Keluarga Bema dan keluarga Angel menggunakan pakaian yang senada yaitu perpaduan warna cokelat muda dan batik. Mereka duduk saling berjejeran di belakang meja akad hanya Salim dan David yang berada satu meja dengan pengantin dan penghulu. Nantinya, Salim sendirilah yang membantu Bema untuk mengijab qabul. Indira juga hadir. Ia duduk diantara Bian dan Brian. Sementara di depan mereka adalah bunda Rentina dan istri ayah David. Mereka terlihat canggung dan tidak berinteraksi satu sama lain.
Semua pandangan beralih pada Angel, sang mempelai wanita. Angel dengan hati-hati duduk di sebelah Bema. Dia seperti putri yang baru saja keluar dari istana. Tubuhnya wangi hingga menguar di area indera penciuman Bema. Ketika tatapan mereka bertemu, mereka saling melemparkan senyuman. Entah mengapa ini adalah kali pertama Angel merasa canggung duduk di sebelah Bema.
“Anak saya tidak akan pergi. Kamu menatapnya seolah ia lalat yang mudah terbang,” gurau Salim mengejek Bema ya
Melepas rindu dengan bertemu adalah impian. Menyelami kenangan bersama orang yang sama hingga memutar kembali memori di masa depan. Angel dan Byanca adalah teman waktu kecil, banyak kejadian yang mereka lakukan bersama hingga dewasa pun mereka intens berkomunikasi meski jarang bertemu karena Byanca sekolah di luar negeri.Angel tak membayangkan kehadiran Byanca di hari bahagianya. Dia sudah pesimis ketika Papa mengatakan bahwa tidak ada kabar lagi dari om Dewo. Angel pun tak berani secara terbuka menghubungi Byanca dan memintanya datang karena ia takut Byanca belum siap bertemu keluarga Bema.Nyatanya tidak. Byanca hadir menyaksikan hari bahagianya. Ini adalah hadiah terindah bagi Angel.Mama Irene membawa Byanca dan Dewo duduk di bagian keluarganya. Kemudian Salim dan Angel duduk kembali ke meja akad. Suasana berganti menjadi canggung terutama pada Bian. Tepat di sebelahnya adalah Byanca meski ada jarak tetapi Bian masih bisa mencium parfumnya. Wangi itu masih
“Jadi apakah kalian akan langsung pulang ke Busan?”Acara telah usai dan banyak tamu yang sudah kembali pulang. Tersisa hanya keluarga inti saja. Mereka sedang duduk melingkar di ruang tamu, ada Dewo dan Byanca juga yang bergabung. Tentu keluarga Bema juga ada di sana.Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang ditujukan Salim pada Dewo dan Byanca.“Mungkin tidak. Ada beberapa hal yang aku dan Byanca akan kerjakan di sini.”Byanca yang sejak tadi menikmati pudding, sontak menoleh ke Dewo. Ini tidak seperti perjanjian mereka pada Ken, dimana mereka hanya meminta izin ke Jakarta selama 2 hari saja. Kendati, Byanca tak berani protes di khalayak ramai. Itu akan membuat spekulasi yang berbeda-beda.Diam-diam Dewo mengelus tangan Byanca sambil mengangguk seolah mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja selama mereka di sini. Byanca tahu itu tetapi apa yang ingin mereka kerjakan selama di Jakarta.“Kak By…”
‘Aku juga merindukan Ken’Bian menelan pahit ucapan yang hanya bisa ia katakan dalam hati. Mereka membicarakan Ken seolah ia bukan ayah kandungnya. Bian tahu betapa jahatnya ia tetapi itu tidak bisa menutupi kebenaran bahwa ia lah ayah biologis Ken.Rentina juga merasa malu. Ia seperti sedang di-roasting oleh komika di atas panggung. Ken juga bagian keluarganya. Ken adalah cucu semata wayangnya saat ini tetapi seolah ia orang asing.“Kalau begitu kami akan ikut bersama Kakak dan Om Dewo,” keputusan sepihak Angel. Ia yakin Bema akan setuju, lagi pula menurut Angel ini adalah kesempatan untuk Bema menunjukkan bahwa ia masih menyayangi keponakannya itu. Ia bukan orang yang ikut-ikutan atas apa yang telah dilakukan kakaknya. Biarlah keretakan rumah tanggan Byanca dan Bian saja yang bermasalah, tetapi mereka tidak kena imbasnya.“Baik. Om akan menyiapkan sebuah villa untuk kalian. Tetapi hanya kalian berdua saja kan?”
Semenjak acara akad tersebut, Bian sama sekali tidak bisa tenang. Ia pikir ia akan kuat bila bertemu dengan Byanca kembali. Ternyata tidak. Dia rapuh dan tak bisa mengontrol kerinduannya. Di tengah malam, ia menghadap langit dengan tangisan yang menyesakkan.Byanca adalah kelemahannya. Mulutnya memang menolak untuk mengakui itu tetapi hatinya tidak bisa berbohong. Setiap kali ia menatap Byanca, jantungnya masih sama seperti dahulu—detaknya.“By, apa kabar?”Itu adalah hal yang ingin ia lontarkan sejak semalam ketika bertemu Byanca. Kini, semuanya terasa berbeda. Byanca bukan lagi hal yang bisa ia sentuh bahkan ajak berbicara saja rasanya sudah tidak bisa. Terlalu tebal dinding yang membenteng keduanya.Akankah masalah mereka hanya menyakitkan bagi Byanca? Tidak. Nyatanya dia yang pelaku juga korban. Dia juga hancur bahkan beribu kali, apa lagi mengingat kalimat terakhir Byanca yang mengatakan benci.Kenapa harus seperti ini? Andai
Tidak heran bila Salim mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk membuat pesta ini. Acaranya begitu megah dan juga meriah. Sebagai salah seorang pejabat tentunya acara tersebut mendapatkan perhatian publik ditambah lagi identitas keluarga Bema yang tak biasa. Ini menjadi ajang untuk menampilkan yang terbaik.Para pebisnis tersohor juga banyak memenuhi lokasi acara. Hal itu membuat Dewo berkesempatan untuk bertemu dengan teman-temannya. Perkembangan bisnis yang bersahabat dengan tekhnologi selalu menarik perhatian mereka. Banyak dari mereka yang bertanya tentang perkembangan bisnisnya di Rusia bahkan ada yang menawarkan untuk berinvestasi dan menjalin hubungan kerja sama.“Dimana Indira?”Dewo yang saat itu sedang meneguk minumannya sengaja memperlama untuk mendengar pembicaraan Rentina dan Bian persis di belakangnya. Ia hanya penasaran akan kelanjutan cerita mereka.“Tidak mungkin ia harus Bian gandeng terus-terusan, Bun.” Itu ada
Byanca sudah tidak bisa lagi menahan emosinya. Dengan tangan bergetar, ia menampar pipi Indira. “Hentikan omong kosongmu!”Indira memegangi pipinya. Hangat bahkan mungkin sekarang sudah memerah.“Kalian yang berselingkuh dan pada akhirnya aku yang disalahkan.” Kini gentian, Byanca lah yang meneriaki Indira. Dia belum pernah berpenampilan seperti ini. Kemarahannya tidak bisa ditoleransi.Indira mengangkat kepalanya. Ia memperlihatkan pipinya pada Byanca kemudian ia mengusapnya perlahan di hadapan Byanca. Ia tersenyum. Itu memang sakit. Ia melihat bahwa Byanca sedang memejamkan mata. Mungkin untuk mengatur emosinya, pikirnya.Ia menghampiri Byanca kemudian mencekiknya. “Kami tidak pernah mengkhiantimu di belakangmu. Aku bukan wanita perebut suami orang.” Indira berteriak di telinga Indira. Kata-kata itu menusuk kepala Byanca.“Lalu kamu pikir aku percaya?”Meski ia terbata-bata tetapi kata-kata i
Jika waktu bisa diputar, dia lebih memilih menghindar. Menjadi pelampiasan bukan suatu menyenangkan. Lihatlah dirinya, apa yang ia dapatkan dari kejadian ini? Orang luar menganggapnya merebut kebahagiaan rumah tangga orang lain. Dalam arti kata berbeda bahwa ia mendapatkan cinta dari Bian, tetapi pada hakikatnya tidak sama sekali. Melihatnya sebagai wanita saja, Bian enggan. Buktinya saat ini, ketika Dewo mengancamnya. Bian hanya diam dan lebih memilih menikmati kesempatan untuk tak berjarak dengan Byanca.Indira ingin batuk darah menyaksikan pemandangan itu. Mungkin memang mati adalah pilihan terbaik. Dulu, orang tuanya meninggalkannya juga mungkin karena mereka tidak mencintainya. Lantas untuk apa lagi ia hidup di dunia? Atas dasar cinta yang seperti apalagi ia punya dan cari. Semuanya tidak ditakdirkan untuk hidupnya.Indira melihat Dewo yang dengan kemarahan memuncak, “Izinkan saya menjadi Byanca sehari saja.”Hidup Byanca begitu sempurna bak put
Byanca memang rumah. Tempatnya kembali berpulang. Tempatnya beristirahat dari lelahnya dunia luar. Tempatnya berteduh dari semua permasalahan yang menghujani. Tempatnya mengumpulkan tenaga kembali. Tetapi permasalahannya saat ini, masih kah Byanca bersedia menjadi rumah baginya? Atau Byanca tetap akan menjadi rumah, hanya saja dia bukan lagi penghuninya bahkan untuk menjadi tamu saja sudah tidak layak. Lagi-lagi di saat Bian melirik Byanca, tatapan mereka bertemu. Pancaran mata yang saling menyampaikan kerinduan. Bohong bila Byanca mengatakan membenci Bian seutuhnya dan tidak ada perasaan sama sekali. Nyatanya, sejak awal melihat Bian kembali, jantungnya berdegup sama seperti pertama kali ia jatuh cinta pada Bian. Hanya saja ia mencoba untuk mengontrolnya karena tak mau terjatuh untuk kedua. Belum lagi kasus penculikan Ken masih menghantuinya. Mengingat itu membuatnya terlihat lemah. Mengapa ia ingin luluh dengan seseorang yang telah mencelakai anaknya? Bila Ken dewasa, maka