rumah di kota Jiangjiang. Para penduduk, pria, wanita, dewasa dan kecil bercengkrama dan tertawa menyambut malam tahun baru. Belum lagi langit malam terlihat cerah dengan bintang - bintang menaburi, seakan menjadi lampu - lampu cahaya di langit hitam yang pekat. Wanita cantik berhidung mancung, dengan rambut hitam panjang, diam - diam keluar rumah tanpa memberitahu keluarganya. Dia sangat bosan berada di rumah besar yang seperti mengekang dirinya. Pada malam tahun baru dia ingin melihat lentera - lentera yang menyala di pinggir jalan dan pasar. Belum lagi dia ingin melihat festival lentera, di mana dia bisa menerbangkan lentera di atas sungai Yangze sebagai tanda meminta harapan. Tetapi karena keluarganya tidak memperbolehkan dia keluar, jadi dia keluar secara diam - diam. Gadis itu adalah Ruyi Arlong , anak perempuan tunggal keluarga Arlong. Ayahnya sangat ke
Perayaan lentera akan mencapai pada puncaknya. Dimana akan diadakan acara penerbangan lentera ke langit untuk mengirimkan harapan. Di sisi - sisi sungai Yangze sudah berjajar perahu perahu yang akan di tumpangi untuk menerbangkan lentera ke langit. Ruyi segera membeli sebuah lentera bergambar teratai yang cantik. Tidak lupa dia juga menyewa sebuah perahu untuk membawanya ke tengah sungai. Arus sungai yang tidak terlalu deras, menyebabkan perahu - perahu terlihat bergoyang dengan cantiknya. Di atas perahu - perahu sudah di tumpangi para pria dan wanita yang akan menerbangkan harapan merka melalui lentera. Ruyi memegang lentera, dia bersama yang lainnya menunggu nyala kembang api yang menandakan di mulianya acara penerbangan lentera. "DOORR...... PYARRRR.... "
Di tempat lain. Gunung Birlam. Angin yang tidak terlalu kencang, menggoyang - goyangkan helaian rambut yang tidak terikat milik pria itu. Dia berdiri di atas pohon dengan tatapan tajam seperti mata elang. Dia menatap jauh di ujung sana, seakan sudah menemukan mangsa yang hendak di tangkapnya. Dengan aura dingin, dia memerhatikan keadaan jauh dengan pandangan menusuk. Cukup lama dia mengawasi sesuatu di ujung sana dengan sabar. "Baiklah... cukup bagus kalian bersembunyi," dengan menaikkan sedikit sudut bibirnya, dia mengguyingkan senyum mengejek. Dia mulai bergerak. Secepat kilat dia berpindah sampai tidak ada yang menyadarinya. Di depannya ada sekitar sepuluh ribu prajurit ras iblis yang sedang berlatih bertempur. J
"Luhan.......... " "Luhan....... " Dalam tidurnya, Ruyi mengigau nama Luhan di tengah sakit panasnya. Saat sampai di rumah, kaki Ruyi segera di rawat, tapi tubuhnya bereaksi dengan panas. Tabib yang di undang oleh ayah Ruyi memeriksa Ruyi dan mendiaknosa jika panas Ruyi adalah karena luka - luka yang ada di kakinya. Tapi hal itu wajar, karena itu memang efeknya, makanya tabib itu juga meresepkan obat penurun panas untuk Ruyi. Leon, ayah Ruyi, duduk di kursi di samping tempat tidur Ruyi. Dia menjaga putrinya yang tengah sakit. Sedikit menyesal kenapa dia tadi mengijinkan Ruyi untuk keluar. Kemarin Ruyi berkata bahwa dia ingin mengunjungi makam ibunya sehari setelah tahun baru, makanya Leon, ayah Ruyi mengijinkan Ruyi pergi untuk melakukan doa di makam ibunya. Tapi kelalaiannya adalah dia tidak menyiapkan cukup pengawal untuk menemani dan melindungi Ruyi. "Siapa Luhan ?" tanya Leon kepada Nina, pelayan Ruyi. Leon cukup terkejut kenapa Ruyi sampai mengigau menyebut
Bulu mata Ruyi bergerak perlahan. Mata yang terpejam perlahan - lahan terbuka dengan lebar. Di hadapannya dia melihat hutan yang sangat lebat. Dia mulai mengingat apa yang terjadi padanya. Dan dia tersadar, bahwa ada sesosok laki - laki penyelamatnya di sampingnya. Dia tersenyum canggung. Dia sangat malu, karena tertidur begitu saja dan bahkan membiarkan orang yang menolongnya menjaganya. "Maafkan saya karena tertidur begitu saja Tuan Luhan, "sambil memasang wajah memelas Ruyi berbicara pada Luhan. "Tidak apa - apa, aku tau kau lelah," jawab Luhan sekenanya. "Kalau kau sudah bangun, ayo kita cari rombonganmu, berpeganganlah padaku.!!" Dengan posisi berjongkok,
Luhan berjalan sambil menoleh untuk mendapatkan tempat yang aman dan nyaman. Di sebelah kirinya, dia menemukan sebuah pohon besar yang di lengkungan di bagian bawahnya. Dia berjalan mendekat di ke pohon itu dan meletakkan wanita di gendongannya dengan hati - hati. "Duduklah dengan nyaman, aku akan mencari air untuk membersihkan lukamu, " kata Luhan. Saat Luhan akan berdiri, wanita itu memegang ujung baju Luhan, "aku takut nanti kalau ada babi hutan lagi bagaimana?" ucap wanita itu dengan mata memelas. "Tenang saja, kau aman di sini, lagi pula aku hanya sebentar," Luhan berusaha menenangkan wanita itu. Luhan tau, jelas wanita itu masih ketakutan karena di kejar oleh babi hutan. Tanpa di sadari oleh wanita itu, Luhan membuat penghalang untuk melindungi wanita itu selama dia mencari air. Itu adalah penghalang dewa, hanya para Dewa dan
Di atas Gunung Sigra. Gunung sunyi dengan pepohonan lebat yang belum terjamah manusia. Setelah Luhan turun dari langit, dia memilih Gunung Sigra sebagai tempat tinggal sementaranya di dunia. Di atas Gunung Sigra terdapat hulu sungai Yangze. Dia melihat aliran sungai, Dia akan merasa selalu dekat dengan Meya jika berada di dekat hulu sungai Yanze. Dan karena hal itulah dia memilih tempat ini. Dia mulai membangun sebuah pondok kecil dengan kekuatan internalnya, sebagai tempat istirahatnya. Hari ini sudah malam, di atas Gunung Sigra, Luhan dapat melihat ribuan Bintang yang tersebar menghiasi langit malam yang pekat. Suara - suara binatang saling sahut - menyahut, akan tetapi Luhan tidak menghiraukan hal itu. Jikalau dia di serang binatang, dia hanya cukup mengeluarkan aura kepemimpinannya maka bin
Mendengar keputusan dari Dewa Agung Wilis Meya merasa terkejut. Meya menatap Luhan dengan ekspresi sedih. Pasalnya dia dan Luhan akan berpisah cukup lama. Karena untuk sementara waktu Luhan akan berjaga di bumi. "Kita akan berpisah cukup lama Luhan," ucap Meya dengan suara lembut dan menunduk menyembunyikan matanya yang sayu yang sudah hampir meneteskan air mata. Luhan tau, Meya pasti sedih berpisah lama darinya. Sejak kecil mereka selalu bersama dan jarang terpisah. "Saat aku ada waktu, aku akan menjengukmu," ucap Luhan menghibur Meya. "Atau kau sekali - sekali bisa datang ke dunia untuk mengunjungiku. " "Kau tau itu hal yang sangat sulit Luhan. Aku Dewi Air, Aku tidak bisa lama meninggalkan tempatku, jika tidak maka aliran perputaran air di dunia akan sangat kacau, " ucap Meya dengan lembut. Entah mengapa Luhan sel
Istana Langit. Kediaman Dewa Perang Luhan. Setelah menyelesaikan tugasnya, Luhan pulang ke kediaman Dewa Perang untuk beristirahat. Dalam istirahatnya, dia terbayang akan wajah wanita yang dia lihat di dekat sungai Yanze. Dalam lamunannya, Luhan mengingat wajah putih, hidung mancung, bibir mungil serta rona merah yang ada di pipi wanita itu. Dia semakin terhanyut dalam lamunannya yang menyebabkan dadanya berdebar - debar dan membuatnya tidak fokus untuk beristirahat. "Ah...... tidak....tidak.... ini salah, aku tidak boleh berfikiran terlalu jauh. Ini melanggar peraturan, "sambil menggeleng - geleng kan kepalanya, dia berusaha menepis apa yang ada dalam pikirannya. Dia lalu fokus berbaring dan berusaha untuk memejamkan mata. ....... Aula Istana Kekaisaran Langit. Luha
Perayaan lentera akan mencapai pada puncaknya. Dimana akan diadakan acara penerbangan lentera ke langit untuk mengirimkan harapan. Di sisi - sisi sungai Yangze sudah berjajar perahu perahu yang akan di tumpangi untuk menerbangkan lentera ke langit. Ruyi segera membeli sebuah lentera bergambar teratai yang cantik. Tidak lupa dia juga menyewa sebuah perahu untuk membawanya ke tengah sungai. Arus sungai yang tidak terlalu deras, menyebabkan perahu - perahu terlihat bergoyang dengan cantiknya. Di atas perahu - perahu sudah di tumpangi para pria dan wanita yang akan menerbangkan harapan merka melalui lentera. Ruyi memegang lentera, dia bersama yang lainnya menunggu nyala kembang api yang menandakan di mulianya acara penerbangan lentera. "DOORR...... PYARRRR.... "
Malam tahun baru setahun yang lalu. Cahaya lentera warna merah menyala menerangi jalan - jalan dan rumah - rumah di kota Jiangjiang. Para penduduk, pria, wanita, dewasa dan kecil bercengkrama dan tertawa menyambut malam tahun baru. Belum lagi langit malam terlihat cerah dengan bintang - bintang menaburi, seakan menjadi lampu - lampu cahaya di langit hitam yang pekat. Wanita cantik berhidung mancung, dengan rambut hitam panjang, diam - diam keluar rumah tanpa memberitahu keluarganya. Dia sangat bosan berada di rumah besar yang seperti mengekang dirinya. Pada malam tahun baru dia ingin melihat lentera - lentera yang menyala di pinggir jalan dan pasar. Belum lagi dia ingin melihat festival lentera, di mana dia bisa menerbangkan lentera di atas sungai Yangze sebagai tanda meminta harapan. Tetapi karena keluarganya tidak memperbolehkan dia keluar, jadi dia keluar secara diam - diam. Gadis itu adalah Ruyi Arlong , anak perempuan tunggal keluarga Arlong. Ayahnya sangat ke