Sakhala tidak habis pikir Dayana menemui dokter kandungan tanpa memberi tahu dirinya. Dayana sepertinya sengaja pergi sendirian karena istrinya itu takut hasil pemeriksaan dokter nanti akan mengecewakannya.Dayana dan Sakhala segera pulang setelah menghabiskan makannya karena matahari sudah mulai kembali ke peraduan. Mereka menghabiskan waktu hampir dua jam di Starbucks karena Dayana sudah lama sekali tidak pergi keluar untuk bersantai. Dia memanfaatkan momen ini dengan baik untuk menenangkan pikiran sekaligus quality time bersama Sakhala. Sakhala menyampirkan jasnya untuk menutupi tubuh Dayana karena angin berhembus sedikit kencang. Apa yang dia lakukan berhasil menyentuh hati Dayana hingg ke titik paling dalam "Aku punya dua tiket pameran seni. Apa kamu mau pergi denganku, Sakha?""Kapan?""Hari Jumat depan. Bagaimana?"Sakhala menghela napas panjang. "Maaf, Sayang. Aku tidak bisa menemanimu karena aku ada meeting dengan investor dari Canada seharian penuh.""Hmm, begitu, ya? Tida
Sakhala duduk di samping Dayana sambil menggenggam tangan wanita itu dengan erat. Dia begitu bahagia setelah mendengar kabar dari dokter bahwa dirinya sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. Sakhala tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih pada Dayana meskipun wanita itu tidak bisa mendengarnya karena masih belum sadar. "Terima kasih, Sayang." Sakhala mencium punggung tangan Dayana dengan lembut. Tanpa sadar air matanya menetes membasahi tangan Dayana. Dayana mengerjapkan kedua matanya perlahan. Kepalanya terasa sangat berat ketika pertama kali membuka mata, aroma obat-obatan pun seketika menyeruak di indra penciumannya. Dayana tersentak, dia terkejut bukan main melihat Sakhala yabg sedang menggenggam jemari tangannya dengan erat sambil menangis."Sakha ...," panggilnya pelan.Sakhala sontak mengangkat kepalanya ketika mendengar suara Dayana. Senyum bahagia terpancar jelas di wajahnya karena Dayana sudah sadar."Syukurlah kamu sudah sadar," ucapnya sambil mengecup jemari tang
Dayana akhirnya menuruti perintah Sakhala. Dia memilih duduk di sofabed yang ada di ruang keluarga lalu menyalakan tv berukuran 70 inch yang ada di hadapannya untuk mengusir bosan."Sakha ...," panggil Dayana pelan."Iya, Sayang. Ada apa? Apa kamu butuh sesuatu?""Apa kamu melihat potato ghost pepperku yang aku beli beberapa hari lalu?" Dayana mengangkat satu-persatu bantal yang ada di sofa karena dia takut camilan kesukaannya itu terselip di bawah. "Aku sudah meminta Bik Suti untuk membuangnya karena mulai hari ini kamu tidak boleh makan sembarangan lagi. Apa lagi makanan pedas," jelas Sakhala dengan nada tegas."A-apa?" Kedua mata Dayana tampak berkaca-kaca, wanita itu merasa sangat sedih karena Sakhala membuang camilan kesukaannya seenaknya."Kamu jahat. Kenapa kamu membuangnya, Sakha?"Sakhala pun mendekat lantas menarik tubuh Dayana ke dalam dekapan. Semenjak Hami Dayana gampang sekali menangis karena perasaannya menjadi lebih sensitif."Maaf kalau aku membuang camilan kesukaan
"Siapa yang menelepon, Day?" "Sakha, Ma." Dayana meraih ponselnya lantas segera menjawab telepon dari Sakhala. Padahal Sakhala baru beberapa menit yang lalu berangkat ke kantor, tapi sekarang sudah menelepon."Iya, Sakha. Ada apa?""Apa kamu sudah sarapan?" "Sudah," jawab Dayana sambil mengangguk padahal Sakhala tidak bisa melihatnya. "Sudah minum vitamin?" "Sudah." "Bagus. Kamu baik-baik saja, kan? Nggak mual atau ...," ucap Sakhala terdengar khawatir karena dia takut sekali terjadi sesuatu dengan Dayana. Apa lagi istrinya itu sedang mengandung buah hati pertama mereka. "Aku baik-baik, Sakha. Jangan khawatir, lagi pula aku sedang bersama Mama.""Syukurlah. Aku merasa khawatir sekali karena aku tidak ada di samping kamu." Terdengar helaan napas lega di seberang. "Astaga! Jangan berlebihan, Sakha." Dayana memutar bola mata malas karena Sakhala selalu menelepon setiap lima belas menit sekali untuk memastikan bagaimana keadaannya."Ingat, jangan melakukan aktifitas yang bisa membu
"Aku baik-baik saja, Sa. Jangan khawatir."Salsa menarik bahu Dayana pelan. Dia ingin membantu sahabatnya itu agar tidak jatuh saat berjalan. "Kamu terlihat lemas sekali, Day. Aku takut kamu kenapa-kenapa.""Kamu tenang saja. Lagi pula ini normal bagi wanita hamil. Kamu nanti pasti juga merasakannya," elak Dayana sambil tertawa santai."Jadi, dia little Dayana atau litte Sakhala?" tanya Salsa dengan wajah penasaran.Dayana menghela napas panjang. Apa Salsa membolos saat pelajaran biologi? "Usia kandunganku masih empat minggu, Sa. Aku belum tahu dia laki-laki atau perempuan," jelasnya.Salsa terkekeh pelan mendengar ucapan Dayana. Mereka pun memilih duduk di kursi panjang yang berada tepat di sebelah vending machine. Salsa mengeluarkan beberapa uang koin dari dompet, lalu memasukkannya ke dalam vending machine tersebut untuk membeli minuman."Ini, untukmu." Salsa memberi Dayana satu kotak susu stroberi."Ah, terima kasih." Dayana menyedot susu stroberinya pelan-pelan sambil mengusap p
Dayana langsung berlari ke kamar mandi karena perutnya tiba-tiba terasa sangat mual dan memuntahkan apa pun yang ada di perutnya tapi yang keluar hanya cairan.Sakhala mengerjapkan kedua matanya karena mendengar Dayana muntah-muntah. Dia pun bergegas menghampiri Dayana yang sedang memuntahkan isi perutnya di dalam wastafel."Kamu nggak papa, Sayang?" Sakhala memijit tengkuk Dayana dengan pelan. Dia terlihat sangat panik karena Dayana baru pertama kali ini muntah-muntah. Apa lagi sampai separah ini. "Aku baik-baik saja, Sakha," jawab Dayana lirih karena tubuhnya terasa sangat lemas.Dia pun berkumur untuk membersihkan mulut karena perutnya sudah tidak mual. Namun, tubuhnya semakin terasa lemas hingga membuatnya harus bersandar pada Sakhala. Sakhala pun menggendong Dayana ala bride style lalu mendudukkan wanita itu di atas tempat tidur dengan hati-hati. "Aku tahu ini sangat berat dan melelahkan, tapi aku tidak pernah mendengarmu mengeluh. Terima kasih sudah berjuang untuk anak kita,
Usia kandungan Dayana sudah memasuki tiga bulan. Perut wanita itu sekarang terlihat sedikit membesar. Sebagai seorang suami, Sakhala semakin bersikap protektif terhadap Dayana dan calon buah hatinya. Dia berulang kali meminta Dayana agar berheti bekerja. Namun, istrinya itu selalu menolak dengan alasan bosan jika terus berada di rumah. Dayana dan Sakhala sedang menikmati senja di balkon kamar mereka. Mereka memanfaatkan akhir pekan ini dengan bersantai di rumah. Dayana menyelonjorkan kedua kakinya di atas sofabed minimalis, sedangkan Sakhala duduk di seberang sofa sambil membaca buku. "Sayang ...!" teriak Dayana manja. "Iya, Sayang. Ada apa? Apa kamu perlu sesuatu?""Aku ingin makanan yang sedang viral itu." Sakhala tampak memiringkan kepala, dia tidak tahu makanan viral apa yang dimaksud Dayana. "Bicara yang jelas, Sayang. Aku tidak tahu makanan seperti apa yang kamu inginkan," ucapnya terdengar lembut."Aku ingin croissant waffle.""Baiklah, aku akan memesan makanan itu lewat a
Sakhala terlihat begitu panik setelah mendapat telepon dari Kevin yang mengatakan jika Dayana sedang dibawa ke rumah sakit. Dia pun cepat-cepat meminta Erick untuk menyiapkan helikopter karena dia ingin pergi ke Jogja sekarang."Terima kasih, Rick." Sakhala berjalan cepat menuju lift. Dia terus mengetuk-ngetuk ujung sepatunya ke lantai karena pintu lift yang ada di hadapannya tidak kunjung terbuka. Padahal dia ingin cepat tiba di Jogja untuk memastikan bagaimana keadaan Dayana. Semoga istri dan calon anaknya baik-baik saja."Kenapa lama sekali." Sakhala berdecak kesal. Sedetik kemudian pintu lift yang ada di hadapannya terbuka. Tanpa menunggu waktu lama Sakhala segera masuk ke dalam lift dan menekan angka lima belas. Dia langsung menaiki tangga menuju halipad yang berada di atas rooftop gedung Jordan Corp begitu tiba di lantai lima belas. Sang pilot ternyata sudah menyiapkan semuanya, tanpa menunggu waktu lama dia segera naik ke helikopter tersebut. Sakhala terlihat sangat gelisah d