“Tidak sudi aku, Mak. Lebih baik aku jadi perawan tua dari pada nikah sama aki-aki. Apa kata dunia, Mak?”“Enggak usah kamu pikirkan apa kata dunia! Pikirkan masa depanmu. Kamu nikah sama itu aki-aki kalau dia mati warisannya jatuh ke tangan kamu semua. Jadilah kamu janda kaya. Ini otak dipakai untuk mikir napa!” jelas Mak panjang lebar kali tinggi seraya menoyor kepalaku.Ada benarnya juga sih apa kata emak, tapi tetap saja aku tidak mau menghabiskan malam pertamaku yang indah apa lagi aku perawan dengan aki-aki bau tanah yang ada aku bakalan menyesal seumur hidup.“Mak, tunggu jawabanmu sampai besok pagi, sudah sana kamu tidur!” titah Mak.Semalam setelah konsultasi dengan abang sepupuku yang tinggal di kabupaten sebelah aku ikuti saran darinya. Baiklah lah, Mak permainan kita mulai.“Aku putuskan untuk mengenali juragan sapi terlebih dulu, Mak. Tidak mau aku buru-buru nikah. Kalau istilah anak mudanya pacaran dulu. Kalau Emak enggak setuju dengan keputusanku lebih baik pergi dari r
[Non, semalam Bu Anin nekat tidur di luar pagar, Bapak kasihan padanya.]Pagi-pagi satpam sudah mengabariku berita pahit. Ah, Tante Anin nekat sekali apa dia tidak merasa malu. Atau memang sengaja biar dikasihani orang lain.Harusnya Tante Anin sadar diri kenapa bisa diusir begitu. Dasar dimana-mana yang namanya pelakor selalu playing victim tidak jelas.Tak kubalas WA satpamku. Lebih baik aku menikmati sarapanku dan menyapa dunia baruku. Aku akan memulai semuanya setelah aku memenangkan pertarungan ini.Ibu lihatlah, aku bisa membalas sakit hati ibu tanpa harus mengotori tanganku. Mereka terseleksi oleh alam. Mereka yang jahat pada ibu sudah menuai hasilnya. Semoga Allah SWT ampuni segala dosa ibu dan diterima semua amal baik ibu. Aku sangat merindukanmu Bu. Semoga doa-doa yang aku panjatkan untukmu bisa menjadi syafaat untukmu.Setelah berpamitan pada kakek dan nenek aku berangkat sekolah.[Non, Bu Anin kayak cacing kepanasan. Menggelepar kesakitan.]Ck, Tante Anin bukankah kemarin
Segera kukedip-kedipkan mataku padanya. Untungnya Mas Ramli paham.“Baik, kita putus!” ucapnya seraya pergi dari rumahku.Segera kuambil obat merah untuk mengobati luka juragan sapi. Pinggir lukanya kucium lagi. Kali ini juragan sapi langsung pingsan. Mungkin dia tidak bisa menahan dua rasa sekaligus. Rasa sakit akibat bogeman dari Mas Ramli dan juga rasa terkejut karena ciumanku. Terserah saja yang penting besok aku dapat satu set perhiasan emas yang aku mau.Malamnya aku kirim pesan ke Mas Ramli. Sejujurnya aku marah padanya karena pergi begitu saja tanpa alasan meninggalkan aku tanpa kepastian.Aku dan Mas Ramli sudah pacaran lama hanya saja putus nyambung. Malam ini aku tegaskan padanya jika ingin bersamaku selamanya maka dia harus mendukung rencanaku dan juga memberiku uang.“Banyak sekali, Nin. Mana ada aku uang segitu?” keluhnya. Ck, Cemen sekali!“Harus ada lah, Mas. Kamu kan, kerja di kota. Masa hanya memberiku per minggu 800 ribu rupiah saja tidak bisa,” sahutku kesal.“Aku
Dia tidak sendiri. Dia bersama kakak iparnya. Ada urusan pembelian sawah yang jumlahnya mencapai belasan hektar. Hendra namanya. Aku tertarik padanya padahal dia sudah beristri dan juga sudah punya anak.Hari-hariku melepas masa Iddah selalu saja terbayang wajah mas Hendra. Mas Ramli datang pun aku tidak lagi mau melayaninya meski dia bawa uang. Bagiku Mas Hendra lebih menggoda. Wajah rupawan banyak harta dan seorang pengusaha.Aku gencar melakukan pendekatan dengan Mas Hendra. Abangku pun mendukung. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Mas Hendra pun merespon baik hingga kami membuat janji temu di sebuah hotel pinggir kota. Ya, aku langsung mengiyakan saat Mas Hendra mengajakku cek in di hotel.Aku melayang ... semua tentang masa laluku bisa aku lupakan dengan sekejap. Mas Hendra yang baik dan royal mampu meluluh lantakkan hatiku.“Aku rela jadi yang ke dua asal kita bisa bersama selamanya, Mas,” kataku tulus.Mas Hendra hanya tersenyum simpul.“Apa istrimu cantik, Mas? Aku penasaran sekali
🌸🌸🌸🌸“Itu Nindi, kan, Al?” Mataku tertuju pada sesosok gadis cantik bekerja sebagai SPG mobil di mol terbesar di kotaku.“Iya, benar,” jawabku seraya terus mengamati gerak gerik Nindi.Nindi sedang menjelaskan mobil keluaran terbaru dari Toyota. Aku sendiri sedang menemani Lusi yang sengaja melihat pameran mobil di mol ini. Lusi berniat untuk membeli juga. Ah, sultan model Lusi beli apa pun juga tinggal tunjuk.Aku jadi tidak fokus mendengarkan penjelasan dari Mbak SPG yang menemani kami untuk melihat-lihat mobil di sini.“Aku harus samperin Nindi. Dia sudah sebulan tidak sekolah, aku pun kehilangan kontak dengannya. Terakhir datang ke rumah sakit dia sudah terlebih dahulu pergi,” kataku pada Lusi.“Aku temani atau?”“Enggak usah, Lus. Kamu di sini saja. Fokus saja sama tujuan kamu.”“Kayak apaan sih, Al, fokus segala? Santai aja lagi,” sahut Lusi seraya tertawa renyah.Kau gegas menghampiri Nindi. Dari sekian banyak SPG yang ada di sini hanya Nindi yang terlihat sangat menarik. T
“Sabar, ya, Al.”“Iya, Lus. Aku tidak habis pikir kenapa Nindi sekarang bisa sabar menghadapi mamahnya. Kamu lihat dan dengar sendiri kan, dia tidak membalas teriakan dan umpatan mamahnya.”“Itu tandanya Nindi sudah semakin dewasa. Semoga saja selamanya dia bisa begitu.”“Aamiin ... antar aku sampai rumah ya, Lus.”“Enggak jadi minep?”“Enggak, terima kasih lain, kali aja. Aku harus bilang ke kakek dan nenek tentang kondisi Tante Devi. Meski jauh di dasar hatiku puas melihat mereka begitu, tapi entah kenapa di sudut hatiku yang lain aku tidak tega. Setidaknya kami harus tahu Tante Devi sakit apa.”“Masya Allah Al, itu artinya hatimu tidak tertutup. Semoga kamu bisa memaafkan mereka.”“Iya, Lus. Inysa Allah aku memaafkan mereka.”Sampai rumah sudah hampir jam 11 malam untung saja nenek tidak marah.Aku lebih memilih langsung membicarakannya dengan nenek.“Kalau kita mau bawa Tantemu ke dokter, Nindi harus dikasih tahu. Kalau tidak nanti bakalan susah.”“Iya, Nek. Pelan-pelan nanti aku
***POV Anin.Aku kesal sekali dengan dokter yang tidak bisa menyembuhkan sakitku dengan segera. Uangku sudah hampir habis hanya untuk biaya pengobatanku. Terakhir kali memang Ardi si adiknya Tari yang sudah koit membawaku ke dokter. Bahkan dua dokter sekaligus tetap saja hasilnya sama. Ardi terkesan kasihan dan juga jijik padaku. Dia memberiku sejumlah uang dan menyuruhku pergi jauh dari sini. Aku tentu saja tidak mau! Memang dia siapa seenak sendiri ngatur-ngatur hidupku.Perhiasan berlian yang ditinggalkan Mas Hendra dulu sudah kujual semua. Uangku di ATM tidak sampai 5 juta saldonya. Aku bingung harus bagaimana.Nasibku kenapa sesial ini! Apa salahku? Bukankah hal wajar jika seorang perempuan cantik bisa dapat suami ganteng, kaya, dan juga suami orang? Bukan salahku, Mas Hendra yang salah sudah tahu punya istri masih tergoda padaku.Aaaahhh ... aku benar-benar pusing sekali. Aku ingin pulang kampung saja. Di sana aku masih punya rumah bagus, sawah, ternak, dan juga orang tua. Tapi
POV ANGGA🌸🌸🌸Aku mengenalnya sejak kecil, tepatnya aku lupa yang jelas aku mulai akrab dengannya ketika kelas 5 SD. Cantik, baik, periang, dan juga rendah hati. Sifat baiknya itulah yang membuatku makin kagum padanya. Padahal dia dilahirkan dari keluarga kaya raya, harta orang tuanya 7 turunan 8 tanjakan tidak akan habis.Biasanya orang kalau bergelimang harta akan sombong dan semena-mena, tapi tidak baginya. Ah, dia memang begitu istimewa di mataku.Selain itu dia memiliki sifat tegas dan tidak mau kalah jika berargumen. Aku pernah dicuekin lebih dari seminggu gara-gara adu argumen dan dia kalah. Menggemaskan sekali bukan?Kebersamaan yang terus berlanjut itulah yang menjadikan aku nyaman dengannya dan di sini, di dalam relung hatiku namanya selalu terukir dan aku langitkan dalam doaku.Pernah suatu malam aku berdoa yang menurutku sangat konyol. “Allah jadikan dia jodohku, jika tidak maka jadikan dia perawan tua.” Ya, itu doaku kala itu, saat pertama kali aku merasakan indahnya j