Melepas rindu dengan bertemu adalah impian. Menyelami kenangan bersama orang yang sama hingga memutar kembali memori di masa depan. Angel dan Byanca adalah teman waktu kecil, banyak kejadian yang mereka lakukan bersama hingga dewasa pun mereka intens berkomunikasi meski jarang bertemu karena Byanca sekolah di luar negeri.
Angel tak membayangkan kehadiran Byanca di hari bahagianya. Dia sudah pesimis ketika Papa mengatakan bahwa tidak ada kabar lagi dari om Dewo. Angel pun tak berani secara terbuka menghubungi Byanca dan memintanya datang karena ia takut Byanca belum siap bertemu keluarga Bema.
Nyatanya tidak. Byanca hadir menyaksikan hari bahagianya. Ini adalah hadiah terindah bagi Angel.
Mama Irene membawa Byanca dan Dewo duduk di bagian keluarganya. Kemudian Salim dan Angel duduk kembali ke meja akad. Suasana berganti menjadi canggung terutama pada Bian. Tepat di sebelahnya adalah Byanca meski ada jarak tetapi Bian masih bisa mencium parfumnya. Wangi itu masih
“Jadi apakah kalian akan langsung pulang ke Busan?”Acara telah usai dan banyak tamu yang sudah kembali pulang. Tersisa hanya keluarga inti saja. Mereka sedang duduk melingkar di ruang tamu, ada Dewo dan Byanca juga yang bergabung. Tentu keluarga Bema juga ada di sana.Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang ditujukan Salim pada Dewo dan Byanca.“Mungkin tidak. Ada beberapa hal yang aku dan Byanca akan kerjakan di sini.”Byanca yang sejak tadi menikmati pudding, sontak menoleh ke Dewo. Ini tidak seperti perjanjian mereka pada Ken, dimana mereka hanya meminta izin ke Jakarta selama 2 hari saja. Kendati, Byanca tak berani protes di khalayak ramai. Itu akan membuat spekulasi yang berbeda-beda.Diam-diam Dewo mengelus tangan Byanca sambil mengangguk seolah mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja selama mereka di sini. Byanca tahu itu tetapi apa yang ingin mereka kerjakan selama di Jakarta.“Kak By…”
‘Aku juga merindukan Ken’Bian menelan pahit ucapan yang hanya bisa ia katakan dalam hati. Mereka membicarakan Ken seolah ia bukan ayah kandungnya. Bian tahu betapa jahatnya ia tetapi itu tidak bisa menutupi kebenaran bahwa ia lah ayah biologis Ken.Rentina juga merasa malu. Ia seperti sedang di-roasting oleh komika di atas panggung. Ken juga bagian keluarganya. Ken adalah cucu semata wayangnya saat ini tetapi seolah ia orang asing.“Kalau begitu kami akan ikut bersama Kakak dan Om Dewo,” keputusan sepihak Angel. Ia yakin Bema akan setuju, lagi pula menurut Angel ini adalah kesempatan untuk Bema menunjukkan bahwa ia masih menyayangi keponakannya itu. Ia bukan orang yang ikut-ikutan atas apa yang telah dilakukan kakaknya. Biarlah keretakan rumah tanggan Byanca dan Bian saja yang bermasalah, tetapi mereka tidak kena imbasnya.“Baik. Om akan menyiapkan sebuah villa untuk kalian. Tetapi hanya kalian berdua saja kan?”
Semenjak acara akad tersebut, Bian sama sekali tidak bisa tenang. Ia pikir ia akan kuat bila bertemu dengan Byanca kembali. Ternyata tidak. Dia rapuh dan tak bisa mengontrol kerinduannya. Di tengah malam, ia menghadap langit dengan tangisan yang menyesakkan.Byanca adalah kelemahannya. Mulutnya memang menolak untuk mengakui itu tetapi hatinya tidak bisa berbohong. Setiap kali ia menatap Byanca, jantungnya masih sama seperti dahulu—detaknya.“By, apa kabar?”Itu adalah hal yang ingin ia lontarkan sejak semalam ketika bertemu Byanca. Kini, semuanya terasa berbeda. Byanca bukan lagi hal yang bisa ia sentuh bahkan ajak berbicara saja rasanya sudah tidak bisa. Terlalu tebal dinding yang membenteng keduanya.Akankah masalah mereka hanya menyakitkan bagi Byanca? Tidak. Nyatanya dia yang pelaku juga korban. Dia juga hancur bahkan beribu kali, apa lagi mengingat kalimat terakhir Byanca yang mengatakan benci.Kenapa harus seperti ini? Andai
Tidak heran bila Salim mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk membuat pesta ini. Acaranya begitu megah dan juga meriah. Sebagai salah seorang pejabat tentunya acara tersebut mendapatkan perhatian publik ditambah lagi identitas keluarga Bema yang tak biasa. Ini menjadi ajang untuk menampilkan yang terbaik.Para pebisnis tersohor juga banyak memenuhi lokasi acara. Hal itu membuat Dewo berkesempatan untuk bertemu dengan teman-temannya. Perkembangan bisnis yang bersahabat dengan tekhnologi selalu menarik perhatian mereka. Banyak dari mereka yang bertanya tentang perkembangan bisnisnya di Rusia bahkan ada yang menawarkan untuk berinvestasi dan menjalin hubungan kerja sama.“Dimana Indira?”Dewo yang saat itu sedang meneguk minumannya sengaja memperlama untuk mendengar pembicaraan Rentina dan Bian persis di belakangnya. Ia hanya penasaran akan kelanjutan cerita mereka.“Tidak mungkin ia harus Bian gandeng terus-terusan, Bun.” Itu ada
Byanca sudah tidak bisa lagi menahan emosinya. Dengan tangan bergetar, ia menampar pipi Indira. “Hentikan omong kosongmu!”Indira memegangi pipinya. Hangat bahkan mungkin sekarang sudah memerah.“Kalian yang berselingkuh dan pada akhirnya aku yang disalahkan.” Kini gentian, Byanca lah yang meneriaki Indira. Dia belum pernah berpenampilan seperti ini. Kemarahannya tidak bisa ditoleransi.Indira mengangkat kepalanya. Ia memperlihatkan pipinya pada Byanca kemudian ia mengusapnya perlahan di hadapan Byanca. Ia tersenyum. Itu memang sakit. Ia melihat bahwa Byanca sedang memejamkan mata. Mungkin untuk mengatur emosinya, pikirnya.Ia menghampiri Byanca kemudian mencekiknya. “Kami tidak pernah mengkhiantimu di belakangmu. Aku bukan wanita perebut suami orang.” Indira berteriak di telinga Indira. Kata-kata itu menusuk kepala Byanca.“Lalu kamu pikir aku percaya?”Meski ia terbata-bata tetapi kata-kata i
Jika waktu bisa diputar, dia lebih memilih menghindar. Menjadi pelampiasan bukan suatu menyenangkan. Lihatlah dirinya, apa yang ia dapatkan dari kejadian ini? Orang luar menganggapnya merebut kebahagiaan rumah tangga orang lain. Dalam arti kata berbeda bahwa ia mendapatkan cinta dari Bian, tetapi pada hakikatnya tidak sama sekali. Melihatnya sebagai wanita saja, Bian enggan. Buktinya saat ini, ketika Dewo mengancamnya. Bian hanya diam dan lebih memilih menikmati kesempatan untuk tak berjarak dengan Byanca.Indira ingin batuk darah menyaksikan pemandangan itu. Mungkin memang mati adalah pilihan terbaik. Dulu, orang tuanya meninggalkannya juga mungkin karena mereka tidak mencintainya. Lantas untuk apa lagi ia hidup di dunia? Atas dasar cinta yang seperti apalagi ia punya dan cari. Semuanya tidak ditakdirkan untuk hidupnya.Indira melihat Dewo yang dengan kemarahan memuncak, “Izinkan saya menjadi Byanca sehari saja.”Hidup Byanca begitu sempurna bak put
Byanca memang rumah. Tempatnya kembali berpulang. Tempatnya beristirahat dari lelahnya dunia luar. Tempatnya berteduh dari semua permasalahan yang menghujani. Tempatnya mengumpulkan tenaga kembali. Tetapi permasalahannya saat ini, masih kah Byanca bersedia menjadi rumah baginya? Atau Byanca tetap akan menjadi rumah, hanya saja dia bukan lagi penghuninya bahkan untuk menjadi tamu saja sudah tidak layak. Lagi-lagi di saat Bian melirik Byanca, tatapan mereka bertemu. Pancaran mata yang saling menyampaikan kerinduan. Bohong bila Byanca mengatakan membenci Bian seutuhnya dan tidak ada perasaan sama sekali. Nyatanya, sejak awal melihat Bian kembali, jantungnya berdegup sama seperti pertama kali ia jatuh cinta pada Bian. Hanya saja ia mencoba untuk mengontrolnya karena tak mau terjatuh untuk kedua. Belum lagi kasus penculikan Ken masih menghantuinya. Mengingat itu membuatnya terlihat lemah. Mengapa ia ingin luluh dengan seseorang yang telah mencelakai anaknya? Bila Ken dewasa, maka
Byanca tersentak. Punggungnya sakit tak tertahan. Ia menatap wajah Dewo yang terlihat panik. Sedetik kemudian ia merasakan seperti seseorang menarik benda dari punggungnya. Itu sangat sakit juga sehingga ia tak mampu mempertahankan kesadarannya.Bian mematung. Ia bersimpuh di belakang Byanca, tangannya masih menggenggam pisau yang mengalir darah Byanca. Ia tidak bisa berkata apa-apa, kesedihan dan rasa bersalah meliputi perasaannya. Ini jauh lebih hancur pada saat dia diam-diam menyaksikan Byanca terbang ke Busa. Setidaknya waktu itu ia masih bisa melihat senyum manis Byanca.Air matanya keluar. Ia mengepalkan tangan dan melirik Indira yang hanya diam saja melihat Byanca. Terkadang wanita itu tertawa seperti orang gila. Bian tak bisa menoleransi lagi, ia berdiri dan mencekik leher Indira. “Apa yang kamu lakukan, Indira?”Karma sangat cepat. Baru beberapa jam yang lalu, ia lah yang mencekik Byanca dan sekarang ia pula yang merasakan apa yang Byanca ra
Tidak ada yang bisa menerima sebuah perpisahan. Baik pisah hidup maupun mati. Semua yang pernah bersama ingin selalu bersama hingga akhir hayat bahkan di kehidupan selanjutnya. Dunia fana ini selalu diimingi dengan kebahagiaan semata. Nyatanya kebahagiaan itu semu.Renata melakukan aksinya untuk memisahkan Dewo dan Rina karena kebenciannya pada ayah Dewo, Pramasta yang telah merenggut nyawa kedua orang tuanya. Tidak hanya itu, menurut Rentina sejak sahabatnya itu—Dewo—mengenal Rina waktunya sangat sedikit untuk Rentina. Hal itu semakin memupuk rasa kebenciaannya.Strategi demi strategi untuk balas dendam telah direncanakan. Salah satu yang direalisasikannya adalah masuknya orang ketiga dalam rumah tangga Dewo. Sebenarnya itu tidak murni rencananya. Rams berselingkuh dengan seorang wanita bernama Mellisa. Suatu hari, Rams mengatakan bahwa Mellisa tengah mengandung anak mereka. Rentina tidak dapat menerima itu, dia pun kesal pada Rams dan mengancam Rams atas
Rentina tersadar dari hanyutan masa lalunya. Matanya memerah menatap Dewo. Aura kebencian terpancar dari lensa hitam tersebut. Aliran darahnya seakan membuncah untuk membalaskan dendam kepada Dewo. Sialnya, rantai yang kuat ini menjeratnya.“Pramasta apa kabar?”Ini adalah kali pertama ia menyebut nama ayah Dewo tanpa menggunakan embel-embel panggilan ‘om’ untuk kesopanan. Sejak ia menyelidiki lebih lanjut ucapan mantan supirnya, Rentina tidak menelan informasi itu mentah-mentah melainkan ia menyelidiki lebih lanjut. Masih ada harapan Rentina bahwa ayah temannya itu tidak bersalah. Satu demi satu bukti dan saksi Rentina kumpulkan selama bertahun-tahun hingga akhirnya bahwa kecurigaan itu adalah benar.Lalu apa yang dilakukan Rentina?Apakah ia langsung membalaskan dendamnya pada Pramasta?Tidak!!Ya, jawabannya tidak. Rentina tidak melakukan apapun kepada Pramasta karena ketika ia telah berhasil mengumpulkan semua buk
Perusahaan warisan ayah Rentina telah dikelola oleh adik kandung ayahnya sendiri yang mana nantinya akan diserahkan kepadanya. Rentina tidak terlalu mengambil berat hal itu karena ia menganggap dirinya masih belum mampu untuk mengelola perusahaan tersebut. Rentina hanya menerima hasil setiap bulan dan dimanfaatkan untuk biaya sekolahnya. Rentina sering berkunjung hanya untuk mendapatkan teka-teki atas kematian orang tuanya. Dia mulai melibatkan diri dalam pekerjaan di perusahaan. Mulanya hanya untuk memecahkan teka-teki, lama kelamaan menjadi ketertarikan untuk bekerja di sana. Rentina meminta kepada omnya untuk diajak bekerja, ia pun ingin mengambil peran dari mulai yang terendah dahulu. Rentina mempelajari setiap liku pekerjaan tersebut. Perusahaan ayah mengalami gejolak hingga hampir gulung tikar. Om Irwan, omnya mengaku sudah melakukan banyak cara untuk menstabilkan permasalahan tersebut. Permasalahan ini dipicu karena mereka salah memilih distributor. Uang yang
Flashback on“Rentina, ikhlaskan kepergian mereka!” ucap tantenya sambil memeluk tubuh remaja Rentina.Rentina mengatupkan mulutnya. Membungkam kesedihan yang membendung. Hari itu adalah hari yang sangat buruk bagi Rentina. Tak pernah ia bayangkan bahwa hari itu datang, hari dimana ia kehilangan dua orang yang disayanginya yaitu papa dan mamanya.“Tante, kata ikhlas memang mudah diucapkan tetapi, sangat sulit untuk diimplementasikan. Bagaimana aku akan menjalani hariku tanpa mereka? Aku hanya anak tunggal. Aku tak memiliki apapun dan siapapun lagi.”Rentina tahu bahwa ini kehendak Tuhan akan tetapi ia belum siap. Hati dan kepalanya terus berbicara akan sendiri yang akan dihadapinya. Rentina menekuk lututnya kemudian memeluk lutut itu, menggambarkan bahwa ia hanya bisa bertahan dengan dirinya sendiri. Hartanya adalah dirinya sendiri. Ia menangkup dan menangis sekencang-kencangnya. Para pelayat yang mengirimkan doa kepada orangtuanya
“Apa sebenarnya penyebab kalian merusak rumah tangga ku?”Rina tak mampu menahan seluruh gejolak pertanyaan yang telah dari Singapore ia pendam. Rina tak mementingkan waktu jika saat ini antara Rentina dan Dewo sedang bersitegang. Ia hanya ingin tahu agar dadanya tak sesak menahan.Mata Rentina beralih pada Rina. Alih-alih menjawab, ia justru menyunggingkan senyuman seakan mengejek Rina. Senyuman yang dulunya hangat kini menjadi tajam yang mampu menyabik hati Rina.“Karena kamu terlalu sombong, Rina.”Rina terpancing untuk menghampiri Rentina. Entah hanya sekedar mendekatkan telinganya agar memastikan bahwa ia tak salah dengar. Namun, Dewo segera mencegahnya. Dewo menarik tangan Rina dan membisikkan kata-kata penenang.Rina memejamkan mata kemudian mengatur emosinya. Ia tak boleh terpancing demi permasalahan ini cepat diselesaikan. Melihat wajah Rentina terlalu lama akan mempengaruhi kesehatan jantungnya.“Kamu
Rina menyunggingkan senyuman kepada Bian setelah mendengar teriakan Indira. Wanita itu sangat kacau dan berantakan. Rina mengira bahwa mentalnya telah terguncang. Ia mendekati Dewo dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi kepada Indira. Dewo hanya menjawab dengan mengangkat bahunya membuat Rina menghela napas malas. Sudah dalam keadaan seperti ini pun Dewo masih sempat untuk bermain rahasia. Di hadapan Rams dan Rentina terbentang sebuah sofa panjang dengan sebuah meja di hadapannya yang berisi banyak makanan dan juga minuman. Dewo mengajak mereka semua untuk duduk. “Rentina, Rams dan Indira kehadiranku membawa mereka semua ke sini bukan untuk menghukum kalian. Aku tahu semua orang pasti pernah melakukan kesalahan tidak terkecuali diriku sendiri. Aku ingin kita menyelesaikan dengan damai dan secara kekeluargaan. Tolong akui semua kesalahan kalian!” Tak munafik bahwa kekesalan Dewo kepada tiga manusia di hadapannya sudah mengubun-ubun tetapi ia masih memiliki h
Pesawat yang ditumpangi mendarat indah di Bandar udara Soekarno Hatta. Dewo beserta rombongan segera menaiki mobil yang telah disediakan. Perjalanan selanjtunya adalah menuju tempat penyekapan Rams dan Rentina. Sepanjang perjalanan, semua tampak tak banyak bicara. Hanya diam dan menerka-nerka akan bagaimana kelanjutan cerita ini.Begitu sampai tempat penyekapan, Salim telah menunggu mereka. Ia segera mendekat dan menyapa satu-persatu. Dewo tersenyum ramah dan juga berjalan di samping Salim.“Lalu, apa yang akan kau lakukan?” Siapapun pasti akan sangat penasaran. Begitu pula dengan Salim. Sudah lama ia menanti hari ini. Ia juga sudah lelah menebak konspirasi di antara semuanya.“Dimana Bema dan Brian?” Dewo berhenti dan memperhatikan sekitar. Hal tersebut juga membuat semuanya berhenti dan mengikuti arah pandang Dewo.“Aku sudah meminta mereka datang tetapi tidak tahu kemana dua anak itu.” Tak ingin membuat suasana hati
Langit cerah menutupi raut kemarahan dari dua anak manusia yang saling berhadapan dengan kondisi tubuh terikat tali. Mereka adalah Rentina dan Rams. Rentina menggerakkan tubuhnya; menggapai-gapai tangan Rams. Ia tak bisa dengan lantang menyuarakan isi kepalanya sebab mulutnya ditutupi lakban hitam yang menyebalkan.Rentina berusaha berbicara lewat mata. Sayangnya Rams nampak tak tertarik, ia memutar lehernya dan lebih memilih menatap dinding yang dipenuhi sarang laba-laba tersebut. Lebih baik melihat itu dari pada menatap Rentina dengan segala gejolak emosinya.“Apa kau tak ingin mengalahkan Dewo di dunia bisnis?” Rams mengingat dengan jelas kata-kata yang diucapkan Rentina dahulu. Kata yang menjadi mantra untuknya melakukan segala cara agar mengalahkan Dewo. Meski Dewo bukan tandingannya di dunia bisnis tetapi Rams mengal
Berdamai dengan keadaan adalah jalan yang dipilih Rina meski hati masih berbentur dengan luka masa lalu, tetapi ia begitu sadar bahwa semua karena jebakan. Rina memang mencoba untuk memaafkan Mellisa. Melihat Archi yang sedikit trauma membuat Rina merasa iba. Ia pernah melihat jiwa Byanca terguncang. Oleh sebab itu, ia tak ingin Archi juga nekat melakukan apa yang Byanca lakukan dahulu.Mellisa merasa terharu atas sikap Rina. Ia berulang mengucapkan terima kasih bahkan ia secara refelks memeluk Rina. Semua ini di luar ekspektasinya. Mellisa iri dengan Rina yang memiliki hati begitu lembut. Ia berjanji akan menjadikan dirinya lebih baik lagi untuk membalas kebaikan Rina. Untuk Dewo, ia tak akan mengejarnya lagi. Terserah pada Dewo untuk hidup seperti apa, lagi pula mereka telah berpisah sejak beberapa bulan yang lalu.Usai melepaskan pelukan Mellisa, Rina menatap Dewo dengan ekspresi tak terbaca. Dewo menaikkan sebelah alisnya tanda tak mengerti arti tatapan itu. Rina t