Share

KARMA PERSELINGKUHAN AYAH
KARMA PERSELINGKUHAN AYAH
Penulis: Kencana Ungu

BAB 1 Berita Duka

Penulis: Kencana Ungu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Aaww!” Aku menabrak seorang wanita muda di lobi hotel. 

“Maaf.”

“Makanya jalan pakai mata!” teriaknya, tapi aku hiraukan karena sedang sangat terburu-buru karena harus mengemasi barang-barang di kamar dan meluncur pulang. 

Baru saja tanteku telepon aku harus segera pulang karena ibuku sedang kritis di rumah sakit. Aku sendiri sedang mengikuti study tour di luar kota dan menginap tiga hari. Karena alasan itulah aku diperbolehkan untuk pulang lebih dulu.

“Al, lihat itu!”  Tunjuk Lusi. Aku kaget ternyata ada ayah di sini. Dua hari yang lalu memang ayah dinas ke luar kota dan aku sama sekali tidak menyangka kalau ayah dinas di Kota Kembang ini. Tunggu dulu wanita di samping ayah itu kan, wanita yang tadi bertabrakan denganku di lobi hotel.

“Itu ayahmu, kan, Al?” tanya Lusi lagi. Aku langsung mengajak Lusi untuk bersembunyi di balik dinding penyekat resto ini. Yap, tadi kami memutuskan untuk membeli minuman dulu sebelum ke kamar dan aku sama sekali tidak menyangka akan bertemu ayah di sini.

“Enggak disamperin aja, Al?” Aku langsung menggeleng.

“ Di sini aja, Ayah tidak mengizinkan aku ikut study tour kalau beliau tahu nanti aku kena marah,” jawabku. Teringat perizinan penuh drama tangis saat aku ingin berangkat study tour, tapi tetap saja ayah tidak memberi izin. Beruntung beliau tugas ke luar kota lima hari jadi ibu mengizinkanku.

“Al, tapi lihat itu?” Lusi menunjuk ayah lagi.

“Astaghfirullah ....” Aku dan Lusi bersamaan istighfar melihat pemandangan senonoh di depan kami. Ayah dan perempuan itu saling berpelukan mesra layaknya seorang kekasih yang melepas rindu. 

Hancur dan sakit hati dengan apa yang aku lihat segera kuambil gawai dalam tas dan bermaksud meneleponnya. Nihil, nomor ayah sedang tidak aktif. Benar kata Tante Dewi nomor ayah tidak bisa dihubungi makanya beliau menghubungiku. Tega sekali ayah berbuat seperti itu, apa dia tidak ingat pada anak dan istrinya.

Dari pada ponselku tidak berfungsi aku akan merekam adegan mesra mereka dan akan aku tunjukkan pada ibu nanti.

“Lus, mereka pergi, buruan kamu ambil air minum dan bayar kita ketemu di kamar aku mau ngikutin Ayah,” titahku pada Lusi, untung Lusi teman yang bisa diandalkan.

Ternyata ayah dan wanita itu cek in di hotel ini, seperti maling yang takut ketahuan tuan rumah aku diam-diam mengikuti ayah. 

Ayah yang kukenal selama ini seumur hidupku berbeda sekali dengan yang kutemui di sini. Dia begitu agresif seperti ABG yang sedang puber. Beruntung mereka cek in di lantai pertama jadi tidak sulit untuk membuntuti mereka.

Kini mereka sudah masuk di kamar. Aku hanya bisa menguping pembicaraan mereka dengan cara menempelkan kupingku pada daun pintu. 

 Suara tawa dari dua manusia luknut itu terdengar jelas tidak lama terdengar suara desahan saling bersahutan dari mereka. Meski aku baru kelas SMA kelas X, tapi aku paham aktivitas yang mereka lakukan. 

Tak  kuat lagi kuputuskan untuk menggedor pintu kamar ini. Saat hendak menggedor pintu tanteku menelepon lagi memberitahu keadaan ibu yang semakin kritis.

Dilema antara melabrak ayah atau mendahulukan ibu. Akhirnya aku putuskan kan untuk cepat-cepat pulang ke rumah.

Mendapatiku yang berjalan lesu Lusi yang terlebih dahulu sampai di pintu kamar kami, dia segera berlari menghampiriku.

“kamu baik-baik aja kan, Al?” tanyanya. Aku hanya menjawab dengan anggukan kepala karena memang keadaanku tidak baik-baik saja.

 Pikiranku bercabang antara ayah dan ibu.

Lusi membantuku berkemas kemudian mengantarkanku sampai ke depan lobi  untuk naik lagi untuk naik taksi menuju bandara.

Dari Bandung ke Jakarta tidak membutuhkan waktu lama. Aku sudah dijemput oleh Pak Didi di bandara untuk membawaku ke rumah sakit di mana ibu dirawat.

Sampai rumah sakit aku di sambut oleh tante dan adikku. Mereka membawaku ruang ICU tempat Ibu terbaring lemah.

Jika tadi aku melihat kelakuan bejat ayah bisa menahan tangis tidak dengan sekarang begitu melihat ibu tangisku langsung pecah. Tak bisa kubayangkan bagaimana rasa sakitnya ibu saat sedang melawan penyakitnya, tetapi harus menerima dan tahu kenyataan pahit bahwa suami yang dia sayang selama ini telah menghianatinya.

“Ibu, harus sembuh ya, harus kuat demi Alya dan Aldi,” kataku terbata-bata.

“Aku janji  akan selalu jagain, Ibu.” Seolah mengerti dengan apa yang aku ucapkan ibu menangis dalam komanya. 

Mungkin karena terlalu lelah aku sempat terlelap beberapa menit di samping ibu. Aku terbangun karena seperti ada yang menyentuh bahuku.

 Monitor Holter atau alat perekam ritme jantung ibu berhenti, menunjukkan garis lurus. Aku panik lalu berlari keluar memanggil dokter dan perawat.

Tante dan adik yang sedang istirahat di ruang tunggu ikut panik. Aku berteriak dan menangis histeris pelukan tante tidak berhasil menenangkanku.

Hingga jenazah ibu dibawa pulang ke rumah aku sudah pingsan beberapa kali. Sungguh aku tidak bisa menerima kenyataan ini. Ibuku pergi untuk selamanya, sedang ayahku sibuk bermain api dengan wanita lain.

🌸🌸🌸

“Bagaimana, Bu? Apa kita akan tetap menunggu suami almarhumah? Sebentar lagi akan masuk waktu Zuhur, kasihan beliau sudah dari kemarin siang meninggalnya,” tanya ustaz yang mengurus proses pemakaman ibu pada tanteku sedang tanteku dan keluarga ibu terlihat bingung mau menjawab apa.

“Suami almarhumah sedang dinas jauh, dari kemarin memang susah sekali ditelepon. Bagaimana kalau menunggu sampai sore Pak Ustaz? Kasihan suami almarhumah kalau sampai tidak melihat istrinya untuk yang terakhir kali,” jawab tante. Terlihat Pak Ustaz menghela nafas beliau sepertinya keberatan.

“Tante, apa Ayah memang benar-benar tidak bisa dihubungi?” tanyaku yang sebenarnya aku sendiri sudah tahu jawabannya, tapi entah kenapa aku ingin bertanya begitu.

“Tidak bisa, Al. Dari kemarin kami sudah mencobanya,” jawab tante lesu.

“Aku telepon ayah sekali lagi, jika tidak tersambung sebaiknya Ibu segera dimakamkan kasihan Ibu sudah menunggu lama,” kataku sedih.

 Bahkan di hari terakhirnya di dunia ini suaminya tidak ikut mengantarkan ke tempat keabadiannya.

Kutekan nomor ayah berharap kali ini tersambung, nihil. Nomor ayah sama sekali tidak bisa dihubungi. Akhirnya dengan berat hati aku mencoba mengikhlaskan ibu. 

Aldi, sejak kemarin terus saja tantrum dia terus saja memanggil ibu. Semua orang yang ada di sini ikut merasakan betapa sedihnya hati kami.

 Anehnya keluarga dari pihak ayah hanya datang sebentar kemudian pulang lagi. Di sini aku hanya bersama nenek dari pihak ibu dan Tante Eni adik ibu.

Tepat azan Zuhur, ibu sudah selesai dimakamkan. Aku masih menangis tergugu memeluk gundukan tanah merah ini tak lagi kupedulikan bajuku kotor terpenting aku bisa memeluk nisan ibu.

Ibu maafkan aku kalau hatiku penuh dendam dan amarah pada ayah.

Bersambung

Bab terkait

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 2 Test Pack

    Aku akan balas perbuatan ayah pada ibu. Aku pulang membawa amarah dan dendam yang membara.“Al, Tante perhatian kamu diam saja sejak pulang dari makam tadi, kalau ada salah masalah cerita saja ke Tante.”“Enggak ada kok, Te, semuanya oke aku hanya memikirkan Ayah,” jawabku berbohong.“Sabar ya, Al. Tante tahu perasaan kamu gimana. Ayah kamu kan, sedang mencari nafkah untuk keluarga jika beliau tahu pasti juga akan pulang.” Tante Eni memelukku erat. Andai dia tahu kebusukan ayahku pasti beliau akan marah besar.“Ya, sudah, kamu tidur gih, ini sudah malam. Tante enggak mau kamu sakit,” titahnya. Aku mengiyakan. Kuayunkan kaki menuju kamar ke dua orang tuaku. Aku rindu ibu, andai aku tidak pergi study tour pasti aku bisa menemani saat-saat terakhirnya, dan aku tidak akan mengetahui kebusukan ayah yang membuat dendam di hati ini.Aroma parfum yang biasa dipakai ibu menguar menusuk indra penciuman. Kutatap pigura yang tertata apik di atas meja rias ibu. Tampak seperti keluarga pada umumn

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 3 Pesan Misterius

    “Cepat katakan ada apa, Lus?” desakku.“Aku melihat ayahmu tadi pagi keluar dari kontrakan sebelah rumahku. Diantar sampai ke pagar terus itu ... ayahmu mencium pipinya. Sayangnya perempuan itu membelakangiku jadi aku tidak tahu siapa,” ucap Lusi, dia tampak tidak enak padaku. Kuhirup udara banyak-banyak agar dada yang terasa amat sempit ini bisa bernapas.“Maaf, ya, Al?” Lusi menggenggam erat tanganku.“Enggak perlu minta maaf, Lus. Aku minta tolong sama kamu tolong jaga rahasia ini dari keluargaku ya?” ucapku memohon.“Memang kenapa, Al? Mereka kan ....”“Ssstt ... belum saat mereka tahu, itu ada suara ayahku pulang ayo, kita ke depan!” ajakku pada Lusi.Benar saja mobil ayah yang datang. Ayah setiap pulang dari mana pun mobilnya baru memasuki jalan kompleks menuju rumah saja aku sudah paham saking dekatnya aku dengan ayah, tapi sekarang perasaan itu jadi berubah benci dan kesal.“Soal tadi jangan bilang tahu dari aku ya, Al?” bisik Lusi sebelum pamitan pulang bersama yang lain.Ku

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 4 Mobil Jeep siapa?

    Aku syok dan bingung. Salah kirimkah orang ini? Tapi, namanya jelas itu nama ibuku.“Kak, dipanggil Nenek,” ucap Aldi, dia mengetuk-ngetuk pintu.Kubuka pintu, melihat sekitar takut ada yang melihat.“Aldi, sini dulu Dik.” Kutarik tangannya supaya masuk.“Ada apa Kak?” tanyanya bingung.“Kamu sudah janji kan, untuk tidak memberi tahu benda pipih yang kemarin kamu temukan?” kataku mengingatkan Aldi agar tidak memberi tahu tentang test pack yang dia temukan.“Aman, Kak. Aku akan jadi orang yang amanah,” jawabnya mantap. Aku lega setidaknya aku bisa lebih dulu menyelidiki itu milik siapa. Pasalnya ibu selalu terbuka padaku apa lagi aku juga sangat menantikan hadirnya seorang adik. Ibu sangat sulit hamil karena penyakit tumor jinak yang dideritanya setelah melahirkanku. Aldi sendiri sebenarnya bukan adik kandungku itu kenapa aku berjarak sangat jauh darinya. Meskipun begitu, aku tetap sayang padanya. Ayah dan ibu juga tidak membedakan kasih sayang di antara kami. “Kok, Kakak malah ben

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    Bab 5 Pesan Romantis

    Tidak mau membuat ayah curiga aku pun pura-pura tidak tahu kalau beliau terkejut.“Nenek, malam ini yang datang ke rumah untuk yasinan anak-anak panti dekat kompleks perumahan kita, kan?” tanyaku sengaja mengalihkan perhatian ayah.“Iya, benar, nanti habis Maghrib nasi kotaknya dikirim sama pihak kateringnya,” sahut Tante Eni.“Makasih ya, Tan, sudah bantuin aku sama Ayah,” kataku tulus. Andai tidak ada Tante Eni entah bagaimana nasib ibuku.“Sudah menjadi kewajiban Tante sebagai Adik. Kamu jangan sungkan ya, Sayang,” jawab Tante Eni. Aku dan ayah kompak mengangguk.Begitu turun dari mobil ayah langsung lari ke pintu pagar sepertinya sangat tergesa-gesa kemudian melihat ke kanan dan kiri seperti orang mau menyebrang jalan.“Ayah! Ada apa si?” tanyaku sedikit berteriak karena jarak kami lumayan jauh. Ayah melambaikan tangan memberi tanda semua ok, tapi aku tidak percaya begitu saja. Aku jadi semakin yakin orang yang tadi ngobrol dengan Bude Siti kenal dengan ayah.Di dalam ternyata su

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 6 Foto yang Ibu simpan

    Mendapat kiriman Vidio ayah dari Lusi membuatku kembali murka.Karena aku sangat kesal pada ayah kuputuskan untuk masuk kamar tidak jadi ikut makan bersama anak-anak panti, untungnya acara inti yaitu doa bersama sudah selesai. Kuajak Aldi, dia harus istirahat besok sudah mulai masuk sekolah.Kukunci kamar ibu sekarang hanya ada aku dan Aldi, panggilan nenek dan Tante Eni aku hiraukan. Biarlah mereka tahu bahwa aku sedang kecewa.“Kita tidur Dik, besok harus bangun pagi salat Subuh, dan bersiap ke sekolah. Aldi harus nurut sama Kakak karena sekarang sudah tidak ada Ibu lagi yang selalu menyiapkan keperluan kita,” kataku lembut takut Aldi tertekan karena tindakanku yang mengharuskan dia mandiri.“Baik, Kak. Aku akan nurut apa pun kata Kakak,” jawabnya sambil menoleh hidungku. Kami bersih-bersih badan, sikat gigi, wudu lalu kami tidur. Sebenarnya aku sendiri tidak bisa tidur, pikiranku kacau melayang ke mana-mana. Sekarang juga belum terlalu malam masih jam 21.00 WIB. Aldi sudah terle

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 7 Berkas Rahasia.

    Sekolah pun aku tidak fokus sampai ditegur guru beberapa kali bahkan mapel olahraga kepalaku sampai kena bola voli. Foto-foto itu, baju lingerie, dan juga pesan-pesan mesra itu masih terngiang memenuhi pikiranku. Apa yang harus aku lakukan. Aku bingung sekali.Aku mendapati kamar ibu sedikit terbuka padahal tadi sewaktu berangkat sekolah aku ingat betul sudah terkunci dan kuncinya pun masih ada padaku.Nenek dan Tante Eni masih di dapur, Aldi belum pulang. Kalau bukan ayah berarti keluarga ayah yang memaksa masuk.Kuintip ke dalam benar saja ayah sedang mencari sesuatu di lemari ibu. Baju ibu berserakan semua. Rak-rak buku perpustakaan mini ibu pun sangat berantakan semua buku jatuh berserakan di lantai.“Ayah?” panggilanku tidak terdengar hingga aku harus mencolek bahunya.“Yah, Ayah?”“Ya Tuhan! Alya! Bikin kaget saja,” teriak ayah beliau terlonjak kaget.“Ayah sedang cari apa? Kenapa kamar Ibu jadi berantakan begini?” tanyaku penasaran.“Ayah mencari berkas yang dibutuhkan di kant

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 8 Surat perjanjian.

    Prek! Kulempar aqua gelas tepat di bawah kaki wanita itu. Kakinya basah terkena cipratan airnya. Dia kaget begitu juga dengan ayah. Senyumnya yang semula mengembang langsung hilang. Oma terlihat sangat marah padaku sedang nenek merasa tidak enak dan hendak membawaku beranjak dari sini. Kutolak mentah-mentah ajakan nenek lalu kulanjutkan makanku. Marah juga perlu tenaga aku harus makan banyak untuk melawan perempuan luknut itu.“Aldi, mau nambah enggak?”“Enggak, Kak. Cukup, aku sudah kenyang.”“Ya, sudah. Ayo, kita masuk kamar! Sikat gigi, wudu lalu tidur.” Aldi menurut saja. Aku cepat-cepat menyelesaikan ritualku dan keluar lagi menemui ayah.Mereka sedang asyik ngobrol dan tampak akrab seperti sudah kenal lama. Perempuan luknut itu sesekali melirik pada ayah dengan senyuman genitnya. Aku bergidik ngeri melihatnya. Ternyata ada di dunia nyata wanita seperti itu.“Ayah, ayo tidur! Ini sudah malam besok aku harus sekolah,” ajakku dengan gaya bicara yang manja seperti gadis-gadis Kore

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 9 Surat perjanjian dan Dokter keluarga

    🌸🌸🌸“Aaaww! Pakai mata dong! Main tabrak aja!” teriak Nindi, buku yang dibawanya berantakan semua. “Namanya juga buru-buru,” jawabku cuek. Dia menunduk memunguti bukunya.“Loh, Non, kok balik lagi?” tanya mbok.“Aku sakit perut, Mbok,” jawabku berbohong.“Apa perlu Mbok hubungi Dokter, Non?”“Enggak usah Mbok, aku mau BAB.” Aku lari masuk kamar.Kukunci pintu lalu kuambil lagi kertas perjanjian yang kulipat tadi.Ternyata ini surat perjanjian hutang piutang.Di sini dituliskan ayah sebagai pihak ke dua dan Pak Yadi sebagai pihak pertama.Poin pertama menyebutkan bahwa pihak pertama yaitu Pak Yadi meminjamkan sejumlah uang kepada pihak ke dua. Fantastis 750 Milyar. Aku sampai menghitung nolnya di belakang angka untuk memastikan jumlah yang kubaca tidak salah.Poin ke dua berisi tentang jaminan yang ayah berikan, yaitu sertifikat vila, perkebunan, rumah ini dan juga BPKB tiga mobil yang ayah punya.Poin ke tiga berisi pihak ke dua akan membayar hutang tersebut dengan cara dicicil se

Bab terbaru

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 189. TAMAT. Pelabuhan hati.

    Sejujurnya aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak menerima Angga karena aku tidak ingin menyakiti hati Lusi. Ya, walaupun sekarang Lusi sudah bahagia bersama suami dan anak-anaknya, tapi aku yakin jika dia tahu aku menikah dengan Angga pasti di dalam dasar lubuk hatinya ada rasa kecewa padaku dan aku tidak mau itu terjadi. Aku tidak ingin menyakiti hati orang lain apalagi itu Lusi, sahabatku sendiri walaupun itu setitik nila.“Aku tahu Al, kalau kamu pun sebenarnya mencintai aku. Semua kutahu itu dari Lusi dan aku tahu kamu menolakku pasti karena Lusi. Al, Lusi, sudah bahagia dengan suaminya dan anak-anaknya bahkan Lusi merasa sangat bersalah karena telah menuliskan perasaannya di dalam buku diary-nya yang akhirnya kamu baca. Kalau kamu tidak percaya dengan apa yang aku ucapkan ini kamu bisa tanyakan sendiri pada Lusi. Tolong jangan tinggalkan aku lagi, Al. Aku sangat mencintaimu dari dulu hingga kini.”“Angga, tapi aku, aku ....”“Tidak perlu kamu jawab Alya karena aku ta

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 188. Meyakinkanku.

    “Alya, tunggu! Kamu mau ke mana?” Angga menarik ujung jilbabku. Seketika aku menghentikan langkahku.“Kamu pikir aku mau ke mana Ngga? Pulanglah, ngapain aku di sini? Jagain Cafe kamu?” jawabku ketus.“Ya, kali aja mau juga kamu jagain cafeku. Jangan jagain kafekulah, jagain hatiku aja,” jawab Angga lagi. Dia ini benar-benar membuat aku salah tingkah.“Apaan, sih, Ngga ... sudahlah aku mau pulang. Lain kalu aku main ke sini lagi, oke ... aku ada banyak kerjaan yang harus aku selesaikan,” pamitku pada Angga. Sejujurnya aku sangat malu padanya karena bukan hanya sekali ini saja Angga memergokiku gagal bertemu dengan seseorang. Dulu bahkan saat pernikahanku gagal dan Anggalah yang tahu pertama kali setelah keluargaku.Kenapa harus dia aku kan, jadi malu seolah aku ini adalah gadis terkutuk yang tidak bisa mendapatkan jodoh. Apalagi umurku sekarang menjelang kepala tiga bulan depan. Kalau perempuan di luaran sana mungkin sudah punya anak dua ataupun tiga, sedangkan aku boro-boro punya

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 187. Bukan laki-laki baik.

    “Hilda!” Suara bariton seseorang memanggil perempuan di depanku.Ternyata perempuan di depanku ini namanya Hilda. Lantas dia tahu namaku dari mana?“Oh, jadi ini, Put, yang kamu lakukan di belakangku? Diam-diam kamu cari perempuan lain untuk jadi pendamping hidupmu, lalu aku ini kamu anggap apa, Put! 8 tahun aku nemenin kamu dari nol, giliran kamu sudah sukses kamu cari perempuan lain yang kata kamu lebih soliha dan lebih cantik dari aku! Picik kamu, Put! Dan kamu Alya, asal kamu tahu bahwa 2 hari ini yang menghubungimu bukan Putra, tapi aku. Hilda Widyani, calon istri Putra yang entah kenapa laki-laki brengsek itu tergoda oleh kamu. Aku yakin kamu tidak menggoda Putra, tapi aku minta sama kamu sebagai sesama perempuan jauhi dia kalau tidak aku akan hancurkan nama baikmu,” ucap perempuan itu berapi-api.“Hilda, kamu ngomong apa, sih! kita sudah putus dan kita sudah sepakat untuk mengakhiri hubungan kita. Lalu kenapa sekarang kamu mau merusak hubunganku dengan perempuan lain? Ingat ya

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 186. Ekstra Part. Pertemuan tak terduga.

    Ekstra part.“Hai! Ngalamun aja serius banget kayaknya. Lagi mikirin aku, ya?” Aku dikagetkan dengan kedatangan Angga yang tiba-tiba saja sudah duduk di sampingku.Aku merasa entah kenapa dunia ini begitu sempit. Aku melalang buana ke mana pun pasti ujung-ujungnya bertemu dengan Angga. Padahal jujur bertahun-tahun aku berusaha untuk melupakan dia.“Enggak .... kok, kamu bisa di sini, ngikutin aku, ya?” tebakku asal. Habisnya aku bingung mau bilang apa.“Ye, ge-er banget, deh! Ngapain juga ngikutin kamu enggak penting kayaknya. Eh, tapi sepertinya waktu dan keadaanlah yang mempertemukan kita. mungkin kita berjodoh,” jawab Angga. Senyum khasnya membuatku ingat tentang masa lalu.“Angga, ihh, ngaco, deh! Ngomong-ngomong apa kabar? Terus kamu di sini ada kegiatan apa?” tanyaku. Sebenarnya aku sedikit salah tingkah, tapi ya, Angga tidak boleh tahu. Kalau sampai dia tahu yang ada nanti aku akan dibully dia habis-habisan.Sejujurnya aku sangat bahagia bertemu dengan Angga karena selama 2 t

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 185. Tamat.

    POV Alya. “Otewe mulu, kapan dong, sampainya?”“Nanti, Ngga ... jika Allah sudah berkehendak.” Angga hanya mengangguk saja.Entah kenapa kami merasa canggung sebenarnya ingin bersikap seperti biasanya saja, tapi tidak bisa. Seperti ada jarak yang memisahkan antara kami berdua.Angga memang terlihat semakin berwibawa mungkin itu yang membuatku merasa canggung dan juga dia suami orang maka dari itu aku harus jaga image jangan sampai nantinya ada kesalahpahaman di antara kami.“Non, ada Mas Akmal di luar.” Mbok memberi tahuku.“Em, kalau begitu aku permisi ya, Al. Takut ganggu. Kalau ada waktu main ke rumah ya, Gulsen pasti senang sepertinya memang dia sudah menyukaimu buktinya tadi langsung akrab,” pamit Angga. Aku mengiyakan.“Gulsen, pulang, yuk! Sudah siang nanti Kakek nyariin kita, loh,” ajak Angga. Gulsen menggeleng lucu sekali.“Gulseeenn ....” Lagi-lagi anak itu hanya menggeleng.“Biar nanti aku yang mengantar Gulsen,” sahutku.“Beneran?”“Iya, Ngga ... bolehkan?”“Oke, boleh-bo

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 184. Mustahil Angga tidak tahu.

    POV ALYA.Hati yang bimbang.“Tante boleh minta tolong ambilkan bola itu. Bolanya kotor aku jijik mau ambilnya,” pinta anak kecil di depanku seraya menarik-narik ujung jilbabku. Aku yang sedang fokus menatap layar HP terpaksa memandangnya. Ekspresinya menggemaskan sekali.“Please ....” pintanya lagi. Senyumnya menampilkan deretan gigi kecil-kecil yang rapi.“Boleh, tunggu sebentar.”Aku mengambil bola yang tercebur pada kubangan lumpur bekas hujan semalam.“Tante cuci dulu ya, di kran sebelah situ. Kamu bisa menunggu Tante di sini?” Anak kecil itu mengangguk.Oke, fine Alya. Ini sungguh menggelikan karena untuk pertama kalinya aku dipanggil tante oleh orang lain. Anak kecil pula. Biasanya mereka akan memanggilku kakak dan yang memanggilku tante hanya Alika anak tante Eni dan adik-adiknya saja. Ke mana orang tua anak itu kenapa dibiarkan main sendirian di taman. Meski taman kompleks perumahan tetap saja bahaya.Akan tetapi lucu juga anak kecil itu. Keberaniannya membuatku berhasil meni

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 183. Kembali.

    POV Nindi. Ternyata omongannya hanya bualan semata untuk memperdayaku. Pernikahan yang baru seumur jagung menjadi taruhannya.Kurasakan pergerakan dipan. Mas Aris memelukku dalam tidurnya setelah menciumku berkali-kali.Aku biarkan saja dia menciumku mungkin ini untuk yang terakhir kalinya. Barang kali esok aku sudah pergi dari sini dan kembali ke rumahku seorang diri. Jujur aku tidak siap dimadu. Aku tidak siap berbagi suami. Tidak! Aku tidak siap.Membayangkannya saja hatiku begitu ngilu dan sakit apa lagi menjalaninya. Pastilah aku kurus kering karena setiap hari makan hati. Perempuan itu salah satu anak dari guru ngajinya Mas Aris. Aku pun mengenalnya. Usianya 5 tahun lebih muda dariku. Namanya Yesi, meski tidak secantik dan semenarik diriku, tapi dia perempuan subur yang siap melahirkan banyak anak demi baktinya pada seorang suami. Itu yang dia katakan padaku juga pada Mas Aris.Aku akui keberanian dan juga misi hidupnya patut diacungi jempol, tapi kenapa harus rumah tanggaku y

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 182. Berpisah.

    POV Nindi.POV Nindi.“Apa tidak ada cara lain, Mas? Apa kamu setega itu padaku?” tanyaku pada Mas Aris, suamiku.Lelaki yang terkenal bijak dan baik hati itu perlahan membelai rambutku.“Maafkan aku, Dik. Aku tak kuasa menolak permintaan Ibu,” jawab Mas Aris.“Kamu benar, Mas, mungkin ini jalan yang terbaik untuk rumah tangga kita. Aku bisa apa? Rahimku bermasalah dan kita tidak bisa punya keturunan, tapi please lepaskan aku dulu sebelum kamu menikahi perempuan pilihan ibumu,” tegasku.Mata Mas Aris berkaca-kaca. Manik hitam itu dalam hitungan detik dipenuhi air mata. Lalu lolos. Kembali aku direngkuh dalam pelukannya.“Tidak, Dik. Aku tidak mau berpisah denganmu. Aku tidak sanggup. Aku sudah berjanji pada mamahmu untuk menjagamu seumur hidupku. Aku mencintaimu Dik, ada atau tidaknya anak bagiku hanya pelengkap saja. Cintaku padamu tulus, Dik. Tolong jangan pernah katakan perkataan yang sangat aku benci. Aku tidak bisa hidup tanpamu, Dik,” ucap Mas Aris seraya mempererat pelukannya.

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 181.

    POV Angga.Alyaku, aku tahu dia masih sendiri di usianya yang ke 29 tahun. Aku tahu semuanya dari Lusi dan juga Nindi.Entah seberapa berat hidup yang dijalaninya, tapi Alya masih tetap seperti dulu. Ayu dan masih muda. Mungkin karena dia tidak pernah menyikapi permasalahan dengan berlebihan. Dia tetap bersikap manis pada siapa pun meski aku tahu luka di hatinya sangatlah dalam.Alya, tetap baik pada bundaku, adikku, dan orang-orang di sekelilingnya termasuk pada keluarga mantan calon suaminya. Aku salut padanya. Aku tahu semua itu tentu saja dari cerita orang-orang terdekatku.Hari ini pertama kali aku menginjakkan kakiku ke lapak pecel buk Siti sejak 4 tahun yang lalu pergi ke Kalimantan. Pecel legendaris kenanganku bersama Alya. Ya, aku kembali pulang untuk tujuan hidup agar lebih baik lagi.Sedang Dita tetap di Kalimantan mengembangkan bisnis orang tuanya. Tak ada drama tangis perpisahan antara Gulsen dan ibunya. Biasa saja seperti hari-hari biasa. Gulsen pun tidak pernah menanyak

DMCA.com Protection Status