"Naya! Buka pintunya!"
Brak brak brak,"Naya!!"Teriakan berbarengan dengan gedoran pintu saling bersahut-sahutan memekakkan telinga penghuni rumah."Kanaya!!" jeritnya lagi.Sang penghuni rumah yang dipanggil namanya seolah enggan beranjak dari tempatnya, ia masih fokus dengan cat kuku di jemari lentiknya."Ber*ngs*k! Heh, pelakor! Keluar kamu! Atau aku robohkan rumah reotmu ini!" teriaknya lagi sembari kedua tangannya terus menggedor pintunya."Coba saja kalau berani! Jangan cuma bac*t doang digedein!" teriak sang empunya rumah tak kalah sengit."Dasar lo*te! Mana suami aku, HAH!!" umpatnya lagi.Kanaya berdecak kesal, mau tak mau ia menyudahi kegiatannya dan beranjak menuju pintu utama."Apaan sih? Teriak-teriak kayak orang gila tau gak!" cebiknya setelah membuka pintu. Kanaya bersandar sembari bersedekap dada, angkuh."Kamu yang gila! Mana suami aku!" nyolotnya dengan mata melotot.Kanaya memutar bola matanya malas, ia membuka lebar daun pintu."Cari aja sendiri!" ucapnya malas.Suci melangkah kasar menerobos pintu dan menyusup setiap sudut rumah Kanaya, membuka setiap kamar bahkan sampai ke kamar mandi. Dapur dan gudang tak luput dari penyusurannya. Namun, tak ia temukan apa yang ia cari.Kanaya masih bersandar di daun pintu sembari memainkan kuku-kuku yang baru saja ia cat, ia membiarkan Suci mencari apa yang ia cari."Ada gak?" tanyanya angkuh saat melihat Suci kembali keluar dengan bersungut-sungut."Ber*ngs*k kalian berdua! Si*lan!" umpatnya kasar."Kamu sembunyikan di mana? HAH!" Kanaya terkekeh melihat amarah Suci."Yang istrinya siapa? Kok nanya sama yang bukan istrinya!" cibirnya terkekeh membuat Suci kian meradang."Cepat katakan di mana, Bara!" desisnya mencoba mengitimidasi Kanaya. Namun, Kanaya justru kian tertawa terbahak melihat tingkah Suci yang bukan baru pertama kalinya berbuat demikian."Mau tahu Bara di mana?" ejeknya semakin membuat wajah Suci merah padam. Ia menarik sedikit kaos ketat yang dikenakannya di bagian dada, kemudian telunjuk tangan kanannya menunjuk ke dalam kaosnya sembari menatap remeh ke arah Suci. Detik berikutnya ia terpingkal melihat ekspresi Suci yang menurutnya menggelikan."Dasar pel*c*r si*l*n! Berengsek kamu!" hardik Suci sembari melayangkan tangannya hendak menampar Kanaya.Kanaya menatap tajam Suci sebelum tangannya berhasil mendarat di pipinya."Coba saja jika kau berani!" ucap Kanaya dengan tatapan tajam membuat Suci berdecih dan mau tak mau ia kembali menurunkan tangannya kesal."Bara itu suami kamu! Kenapa kau tanyakan dia padaku? Memangnya apa saja kerjamu hingga kau tak tahu di mana suamimu berada?" ucapnya menohok."Dan ya! Kau bilang apa tadi? Aku pel*c*r? Hey, buka matamu! Kau bahkan lebih tahu siapa diriku, karena anak buahmu mengintaiku setiap waktu!" ucapnya sembari mengarahkan telunjuknya tepat di depan wajah Suci.Ucapan Kanaya berhasil membuat Suci menegang, ia tak menyangka bahwa Kanaya mengetahui jika ia mengirim seseorang untuk mengintai setiap pergerakannya. Matanya bergerak ke kanan dan kiri, otaknya berpikir keras untuk mencari pembenaran."Apa maksudmu?" sanggahnya gugup.Kanaya tertawa lebar dan mengibaskan tangannya di depan wajah Suci."Suci, Suci! Kau pikir aku bodoh, HAH!" Kanaya melangkahkan kaki dan menjatuhkan bobotnya di sofa, membiarkan Suci diam mematung di depan pintu."Kenapa kau tak pasang CCTV saja sekalian di setiap sudut rumah ini, hem? Biar kau tahu, betapa hotnya permainanku dengan suamimu!" ucapnya kembali terkekeh.Suci bergeming tak menyela ucapan Kanaya."Kau yang tak becus menjadi istri, tapi kau menyalahkan aku. Berkoar-koar seolah aku merebut suamimu, kau menyalahkanku dan membuat namaku buruk. Kau ini waras apa enggak, sih? Pulanglah dan berkacalah! Dari awal pernikahanmu bukankah semua sudah dijelaskan secara gamblang dan sangat jelas oleh Bara? Kau lupa atau pura-pura lupa, hem?" jelas Kanaya santai tanpa menatap Suci sedikitpun.Suci bergeming, kedua tangannya mengepal di samping tubuhnya. Tapi sayangnya ia tak bisa melakukan apapun, apalagi menyakiti fisik Kanaya. Pikirannya terlempar jauh pada ingatan 3 tahun yang lalu, dimana saat itu ia mengemis, memohon pada Wartini, ibunda Bara untuk menikahkan Bara padanya.flash back,"Tante, aku mohon ijinkan aku menikah sama Bara. Aku janji tak akan menuntut apapun, Tante!" rengeknya bersimpuh di kaki Wartini.Wartini bergeming, ia bingung harus melakukan apa untuk wanita keras kepala di hadapannya ini."Berdirilah! Saya tak suka dengan rengekan macam begini!" ketus Wartini yang memang tak merestui perjodohan Bara dengan Suci oleh suaminya."Tan-" Wartini mengangkat telapak tangannya tanda supaya Suci diam."Bicaralah dengan putraku, dan apapun yang dia putuskan maka itu juga keputusanku." ucapnya datar dan segera berlalu meninggalkan Suci yang masih bersimpuh di lantai.Bara masih duduk tenang sembari menyandarkan punggungnya di sandaran sofa dengan menaikkan satu kakinya pada satu kaki yang lainnya. Ia masih menatap datar Suci yang sedari tadi merengek di kaki Ibundanya. Bagi Bara, perjodohan ini adalah beban baginya. Perjodohan ini hanya menguntungkan keluarga Suci yang merupakan pengusaha manufacture besar di tanah air.Sebelum meninggal, Ayah Bara meminta supaya Bara menikahi Suci untuk kepentingan bisnis kedua keluarga itu. Bara menolak karena dia hanya mencintai Kanaya.Wasiat sang Ayah hanya dianggap angin lalu oleh Bara, bahkan ia enggan melanjutkan perusahaan Ayahnya dan memilih membuka usaha yang bertolak belakang dengan latar belakang keluarganya. Aiden Kumbara, kini dikenal sebagai pemilik restoran ternama yang memiliki lebih dari 20 cabang di seluruh tanah air. Sangat berbanding terbalik dengan latar belakang keluarganya yang merupakan pengusaha di bidang manufakture seperti keluarga Suci."Bara, please! Aku gak mau nikah kalau gak sama kamu!" lirihnya pada Bara dengan tatapan memohon.Bara tersenyum miring menatap permohonan Suci."Aku sudah punya kekasih, Suci. Dan aku sangat mencintai dia!" tegas Bara membuat air mata Suci kian deras mengalir."Aku mohon, Bara! Kalau kamu tak menikahiku lebih baik aku mati saja!" ancamnya sembari bangkit berdiri."Silahkan! Justru menguntungkan bagiku. Aku bisa segera menikahi Kanaya tanpa harus tertekan oleh perbuatan Ayahmu!" jawab Bara santai."Bara!" decih Suci tak menyangka jika ancamannya tak berguna."Oke, Bara! Aku akan lakukan apapun yang kamu mau, asal kamu mau menikahiku!" putusnya."Suci, Suci! Sebegitu inginnya kah, kamu menikah denganku?" cibir Bara."Aku tidak mencintaimu, Suci!" tegasnya membuat mata Suci melebar seketika."Bara, oke! Aku tahu itu, aku akan biarkan kamu terus berhubungan dengan Naya sampai kamu bosan! Bahkan kalau kamu mau menikahinya sekalipun aku rela dimadu, asal kamu menikahiku, Bara!" rengeknya mengiba."Pernikahan bukan permainan bagiku! Aku hanya mau Kanaya yang menjadi istriku, satu-satunya!" tegasnya lagi."Tapi, orang tua kita menjodohkan kita, Bara. Bahkan, Ayahmu sebelum meninggal masih kekeh kamu menikahiku!""Perjodohan ini hanya menguntungkan bagimu, tapi tidak bagiku!" Bara sudah mengetahui yang sebenarnya bahwa Suci akan mendapatkan seluruh harta warisan Ayahnya jika menikah dengan Bara. Jika tidak, maka dia dan Ibunya tidak akan mendapat apapun dari Aryo Wijaya, Ayah suci."Lalu apa yang harus aku lakukan supaya perjodohan ini juga menguntungkan untukmu?" tawarnya lagi belum menyerah."Aku tak menerima tawaran apapun, karena tanpa kalian aku bisa berdiri sendiri!" jawab Bara tegas."Apa kamu yakin, Bara? Bagaimana kalau kabar kehamilanku tersebar ke seluruh kolega bisnismu? Apa kamu yakin masih bisa berdiri sendiri dengan nama yang sudah tercemar?" Suci tersenyum miring, membuat Bara meradang."Jangan gila, Suci! Apa kau tak malu mengakui jika ternyata putri seorang pengusaha ternama mengumbar tubuhnya untuk banyak pria?" desis Bara mulai terpancing."Aku dan Papaku punya kuasa, Bara! Aku bisa menghancurkanmu dalam sekali jentikan jari." ucapnya jumawa karena berhasil mengancam Bara. Ya, saat ini Suci memanglah tengah hamil dua bulan. Namun, dirinya sendiri tak yakin jika anak yang ia kandung adalah anak Bara. Karena mereka hanya melakukannya 1 kali dan itupun karena Bara ada di bawah pengaruh alkohol. Dirinya menjebak Bara dengan memasukkan obat perangsang dalam wine yang Bara minum. Hingga Bara berhasil masuk dalam jeratnya.Suci tersenyum miring melihat ekspresi Bara yang mulai terpancing."Jadi, apakah masih mau menolak perjodohan ini, Aiden Kumbara?" tanyanya sinis." Baiklah jika kau memaksa! Aku terima perjodohan ini!" senyum Suci mengembang seiring dengan ucapan Bara."Tapi, dengan syarat!" lanjut Bara yang membuat senyum Suci lenyap sudah."Syarat?" tanya Suci bingung."Iya! Kau tak berhak mengekangku untuk berhubungan dengan Naya seperti yang kamu ucapkan tadi. Dan jika suatu saat aku akan menikahi Naya, maka kau tak boleh menolak apalagi melarang! Paham?" hardik Bara membuat senyum licik terbit di bibir Suci."Baiklah! Aku setuju! Aku akan membiarkanmu tetap berhubungan dengan Naya! Tapi, aku mau pernikahan kita dipercepat jadi minggu ini!" tekan Suci lagi."Terserah!" jawab Bara kemudian melenggang pergi meninggalkan Suci dengan senyum mengembang di wajahnya.flashback off."Kenapa diam? Kau baru ingat perjanjianmu dengan Bara 3 tahun lalu, hem?" ucapan Kanaya berhasil menariknya dari ingatan masa lalu."Si*lan! Bagaimana Naya bisa tahu perjanjian itu? Pasti Bara sudah menceritakan semuanya! Sial!" umpatnya dalam hati."Jadi, disini siapa yang pantas dijuluki sebagai pelakor, hah?" hardik Naya tajam."Bangs*t kamu, Nay!' umpat Suci."Jangan playing victim dong! Kalau mau bersaing yang sehat!" ucap Kanaya sembari terkekeh."Lalu apa maumu, Nay?" tanya Suci geram."Tinggalkan Bara, atau tinggalkan harta Aryo Wijaya!" desisnya tajam membuat Suci menegang seketika. "Bukankah awal pernikahanmu hanya untuk mengambil harta Aryo Wijaya?" lanjut Kanaya lagi."Sebenarnya ada hubungan apa kamu dengan Papa?" geram Suci lagi.Kanaya tertawa sumbang melihat ekspresi Suci."Kau mau tahu ada hubungan apa aku dan Papamu? Eh, maksudku Papa tirimu?" ejek Kanaya membuat Suci benar-benar kelabakan. Selama ini hanya orang-orang kepercayaannya dan Ibunyalah yang tahu jika dia bukan anak kandung Aryo Wijaya, bahkan Bara sekalipun tak mengetahui akan hal ini. "Siapa kamu?" hardik Suci semakin geram."Aku Kanaya, sang upik abu yang kau cap sebagai pelakor dalam rumah tanggamu! Kenapa mendadak amnesia, Sayang!" cibir Kanaya dengan tawa renyah yang semakin membuat Suci kelimpungan."Kau!" hardik Suci menatap tajam Kanaya."Lakukan apa yang ingin kau lakukan! Tapi, aku tak akan tinggal diam lagi, Aulia Suci Wijaya!" balas Kanaya tepat di depan wajah Suci. Melihat ekspresi Kanaya membuat Suci ciut nyali. Ia menghentakkan kakinya kesal dan berlalu pergi meninggalkan rumah Kanaya dengan perasaan kesal bercampur takut.Selepas kepergian Suci, Kanaya menutup pintu kasar. Seketika tubuhnya luruh ke lantai dengan bersandar pada daun pintu. Seiring dengan luruh tubuhnya, air mata mengalir tanpa bisa ia cegah lagi."Maafkan, Naya, Ma! Naya lemah!" lirihnya sembari terisak. Bayang seraut wajah teduh milik Mamanya menari di pelupuk mata. Namun, juga sekaligus membuat amarah dan dendam di hatinya kian mencuat."Ratna, Suci! Kalian harus rasakan apa yang aku dan Mama rasakan!" Lirihnya dengan senyum licik dan tatapan penuh amarah.ππππππππππππππDering ponsel mengalihkan perhatian Kanaya dari kenangan dan dendam yang ia simpan di hatinya. Ia menghapus kasar air mata yang masih mengalir di kedua pipinya kemudian beranjak menuju ruang tengah dimana ponselnya berada.Ia menghela nafas demi untuk menetralkan perasaan yang bergejolak di hatinya sebelum menjawab panggilan."Halo!" jawabnya pada si penelpon."Kak Naya baik-baik saja?" tanya seorang lelaki di seberang sana."Ya, Kakak baik-baik saja! Tenanglah! Kerjakan tugasmu dengan baik, jangan sampai ketahuan!" pesannya sebelum mengakhiri panggilan."Baik, Kak! Pasti!" jawab orang itu yakin. Kemudian mematikan panggilan.Kanaya meremas kuat ponsel dalam genggamannya, kilatan kemarahan terpancar jelas di sorot matanya meski masih berkabut."Bersiaplah, Suci!" gumamnya dibarengi dengan seringaian dari bibirnya.Ia segera beranjak dari ruang tengah menuju kamarnya. Lantas bersiap pergi ke suatu tempat.Sementara itu di perjalanan pulang, berkali-kali Suci mengumpat sembari memukul s
Hari menjelang malam kala Suci melangkahkan kakinya keluar dari salah satu cabang resroran milik Bara. Dengan raut kesal ia kembali ke dalam mobil dan mentutup pintunya keras."Aarrrrgggghhhttttt!!" teriaknya frustasi sembari memukul setir kemudi."Bara, kamu di mana?" lirihnya berbarengan dengan air mata yang mengalir dari kedua netranya.Ia menghela nafas besar berkali-kali demi untuk menghalau sesak mengingat sang suami yang sudah hampir satu minggu ini menghilang bak ditelan bumi.Satu persatu cabang restoran milik suaminya ia datangi, namun hasilnya nihil. Semua karyawan kepercayaan tak ada satupun mengetahui keberadaan sang bos. Teman dekat dan sanak saudara yang ia kenal pun tak luput dari penelusurannya. Dan hasilnya masih sama, tak ada satupun mengetahui keberadaan Bara.Lama ia larut dalam pikirannya tentang keberadaan sang suami, dering ponsel dalam tasnya mengalihkan perhatian. Ia menyeka kasar air mata yang masih membasahi pipinya, lantas merogoh ponsel dari dalam tas. Te
[Kak, rencana kita berjalan lancar][3 hari lagi jalankan rencana berikutnya] Kanaya tersenyum simpul membaca pesan yang dikirimkan Arkan padanya. [Baik, jangan lupa tanda tangan Aryo harus kamu dapatkan]Pesan balasan ia kirimkan secepatnya. Dan segera centang biru oleh Arkan.[Tenanglah, aku bahkan sudah nendapatkan tanda tangan berikut uang 1 M] [Nanti siang kita ketemu di tempat biasa]Kanaya menggeleng tak percaya sejauh itu Arkan melangkah. Tapi, ada bagusnya juga Arkan mendapat uang itu, setidaknya dia tak harus bergantung pada uang Bara dan Bundanya.Kanaya segera menghubungi Bara dan mengabarkan perihal ini. Mereka sepakat utuk menyusun rencana berikutnya.Usai bertukar kabar, Kanya bersiap untuk pergi ke suatu tempat yang selalu ia kunjungi setiap 3hari sekali.Sembari bersiap ia memesan taksi online dan juga mengirim pesan pada Riko memberitahukan agenda kepergiannya hari ini. Agar Riko bisa membuat sandiwara pada Suci, sehingga Suci tak berulah yang akan menggagalkan re
Di sebuah restoran mewah bernuansa hijau dengan konsep outdoor itu, terlihat Suci tengah berbincang serius dengan dua orang paruh baya, Ratna dan Dewa."Ma, aku harus gimana sekarang?" lirihnya sembari meremas rambutnya frustasi. Ratna mengusap pelan punggung putri kesayangannya itu.Baru saja Suci menceritakan perihal gugatan cerai yang Bara berikan untuknya kepada Ratna dan Dewa, ayah kandungnya."Satu masalah belum selesai, justru tambah lagi dengan masalah lain. Gimana ini?" ungkap Ratna ikut terlihat panik."Aku curiga, salah satu orang kepercayaan kita berkhianat!" ujar Dewa mencoba tenang."Tapi siapa kira-kira, Pa!" gumam Suci."Entahlah, bahkan orang-orang kantor sudah mulai berkasak-kusuk mengenai legalitas nama pemilik perusahaan. Ruang gerak kita semakin sempit dengan kembali masuknya Wartini sebagai pemegang saham mayoritas dari ANGKASAJAYA grub. Itu semakin menekan posisi kita. Bisa-bisa perusahaan akan bangkrut dan jatuh ke tangan PT. ANGKASA." tambah Dewa meraup wajahn
"Arrrgghtt!!!" Jerit Suci untuk yang kesekian kalinya, ia melampiaskan seluruh amarahnya pada apa saja yang ia temui di kamarnya. Bantal, guling, tas, vas bunga sampai meja riasnya tak luput dari amukan wanita berambut panjang itu. Kondisi kamar yang sudah layaknya kapal pecah dengan semua barang berhamburan di lantai. Tubuhnya merosot ke lantai, ia tergugu dalam penyesalan dan amarah yang tak bisa lagi ia kendalikan. Jika saja ia tak mempermainkan janjinya pada Bara, mungkin sekarang dia masih bisa mendekap Bara dalam pelukannya. Meski, ia hanya mendapatkan raganya saja, tidak dengan hati dan cintanya. Tapi, setidaknya dia masih bisa bersama sebagai pasangan suami istri dan keluarga utuh.Cinta yang begitu membara, membutakan akal sehatnya hingga ia turut berambisi memiliki Bara seutuhnya. Namun, semakin ia genggam, Bara semakin jauh. Perlahan demi perlahan, Bara tak lagi mampu ia jangkau akibat dari ulahnya sendiri yang terlalu kemaruk dan ambisius.Air mata kian deras mengalir s
Bara dan sang Bunda kini tengah berada di perjalanan menuju vila dimana akan diadakan perayaan ulang tahun Rinjani."Jadi apa, ANGKASAJAYA sudah berantakan, Bund?" tanya Bara memecah keheningan."Tentu! Bunda rasa, dalam waktu dekat ini Dewa dan antek-anteknya kalang kabut mencari investor yang mau membeli saham ANGKASAJAYA secara ilegal dan tanpa sepengetahuan Aryo." jawab Wartini sembari menatap lurus pada jalanan."Sudah ada tebakan calon kandidatnya, kah?""Bunda rasa, jika tidak pada INDOKARYA ya pasti Bank Central. Tapi, kemungkinan lebih besarnya ke INDOKARYA. Kau tentu paham akan alasannya, bukan?" ucap Wartini menoleh sekilas pada putra tunggalnya itu."Ya dan Bara punya ide untuk hal itu." jawab Bara menampilkan senyum liciknya."Bunda selalu percaya pada rencana yang kalian buat! Itu sangat menganggumkan!" dukung Wartini sembari turut tersenyum simpul.Keduanya lantas terlibat obrolan layaknya teman, tanpa terasa mereka sudah memasuki kawasan vila milik keluarga Rinjani."B
Brak!"Apa ini?!" Dewa menggebrak meja dan membanting map berwarna kuning itu kasar ke atas meja kerjanya. Dengan amarah yang meluap ia bangkit berdiri dan berkacak pinggang di hadapan Sekar, sekretarisnya dan Marsya, manager keuangan kepercayaannya.Sekar menunduk untuk menutupi senyum tipis yang terulas di bibirnya."Bajing*n! Berengs*k! Bukankah mereka memberi waktu sampai akhir minggu ini?" desisnya emosi."Benar, Pak! Tapi, sudah ada beberapa perusahaan yang mengajukan value untuk melepas saham mereka pada PT. ANGKASA. Hingga hari ini, saham yang dimiliki PT. ANGKASA meningkat menjadi 30, 19% dan kemungkinan akan meningkat lebih banyak lagi jika kita tidak segera mengambil tindakan." jelas Marsya menekankan.Dewa frustasi, jika sampai kabar ini sampai ke telinga Aryo, maka sudah dapat dipastikan ia akan membusuk di penjara."Sial*n! Sekar, buatkan janji dengan Mukti Prakoso INDOKARYA siang ini juga, karena cuma dia yang mau membeli saham kita." titah Dewa.Sekar segera berlalu d
"Bik, apa Bara pulang ke sini kemarin?" tanya Suci lemah begitu ia menginjakkan kakinya kembali di rumah yang selama 3 tahun ini ia tempati dengan Bara."Iya, Non. Den Bara pulang dan tidak kemana-mana selama 2 hari ini. Tapi, tadi pagi pergi ada meeting gitu." jelas Bik Isah.Suci menghela nafas besar, kemudian ia melangkah menuju kamarnya di lantai 2. Kini kondisi kamar sudah pulih kembali, meski beberapa barang hancur akibat ulahnya. Termasuk beberapa parfum mahal dan kaca meja riasnya pun terbelah jadi 2 bagian.Kembali ia tersenyum getir mengingat kebodohannya sendiri.Ia melangkah keluar menuju kamar Bara yang terletak di seberang kamarnya. Namun, terkunci. Ia mendesah kesal, kemudian ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya.Kembali ia memutar otaknya untuk bisa keluar dari masalah pelik yang menjeratnya ini. Cinta dan obsesinya memiliki Bara nyatanya menghancurkan segalanya. Segala rencana yang telah lama disusun oleh orang tuanya terancam berantakan dan kehancuran kian dekat d
Dua bulan kemudian. . ."Selamat ya, Nay! Akhirnya, sah!" ungkap Kema sembari memeluk sahabat baiknya itu.Pernikahan impian itu akhirnya digelar dengan sangat mewah. Ribuan tamu undangan hadir untuk menjadi saksi atas pernikahan kedua pasang pengusaha ternama itu. Ratusan wartawan saling berdesakan untuk meliput momen sakral itu.Kanaya tampil luar biasa cantik dan anggun dengan balutan gaun mewah rancangan designer ternama tanah air. Bersanding dengan sang suami yang nampak begitu bahagia dengan senyum merekah sepanjang acara berlangsung.Rinjani, Wartini dan orang-orang yang mengasihi mereka tampak begitu bahagia. Bik Rum terlihat meneteskan air mata sepanjang acara berlangsung. Ia terharu dan bahagia melihat Kanaya yang ia rawat sedari bayi merah kini berbahagia bak putri raja di singgasananya.Berbagai media menayangkan perhelatan mewah ini secara live. Membuat jutaan orang berdecak kagum dengan kemewahan pernikahan sepasang pengusaha itu.Begitu pun dengan Suci yang hanya mampu
"Astaghfirullahalazim. ." lirih Bara dan Kanaya bersamaan setelah mendengar cerita tentang Suci dari mulut Ujang."Kondisinya kian hari kian memprihatinkan, tapi Neng Suci benar-benar tidak mau kami menghubungi keluargnya. Sedangkan untuk membawanya kembali ke rumah sakit, kami tidak lagi memiliki uang, Pak." lanjut Ujang jujur."Semua tabungan Emak telah habis untuk biaya rumah sakit kala Neng Suci koma hampir 2 minggu lamanya." lanjutnya dengan mata menerawang jauh ke depan. Lantas Ujang menghela nafas besar."Kami menghubungi Bapak bukan bermaksud untuk mengusir Neng Suci dari rumah ataupun keberatan mengurusnya yang dalam kondisi demikian, Pak. Tapi jujur, saya dan Emak sangat berharap Neng Suci bisa mendapatkan perawatan yang layak di rumah sakit supaya bisa kembali sembuh seperti semula." ucapnya sangat tulus dari hati.Bara dan Kanaya saling beradu pandang, terlihat jelas sorot iba dari mata Kanaya sedangkan Bara biasa saja."Apa kami boleh melihatnya, Kang?" mohon Kanaya."Ten
Sore ini, Bara dan Kanaya menghabiskan waktu bersama dengan Sofia di sebuah taman dekat tempat tinggalnya. Mereka bercanda dan tertawa, bermain kejar-kejaran dan gelembung membuat Sofia tertawa lepas. Siapapun yang melihatnya pasti akan mengira mereka adalah keluarga yang harmonis dan bahagia.Setelah lelah bermain, Kanaya mengajak Sofia membeli aneka jajanan yang dijajakan di pinggir taman. "Yank, gimana kalau pernikahan kita di percepat?" ujar Bara saat Kanaya kembali menghenyakkan tubuhnya di samping Bara."Sayang, kan kita udah bahas ini waktu itu!" jawab Kanaya sembari menoleh ke arahnya."2 bulan itu bukan waktu yang lama, Yank. Kita juga perlu mempersiapkan banyak hal, kan? Belum inilah, itulah dan perintilan-perintilan lainnya." jelas Kanaya lagi.Setelah semua keadaan yang menguras pikiran dan emosi selesai, mereka sepakat untuk melangsungkan pernikahan impian mereka 2 bulan lagi. Bahkan, lamaran sekaligus pertunangan mereka berlangsung 2 minggu yang lalu di sebuah hotel mew
Peliknya persidangan yang digelar di pengadilan negeri membuat Kanaya meradang. Emosinya meluap mendengar segala kebenaran yang akhirnya terungkap satu persatu. Tak kalah meradang dengan sang putri, Rinjani pun demikian emosi dibuatnya. Kebenaran akan kematian Ayahnyalah yang paling menguras emosinya. Ratna, Aryo dan Dewa mendapat tuntutan pasal berlapis dan sudah dapat dipastikan hukuman yang akan mereka terima tak sebentar. Ratna menangis meraung akan tuntutan hukum yang menjeratnya. Sedangkan Aryo dan Dewa hanya mampu menunduk dalam.Beberapa orang lagi yang terlibat dalam kasus Ratna dan Dewa telah dijatuhi hukuman 2 tahun penjara karena sudah menikmati hasil kecurangan Dewa dari purusahaan ANGKASAJAYA. Wartini dengan cepat meminta pengacaranya untuk menuntut hukuman mati untuk ketiga tersangka utama itu. Namun, Rinjani justru meminta hukuman seumur hidup.Alasannya terlalu enak jika mereka langsung mati tanpa merasakan penderitaan lebih dulu. Jika hukuman seumur hidup, itu art
Hening menyelimuti perjalanan kami menuju rumahku. Ya, untuk sementara waktu kami akan tinggal sementara di rumah yang selama ini aku tempati sampai rumah Mama selesai direnovasi. Bukan renovasi total, hanya renovasi di beberapa bagian dan sedikit merubah desain interiornya saja. Juga mengganti warna cat dan mengganti perabotan di dalamnya, untuk menghilangkan jejak Ratna dan Aryo di sana.Tak sampai 30 menit kami sudah sampai di rumah sederhana ini. Rumah ini 10x lebih kecil di banding rumah Mama, tapi sangat nyaman buatku. Karena rumah ini adalah hasil jerih payahku sendiri, murni tanpa bantuan dari siapapun termasuk Bik Rum."Yuk, Ma!" Ajakku lantas bergegas membuka pintu mobil dan segera turun. Tak lama terdengar dentuman pintu mobil dari arah belakang dan kemudi.Segera aku melangkah membuka pintu rumah yang sudah 3 hari ini aku tinggalkan. "Maaf, ya, Ma, rumahnya kecil," ungkapku setelah kami masuk ke dalam. Mama menatapku dengan pandangan yang, entahlah."Mama bangga padamu, N
"Mau apa lagi?" hardik Kanaya dengan bersedekap dada menatap Suci yang membelakanginya.Suci berbalik dan mendapati Kanaya dengan raut wajah tak bersahabat."Nay, aku mohon kembalikan Sofia!" pintanya memelas. Kanaya sedikit tertegun dengan perubahan Suci padanya. Biasanya dia akan datang dengan marah-marah ataupun mengamuk kesetanan, kini ia datang dengan tatapan permohonan bahkan matanya berkaca-kaca."Sofia ada sama Bara, bukan padaku. Kenapa kau minta padaku?" ucap Kanaya membuang pandangannya ke arah lain, ia tak mau luluh dengan wajah memelas yang Suci tunjukkan."Nay, aku mohon! Bujuk Bara supaya mengembalikan Sofia padaku! Hanya dia yang aku punya sekarang, Nay," pintanya lagi bahkan kini air mata telah luruh di kedua pipinya. Kanaya bergeming, satu sisi hatinya iba melihat Suci yang demikian. Ia merasa bersalah telah memisahkan Sofia darinya, biar bagaimanapun Sofia memanglah hak Suci. Tapi ia ragu bahwa dia akan memperlakukan Sofia dengan baik, karena selama ini ia bahkan
Hari ini kantor pusat PURAJAYA mengadakan acara penyambutan untuk pemimpin baru mereka yaitu Kanaya. Semua sudah dipersiapkan oleh Satria Abimanyu, atau yang lebih akrab dipanggil Bima yang merupakan CEO dari PURAJAYA selama ini.Kanaya tiba di kantor dengan didampingi Arkan juga Rinjani. Kedatangan mereka disambut hangat oleh seluruh staf dan jajaran yang dengan setia bekerja untuk kemajuan perusahaan.Beberapa di antara ratusan orang di perusahaan itu, terlihat salah tingkah kala bertemu Kanaya. Pasalnya merekalah yang sempat meragukan jati diri Kanaya dan memihak pada Aryo Wijaya."Selamat datang kembali, Bu Rinjani!" Sambut Bima begitu Rinjani dan kedua anaknya melewati karpet merah penyambutannya dan berjalan menuju podium yang sudah disiapkan."Terimakasih, Pak Bima! Terimakasih sudah setia dengan kami selama ini," ucap Rinjani tulus dan dibalas senyum hangat CEO kepercayaan Aryo Wijaya itu. Namun nyatanya, dedikasi dan loyalitasnya untuk perusahaan tidak bisa diragukan lagi.Ri
"Kau, sudah tahu dari lama?" Gumam Ratna tak percaya."Benar! Sejak di bangku SMA aku sudah tahu jika kau bukan Ibuku!" Jawabnya mantap dengan mata memerah menatap tajam Ratna yang kian ciut nyali."Kalian manusia serakah tapi bodoh! Dan saatnya kalian menerima balasan dari apa yang sudah kalian lakukan terhadap Kakakku dan Mamaku. Juga terhadap Kakek dan Om Satya serta Pak Marko." Desisnya masih menatap tajam ketiga orang paruh baya yang menyedihkan kondisinya."Kalian belum melupakan pengakuan yang keluar dari mulut kalian sendiri tentang ketiga orang itu, bukan?" Ejek Arkan dengan senyum kemenangan di bibirnya.Aryo, Ratna dan juga Dewa semakin tak berkutik. Pasalnya, setiap kejadian apapun mereka membicarakannya di hadapan Arkan. Tanpa mereka sadari hal itulah yang kini jadi boomerang bagi mereka sendiri.Tak lama masuklah segerombol polisi yang sudah Arkan siapkan dan segera meringkus mereka. Ratna menjerit dan meraung hingga suaranya memenuhi ruangan."Arkan, jangan perlakukan M
"Rin-jani!" Aryo diam mematung di tempatnya dengan wajah pucat pasi. Pandangan matanya tak beralih sedikitpun dari wanita yang ia nikahi 35 tahun yang lalu. Wanita yang sampai hari ini masih sah sebagai istrinya secara hukum negara. Rinjani menatap nyalang Aryo Wijaya. Ia bangkit berdiri dan melangkah pelan mendekati Aryo Wijaya."Bagaimana kabarmu, suamiku?" Tanyannya dengan senyum mengejek."Ka-kamu-" gagapnya dengan memindai Rinjani dari atas hingga bawah."Kau tentu tak menyangka, bukan? Aku bisa menginjakkan kaki lagi di rumah ini? Rumah peninggalan orang tuaku, rumah sedari aku kecil." Ucapnya menatap tajam Aryo. Aryo meneguk ludah susah payah. Gemetar tubuhnya kian jelas terlihat."Selamat datang, kalian para pengkhianat!" Ujarnya dengan suara lantang. Lantas ia kembali berdiri di samping Kanaya juga Bara. Aryo mematung di tempat, seolah tak mampu menggerakkan kakinya sedikitpun. Detik berikutnya ia tersadar, ia menghampiri Rinjani dan berlutut di kakinya."Jani, maafkan ak