"Apa Anda sedang bercanda, Pak Aryo?" kekeh Wahono mendengar permintaan Aryo untuk melelang seluruh aset milik keluarga Sutedja, mertuanya."Apa aku terlihat tengah bercanda, Pak Wahono?" geramnya dengan menatap tajam mata Wahono. Wahono menyandarkan punggung pada sandaran kursi dan menaikkan satu kaki ke atas satu kaki lainnya. Ia menghela nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan."Apa alasan yang tepat untuk saya melelang aset milik Ibu Rinjani?" tanyanya datar.Aryo mencebik mendengar pertanyaan Wahono, pengacara keluarga Sutedja."Wanita itu sampai sekarang tidak waras. Bagaimana dia menghandle seluruh kekayaan keluarganya?" geram Aryo. Wahono kembali terkekeh dengan jawaban Aryo."Iya, kita semua tahu bahwa sudah lebih dari 25 tahun Ibu Rinjani mengalami gangguan kejiwaannya. Akan tetapi, hampir 60% staf dan karyawan PT. PURAJAYA mengetahui jika Ibu Rinjani memiliki seorang putra yang akan menjadi ahli waris yang sah dari seluruh aset Sutedja." Aryo gelagapan mendengar
Pagi ini Suci keluar dari kamarnya setelah 3 hari ia sama sekali tak keluar dari kamar. Dengan tubuh gemetar karena kelaparan ia menuruni anak tangga perlahan-lahan menuju ruang makan.Begitu sampai ia segera menjatuhkan tubuhnya di salah satu dari 4 kursi yang mengitari meja makan berbentuk persegi empat itu. Ia meraih susu dan menuangnya dalam gelas, ia menghabiskan satu gelas susu hanya dalam beberapa kali tenggak saja.Ia menghela nafas besar, berkali-kali ia menetralkan perasaannya yang masih kacau. Sembari meraih roti dan mengoles selai kacang kesukaannya, ia celingukan mencari Bik Isah dan Wulan, pengasuh Sofia yang tak terlihat keberadaannya.Ia menghabiskan rotinya dalam keadaan hening. Ia cukup merasa heran sebab tak biasanya rumah dalam keadaan sepi begini. Lantas ia memutuskan untuk mencari kedua pembantunya itu.Ia berjalan menuju kamar Sofia, tapi kosong tak sesiapapun ia dapati berada di sana. Ia kemudian melangkahkan kaki menuju halaman belakang, kosong juga tak ada or
Ada yang berbeda pagi ini kala aku terbangun dari tidurku. Mengerjapkan mata sesaat mengumpulkan sisa kesadaran yang masih tertinggal di alam mimpi. Hari ini, hari ke 2 setelah surat kepemilikan semua aset Mama beralih menjadi namaku. Masih seperti mimpi akhirnya aku berada di titik sekarang ini. Segala lara yang aku rasakan sedari aku bayi merah kembali menari-nari di pelupuk mata. Dering ponsel di sela bantal mengalihkan perhatianku. Bik Rum, wanita hebatku."Ya, Bik!" jawabku setelah menyandarkan punggung pada sandaran ranjang."Neng, Naya! Bibik sudah sampai. Sekarang teh lagi jalan ketemu Mamah," suara cempreng nan khas itu berhasil membuat senyumku kian lebar. "Siapa yang jemput, Bik?" "Den Arkan, Neng!" girangnya. Tak terasa, mata ini berkabut mendengar suara riangnya. Ya, telah hampir 30 tahun beliau meninggalkan kota ini. Untuk merawat bayi merah yang ia pungut dari tong sampah, yang bahkan tali pusarnyapun masih menempel di perutnya. Dan bayi merah itu adalah aku. Deng
Di sebuah rumah yang sangat terpencil itu kini Dewa dan Ratna dikurung oleh Bara dengan penjagaan yang sangat ketat. Ratna dan Dewa ditempatkan di kamar yang berbeda. Kamar kecil yang hanya berukuran 2x3, dengan pencahayaan yang minim dan vetilasi kecil hanya seukuran kepalan tangan di beberapa titik. Tidak ada celah untuk bisa kabur dari tempat ini. Anak buah Bara hanya bungkam saat mengantarkan makanan ataupun membantu keduanya ke kamar mandi. Ratna tergugu dalam isak tangis, ia menyandarkan diri di tembok yang bahkan belum diplester. Ia menetap jijik akan tempat itu. Kamar kecil nan pengap, kasur busa tipis beserta selimut tipis yang tersedia di sana. Sangat berbeda jauh dengan kamar di rumah yang selama ini ia tempati, bahkan kamar ini tak sebanding dengan kamar mandinya di rumah Aryo, Rinjani lebih tepatnya. Dalam hatinya ia mengumpati Aryo yang tak mencarinya sama sekali. Namun, akhirnya ia sadar akan satu hal bahwa selama apapun ia pergi memang Aryo tak pernah mencarinya, ia
"Kamu!"Mata Aryo melotot dengan raut wajah yang merah padam, menandakan amarah tengah menguasainya.Kanaya berjalan pelan namun elegan masuk ke dalam ruangan meeting yang kacau itu. Seluruh kepala staft dan komisaris seketika diam tanpa kata melihat kedatangan Kanaya beserta dua bodyguard di belakangnya. Wahono bangkit berdiri, lantas mempersilahkan Kanaya untuk duduk di kursi yang tadi ia duduki. Aryo menatap tajam Kanaya yang seolah enggan menatapnya. Hanya senyum tipis yang ia lempar membuat amarah Aryo kian meluap."Apa-apaan ini? Kenapa wanita ini bisa masuk ke perusahaan?" Tanyanya dengan nada membentak yang entah ia tujukan untuk siapa.Tak ada siapapun yang menjawab pertanyaan Aryo, semua orang sibuk dengan pikiran masing-masing melihat Kanaya diperlakukan istimewa oleh Wahono yang mereka tahu adalah pengacara keluarga Sutedja.Hening sesaat menyelimuti ruangan ini. Hingga akhirnya Wahono membuka suara."Perkenalkan, pemilik resmi PT. PURAJAYA, ibu KANAYA INDAH SUTEDJA!" T
Meledak sudah bom yang selama ini aku simpan rapat-rapat dari lelaki berhati iblis itu. Entah apa yang kini ada di otaknya? Aku sudah tidak peduli lagi. Bahkan ketika ia berlutut merengek memohon ampun, hatiku tak sedikitpun tersentuh. Dengan entengnya ia mengucapkan maaf setelah apa yang ia lakukan terhadapku dan Mamaku. Tidak, tidak semudah itu Aryo! Kau pun harus merasakan sakit yang kami rasakan. Bukan 1 tahun 2 tahun kami menderita akibat keserakahanmu dan dengan tanpa tahu malu kau berucap maaf? Pintu maafku sudah tertutup rapat semenjak aku tahu akan kisah hidupku. Pikiranku terlempar pada kejadian 13 tahun yang lalu. Dimana itulah kali pertama aku mengetahui siapa diriku."Neng, kenapa teh pulang-pulang nangis sesenggukan begitu? Ada apa?" tanya wanita sepuh yang aku panggil Bibik itu kala aku pulang dari sekolah dengan bersimbah air mata. Tanpa kata aku merangsek ke dalam pelukan wanita renta itu. Beliau membelai kepalaku dengan ketulusan."Apa benar aku anak pungut, Bik?" t
"Kamu!" pekik Ratna kala ia melihat Kanaya yang tengah berjalan dengan elegan memasuki rumah besar yang selama ini ia tinggali bersama Aryo."Hallo, Nyonya Ratna! Apa kabar? Aku lihat kau nampak menyedihkan!" ejeknya dengan senyum miring."Bangs*t! Jadi semua ini ulah kamu, HAH!" jeritnya lagi dengan meronta berusaha melepaskan ikatan di kedua tangannya dibelakang tubuhnya.Kanaya mengabaikan jeritan Ratna dan beralih menatap Dewa dengan kondisi yang sama-sama menyedihkan."Pak Dewa! Jantung masih berdetak sempurna, kan?" tanya Kanaya yang lebih seperti ejekan."Apa maumu?" tanya Dewa tetap tenang dan justru membuat Kanaya tertawa keras."Mauku? Kalian masih tak tahu apa mauku?" desis Kanaya."Kalau kau hanya mau Bara, ambillah! Setelah semua harta Aryo jatuh ke tangan Suci." ucap Ratna tanpa tahu malu."Benar! Setelah itu kami tak akan lagi menganggumu!" dukung Dewa."Wooow. . .pasangan yang sangat kompak!" decak Kanaya seraya menggeleng pelan.Kanaya menjatuhkan tubuhnya di sofa be
"Rin-jani!" Aryo diam mematung di tempatnya dengan wajah pucat pasi. Pandangan matanya tak beralih sedikitpun dari wanita yang ia nikahi 35 tahun yang lalu. Wanita yang sampai hari ini masih sah sebagai istrinya secara hukum negara. Rinjani menatap nyalang Aryo Wijaya. Ia bangkit berdiri dan melangkah pelan mendekati Aryo Wijaya."Bagaimana kabarmu, suamiku?" Tanyannya dengan senyum mengejek."Ka-kamu-" gagapnya dengan memindai Rinjani dari atas hingga bawah."Kau tentu tak menyangka, bukan? Aku bisa menginjakkan kaki lagi di rumah ini? Rumah peninggalan orang tuaku, rumah sedari aku kecil." Ucapnya menatap tajam Aryo. Aryo meneguk ludah susah payah. Gemetar tubuhnya kian jelas terlihat."Selamat datang, kalian para pengkhianat!" Ujarnya dengan suara lantang. Lantas ia kembali berdiri di samping Kanaya juga Bara. Aryo mematung di tempat, seolah tak mampu menggerakkan kakinya sedikitpun. Detik berikutnya ia tersadar, ia menghampiri Rinjani dan berlutut di kakinya."Jani, maafkan ak
Dua bulan kemudian. . ."Selamat ya, Nay! Akhirnya, sah!" ungkap Kema sembari memeluk sahabat baiknya itu.Pernikahan impian itu akhirnya digelar dengan sangat mewah. Ribuan tamu undangan hadir untuk menjadi saksi atas pernikahan kedua pasang pengusaha ternama itu. Ratusan wartawan saling berdesakan untuk meliput momen sakral itu.Kanaya tampil luar biasa cantik dan anggun dengan balutan gaun mewah rancangan designer ternama tanah air. Bersanding dengan sang suami yang nampak begitu bahagia dengan senyum merekah sepanjang acara berlangsung.Rinjani, Wartini dan orang-orang yang mengasihi mereka tampak begitu bahagia. Bik Rum terlihat meneteskan air mata sepanjang acara berlangsung. Ia terharu dan bahagia melihat Kanaya yang ia rawat sedari bayi merah kini berbahagia bak putri raja di singgasananya.Berbagai media menayangkan perhelatan mewah ini secara live. Membuat jutaan orang berdecak kagum dengan kemewahan pernikahan sepasang pengusaha itu.Begitu pun dengan Suci yang hanya mampu
"Astaghfirullahalazim. ." lirih Bara dan Kanaya bersamaan setelah mendengar cerita tentang Suci dari mulut Ujang."Kondisinya kian hari kian memprihatinkan, tapi Neng Suci benar-benar tidak mau kami menghubungi keluargnya. Sedangkan untuk membawanya kembali ke rumah sakit, kami tidak lagi memiliki uang, Pak." lanjut Ujang jujur."Semua tabungan Emak telah habis untuk biaya rumah sakit kala Neng Suci koma hampir 2 minggu lamanya." lanjutnya dengan mata menerawang jauh ke depan. Lantas Ujang menghela nafas besar."Kami menghubungi Bapak bukan bermaksud untuk mengusir Neng Suci dari rumah ataupun keberatan mengurusnya yang dalam kondisi demikian, Pak. Tapi jujur, saya dan Emak sangat berharap Neng Suci bisa mendapatkan perawatan yang layak di rumah sakit supaya bisa kembali sembuh seperti semula." ucapnya sangat tulus dari hati.Bara dan Kanaya saling beradu pandang, terlihat jelas sorot iba dari mata Kanaya sedangkan Bara biasa saja."Apa kami boleh melihatnya, Kang?" mohon Kanaya."Ten
Sore ini, Bara dan Kanaya menghabiskan waktu bersama dengan Sofia di sebuah taman dekat tempat tinggalnya. Mereka bercanda dan tertawa, bermain kejar-kejaran dan gelembung membuat Sofia tertawa lepas. Siapapun yang melihatnya pasti akan mengira mereka adalah keluarga yang harmonis dan bahagia.Setelah lelah bermain, Kanaya mengajak Sofia membeli aneka jajanan yang dijajakan di pinggir taman. "Yank, gimana kalau pernikahan kita di percepat?" ujar Bara saat Kanaya kembali menghenyakkan tubuhnya di samping Bara."Sayang, kan kita udah bahas ini waktu itu!" jawab Kanaya sembari menoleh ke arahnya."2 bulan itu bukan waktu yang lama, Yank. Kita juga perlu mempersiapkan banyak hal, kan? Belum inilah, itulah dan perintilan-perintilan lainnya." jelas Kanaya lagi.Setelah semua keadaan yang menguras pikiran dan emosi selesai, mereka sepakat untuk melangsungkan pernikahan impian mereka 2 bulan lagi. Bahkan, lamaran sekaligus pertunangan mereka berlangsung 2 minggu yang lalu di sebuah hotel mew
Peliknya persidangan yang digelar di pengadilan negeri membuat Kanaya meradang. Emosinya meluap mendengar segala kebenaran yang akhirnya terungkap satu persatu. Tak kalah meradang dengan sang putri, Rinjani pun demikian emosi dibuatnya. Kebenaran akan kematian Ayahnyalah yang paling menguras emosinya. Ratna, Aryo dan Dewa mendapat tuntutan pasal berlapis dan sudah dapat dipastikan hukuman yang akan mereka terima tak sebentar. Ratna menangis meraung akan tuntutan hukum yang menjeratnya. Sedangkan Aryo dan Dewa hanya mampu menunduk dalam.Beberapa orang lagi yang terlibat dalam kasus Ratna dan Dewa telah dijatuhi hukuman 2 tahun penjara karena sudah menikmati hasil kecurangan Dewa dari purusahaan ANGKASAJAYA. Wartini dengan cepat meminta pengacaranya untuk menuntut hukuman mati untuk ketiga tersangka utama itu. Namun, Rinjani justru meminta hukuman seumur hidup.Alasannya terlalu enak jika mereka langsung mati tanpa merasakan penderitaan lebih dulu. Jika hukuman seumur hidup, itu art
Hening menyelimuti perjalanan kami menuju rumahku. Ya, untuk sementara waktu kami akan tinggal sementara di rumah yang selama ini aku tempati sampai rumah Mama selesai direnovasi. Bukan renovasi total, hanya renovasi di beberapa bagian dan sedikit merubah desain interiornya saja. Juga mengganti warna cat dan mengganti perabotan di dalamnya, untuk menghilangkan jejak Ratna dan Aryo di sana.Tak sampai 30 menit kami sudah sampai di rumah sederhana ini. Rumah ini 10x lebih kecil di banding rumah Mama, tapi sangat nyaman buatku. Karena rumah ini adalah hasil jerih payahku sendiri, murni tanpa bantuan dari siapapun termasuk Bik Rum."Yuk, Ma!" Ajakku lantas bergegas membuka pintu mobil dan segera turun. Tak lama terdengar dentuman pintu mobil dari arah belakang dan kemudi.Segera aku melangkah membuka pintu rumah yang sudah 3 hari ini aku tinggalkan. "Maaf, ya, Ma, rumahnya kecil," ungkapku setelah kami masuk ke dalam. Mama menatapku dengan pandangan yang, entahlah."Mama bangga padamu, N
"Mau apa lagi?" hardik Kanaya dengan bersedekap dada menatap Suci yang membelakanginya.Suci berbalik dan mendapati Kanaya dengan raut wajah tak bersahabat."Nay, aku mohon kembalikan Sofia!" pintanya memelas. Kanaya sedikit tertegun dengan perubahan Suci padanya. Biasanya dia akan datang dengan marah-marah ataupun mengamuk kesetanan, kini ia datang dengan tatapan permohonan bahkan matanya berkaca-kaca."Sofia ada sama Bara, bukan padaku. Kenapa kau minta padaku?" ucap Kanaya membuang pandangannya ke arah lain, ia tak mau luluh dengan wajah memelas yang Suci tunjukkan."Nay, aku mohon! Bujuk Bara supaya mengembalikan Sofia padaku! Hanya dia yang aku punya sekarang, Nay," pintanya lagi bahkan kini air mata telah luruh di kedua pipinya. Kanaya bergeming, satu sisi hatinya iba melihat Suci yang demikian. Ia merasa bersalah telah memisahkan Sofia darinya, biar bagaimanapun Sofia memanglah hak Suci. Tapi ia ragu bahwa dia akan memperlakukan Sofia dengan baik, karena selama ini ia bahkan
Hari ini kantor pusat PURAJAYA mengadakan acara penyambutan untuk pemimpin baru mereka yaitu Kanaya. Semua sudah dipersiapkan oleh Satria Abimanyu, atau yang lebih akrab dipanggil Bima yang merupakan CEO dari PURAJAYA selama ini.Kanaya tiba di kantor dengan didampingi Arkan juga Rinjani. Kedatangan mereka disambut hangat oleh seluruh staf dan jajaran yang dengan setia bekerja untuk kemajuan perusahaan.Beberapa di antara ratusan orang di perusahaan itu, terlihat salah tingkah kala bertemu Kanaya. Pasalnya merekalah yang sempat meragukan jati diri Kanaya dan memihak pada Aryo Wijaya."Selamat datang kembali, Bu Rinjani!" Sambut Bima begitu Rinjani dan kedua anaknya melewati karpet merah penyambutannya dan berjalan menuju podium yang sudah disiapkan."Terimakasih, Pak Bima! Terimakasih sudah setia dengan kami selama ini," ucap Rinjani tulus dan dibalas senyum hangat CEO kepercayaan Aryo Wijaya itu. Namun nyatanya, dedikasi dan loyalitasnya untuk perusahaan tidak bisa diragukan lagi.Ri
"Kau, sudah tahu dari lama?" Gumam Ratna tak percaya."Benar! Sejak di bangku SMA aku sudah tahu jika kau bukan Ibuku!" Jawabnya mantap dengan mata memerah menatap tajam Ratna yang kian ciut nyali."Kalian manusia serakah tapi bodoh! Dan saatnya kalian menerima balasan dari apa yang sudah kalian lakukan terhadap Kakakku dan Mamaku. Juga terhadap Kakek dan Om Satya serta Pak Marko." Desisnya masih menatap tajam ketiga orang paruh baya yang menyedihkan kondisinya."Kalian belum melupakan pengakuan yang keluar dari mulut kalian sendiri tentang ketiga orang itu, bukan?" Ejek Arkan dengan senyum kemenangan di bibirnya.Aryo, Ratna dan juga Dewa semakin tak berkutik. Pasalnya, setiap kejadian apapun mereka membicarakannya di hadapan Arkan. Tanpa mereka sadari hal itulah yang kini jadi boomerang bagi mereka sendiri.Tak lama masuklah segerombol polisi yang sudah Arkan siapkan dan segera meringkus mereka. Ratna menjerit dan meraung hingga suaranya memenuhi ruangan."Arkan, jangan perlakukan M
"Rin-jani!" Aryo diam mematung di tempatnya dengan wajah pucat pasi. Pandangan matanya tak beralih sedikitpun dari wanita yang ia nikahi 35 tahun yang lalu. Wanita yang sampai hari ini masih sah sebagai istrinya secara hukum negara. Rinjani menatap nyalang Aryo Wijaya. Ia bangkit berdiri dan melangkah pelan mendekati Aryo Wijaya."Bagaimana kabarmu, suamiku?" Tanyannya dengan senyum mengejek."Ka-kamu-" gagapnya dengan memindai Rinjani dari atas hingga bawah."Kau tentu tak menyangka, bukan? Aku bisa menginjakkan kaki lagi di rumah ini? Rumah peninggalan orang tuaku, rumah sedari aku kecil." Ucapnya menatap tajam Aryo. Aryo meneguk ludah susah payah. Gemetar tubuhnya kian jelas terlihat."Selamat datang, kalian para pengkhianat!" Ujarnya dengan suara lantang. Lantas ia kembali berdiri di samping Kanaya juga Bara. Aryo mematung di tempat, seolah tak mampu menggerakkan kakinya sedikitpun. Detik berikutnya ia tersadar, ia menghampiri Rinjani dan berlutut di kakinya."Jani, maafkan ak