[Kak, rencana kita berjalan lancar]
[3 hari lagi jalankan rencana berikutnya] Kanaya tersenyum simpul membaca pesan yang dikirimkan Arkan padanya. [Baik, jangan lupa tanda tangan Aryo harus kamu dapatkan]Pesan balasan ia kirimkan secepatnya. Dan segera centang biru oleh Arkan.[Tenanglah, aku bahkan sudah nendapatkan tanda tangan berikut uang 1 M] [Nanti siang kita ketemu di tempat biasa]Kanaya menggeleng tak percaya sejauh itu Arkan melangkah. Tapi, ada bagusnya juga Arkan mendapat uang itu, setidaknya dia tak harus bergantung pada uang Bara dan Bundanya.Kanaya segera menghubungi Bara dan mengabarkan perihal ini. Mereka sepakat utuk menyusun rencana berikutnya.Usai bertukar kabar, Kanya bersiap untuk pergi ke suatu tempat yang selalu ia kunjungi setiap 3hari sekali.Sembari bersiap ia memesan taksi online dan juga mengirim pesan pada Riko memberitahukan agenda kepergiannya hari ini. Agar Riko bisa membuat sandiwara pada Suci, sehingga Suci tak berulah yang akan menggagalkan rencananya hari ini.Tak butuh waktu lama, taxi online pesanannya sampai. Kanaya segera berlalu meninggalkan kediamannya menuju suatu tempat.Butuh waktu sekitar 1 jam untuk sampai ke tempat tujuan Kanaya. "Pak, saya gak lama di dalam. Bisa Bapak tunggu sebentar di sini?" ucap Kanaya pada supir taxi tersebut."Iya, Neng gak papa. Lagian saya ngantuk mau tidur dulu sebentar! Eneng, lama juga gak papa, saya tungguin!" jawab si Bapak supir dengan senyum mengembang."Makasih ya, Pak! Saya masuk dulu sebentar!" pamit Kanaya segera turun dari taxi dengan menenteng dua kantong kresek berisi makanan juga kebutuhan untuk penghuni rumah itu."Siang, Mbak Naya!" sapa salah satu orang yang bertugas menghuni dan merawat rumah itu."Pagi, Mbak Sih! Apa, wanita itu ada datang kemari?" tanya Kanaya begitu masuk ke dalam."Kemarin siang, Mbak! Tapi, hanya Bu Ratna saja!" jawab wanita muda bernama Asih itu."Apa dia menyakiti Mama?" "Tidak, Mbak! Karena waktu dia datang Ibu lagi tidur." "Bagus! Oy, ini kebutuhan Mama, dan ini buat Mbak Asih!" Kanaya mengulurkan dua kantong yang ia bawa tadi pada Asih. "Terimakasih, Mbak Naya! Yang kemarin Mbak Naya bawakan saja masih banyak!" ucap Asih menerima kantong itu."Gak papa, Mbak! Saya mau lihat Mama dulu!" pamit Kanaya lantas meninggalkan Asih dan menuju satu kamar di samping ruang tengah."Ma, ini Naya datang!" bisiknya lembut pada wanita paruh baya yang meringkuk di dalam selimut. Ya, wanita itu Rinjani, ibu kandung Kanaya juga Arkan.Rinjani bergerak membuka selimut tebalnya. Menatap mata bening putri sulungnya dengan tatapan penuh kasih."Naya sama siapa, Nak?" tanyanya lembut sembari membelai kepala Kanaya."Sendiri, Ma. Mama sudah makan?" tanya Kanaya lembut. Rinjani menggeleng pelan."Naya suapin ya! Mama harus makan yang banyak, biar sehat!" ucapnya lantas meraih makanan yang berada di atas meja samping tempat tidur. Rupanya makanannya masih hangat.Tak lama pintu terbuka menampilkan sosok Mbak Asih masuk dengan membawa nampan berisi dua cangkir teh panas dan satu gelas air putih. "Tadinya mau nyuapin Ibu, Mbak! Tapi, saya tinggal buka pintu buat Mbak Naya tadi." jelas Asih tanpa diminta."Iya, Mbak. Gak papa! Mbak Asih sudah makan? Kalau belum, makan dulu aja gak papa, Mama biar Naya yang suapin!" ucap Kanaya sembari membantu Rinjani duduk dan bersandar di kepala ranjang."Tadi pagi sudah makan, Mbak! Saya mah bisa sewaktu-waktu makannya! Tehnya sini ya, Mbak!" ujarnya sembari meletakkan teh di meja yang tak jauh dari tempat tidur.Kanya mengangguk dan mulai menyuapi Rinjani dengan telaten. Rinjani sangat bahagia, terlihat jelas dari sorot mata dan raut wajahnya.Asih ikut duduk di sisi ranjang seberang Kanaya. Memperhatikan Kanaya yang begitu telaten serta menyayangi Rinjani dengan sepenuh hati. Membuatnya terharu."Oya, Mbak! Semalam, Mas Arkan kirim uang sama saya. Beliau bilang dua hari lagi Ibu ulang tahun, jadi mas Arkan minta saya untuk menyiapkan acara kecil-kecilan untuk merayakannya." ucap Asih sambil terus memperhatikan Kanaya yang menyuapi Rinjani."Oh, ya? Bagus kalau gitu, kalau gitu Mbak Asih siapkan saja semuanya. Tapi, tetap harus waspada jika sewaktu-waktu wanita serakah itu datang." peringat Kanaya lagi. Biar bagaimanapun dia tak mau ambil resiko jika bersangkutan dengan Ratna dan Suci.Asih adalah orang kepercayaan Ratna yang ia tugaskan untuk merawat Rinjani pasca keluar dari rumah sakit jiwa beberapa tahun lalu. Namun, Ratna memilih berkhianat sama seperti Riko dan memilih bekerja sama dengan Kanaya. Karena dia tahu mana yang jahat dan mana yang baik, tentu Asih dan beberapa orang lagi yang berjaga di vila ini berpura-pura tetap tunduk pada peraturan Ratna yang ambisius dan arogan itu."Tenang, Mbak! Wanita jahat itu hanya akan datang seminggu sekali ke sini dan itu sudah dia lakukan kemarin, jadi seminggu ke depan aman!" jawab Asih semangat."Iya tapi tetap harus waspada." peringat Kanaya lagi."Nanti kita bikin acara di rumah Uwak saja yang tak jauh dari sini, gimana? Jadi kalau sewaktu-waktu wanita itu datang, kita semua masih tetap aman!" usul Asih."Boleh juga tu! Kalau gitu segera kasih tahu Wak Sanih ya!" "Siap, Mbak! Kalau gitu Asih ke belakang dulu!" pamitnya dan Kanaya mengangguk sembari tersenyum.Tanpa terasa makanan dalam piring sudah tandas berpindah ke dalam perut Rinjani. Kanaya tersenyum senang dengan perkembangan sang ibu yang semakin baik."Mama mau nambah?" tanya Kanaya. Rinjani menggeleng."Mama sudah kenyang!" ucapnya pelan."Nak, bagaimana dengan adikmu?" lanjutnya sembari menatap Kanaya."Arkan baik-baik saja! Dua hari lagi pasti kesini ketemu Mama! jadi, Mama harus sehat, ya!" jawabnya menyakinkan."Apa, Papa akan mengirim Mama lagi ke rumah sakit, Nak? Mama sudah sembuh, kan? Mama gak gila!" lanjutnya dengan suara bergetar membuat Kanaya memeluknya erat."Gak ada yang berani menyentuh, Mama! Laki-laki berengs*k itu sekalipun! Naya berjanji sama Mama, kita akan berkumpul lagi. Sebentar lagi, Ma! Sebentar lagi!" ucapnya yakin tanpa ia sadari setitik bulir bening lolos dari netranya. Segera ia hapus kasar dan kembali menciumi Mamanya."Mama gak usah takut lagi! Ada kami semua buat Mama! Ada Naya, Arkan, Bara, Bunda Tini, Mbak Asih, Wak Sanih dan semua yang di sini menyayangi Mama! Jadi, Mama harus cepat pulih, biar kita bisa ambil semua apa yang seharusnya jadi milik Mama!" Rinjani tersenyum lega mendengar apa yang diucapkan Kanaya."Sebentar lagi, Ma! Mama akan kembali ke rumah itu sebagai pemilik tunggal! Gak ada yang berani menyentuhnya, Naya janji sama Mama!" ucap Naya berapi-api. Ada sorot kebencian dan dendam yang membara, tapi juga sorot kekuatan untuk sang Mama. Rinjani tersenyum lalu mengangguk."Hati-hati kalian, Nak! Mama tak mau wanita ular itu menyakiti kalian!" pesan Rinjani nampak normal. Ya, Rinjani akan normal jika berbicara pada Naya atau Arkan. Tapi, kadang pandangannya sesekali masih kosong jika Bara maupun Wartini yang mengunjunginya.Rinjani depresi berat saat ia baru saja melahirkan dan dicampakkan paksa oleh Aryo Wijaya, suaminya. Bahkan, Aryo dengan terang-terangan membawa Ratna masuk ke dalam rumah mereka yang sejatinya adalah rumah peninggalan orang tua Rinjani. Ratna diperkenalkan sebagai istri dari suaminya, ia hancur sehancur-hancurnya. Saat luka sayatan operasi secar belum kering, suaminya tega menambah luka yang teramat sangat dalam di hatinya. Terlebih, dia dengan tak berperasaannya mengambil paksa Arkan. Anak yang baru beberapa hari ia lahirkan itu, untuk dirawat oleh istri barunya.Lukanya tak sampai di situ saja, dengan tega ia mengambil seluruh aset kekayaan miliknya. Perusahaan, rumah, dan seluruh harta peninggalan orang tuanya mereka ambil paksa.Hatinya terluka, jiwanya terguncang. Terlebih kenyataan yang ia dengar dari mulut suaminya sendiri mengenai anak yang ia lahirkan 5 tahun sebelum kelahiran Arkan, yang Aryo katakan telah meninggal. Nyatanya dengan sengaja ia buang hanya karena berjenis kelamin perempuan.Kian hari kesehatan jiwanya bermasalah, tak sekalipun ia diperbolehkan menemui Arkan putranya. Ditambah lagi dengan cacian, hinaan dan makian dari mulut Ratna juga Aryo. Tak jarang fisiknya pun mendapat siksaan dari mereka, menambah tertekan jiwanya. Satu kenyataan pahit yang ia ketahui sebelum akhirnya dia dikirim ke rumah sakit jiwa oleh Aryo suaminya, bahwa Ratna tengah hamil yang bukan anak Aryo. Namun, Aryo lebih mempercayai ucapan Ratna dari dirinya. Sampai akhirnya Aryo tega mengirimnya ke rumah sakit jiwa.Rinjani yang depresi dan tertekan kehilangan akal sehat, hingga berkali-kali mencoba melukai dirinya sendiri. Tekanan demi tekanan yang batinnya dapatkan benar-benar membunuh akal sehatnya, hingga ia terkurung selama puluhan tahun lamanya di rumah sakit jiwa.Sampai, kedatangan Bik Rum, asisten rumah tangga dan juga orang yang menyelamatkan putrinya, membawa secercah harapan di tengah kegelapan hidupnya. Kedatangan Bik Rum membawa Kanaya kecil membuat akal sehatnya perlahan kembali normal meski belum bisa dikatakan sembuh. Keyakinan Bik Rum akan kesembuhan putri tunggal majikannya itu membuatnya bertekad untuk terus mengawasi Rinjani dari jauh. Tak segan ia menjual sawah dan tanahnya demi bisa membayar orang untuk terus merawat Rinjani di rumah sakit jiwa. Juga uang yang diberikan Ratna kala ia mengetahui rahasia besarnya sebelum dipulangkan oleh Ratna, lebih dari cukup untuk membiayai Kanaya dan membeli rumah sederhana. Bahkan, Wartini sengaja membayar dokter spesialis ternama untuk menangani sahabat baiknya itu atas informasi dari Bik Rum.Ratna maupun Aryo tak tahu, jika bayi perempuan yang dibuang Aryo di tong sampah salah satu pemukiman padat penduduk itu diambil dan dibesarkan oleh Bik Rum. Bisa dibilang, Bik Rum adalah malaikat penolong untuk Kanaya juga Rinjani, hingga sampai saat ini Kanaya maupun Arkan masih bisa melihat Rinjani.Tahun-tahun berat dijalani Kanaya dengan semangat luar biasa. Demi bisa melihat Mamanya sembuh, ia rela membantu Bik Rum berjualan sepulang sekolah. Satu minggu sekali mereka akan ke kota diam-diam dan menjenguk Rinjani tanpa sepengetahuan Aryo dan Ratna.Hingga usia 17 tahun, Bik Rum menceritakan semua kebenaran pada Kanaya tentang siapa dirinya dan Rinjani yang setiap Sabtu mereka temui. Sejak saat itu, Kanaya memutuskan akan ke kota dan menyusun rencana untuk bisa masuk ke dalam rumah Aryo. Tapi, usahanya selalu gagal hingga ia bertemu Wartini dari petunjuk yang diberikan Bik Rum.Namun, ujiannya tak berhenti sampai disana. Setelah bertemu Wartini dan Bara, juga mengetahui kebenaran jati diri Arkan. Suami Wartini menjodohkan Bara yang saat itu menjadi kekasihnya demi kelangsungan bisnis keluarga Satya, ayah Bara. Luka di hatinya kian menganga begitu ia tahu bahwa yang dijodohakan dengan Bara adalah Suci, anak dari Ratna dan Aryo Wijaya. Dendam itu kian membara, ia menyusun rencana bersama Bara dan Wartini juga Arkan untuk menghancurkan keluarga itu perlahan-lahan dan mengambil apa yang menjadi hak Rinjani.Dan disinilah mereka, Kanaya dengan segala rencana matang yang sudah mereka susun bertahun-tahun lamanya satu persatu akan mulai mereka jalankan untuk membalas luka yang Aryo, Ratna dan Suci torehkan di hati Kanaya juga Rinjani. Untuk mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milik Rinjani.Sesuatu yang didapat dengan cara kotor tidak akan bertahan lama dan suatu saat pasti kembali kepada pemilik yang sesungguhnya. 🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀Di sebuah restoran mewah bernuansa hijau dengan konsep outdoor itu, terlihat Suci tengah berbincang serius dengan dua orang paruh baya, Ratna dan Dewa."Ma, aku harus gimana sekarang?" lirihnya sembari meremas rambutnya frustasi. Ratna mengusap pelan punggung putri kesayangannya itu.Baru saja Suci menceritakan perihal gugatan cerai yang Bara berikan untuknya kepada Ratna dan Dewa, ayah kandungnya."Satu masalah belum selesai, justru tambah lagi dengan masalah lain. Gimana ini?" ungkap Ratna ikut terlihat panik."Aku curiga, salah satu orang kepercayaan kita berkhianat!" ujar Dewa mencoba tenang."Tapi siapa kira-kira, Pa!" gumam Suci."Entahlah, bahkan orang-orang kantor sudah mulai berkasak-kusuk mengenai legalitas nama pemilik perusahaan. Ruang gerak kita semakin sempit dengan kembali masuknya Wartini sebagai pemegang saham mayoritas dari ANGKASAJAYA grub. Itu semakin menekan posisi kita. Bisa-bisa perusahaan akan bangkrut dan jatuh ke tangan PT. ANGKASA." tambah Dewa meraup wajahn
"Arrrgghtt!!!" Jerit Suci untuk yang kesekian kalinya, ia melampiaskan seluruh amarahnya pada apa saja yang ia temui di kamarnya. Bantal, guling, tas, vas bunga sampai meja riasnya tak luput dari amukan wanita berambut panjang itu. Kondisi kamar yang sudah layaknya kapal pecah dengan semua barang berhamburan di lantai. Tubuhnya merosot ke lantai, ia tergugu dalam penyesalan dan amarah yang tak bisa lagi ia kendalikan. Jika saja ia tak mempermainkan janjinya pada Bara, mungkin sekarang dia masih bisa mendekap Bara dalam pelukannya. Meski, ia hanya mendapatkan raganya saja, tidak dengan hati dan cintanya. Tapi, setidaknya dia masih bisa bersama sebagai pasangan suami istri dan keluarga utuh.Cinta yang begitu membara, membutakan akal sehatnya hingga ia turut berambisi memiliki Bara seutuhnya. Namun, semakin ia genggam, Bara semakin jauh. Perlahan demi perlahan, Bara tak lagi mampu ia jangkau akibat dari ulahnya sendiri yang terlalu kemaruk dan ambisius.Air mata kian deras mengalir s
Bara dan sang Bunda kini tengah berada di perjalanan menuju vila dimana akan diadakan perayaan ulang tahun Rinjani."Jadi apa, ANGKASAJAYA sudah berantakan, Bund?" tanya Bara memecah keheningan."Tentu! Bunda rasa, dalam waktu dekat ini Dewa dan antek-anteknya kalang kabut mencari investor yang mau membeli saham ANGKASAJAYA secara ilegal dan tanpa sepengetahuan Aryo." jawab Wartini sembari menatap lurus pada jalanan."Sudah ada tebakan calon kandidatnya, kah?""Bunda rasa, jika tidak pada INDOKARYA ya pasti Bank Central. Tapi, kemungkinan lebih besarnya ke INDOKARYA. Kau tentu paham akan alasannya, bukan?" ucap Wartini menoleh sekilas pada putra tunggalnya itu."Ya dan Bara punya ide untuk hal itu." jawab Bara menampilkan senyum liciknya."Bunda selalu percaya pada rencana yang kalian buat! Itu sangat menganggumkan!" dukung Wartini sembari turut tersenyum simpul.Keduanya lantas terlibat obrolan layaknya teman, tanpa terasa mereka sudah memasuki kawasan vila milik keluarga Rinjani."B
Brak!"Apa ini?!" Dewa menggebrak meja dan membanting map berwarna kuning itu kasar ke atas meja kerjanya. Dengan amarah yang meluap ia bangkit berdiri dan berkacak pinggang di hadapan Sekar, sekretarisnya dan Marsya, manager keuangan kepercayaannya.Sekar menunduk untuk menutupi senyum tipis yang terulas di bibirnya."Bajing*n! Berengs*k! Bukankah mereka memberi waktu sampai akhir minggu ini?" desisnya emosi."Benar, Pak! Tapi, sudah ada beberapa perusahaan yang mengajukan value untuk melepas saham mereka pada PT. ANGKASA. Hingga hari ini, saham yang dimiliki PT. ANGKASA meningkat menjadi 30, 19% dan kemungkinan akan meningkat lebih banyak lagi jika kita tidak segera mengambil tindakan." jelas Marsya menekankan.Dewa frustasi, jika sampai kabar ini sampai ke telinga Aryo, maka sudah dapat dipastikan ia akan membusuk di penjara."Sial*n! Sekar, buatkan janji dengan Mukti Prakoso INDOKARYA siang ini juga, karena cuma dia yang mau membeli saham kita." titah Dewa.Sekar segera berlalu d
"Bik, apa Bara pulang ke sini kemarin?" tanya Suci lemah begitu ia menginjakkan kakinya kembali di rumah yang selama 3 tahun ini ia tempati dengan Bara."Iya, Non. Den Bara pulang dan tidak kemana-mana selama 2 hari ini. Tapi, tadi pagi pergi ada meeting gitu." jelas Bik Isah.Suci menghela nafas besar, kemudian ia melangkah menuju kamarnya di lantai 2. Kini kondisi kamar sudah pulih kembali, meski beberapa barang hancur akibat ulahnya. Termasuk beberapa parfum mahal dan kaca meja riasnya pun terbelah jadi 2 bagian.Kembali ia tersenyum getir mengingat kebodohannya sendiri.Ia melangkah keluar menuju kamar Bara yang terletak di seberang kamarnya. Namun, terkunci. Ia mendesah kesal, kemudian ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya.Kembali ia memutar otaknya untuk bisa keluar dari masalah pelik yang menjeratnya ini. Cinta dan obsesinya memiliki Bara nyatanya menghancurkan segalanya. Segala rencana yang telah lama disusun oleh orang tuanya terancam berantakan dan kehancuran kian dekat d
"Surat balik nama seluruh aset PT. PURAJAYA menjadi nama Aryo Wijaya. Tapi anehnya, disana tertulis nama Arkan sebagai pemberi kuasa." jelas Kanaya membuat Rinjani menggelengkan kepala pelan."Jadi, Aryo berhasil menguasai PURAJAYA?" gumam Rinjani lirih."Naya rasa belum, Ma. Karena Arkan tidak pernah menandatangani surat kuasa itu. Bahkan, kini justru Arkan yang telah mendapat tanda tangan Aryo untuk balik nama aset PT. ANGKASAJAYA. Memang belum diproses karena Arkan harus kucing-kucingan dulu dengan Aryo. Malam ini, Arkan sampai ke Indonesia lagi dan kemungkinan besok atau lusa baru surat itu akan kita bawa ke Pak Wahono.""Wahono?" tanya Rinjani meminta penjelasan karena nama itu asing baginya."Pak Wahono pengacara keluarga kita, Ma. Anak sulung dari Pak Marko, beliau yang menggantikan Pak Marko mengangani seluruh urusan keluarga Sutedja." jelas Naya lagi."Memang ke mana Pak Marko?" "Pak Marko sudah meninggal hampir 10 tahun yang lalu, Ma. Menurut Arkan, Pak Marko meninggal lant
PlakplakplakTamparan demi tamparan penuh emosi mendarat tepat di pipi Suci oleh Aryo Wijaya. Suci tersungkur, darah segar mengalir di sudut bibir dan hidungnya. Aryo gelap mata, kembali ia menjambak rambut panjang Suci yang sudah acak-acakan hingga Suci mendongak."Kau! Anak tak tahu diuntung! Setelah apa yang kau inginkan kami penuhi, kini kau lempar kotoran ke wajah kami, HAH!" lagi, tamparan keras dari Aryo mendarat di wajahnya. Suci menangis tergugu, gemetar tubuhnya melihat kemarahan Aryo. Ia sempat menghindar dan berniat melarikan diri. Namun, anak buah Aryo lebih cepat bertindak, hingga ia dibawa dengan paksa ke hadapan Aryo.Ratna hanya menangis tergugu melihat putrinya diperlakukan demikian oleh Aryo. Ia tak dapat berbuat apa-apa lagi, karena ia pun takut jika Aryo sudah diliputi emosi demikian."Apa maumu sekarang?" tanya Aryo yang masih terengah-engah menetralkan gejolak emosi di dadanya."Pa ... ampuni Suci, Pa!" lirihnya masih tersungkur tanpa ada satupun yang bernia
"Apa-apaan ini?" berang Aryo dengan membanting map biru yang baru saja ia baca. Panji menunduk tanpa sepatah katapun. "Sejak kapan perusahaan kacau seperti ini?" tanya Aryo kian meradang."Sejak awal bulan lalu, Pak." jawab Panji takut-takut.Brak!"Apa? Awal bulan lalu? Dan kamu baru kasih tahu saya sekarang?" Aryo menggebrak meja membuat Panji berjingkat."Maaf, Pak. Tapi, Pak Dewa mengancam kami jika kami melaporkan ini pada Bapak!" "Direktur utama perusahaan ini saya, bukan Dewa! Sekarang kemana bajing*n itu?" bentak Aryo lagi."Sudah tiga hari ini Pak Dewa dan Bu Marsya tidak masuk ke kantor Pak. Tepatnya setelah melepas 3% saham kita untuk PT. JASAKO." jelas Panji lagi.Aryo meraup wajahnya frustasi, masalah demi masalah harus ia hadapi sendiri. Ia menjatuhkan bobot di kursi kebesarannya, memijit pelipisnya yang kian berdenyut nyeri."Hari ini, hampir seluruh perusahaan yang berada di bawah naungan ANGKASAJAYA melepaskan diri dan bergabung dengan PT. ANGKASA, Pak! Karena tengg
Dua bulan kemudian. . ."Selamat ya, Nay! Akhirnya, sah!" ungkap Kema sembari memeluk sahabat baiknya itu.Pernikahan impian itu akhirnya digelar dengan sangat mewah. Ribuan tamu undangan hadir untuk menjadi saksi atas pernikahan kedua pasang pengusaha ternama itu. Ratusan wartawan saling berdesakan untuk meliput momen sakral itu.Kanaya tampil luar biasa cantik dan anggun dengan balutan gaun mewah rancangan designer ternama tanah air. Bersanding dengan sang suami yang nampak begitu bahagia dengan senyum merekah sepanjang acara berlangsung.Rinjani, Wartini dan orang-orang yang mengasihi mereka tampak begitu bahagia. Bik Rum terlihat meneteskan air mata sepanjang acara berlangsung. Ia terharu dan bahagia melihat Kanaya yang ia rawat sedari bayi merah kini berbahagia bak putri raja di singgasananya.Berbagai media menayangkan perhelatan mewah ini secara live. Membuat jutaan orang berdecak kagum dengan kemewahan pernikahan sepasang pengusaha itu.Begitu pun dengan Suci yang hanya mampu
"Astaghfirullahalazim. ." lirih Bara dan Kanaya bersamaan setelah mendengar cerita tentang Suci dari mulut Ujang."Kondisinya kian hari kian memprihatinkan, tapi Neng Suci benar-benar tidak mau kami menghubungi keluargnya. Sedangkan untuk membawanya kembali ke rumah sakit, kami tidak lagi memiliki uang, Pak." lanjut Ujang jujur."Semua tabungan Emak telah habis untuk biaya rumah sakit kala Neng Suci koma hampir 2 minggu lamanya." lanjutnya dengan mata menerawang jauh ke depan. Lantas Ujang menghela nafas besar."Kami menghubungi Bapak bukan bermaksud untuk mengusir Neng Suci dari rumah ataupun keberatan mengurusnya yang dalam kondisi demikian, Pak. Tapi jujur, saya dan Emak sangat berharap Neng Suci bisa mendapatkan perawatan yang layak di rumah sakit supaya bisa kembali sembuh seperti semula." ucapnya sangat tulus dari hati.Bara dan Kanaya saling beradu pandang, terlihat jelas sorot iba dari mata Kanaya sedangkan Bara biasa saja."Apa kami boleh melihatnya, Kang?" mohon Kanaya."Ten
Sore ini, Bara dan Kanaya menghabiskan waktu bersama dengan Sofia di sebuah taman dekat tempat tinggalnya. Mereka bercanda dan tertawa, bermain kejar-kejaran dan gelembung membuat Sofia tertawa lepas. Siapapun yang melihatnya pasti akan mengira mereka adalah keluarga yang harmonis dan bahagia.Setelah lelah bermain, Kanaya mengajak Sofia membeli aneka jajanan yang dijajakan di pinggir taman. "Yank, gimana kalau pernikahan kita di percepat?" ujar Bara saat Kanaya kembali menghenyakkan tubuhnya di samping Bara."Sayang, kan kita udah bahas ini waktu itu!" jawab Kanaya sembari menoleh ke arahnya."2 bulan itu bukan waktu yang lama, Yank. Kita juga perlu mempersiapkan banyak hal, kan? Belum inilah, itulah dan perintilan-perintilan lainnya." jelas Kanaya lagi.Setelah semua keadaan yang menguras pikiran dan emosi selesai, mereka sepakat untuk melangsungkan pernikahan impian mereka 2 bulan lagi. Bahkan, lamaran sekaligus pertunangan mereka berlangsung 2 minggu yang lalu di sebuah hotel mew
Peliknya persidangan yang digelar di pengadilan negeri membuat Kanaya meradang. Emosinya meluap mendengar segala kebenaran yang akhirnya terungkap satu persatu. Tak kalah meradang dengan sang putri, Rinjani pun demikian emosi dibuatnya. Kebenaran akan kematian Ayahnyalah yang paling menguras emosinya. Ratna, Aryo dan Dewa mendapat tuntutan pasal berlapis dan sudah dapat dipastikan hukuman yang akan mereka terima tak sebentar. Ratna menangis meraung akan tuntutan hukum yang menjeratnya. Sedangkan Aryo dan Dewa hanya mampu menunduk dalam.Beberapa orang lagi yang terlibat dalam kasus Ratna dan Dewa telah dijatuhi hukuman 2 tahun penjara karena sudah menikmati hasil kecurangan Dewa dari purusahaan ANGKASAJAYA. Wartini dengan cepat meminta pengacaranya untuk menuntut hukuman mati untuk ketiga tersangka utama itu. Namun, Rinjani justru meminta hukuman seumur hidup.Alasannya terlalu enak jika mereka langsung mati tanpa merasakan penderitaan lebih dulu. Jika hukuman seumur hidup, itu art
Hening menyelimuti perjalanan kami menuju rumahku. Ya, untuk sementara waktu kami akan tinggal sementara di rumah yang selama ini aku tempati sampai rumah Mama selesai direnovasi. Bukan renovasi total, hanya renovasi di beberapa bagian dan sedikit merubah desain interiornya saja. Juga mengganti warna cat dan mengganti perabotan di dalamnya, untuk menghilangkan jejak Ratna dan Aryo di sana.Tak sampai 30 menit kami sudah sampai di rumah sederhana ini. Rumah ini 10x lebih kecil di banding rumah Mama, tapi sangat nyaman buatku. Karena rumah ini adalah hasil jerih payahku sendiri, murni tanpa bantuan dari siapapun termasuk Bik Rum."Yuk, Ma!" Ajakku lantas bergegas membuka pintu mobil dan segera turun. Tak lama terdengar dentuman pintu mobil dari arah belakang dan kemudi.Segera aku melangkah membuka pintu rumah yang sudah 3 hari ini aku tinggalkan. "Maaf, ya, Ma, rumahnya kecil," ungkapku setelah kami masuk ke dalam. Mama menatapku dengan pandangan yang, entahlah."Mama bangga padamu, N
"Mau apa lagi?" hardik Kanaya dengan bersedekap dada menatap Suci yang membelakanginya.Suci berbalik dan mendapati Kanaya dengan raut wajah tak bersahabat."Nay, aku mohon kembalikan Sofia!" pintanya memelas. Kanaya sedikit tertegun dengan perubahan Suci padanya. Biasanya dia akan datang dengan marah-marah ataupun mengamuk kesetanan, kini ia datang dengan tatapan permohonan bahkan matanya berkaca-kaca."Sofia ada sama Bara, bukan padaku. Kenapa kau minta padaku?" ucap Kanaya membuang pandangannya ke arah lain, ia tak mau luluh dengan wajah memelas yang Suci tunjukkan."Nay, aku mohon! Bujuk Bara supaya mengembalikan Sofia padaku! Hanya dia yang aku punya sekarang, Nay," pintanya lagi bahkan kini air mata telah luruh di kedua pipinya. Kanaya bergeming, satu sisi hatinya iba melihat Suci yang demikian. Ia merasa bersalah telah memisahkan Sofia darinya, biar bagaimanapun Sofia memanglah hak Suci. Tapi ia ragu bahwa dia akan memperlakukan Sofia dengan baik, karena selama ini ia bahkan
Hari ini kantor pusat PURAJAYA mengadakan acara penyambutan untuk pemimpin baru mereka yaitu Kanaya. Semua sudah dipersiapkan oleh Satria Abimanyu, atau yang lebih akrab dipanggil Bima yang merupakan CEO dari PURAJAYA selama ini.Kanaya tiba di kantor dengan didampingi Arkan juga Rinjani. Kedatangan mereka disambut hangat oleh seluruh staf dan jajaran yang dengan setia bekerja untuk kemajuan perusahaan.Beberapa di antara ratusan orang di perusahaan itu, terlihat salah tingkah kala bertemu Kanaya. Pasalnya merekalah yang sempat meragukan jati diri Kanaya dan memihak pada Aryo Wijaya."Selamat datang kembali, Bu Rinjani!" Sambut Bima begitu Rinjani dan kedua anaknya melewati karpet merah penyambutannya dan berjalan menuju podium yang sudah disiapkan."Terimakasih, Pak Bima! Terimakasih sudah setia dengan kami selama ini," ucap Rinjani tulus dan dibalas senyum hangat CEO kepercayaan Aryo Wijaya itu. Namun nyatanya, dedikasi dan loyalitasnya untuk perusahaan tidak bisa diragukan lagi.Ri
"Kau, sudah tahu dari lama?" Gumam Ratna tak percaya."Benar! Sejak di bangku SMA aku sudah tahu jika kau bukan Ibuku!" Jawabnya mantap dengan mata memerah menatap tajam Ratna yang kian ciut nyali."Kalian manusia serakah tapi bodoh! Dan saatnya kalian menerima balasan dari apa yang sudah kalian lakukan terhadap Kakakku dan Mamaku. Juga terhadap Kakek dan Om Satya serta Pak Marko." Desisnya masih menatap tajam ketiga orang paruh baya yang menyedihkan kondisinya."Kalian belum melupakan pengakuan yang keluar dari mulut kalian sendiri tentang ketiga orang itu, bukan?" Ejek Arkan dengan senyum kemenangan di bibirnya.Aryo, Ratna dan juga Dewa semakin tak berkutik. Pasalnya, setiap kejadian apapun mereka membicarakannya di hadapan Arkan. Tanpa mereka sadari hal itulah yang kini jadi boomerang bagi mereka sendiri.Tak lama masuklah segerombol polisi yang sudah Arkan siapkan dan segera meringkus mereka. Ratna menjerit dan meraung hingga suaranya memenuhi ruangan."Arkan, jangan perlakukan M
"Rin-jani!" Aryo diam mematung di tempatnya dengan wajah pucat pasi. Pandangan matanya tak beralih sedikitpun dari wanita yang ia nikahi 35 tahun yang lalu. Wanita yang sampai hari ini masih sah sebagai istrinya secara hukum negara. Rinjani menatap nyalang Aryo Wijaya. Ia bangkit berdiri dan melangkah pelan mendekati Aryo Wijaya."Bagaimana kabarmu, suamiku?" Tanyannya dengan senyum mengejek."Ka-kamu-" gagapnya dengan memindai Rinjani dari atas hingga bawah."Kau tentu tak menyangka, bukan? Aku bisa menginjakkan kaki lagi di rumah ini? Rumah peninggalan orang tuaku, rumah sedari aku kecil." Ucapnya menatap tajam Aryo. Aryo meneguk ludah susah payah. Gemetar tubuhnya kian jelas terlihat."Selamat datang, kalian para pengkhianat!" Ujarnya dengan suara lantang. Lantas ia kembali berdiri di samping Kanaya juga Bara. Aryo mematung di tempat, seolah tak mampu menggerakkan kakinya sedikitpun. Detik berikutnya ia tersadar, ia menghampiri Rinjani dan berlutut di kakinya."Jani, maafkan ak