Perayaan lentera akan mencapai pada puncaknya.
Dimana akan diadakan acara penerbangan lentera ke langit untuk mengirimkan harapan. Di sisi - sisi sungai Yangze sudah berjajar perahu perahu yang akan di tumpangi untuk menerbangkan lentera ke langit. Ruyi segera membeli sebuah lentera bergambar teratai yang cantik. Tidak lupa dia juga menyewa sebuah perahu untuk membawanya ke tengah sungai. Arus sungai yang tidak terlalu deras, menyebabkan perahu - perahu terlihat bergoyang dengan cantiknya. Di atas perahu - perahu sudah di tumpangi para pria dan wanita yang akan menerbangkan harapan merka melalui lentera. Ruyi memegang lentera, dia bersama yang lainnya menunggu nyala kembang api yang menandakan di mulianya acara penerbangan lentera. "DOORR...... PYARRRR.... "suara kembang api yang meletus ke atas terdengar sebagai penanda di mulainya festival penerbangan lentera di mulai. Ruyi dan yang lainnya menerbangkan lentera - lentera mereka. Dengan penuh kerlap kerlip, langit malam yang pekat penuh dengan cahaya lentera yang membawa harapan - harapan dari semua orang. Harapan Ruyi sangat sederhana, dia hanya ingin ayahnya bahagia. Selama ini diam - diam dia tau bahwa ayahnya masih bersedih atas kehilangan hidupnya. Apalagi saat melihat Ruyi yang wajahnya mirip ibunya, ayahnya akan sangat sedih saat itu. Karena itu Ruyi ingin menjadi kebahagiaan tersendiri bagi ayahnya. Senyuman Ruyi saat melihat lenternya yang terbang tanpa disadari membuat senyuman Luhan mengembang. Entah ada rasa lega yang aneh di dadanya saat melihat Ruyi tersenyum. Luhan buru - buru menghilangkan senyumannya dan segera meninggalkan tempat itu dan mulai berpatroli kembali. Dia tidak bisa lama - lama memperhatikan wanita manusia, karena iti sangat terlarang dalam peraturan kerajaan langit. Luhan terbang dengan menggunakan kekuatan internalnya. Dia menyusuri beberapa tempat dan tibalah saat ini dia di depan mulut Goa Tong. Di dunia manusia Goa Tong adalah Goa yang sangat menyeramkan. Banyak pembunuhan yang terjadi di sana, sehingga suasana menjadi sedikit mistis karena banyak energo negativ. Dan jika ras iblis ingin membuat tempat berkumpul ,Goa ini bisa menjadi tempatnya. "Cukup Bagus.. " kata Luhan sambil meneliti keseluruhan Goa. "Energi negatifnya sangat kuat, tapi tidak ada tanda - tanda kedatangan Ras Iblis di sini." Luhan terus memeriksa sampai ke bagian dalam Goa, dan di rasa sudah aman, dia kembali ke langit untuk melaporkan tugasnya. ....... Saat Ruyi tiba di kediaman Arlong, diam - diam dia masuk rumah melalui pintu samping. Suasana rumah sangat gelap, hanya tersisa beberapa lentera penerangan. Dia dengan pelan - pelan membuka pintu dengan harapan tidak ada yang akan mendengar atau melihat. Di kira aman, dia melangkah masuk dan berniat untuk pergi ke kamarnya. Dengan langkah berjinjit dia berjalan dalam gelap. Untung saja ini adalah kediamannya, jika tidak, bagaimana dia hafal seluruh ruangan dan barang di tempat ini saat dia berjalan. Ada rasa bangga dalam dirinya karena bisa pergi keluar tanpa ada yang tau. 'Ha.. ha.. aku bukan anak kecil yang harus diawasi ke manapun aku pergi. Aku juga bisa pergi dan pulang sendiri, 'batinnya yang menyanjung dirinya sendiri. Saat di ruangan tengah, dia berjalan dengan sedikit lebih cepat. Di depan adalah ruangan kamarnya, dia ingin segera beristirahat di kasurnya karena sedikit lelah. "BERANI PULANG KAU RUPANYA RUYI....!!! teriakan amarah dari belakang mengagetkan dirinya. Dia menoleh secara pelan, dia melihat ayahnya duduk di pojok ruangan sambil memperlihatkan muka yang tegas dan kemarahan yang terpancar. Ruyi berjalan mendekati ayahnya dan segera bersujud di depannya tanda mengakui kesalahannya. "KAU SUDAH BERANI BERTINDAK DENGAN SENDIRI RUYI..!! kemarahan ayahnya benar - benar membuat dia ketakutan. "AKU TIDAK PERNAH MENDIDIKMU UNTUK MENJADI PEMBANGKANG. APA YANG KAU LAKUKAN DENGAN KELUAR DARI KEDIAMAN SECARA DIAM - DIAM HAH..!!!!" "Ayah aku... aku...., " dengan terbata karena panik dan takut Ruyi ingin menjawab pertanyaan ayahnya. "AKU APA..!!!!! KAU ITU WANITA KALO ADA APA - APA DENGANMU DI LUAR BAGAIMANA? KAU BUKAN ANAK KECIL YANG TIDAK BISA BERFIKIR RUYI...!! bentak sang ayah pada Ruyi. "Aku hanya ingin menonton festival lampion ayah, aku ingin mengirimkan harapan, "ucap Ruyi sambil terisak. "Aku hanya merindukan ibu ,ayah. Aku ingin menyampaikan rasa rinduku melalui lentera itu, apa aku salah? " "Jika aku meminta ijin pada ayah, belum tentu ayah akan setuju bukan? " Sambil terisak Ruyi mencoba menjelaskan. Raut wajah Leon ,ayah Ruyi mulai melembut. Dia juga terkejut mendengar alasan Ruyi pergi. Dengan nada melembut dia berkata, " pergilah ke kamarmu, istirahatlah dan jangan kau ulangi kelakuanmu lagi..! " Ruyi pun bangkit dan pamit terhadap ayahnya, tak lupa dia memeluk ayahnya, "maafkan aku ayah, aku tidak akan mengulanginya. "Istana Langit. Kediaman Dewa Perang Luhan. Setelah menyelesaikan tugasnya, Luhan pulang ke kediaman Dewa Perang untuk beristirahat. Dalam istirahatnya, dia terbayang akan wajah wanita yang dia lihat di dekat sungai Yanze. Dalam lamunannya, Luhan mengingat wajah putih, hidung mancung, bibir mungil serta rona merah yang ada di pipi wanita itu. Dia semakin terhanyut dalam lamunannya yang menyebabkan dadanya berdebar - debar dan membuatnya tidak fokus untuk beristirahat. "Ah...... tidak....tidak.... ini salah, aku tidak boleh berfikiran terlalu jauh. Ini melanggar peraturan, "sambil menggeleng - geleng kan kepalanya, dia berusaha menepis apa yang ada dalam pikirannya. Dia lalu fokus berbaring dan berusaha untuk memejamkan mata. ....... Aula Istana Kekaisaran Langit. Luha
Mendengar keputusan dari Dewa Agung Wilis Meya merasa terkejut. Meya menatap Luhan dengan ekspresi sedih. Pasalnya dia dan Luhan akan berpisah cukup lama. Karena untuk sementara waktu Luhan akan berjaga di bumi. "Kita akan berpisah cukup lama Luhan," ucap Meya dengan suara lembut dan menunduk menyembunyikan matanya yang sayu yang sudah hampir meneteskan air mata. Luhan tau, Meya pasti sedih berpisah lama darinya. Sejak kecil mereka selalu bersama dan jarang terpisah. "Saat aku ada waktu, aku akan menjengukmu," ucap Luhan menghibur Meya. "Atau kau sekali - sekali bisa datang ke dunia untuk mengunjungiku. " "Kau tau itu hal yang sangat sulit Luhan. Aku Dewi Air, Aku tidak bisa lama meninggalkan tempatku, jika tidak maka aliran perputaran air di dunia akan sangat kacau, " ucap Meya dengan lembut. Entah mengapa Luhan sel
Di atas Gunung Sigra. Gunung sunyi dengan pepohonan lebat yang belum terjamah manusia. Setelah Luhan turun dari langit, dia memilih Gunung Sigra sebagai tempat tinggal sementaranya di dunia. Di atas Gunung Sigra terdapat hulu sungai Yangze. Dia melihat aliran sungai, Dia akan merasa selalu dekat dengan Meya jika berada di dekat hulu sungai Yanze. Dan karena hal itulah dia memilih tempat ini. Dia mulai membangun sebuah pondok kecil dengan kekuatan internalnya, sebagai tempat istirahatnya. Hari ini sudah malam, di atas Gunung Sigra, Luhan dapat melihat ribuan Bintang yang tersebar menghiasi langit malam yang pekat. Suara - suara binatang saling sahut - menyahut, akan tetapi Luhan tidak menghiraukan hal itu. Jikalau dia di serang binatang, dia hanya cukup mengeluarkan aura kepemimpinannya maka bin
Luhan berjalan sambil menoleh untuk mendapatkan tempat yang aman dan nyaman. Di sebelah kirinya, dia menemukan sebuah pohon besar yang di lengkungan di bagian bawahnya. Dia berjalan mendekat di ke pohon itu dan meletakkan wanita di gendongannya dengan hati - hati. "Duduklah dengan nyaman, aku akan mencari air untuk membersihkan lukamu, " kata Luhan. Saat Luhan akan berdiri, wanita itu memegang ujung baju Luhan, "aku takut nanti kalau ada babi hutan lagi bagaimana?" ucap wanita itu dengan mata memelas. "Tenang saja, kau aman di sini, lagi pula aku hanya sebentar," Luhan berusaha menenangkan wanita itu. Luhan tau, jelas wanita itu masih ketakutan karena di kejar oleh babi hutan. Tanpa di sadari oleh wanita itu, Luhan membuat penghalang untuk melindungi wanita itu selama dia mencari air. Itu adalah penghalang dewa, hanya para Dewa dan
Bulu mata Ruyi bergerak perlahan. Mata yang terpejam perlahan - lahan terbuka dengan lebar. Di hadapannya dia melihat hutan yang sangat lebat. Dia mulai mengingat apa yang terjadi padanya. Dan dia tersadar, bahwa ada sesosok laki - laki penyelamatnya di sampingnya. Dia tersenyum canggung. Dia sangat malu, karena tertidur begitu saja dan bahkan membiarkan orang yang menolongnya menjaganya. "Maafkan saya karena tertidur begitu saja Tuan Luhan, "sambil memasang wajah memelas Ruyi berbicara pada Luhan. "Tidak apa - apa, aku tau kau lelah," jawab Luhan sekenanya. "Kalau kau sudah bangun, ayo kita cari rombonganmu, berpeganganlah padaku.!!" Dengan posisi berjongkok,
"Luhan.......... " "Luhan....... " Dalam tidurnya, Ruyi mengigau nama Luhan di tengah sakit panasnya. Saat sampai di rumah, kaki Ruyi segera di rawat, tapi tubuhnya bereaksi dengan panas. Tabib yang di undang oleh ayah Ruyi memeriksa Ruyi dan mendiaknosa jika panas Ruyi adalah karena luka - luka yang ada di kakinya. Tapi hal itu wajar, karena itu memang efeknya, makanya tabib itu juga meresepkan obat penurun panas untuk Ruyi. Leon, ayah Ruyi, duduk di kursi di samping tempat tidur Ruyi. Dia menjaga putrinya yang tengah sakit. Sedikit menyesal kenapa dia tadi mengijinkan Ruyi untuk keluar. Kemarin Ruyi berkata bahwa dia ingin mengunjungi makam ibunya sehari setelah tahun baru, makanya Leon, ayah Ruyi mengijinkan Ruyi pergi untuk melakukan doa di makam ibunya. Tapi kelalaiannya adalah dia tidak menyiapkan cukup pengawal untuk menemani dan melindungi Ruyi. "Siapa Luhan ?" tanya Leon kepada Nina, pelayan Ruyi. Leon cukup terkejut kenapa Ruyi sampai mengigau menyebut
Di tempat lain. Gunung Birlam. Angin yang tidak terlalu kencang, menggoyang - goyangkan helaian rambut yang tidak terikat milik pria itu. Dia berdiri di atas pohon dengan tatapan tajam seperti mata elang. Dia menatap jauh di ujung sana, seakan sudah menemukan mangsa yang hendak di tangkapnya. Dengan aura dingin, dia memerhatikan keadaan jauh dengan pandangan menusuk. Cukup lama dia mengawasi sesuatu di ujung sana dengan sabar. "Baiklah... cukup bagus kalian bersembunyi," dengan menaikkan sedikit sudut bibirnya, dia mengguyingkan senyum mengejek. Dia mulai bergerak. Secepat kilat dia berpindah sampai tidak ada yang menyadarinya. Di depannya ada sekitar sepuluh ribu prajurit ras iblis yang sedang berlatih bertempur. J
"Aarrrrhhhh......... !!!!! Aarrrhhhh..... !!!!!" "Seberapapun kalian menyiksaku, aku tidak akan menyerah, " dengan nafas terengah - engah pria itu berteriak. Di atasnya, petir terus menyambar - nyambar ke tubuhnya. Bahkan secara terus menerus tanpa hentinya. Tapi, meski tubuhnya terluka oleh sambaran - sambaran petir, dia tidak mati. Hanya kekuatannya semakin lama semakin melemah. Dengan kekuatan internalnya, dia bisa mengontrol luka, mesti tak sepenuhnya bisa menghilangkan rasa sakit. Dia tidak bisa bergerak, tangan dan kakinya terikat pada tiang penghukum dan tubuhnya terlilit rantai besi yang mengitarinya. Di depannya, di atas singgasana, duduk seorang tua yang rambutnya sudah memutih tapi tidak menghilangkan aura Wibawa dan kuasanya.
Di tempat lain. Gunung Birlam. Angin yang tidak terlalu kencang, menggoyang - goyangkan helaian rambut yang tidak terikat milik pria itu. Dia berdiri di atas pohon dengan tatapan tajam seperti mata elang. Dia menatap jauh di ujung sana, seakan sudah menemukan mangsa yang hendak di tangkapnya. Dengan aura dingin, dia memerhatikan keadaan jauh dengan pandangan menusuk. Cukup lama dia mengawasi sesuatu di ujung sana dengan sabar. "Baiklah... cukup bagus kalian bersembunyi," dengan menaikkan sedikit sudut bibirnya, dia mengguyingkan senyum mengejek. Dia mulai bergerak. Secepat kilat dia berpindah sampai tidak ada yang menyadarinya. Di depannya ada sekitar sepuluh ribu prajurit ras iblis yang sedang berlatih bertempur. J
"Luhan.......... " "Luhan....... " Dalam tidurnya, Ruyi mengigau nama Luhan di tengah sakit panasnya. Saat sampai di rumah, kaki Ruyi segera di rawat, tapi tubuhnya bereaksi dengan panas. Tabib yang di undang oleh ayah Ruyi memeriksa Ruyi dan mendiaknosa jika panas Ruyi adalah karena luka - luka yang ada di kakinya. Tapi hal itu wajar, karena itu memang efeknya, makanya tabib itu juga meresepkan obat penurun panas untuk Ruyi. Leon, ayah Ruyi, duduk di kursi di samping tempat tidur Ruyi. Dia menjaga putrinya yang tengah sakit. Sedikit menyesal kenapa dia tadi mengijinkan Ruyi untuk keluar. Kemarin Ruyi berkata bahwa dia ingin mengunjungi makam ibunya sehari setelah tahun baru, makanya Leon, ayah Ruyi mengijinkan Ruyi pergi untuk melakukan doa di makam ibunya. Tapi kelalaiannya adalah dia tidak menyiapkan cukup pengawal untuk menemani dan melindungi Ruyi. "Siapa Luhan ?" tanya Leon kepada Nina, pelayan Ruyi. Leon cukup terkejut kenapa Ruyi sampai mengigau menyebut
Bulu mata Ruyi bergerak perlahan. Mata yang terpejam perlahan - lahan terbuka dengan lebar. Di hadapannya dia melihat hutan yang sangat lebat. Dia mulai mengingat apa yang terjadi padanya. Dan dia tersadar, bahwa ada sesosok laki - laki penyelamatnya di sampingnya. Dia tersenyum canggung. Dia sangat malu, karena tertidur begitu saja dan bahkan membiarkan orang yang menolongnya menjaganya. "Maafkan saya karena tertidur begitu saja Tuan Luhan, "sambil memasang wajah memelas Ruyi berbicara pada Luhan. "Tidak apa - apa, aku tau kau lelah," jawab Luhan sekenanya. "Kalau kau sudah bangun, ayo kita cari rombonganmu, berpeganganlah padaku.!!" Dengan posisi berjongkok,
Luhan berjalan sambil menoleh untuk mendapatkan tempat yang aman dan nyaman. Di sebelah kirinya, dia menemukan sebuah pohon besar yang di lengkungan di bagian bawahnya. Dia berjalan mendekat di ke pohon itu dan meletakkan wanita di gendongannya dengan hati - hati. "Duduklah dengan nyaman, aku akan mencari air untuk membersihkan lukamu, " kata Luhan. Saat Luhan akan berdiri, wanita itu memegang ujung baju Luhan, "aku takut nanti kalau ada babi hutan lagi bagaimana?" ucap wanita itu dengan mata memelas. "Tenang saja, kau aman di sini, lagi pula aku hanya sebentar," Luhan berusaha menenangkan wanita itu. Luhan tau, jelas wanita itu masih ketakutan karena di kejar oleh babi hutan. Tanpa di sadari oleh wanita itu, Luhan membuat penghalang untuk melindungi wanita itu selama dia mencari air. Itu adalah penghalang dewa, hanya para Dewa dan
Di atas Gunung Sigra. Gunung sunyi dengan pepohonan lebat yang belum terjamah manusia. Setelah Luhan turun dari langit, dia memilih Gunung Sigra sebagai tempat tinggal sementaranya di dunia. Di atas Gunung Sigra terdapat hulu sungai Yangze. Dia melihat aliran sungai, Dia akan merasa selalu dekat dengan Meya jika berada di dekat hulu sungai Yanze. Dan karena hal itulah dia memilih tempat ini. Dia mulai membangun sebuah pondok kecil dengan kekuatan internalnya, sebagai tempat istirahatnya. Hari ini sudah malam, di atas Gunung Sigra, Luhan dapat melihat ribuan Bintang yang tersebar menghiasi langit malam yang pekat. Suara - suara binatang saling sahut - menyahut, akan tetapi Luhan tidak menghiraukan hal itu. Jikalau dia di serang binatang, dia hanya cukup mengeluarkan aura kepemimpinannya maka bin
Mendengar keputusan dari Dewa Agung Wilis Meya merasa terkejut. Meya menatap Luhan dengan ekspresi sedih. Pasalnya dia dan Luhan akan berpisah cukup lama. Karena untuk sementara waktu Luhan akan berjaga di bumi. "Kita akan berpisah cukup lama Luhan," ucap Meya dengan suara lembut dan menunduk menyembunyikan matanya yang sayu yang sudah hampir meneteskan air mata. Luhan tau, Meya pasti sedih berpisah lama darinya. Sejak kecil mereka selalu bersama dan jarang terpisah. "Saat aku ada waktu, aku akan menjengukmu," ucap Luhan menghibur Meya. "Atau kau sekali - sekali bisa datang ke dunia untuk mengunjungiku. " "Kau tau itu hal yang sangat sulit Luhan. Aku Dewi Air, Aku tidak bisa lama meninggalkan tempatku, jika tidak maka aliran perputaran air di dunia akan sangat kacau, " ucap Meya dengan lembut. Entah mengapa Luhan sel
Istana Langit. Kediaman Dewa Perang Luhan. Setelah menyelesaikan tugasnya, Luhan pulang ke kediaman Dewa Perang untuk beristirahat. Dalam istirahatnya, dia terbayang akan wajah wanita yang dia lihat di dekat sungai Yanze. Dalam lamunannya, Luhan mengingat wajah putih, hidung mancung, bibir mungil serta rona merah yang ada di pipi wanita itu. Dia semakin terhanyut dalam lamunannya yang menyebabkan dadanya berdebar - debar dan membuatnya tidak fokus untuk beristirahat. "Ah...... tidak....tidak.... ini salah, aku tidak boleh berfikiran terlalu jauh. Ini melanggar peraturan, "sambil menggeleng - geleng kan kepalanya, dia berusaha menepis apa yang ada dalam pikirannya. Dia lalu fokus berbaring dan berusaha untuk memejamkan mata. ....... Aula Istana Kekaisaran Langit. Luha
Perayaan lentera akan mencapai pada puncaknya. Dimana akan diadakan acara penerbangan lentera ke langit untuk mengirimkan harapan. Di sisi - sisi sungai Yangze sudah berjajar perahu perahu yang akan di tumpangi untuk menerbangkan lentera ke langit. Ruyi segera membeli sebuah lentera bergambar teratai yang cantik. Tidak lupa dia juga menyewa sebuah perahu untuk membawanya ke tengah sungai. Arus sungai yang tidak terlalu deras, menyebabkan perahu - perahu terlihat bergoyang dengan cantiknya. Di atas perahu - perahu sudah di tumpangi para pria dan wanita yang akan menerbangkan harapan merka melalui lentera. Ruyi memegang lentera, dia bersama yang lainnya menunggu nyala kembang api yang menandakan di mulianya acara penerbangan lentera. "DOORR...... PYARRRR.... "
Malam tahun baru setahun yang lalu. Cahaya lentera warna merah menyala menerangi jalan - jalan dan rumah - rumah di kota Jiangjiang. Para penduduk, pria, wanita, dewasa dan kecil bercengkrama dan tertawa menyambut malam tahun baru. Belum lagi langit malam terlihat cerah dengan bintang - bintang menaburi, seakan menjadi lampu - lampu cahaya di langit hitam yang pekat. Wanita cantik berhidung mancung, dengan rambut hitam panjang, diam - diam keluar rumah tanpa memberitahu keluarganya. Dia sangat bosan berada di rumah besar yang seperti mengekang dirinya. Pada malam tahun baru dia ingin melihat lentera - lentera yang menyala di pinggir jalan dan pasar. Belum lagi dia ingin melihat festival lentera, di mana dia bisa menerbangkan lentera di atas sungai Yangze sebagai tanda meminta harapan. Tetapi karena keluarganya tidak memperbolehkan dia keluar, jadi dia keluar secara diam - diam. Gadis itu adalah Ruyi Arlong , anak perempuan tunggal keluarga Arlong. Ayahnya sangat ke