*happy reading*
"Dek, tolong siapin baju Mas batik yang warna coklat," ucap Mas Aris.
"Loh, hari apa ini, kenapa pakai baju batik Mas?" tanyaku pura-pura tidak tau.
"Iya dek, lagi ada acara dikantor," ucap Mas Aris sambil berlalu kekamar mandi.
____
"Dek, nanti Mas pulang agak telat kayaknya." ucap Mas Aris sambil menikmati sarapannya.
"Oohhh iya mas, gapapa kalo acaranya memang penting."Aku tau Mas Aris sedang berbohong, dia akan pergi keacara wisuda pacarnya. Lucu bukan seorang pria beristri memiliki pacar, pernikahan yang baru berumur satu tahun dia sudah berkhianat. Entahlah, kurang apalagi rumah tangga ini, namanya penyakit selingkuh memang sulit diobati.
Aku baru mengetahui perselingkuhannya 3 bulan terakhir ini waktu tidak sengaja melihat chat mesra diponselnya. Saat itu juga langsung kusadap WA Mas Aris, aku juga bukan wanita bodoh Mas, oke akan kuikuti permainanmu.
"Mas berangkat dulu dek, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam." jawabku sambil mencium tangan Mas Aris.
---
Suara mobil Mas Aris sudah melaju pergi. Aku menuju meja makan dan membereskan bekas sarapan.Nada dering handponeku berbunyi. Tertulis nama Nila dilayar handpone.
"Halo sifa , gimana sehat ?" tanya Nila ditelfon.
"Sehat nil, tapi hatiku nggak." jawabku.
"Ini karangan bunganya, dikirim jam berapa sif?".
"Jam 9, kirim ke alamat kampus yang aku kirim kemarin ya Nil, kirim yang paling bagus loh yaa ini special."
"Oke, siap bos, bakalan rame nih, jangan lupa kabarin kalau udah heboh," ucap Nila sambil tertawa.
Setelah lelah bercerita ngalor ngidul, ketawa ketiwi gak jelas dengan Nila ku akhiri telfonnya. Akupun menuju kamar untuk mandi merilekskan tubuh ini.
Hampir satu jam aku berendam dan luluran dikamar mandi. Tak aku hiraukan hpku yang dari tadi terus berdering. Aku melihat layar hp begitu banyak notifikasi dari Mas Aris, puluhan telefon,sms maupun WA. Aku tersenyum membayangkan wajahnya, mungkin saat ini dia sedang begitu panik dan malu.
[Dek apa ini ulah kamu?]
Pesan WA dari Mas Ardi sambil mengirim sebuah foto karangan bunga yang sangat besar berisikan foto Mas Ardi dan selingkuhannya, beserta tulisan yang besar."GRADUATION FOR PELAKOR"
DARI ISTRI SAH PACARMUSEMOGA DENGAN GELAR BARUNYA BISA MENCARI REZEKI YANG HALAL DAN TIDAK MENGGODA SUAMI ORANG LAGI[Dek, apa ini maksut kamu ngirimin karangan bunga segala]
[Dek ini karangan bunga beneran kamu yang kirim?]
[Kamu mau malu-maluin aku]
[Ini ga seperti yang kamu fikirin dek, kamu salah paham]
[Dek balas, kamu kemana]
[Dek]
Begitu banyak pesan dari Mas Aris, aku malas membaca semuanya. Di layar hpku muncul lagi panggilan dari Mas Aris, segera kutekan tombol merah.
Tak lupa aku unggah status berisikan foto karangan bunga yang dikirim Nila tadi, agar seluruh keluarga besar melihat, ya agar keluarga Mas Aris tahu kelakuan busuk anaknya. Tak lupa aku matikan handponeku, nikmatilah Mas, bersenang-senanglah. Apa yang kau tanam itu yang akan kau tuai.
---
Setelah selesai dandan, aku segera menuju garasi mengeluarkan mobil, tidak lupa kukunci semua pintu rumah dan berangkat menuju rumah Nila, jalan jalan dan belanja untuk merefres otak ini agar kembali segar.
---
Happy Reading teman
Setelah lelah jalan jalan dan bershoping ria, Aku dan Nila istirahat sambil makan siang dicafe dekat Mall.-- " Gimana sif kabar suamimu?Aku gak bisa membayangkan betapa heboh dan malunya mereka saat ini? " tanya Nila sambil menyeruput lemon tea.
" Entahlah, Nil. Aku udah males, udah capek sama Mas Aris. Selama ini aku diam dan bersabar, Aku udah nanya baik baik tapi dia gak juga mau ngaku, banyak sekali alasannya. Sangat pintar menyembunyikan kebusukannya. " Aku berucap sambil tidak kuasa menahan air mata yang sudah lama ku tahan. "Emang Aris itu laki laki kurang ajar, gak tahu diri, udah punya istri cantik masih aja kurang," ujar Nila sambil mengelus-elus pundakku. "Aku udah bener-bener capek Nil, hatiku sakit. Aku pernah keguguran kehilangan calon anakku, sekarang malah suamiku selingkuh, saking sakitnya hatiku kayak udah mati rasa," ungkapku pada Nila dengan sedikit terisak, sambil menyeka airmata dengan ujung jilbabku. "Udah jangan nangis Sif, tenang Aku slalu ada disampingmu, mendukungmu. Aku akan membantumu sebisaku agar suamimu itu kapok," ujar Nila menenangkanku "ayo kita makan dulu gak usah mikirin suamimu itu."---- Setelah mengantar Nila pulang, Aku melajukan mobilku menuju rumah Ibu.Ya Aku rindu Ibu rindu Ayah rindu kak Rudi. Aku rindu rumahku yang nyaman. Tiiiiittt tiiiittt ,,Bunyi klakson mobil dibelakang menyadarkanku dari lamunan. Aku langsung menginjak rem, mobilku hampir masuk ke selokan.Aku tidak sadar menyetir mobil terlalu ke pinggir. 'Ya Allah." Gumamku sambil mengelus dada. "Hati-hati mbak, jangan nglamun, bahaya!" teriak seorang bapak sambil membuka kaca mobil, lalu mendahului mobilku."Iya makasih pak" sahutku setengah berteriak, agar Bapaknya mendengar.----- Setelah setengah jam berkendara akhirnya aku sampai dirumah bercat hijau. Aku parkirkan mobil dihalaman rumah.Aku keluar dari mobil lalu menghirup udara sedalam-dalamnya. Harum bunga dan tanaman Ibu begitu segar, bunga bunga yang bermekaran menambah indahnya halaman rumah. " Assalamu'alaikum. " Aku mengucap salam sambil melangkah masuk rumah. "Wa'alaikumsalam," jawab Ibu sambil lari tergopoh gopoh menuju ke arahku lalu memelukku "Ya Allah nak, Ibu kangen sekali. Kamu yang sabar ya, kamu tinggal disini aja dulu untuk sementara waktu" ujar Ibu sambil menuntun tubuhku menuju kursi. "Tadi Ayahmu nelfon Ibu katanya mau izin pulang duluan dari kantor, terus mau jemput kamu nak, Ibu khawatir banget dari tadi nak. Alhamdulillah kamu udah sampe sini" Terang Ibu sambil memelukku, Aku hanya diam dan terisak dipelukan Ibu. Kriiiing ,, suara dering handpone Ibu berbunyi, Ibu segera mengangkat telfonnya. "Halo Bu, gimana jemput Sifanya. Nunggu Ayah atau Aku saja?" terdengar suara kak Rudi dari telfon yang diloudspeaker Ibu. "Halo nak, ini adikmu udah kesini sendiri baru sampai gak usah dijemput, kamu kesini saja" jawab Ibu sambil senyum kearahku."Udah ya, Ibu tutup dulu telfonnya. Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam." Suara jawaban dari telefon.-- Ibu meletakkan hp diatas meja, lalu berjalan ke belakang. Tak lama Beliau kembali sambil membawa segelas teh hangat dan kue. "Gak usah repot repot Bu, Sifa bisa ambil sendiri dibelakang," tolakku."Udah, ini buruan minum mumpung masih anget, biar kamu lebih enakan," ujar Ibu sambil menyodorkan teh hangat. "Makasih Bu," sahutku.-- Aku duduk dipinggir ranjang memandangi sekeliling, kamar ini masih sama tidak ada yang berubah.Aku menjatuhkan tubuh ini diatas kasur yang terasa begitu nyaman, berusaha memejamkan mata untuk mengistirahatkan tubuh dan hati ini sebelum melanjutkan drama apalagi yang akan Mas Aris buat.----Happy Reading-- Aku terbangun dari tidurku karena mendengar suara orang sedang marah marah, sepertinya itu Kak Rudi fikirku.Aku melirik jam dinding di tembok, jarum jam menunjukkan angka 2, cukup lama ternyata aku terlelap.Aku bergegas keluar dari kamar tidur, kulihat diruang keluarga ada Ayah, Ibu, Kak Rudi, dan Kak Mala istrinya. Setelah melihatku keluar Ibu segera berjalan kearahku dan menahanku untuk tetap dikamar saja."Ayo masuk nak, dikamar saja" ujar ibu sambil menuntunku masuk ke kamar lagi."Kak Rudi kenapa buk, marah-marah sama siapa?" tanyaku sambil duduk dipinggir ranjang disamping Ibu."Tadi suamimu nelfon kakakmu nanyain kamu, katanya kamu ga ada dirumah di telfon, di sms ga dijawab sama sekali."Ibu berhenti bicara lalu m
Happy Reading-- Aku begitu terkejut dengan karangan bunga dihadapanku. Aku merasa ini seperti mimpi.Bagaimana bisa ada orang yang tau tentang aku dan Widia, apalagi sampai memajang fotoku, sangat kacau kalau Sifa tau apalagi sampai keluarga besarku tau.--Tapi di karangan bunga tersebut, tertulis dari istri sah.Berarti?Karangan bunga itu pengirimnya Sifa.Aku tersentak ketika Widia menarik tanganku, ya semua orang yang ada dikampus memandang kami sambil bersorak sorai, hampir semuanya memegang kamera mengabadikan kejadian ini.Gawat ini, kalo sampe viral.Aku segera mengajak Widia berlari, melewati begitu banyak kemurunan, yang terus berteriak menyebutk
Pov Rudi Aku yang sedang bermain-main dengan anakku Azam yang berumur 2 tahun, tiba tiba dikejutkan dengan suara istriku Mala yang berteriak teriak memanggil namaku. "Mas, Mas Rudi, sini mas, cepetan mas, ada hal yang penting nih!" teriak Mala dari dalam kamar. Aku yang sedang berada didepan tv segera menuju kamar sambil menggendong Azam. "Ada apa sih dek, teriak teriak gak jelas kayak dihutan, bikin kaget aja." ucapku ketika berdiri dihadapannya. "Sini, sini, duduk sini." jawabnya sambil tangannya menepuk kasur. Akupun menurut saja duduk disampingnya sambil memangku Azam. "Ini lo mas, lihat statusnya Sifa. Dia memgunggah foto karangan bunga." Sambil menunjukkan hpnya kearahk
Happy reading--Pagi pagi sekali aku sudah bangun seperti biasanya, menyapu rumah, memasukkan pakaian kotor kedalam mesin cuci, menjemur pakaian.Kemudian memasak untuk diriku sendiri. Untung Sifa selalu menyetok persediaan bahan makanan dikulkas.Aku sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah, karena kami sudah terbiasa melakukan semuanya bersama-sama, saling bagi tugas dan membantu satu sama lain.Aku memasak nasi goreng dan telor ceplok, masakan termudah.Sarapan sendirian, tidur sendirian. Padahal baru satu hari satu malam, sudah merasa kesepian, bagaimana kalo selamanya, aku bisa gila kayaknya.Aku benar benar merasa kehilangan Sifa, hidupku terasa hampa, rumah ini serasa kosong tanpanya.
Waktu terasa begitu lama, jarum jam berdetak begitu lambat. Aku sudah tidak sabar untuk segera pulang dan menemui Sifa. Berkali kali kulihat ponselku, tidak ada balasan dari Sifa lagi.-- Kulajukan mobilku dengan penuh semangat menuju rumah. Setelah sampai, aku segera mandi dan berpakaian rapi, rambut klimis pakai koleksi parfum yang wanginya paling disukai Sifa. Udah seperti mau apel pacar saja, aku bercermin sambil senyum senyum sendiri. Tak perlu berlama lama setelah siap langsung berangkat menuju rumah mertua. 'Bismillah' ucapku dalam hati. Tidak lupa aku berdo'a disepanjang jalan, semoga tidak menemui kesialan lagi seperti hari kemarin. Dan semoga dilancarkan juga urusanku hari ini. Semoga kesalahanku masih bisa termaafkan.---POV Sifa Aku dan Ibu duduk berdua diteras, berbincang bincang s
Setelah memastikan Mas Aris keluar dari kamar. Aku memegang kening yang baru saja dicium mas Aris, Aku senyum senyum sendiri mengingatnya. Kenapa hatiku sedikit tersentuh, jika ditanya sayang, ya rasa itu masih ada didalam hatiku. Hubunganku dengan Mas Aris sudah terlalu lama, sejak pacaran hingga menikah, baru kali ini dia berulah, menyakiti hatiku. Aku yang hendak keluar menuju dapur mengambil air minum, mendengar suara orang yang sedang berbincang bincang di ruang keluarga, ku lihat ada Ibu dan Mas Aris, mereka sedang membicarakan sesuatu. Aku duduk didapur sambil mendengarkan percakapan mereka. "Bu, maafin Aris ya kalo punya salah selama ini." ucap Mas Aris. "Iya nak udah Ibu maafin, namanya manusia tidak luput dari kesalahan, yang penting tidak diulangi lagi, daner tidak ada kejadian seperti ini lagi." jawaban Ibu terdengar samar.&n
Aku dan Mas Aris duduk berdua saling berhadapan, kini kita sedang berada disebuah cafe. Kita saling terdiam, sambil menikmati menu yang di pesan. Terdengar alunan lagu yang dinyanyikan diatas panggung, menambah syahdu suasana. Bagaikan anak muda yang sedang jatuh cinta.Gelap, di dalam tanyaMenyembunyikan rahasianyaLetih kehabisan kataDan kita pada akhirnya diamBunga, di bulan sepiJatuh terdamparTersasarAlasan masih bersamaBukan karena terlanjur lamaTapi rasanya yang masih samaSeperti sejak pertama jumpaDirimu di kala senjaDuduk berdua tanpa suara Lirik lagu Pamungkas yang berjudul Monolog itu, membuat aku dan Mas Aris benar benar sangat menikmatinya,
Adzan Subuh terdengar berkumandang, Suara Adzan yang sangat merdu mengisi keheningan pagi yang dingin. Aku segera bangun dari peraduan dan menuju kamar mandi, tak lupa ku bangunkan mas Aris. "Dek, ayo pulang. Emangnya kamu gak kangen sama rumah?" tanya mas Aris sesudah Shalat Subuh. "Emmm, kangen sih, tapi masih pingin disini mas." ujarku sambil melipat mukena. "Mas udah kangen rumah dek, kangen berdua dirumah." ucapnya sambil memandangku lekat. "Kan Ibu sama Ayahmu masih disini mas, masa kita malah mau pulang. Aneh." Kulihat wajah mas Aris memasang tampang memelas. "Iya udah, kalo Ayah pulang, kita juga pulang ya." ujarnya pasrah. "Iya, iya." ucapku sambil mencubit perutnya. "Ya udah, aku mau ke dapur dulu, bantu ibu masak mas." Akupun segera be
POV BU DEWIAku merasa bahagia saat Andin, teman Widia mengatakan bahwa dia mengajak Aris dan istrinya, untuk menjenguk anakku Widia.Widia sudah beberapa hari ini, depresinya mulai kumat lagi. Di ajak bicara hanya diam tak menyahut. Di dalam penjara dia tidak mau makan, dan malah mengamuk.Semoga dengan kedatangan Aris bisa membuatnya sedikit bahagia.Ternyata benar, setelah melihat Aris wajah Widia langsung berubah ceria, dia langsung memanggil Aris.Widia memanggil Aris sembari merentangkan kedua tangan, seolah ingin Aris menghambur ke arahnya dan memeluknya.Tapi, itu adalah hal yang tidak mungkin terjadi. Widia harus sadar Aris sudah beristri, Sifa berada di sampingnya.--Wajah Widia terlihat muram dan marah saat Aris berpamitan untuk pulang. Entah, Widia mendapat kekuatan darimana, saat Aris baru berbalik badan.Widia sudah meloncat turun dari ranjang dan berlari menuju ke arah Aris. Aku mengira dia akan memeluk A
Saya mengucapkan terima kasih banyak. Kepada semua pembaca yang sudah setia membaca ceritaku sampai akhir.Saya do'akan bahagia selalu, sehat selalu. Dilancarkan rezekinya.Dijauhkan dari hal-hal yang buruk, di dekatkan dengan hal-hal baik.Aamiiiin.Saya minta maaf apabila ada salah kata, atau cerita saya kurang memuaskan di hati pembaca.Saya pemula yang masih berusaha memperbaiki semuanya.Terima kasih.Selamat membaca.Ini adalah cerita 3 bab yang saya jadikan 1.--"Kok masak banyak sekali Bi?" tanyaku saat melihat meja makan dipenuhi berderet-deret aneka makanan."Iya Neng, ada tamu mau datang katanya Pak Aris.""Siapa Bi?" Tanyaku penasaran."Saya gak tau neng, cuma di suruh masak yang banyak saja," jawab Bi Minah sambil asyik membersihkan dapur.Aku mengangguk mendengar jawaban Bi Minah, lalu berjalan ke depan. Menghampiri Mas Aris yang sedang olahraga."Mas, gak siap-siap
Raut wajah Nila terlihat berubah, setelah melihat ponsel yang ku ulurkan."Bener-bener lampir emang ya si Widia itu, gak terima gue Sif." Omel Nila."Nil. Mau gak bantu Aku?" Tanyaku sambil menatap lekat Nila."Bantu apa?" tanya Nila."Menyelidiki kasus ini. Harus sampai tuntas," ucapku."Kan dari kemarin yang semangat Aku, Sif. Kamu sama Aris malah kayak gak niat," ujar Nila sambil memanyunkan bibirnya."Ya udah ayo, sekarang Aku udah semangat 45.""Kemana?" tanya Nila."Ke toko kue. Kita cari tahu. Yuk," ajakku."Oke, ayo. Cuss!"----"Bener ini alamatnya?" tanya Nila."Iya bener, ini nama tokonya. Yuk, masuk Nil!"Aku dan Nila bergegas turun dari mobil. Beruntung sekali, pemilik toko sedang berada di sana. Aku langsung mengutaran maksut kedatanganku.Kami di ajak masuk ke ruangannya, dan memutar cctv, Aku masih mengingat tanggal kejadian kemarin.Terlihat di cctv, perempuan be
Pagi-pagi sekali, Aku dan Mas Aris sudah mengemasi barang. Nila sudah dibolehkan pulang oleh dokter. Keadaannya alhamdulillah sudah membaik."Ayo Nil," ajakku sambil memapahnya berjalan."Aku udah kuat Sifa. Udah bisa jalan sendiri.""Gapapa, takutnya oleng," jawabku sambil tetap memapah Nila menuju mobil.---"Sarapan dulu ayo, makan dimana?" Tanya Mas Aris sambil fokus menyetir mobilnya."Mau makan apa, Nil? Nila yang duduk di sampingku hanya menggelengkan kepalanya."Makan yang hangat-hangat deh mas!" Seruku pada Mas Aris."Siap laksanakan!" Jawaban Mas Aris yang tegas bak prajurit militer, membuat Aku dan Nila tersenyum.----Mas Aris akhirnya menghentikan mobilnya, memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Aku dan Nila segera menghampiri gerobak pinggir jalan yang menjual bubur ayam. Sedangkan Mas Aris membeli nasi pecel di gerobak sebelahnya."Sif, kok bisa ya aku keracunan kue yang aku makan?" Tan
"Bagaimana keadaan teman saya, Dok?" tanyaku saat Dokter sudah keluar dari ruangan Nila."Alhamdulillah, sudah mulai membaik. Harus banyak-banyak istirahat, dan makanan yang sehat, minum air putih yang cukup. Pasien keracunan makanan.""Keracunan, Dok?" tanyaku tak percaya."Iya, dari hasil pemeriksaan, pasian keracunan makanan, yang ada di kue yang dia makan. Baiklah, saya permisi dulu. Boleh di jaga ya temennya. Tolong suruh banyakin minum air putih juga.""Terima kasih, Dok."---"Mas, kata Dokter Nila keracunan kue," ucapku pada Mas Aris. Aku menghampiri Mas Aris yang duduk di ruang tunggu."Kok bisa dek? Kue dari mana? Kamu beli?" Mas Aris mengernyit heran."Aku baru inget mas, kue itu dari Bu Wati tadi pagi, sebelum kita berangkat periksa." Aku ikut duduk di samping Mas Aris."Bu Wati?""Iya mas, dari Bu Wati tadi pagi.""Ah, masak sih dek? Biasanya Bu Wati juga suka ngasih kita makanan, tapi kita gap
"Assalamu'alaikum," ucap Mas Aris yang baru pulang dari kerja, dengan wajah sumringah."Wa'alaikumsalam," jawabku bersamaan dengan Mbok Inah. Kami berdua sedang bersantai di teras rumah."Mas, mau mandi dulu ya dek," ucapnya berpamitan. Aku hanya menjawab dengan anggukan."Bibi, mau nyiapin makan malam dulu ya neng," pamit Bibi juga sambil menuju ke dalam rumah."Iya bi," sahutku.Aku melamun menatap bunga-bunga di halaman yang bergerak tak tentu arah tertiup angin, anganku terbang melayang jauh."Dek," suara panggilan dari Mas Aris dan tepukan pelan di pundak, menyadarkan aku dari lamunan."Iya mas?""Kamu kenapa? Jangan ngelamun. Gak baik, apalagi ini sore hari. Ayo masuk, udah mau maghrib."Mas Aris menggenggam tanganku, menarikku masuk ke dalam rumah. Aku hanya menurut saja.---"Mas, aku gak mau ya kamu berhubungan lagi sama kelurga Widia. Apapun yang berhubungan dengan mereka, tolong kamu lupaka
Hari masih terlalu pagi. Aku yang sedang memasak, mendengar suara ponsel Mas Aris berdering di atas meja ruang tv. Mungkin dia lupa membawa ponselnya. Mas Aris sedang berolahraga pagi. Aku tinggalkan sebentar masakanku, menuju ruang tv untuk mengambil ponsel. Tertera nama Bu Dewi. Aku segera mengangkat telfonnya."Halo," ucapku saat telepon tersambung, sambil berjalan menuju dapur."Halo, Arisnya ada?" tanya suara perempuan di seberang."Masih keluar Bu, ada perlu apa ya?" tanyaku sambil mengaduk kuah kare ayam di panci."Nanti kalo sudah pulang, tolong suruh hubungi saya ya, Sifa.""Iya bu," sahutku. Tut... Panggilan diputus sepihak oleh seberang.---"Mas, tadi kamu dicariin sama Bu Dewi?" ucapku saat sarapan pagi bersama Mas Aris."Kenapa dek kok nyariin aku? Ada apa?" tanyanya sambil memainkan sendoknya."Gak tau mas, gak bilang apa-apa sama aku. Katanya kamu di su
Mas Aris tersenyum begitu bahagia sambil memandangiku, sesekali tangannya mengelus perlahan perutku."Udah mas, fokus nyetirnya. Awas! Nanti malah oleng mobilnya," ujarku."Iya dek, hari ini mas bahagia banget. Mas mau jagain kamu dulu. Hari ini mas mau ijin cuti kerja," ucapnya dengan begitu semangat."Jangan lebay deh mas! Aku gapapa, udah sehat bugar ini.""Enggak dek! Pokoknya mas mau cuti hari ini. Takut kamu kenapa-kenapa. Kejadian kayak tadi pagi, apalagi di rumah cuma sendirian. Mas kan khawatir," omelnya panjang lebar."Baik tuan." Mas Aris malah tersenyum lebar, mendengar jawabanku.--Mas Aris tiba-tiba membelokkan mobilnya ke arah rumah makan. Memarkirkan mobilnya lalu berhenti."Ayo turun dek, kita sarapan dulu," ajaknya."Iya mas, ngerti aja kalo perutku sudah lapar.""Iya, kasian dedek bayinya dek," ucapnya sambil mengelus perutku.---Kami memesan nasi pecel, menu a
Aku yang sedang asyik bercanda bersama Nila, tiba-tiba di kagetkan oleh panggilan telefon dari ponselku. Tertera nama Mas Aris disana. "Halo Mas, ada apa?" tanyaku. "Mas mau ngabarin dek, nanti mas lembur, pulang sekitar pukul 8 malam. Kamu gapapa kan?" "Gapapa mas, ini aku masih main di rumah Nila." "Ya udah, kamu di situ aja, sampai mas pulang. Nanti biar mas jemput ke rumah Nila." "Iya mas, aku tanya Nila dulu?" Ku lihat Nila mengangguk-angguk begitu bahagia. "Iya mas, boleh katanya, nanti kamu langsung jemput kesini saja," jawabku kemudian. "Iya dek, kamu hati-hati. Jangan lupa makan. Sudah dulu ya, mas mau lanjut kerja. Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam," jawabku. Kemudian memasukkan ponselku ke dalam tas kembali. Aku memutuskan untuk mampir ke rumah Nila tadi, setelah pulang dari kak Rudi. Darip