Dalam sebuah ruang kamar hotel yang berukuran besar dengan nuansa eropa modern, Pretty sedang memberikan wejangan kepada anak tirinya. Ia bersikukuh memaksa Alona sang anak tiri, untuk menemui seorang lelaki yang tengah dijanjikan untuk bertemu.
“Aku tidak mau tau! Pokoknya kau harus bersikap manis dan ramah kepadanya! Ingat, ini perintah!” Pekik pretty dengan jutek sambil menyilangkan kedua tangan didada.Alona yang sejak tadi tidak berhenti menangis, hanya bisa diam dan pasrah saja. Ia lelah jika harus membantah keinginan sang Ibu tiri yang akan menghajar jika tidak mengikuti kemauannya.Alona pun merasa tidak sanggup tatkala Pretty menjambak rambut indah nan panjang miliknya saat kedapatan membantah.“Dan ingat anak tiri! Namamu bukan Alona, tetapi Tiara! Kau akan menggantikan sosok anakku! Bersikaplah ramah! jangan membuat lelaki tua itu merasa kecewa!” ucap Pretty sebelum akhirnya meninggalkan anak cantik berkulit putih di dalam kamar hotel yang telah ia booking.Tangis Alona semakin menjadi, ia tak mau dijodohkan seperti ini. Ia memiliki mimpi dan cita cita besar.Apalagi saat ini ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Mustahil rasanya jika dijodohkan dengan lelaki yang usianya terpaut jauh dengan Alona.Lelaki itu sudah dewasa, bahkan sudah dibilang matang umurnya. Tahun ini usianya menginjak angka empat puluh.Pretty dan saudara tirinya yang bernama Tiara memaksa Alona untuk menemui lelaki yang seharusnya berjodoh dengan Tiara.Karena Tiara menolak, terpaksalah Alona yang harus menggantikan posisi sang kakak...Cklek . . Bunyi pintu kamar terbuka.Alona segera menyeka air mata yang masih membanjiri pipi dan wajahnya.Drap..drap..drap langkah kakinya semakin dekat.“Tiara!” ucap seorang lelaki dengan suara berat.Alona yang sedang menundukan pandang mengangguk tanpa menunjukkan wajahnya.Sepasang sepatu hitam yang mengkilap, terlihat berdiri di hadapannya.Wangi aroma tubuhnya menyeruak ke dalam rongga hidung Alona. Aroma khas Woody Musk itu menusuk begitu kuat.Perlahan Alona mengangkat wajah cantiknya, lalu bertemulah dua netra indah saling bertukar pandang disana.“Kamu wanita yang bernama Tiara?!” lelaki itu kembali bertanya. Membuat jantung Alona bekerja lebih keras.“I-iya benar. Apakah Tuan orang suruhan Tuan Rajendra?” tanya Alona penuh ragu.“Dengan siapa kau datang kesini?” nada bicaranya angkuh.“Dengan Ibu , tetapi beliau sudah pulang lebih awal. Apakah Tuan utusan dari Tuan Rajendra? Bisakah saya menemuinya lebih awal?” Alona sangat gugup dan ketakutan.Lelaki bertubuh gagah dengan dada bidang itu diam sesaat. “Aku Rajendra” ucapnya mengagetkan.Alona tertegun, matanya melebar. Ia tidak percaya pada apa yang baru saja ia lihat.Apa yang dikatakan Pretty sang Ibu tiri, berbeda dengan apa yang sedang Alona lihat.Dari cerita Ibu , lelaki yang akan Alona temui adalah lelaki yang memiliki penampilan buruk. Lelaki dengan usia yang lebih cocok dipanggil bapak, penampilan yang tidak mengikuti zaman, serta kondisi yang tak sedap dipandang mata.“Kenapa kau menatapku seperti itu? Apakah ada yang salah?”Sepertinya tatapan Alona membuatnya salah paham.“Ti-tidak, hanya saja.. apakah Tuan yang akan dijodohkan dengan Tiara?” Alona tak bisa melepaskan kedua netra miliknya dari wajah lelaki yang sedang bergestur angkuh.“Jangan gila! Aku tidak pernah mau dijodohkan. Ini hanya perintah dari Ayahku.” lelaki dengan wajah oriental itu memicingkan matanya.Sementara Alona diam tanpa berkedip memandang lelaki dihadapannya. Apa yang digambarkan Ibu , tidak sesuai dengan apa yang sedang Alona lihat.Usia tua, berpenampilan buruk, perut buncit, lusuh dan tak terurus sama sekali tidak ada pada sosok yang sedang Alona lihat sekarang.“Aku tidak salah lihat kan?” ucap Alona didalam batinnya.“Aku tidak suka ditatap seperti itu!” bentak Rajendra tiba tiba.“Ma-maaf, saya tidak bermaksud.” Alona kembali menundukan wajahnya.“Dengar! Kedatanganku kesini, bukan berarti aku setuju dijodohkan denganmu. Aku hanya mengikuti kemauan Orang Tua saja. Jadi kau jangan berharap lebih!” ucap Rajendra bengis.Mendengar ucapan Rajendra yang terdengar membentak, membuat jantung Alona berdegup lebih kencang. Perasaan takut yang sejak awal menghantui kini semakin menjadi jadi.“Jadi kau anak Baskara yang bernama Tiara?”“Be-benar Tuan”“Silahkan keluar!! Aku tidak ingin melihat wanita yang memaksakan kehendak demi sesuatu. Dan ingat! Sampai kapanpun aku tidak pernah setuju dengan perjodohan ini. Jadi aku tegaskan dari sekarang, jangan berharap lebih!” Tegas Rajendra.Mendengar ucapan dari lelaki yang sebenarnya tidak pernah Alona harapkan, asam lambung Alona seakan naik dan membuatnya merasa mual. Ucapannya begitu merusak relung sanubari Alona. Tanpa berkata, Alona pergi meninggalkan lelaki yang masih berdiri angkuh dihadapannya.“Kamu pikir saya mau dijodohkan dengan lelaki angkuh seperti anda? Akh.. seandainya saja aku bisa menjawab ucapannya yang angkuh itu. Huft…” hela nafas Alona begitu berat. “Seandainya saja aku menemui dia bukan membawa nama Tiara, sudah ku hajar lelaki itu!” umpat Alona. Ia masih merasa kesal. Langkah kakinya menuruni lobby semakin cepat. ***RAJENDRA GALA JANARDANA, lelaki yang memiliki alis tebal itu tahun ini usianya menginjak angka empat puluh. Demi menuruti kemauan sang ayah yang bernama Nakula, terpaksa ia harus meninggalkan Negara tempat ia tinggal. Negeri Paman Sam, sudah lebih dari sepuluh tahun Jendra nama sapaan keluarga, menetap tinggal di sana.Setelah kepulangan Ratna sang Ibu pada pangkuan Ilahi,Jendra bermukim dan memutuskan untuk tidak kembali ke Negeri kelahirannya. Namun rencana dan keinginannya itu harus terhenti saat sang ayah menghubungi untuk meminta kembali.“Ayah mau kamu pulang Jendra!” kalimat itu yang membuat Rajendra akhirnya kembali ke kampung halaman.Lelaki tua dengan rambut penuh uban itu, kini sedang terbaring di atas ranjang rumah sakit. Segala peralatan canggih menempel di tubuhnya. Kesadarannya semakin menurun, wajahnya sangat pucat, namun bibirnya tak henti berucap “Jendra harus menikah dengan anak Baskara.”“Ayah, iniJendra ayah. Sadarlah ayah!” lelaki itu mengepalkan tangannya pada tangan sang ayah yang lemah.“Sudah berapa lama ayah seperti ini?” wajah yang berkarisma itu basah dengan air mata.“Seminggu terakhir ini Tuan semakin menurun kesadarannya Tuan muda.” aspri yang sudah puluhan tahun mengabdi pada Nakula menjelaskan.Tangis Rajendra semakin kuat, hanya sang ayah yang ia miliki saat ini. “Ayah tolong sadar!Jendra akan turuti kemauan ayah,Jendra akan menikahi wanita itu!”Mata yang sejak lama terpejam, tubuh yang sudah lama lemah seketika mendapatkan energi yang entah darimana asalnya. Nakula membuka matanya perlahan.“Ayah.. ayah ini Jendra ayah” Rajendra bangun dari duduknya. “Cepat panggil dokter!”Sang aspri yang sudah berjaga berhari hari itu lari menghubungi tim medis.“Jendra..” ucap sang ayah terbata. “Benarkah kamu mau menikahi anak Baskara?”“Ya ayah, asal ayah kembali sehat!” kali ini kesehatan Nakula lebih berharga dari apapun yang Rajendra miliki.“Ayah pasti akan segera sehat seperti sedia kala. Terimakasih nak! Hanya kau yang akan membalas jasa Baskara.” **Terpenuhinya keinginan membawa Nakula yang hampir melepas nyawa pulang ke rumah. Setelah mendengar kesanggupan sang anak untuk memenuhi janjinya, Nakula kini sudah kembali beraktifitas seperti sedia kala.“Memang siapa wanita yang akan dijodohkan dengan Jendra ayah?” Rajendra duduk di kursi seberang sang ayah yang sedang menikmati kopi pagi.“Dia anak Baskara. Lelaki muda yang dahulu menyelamatkan aku dan hartaku. Jika bukan karena ketulusannya, mungkin saat ini kamu tidak akan menjadi pemilik perusahaan besar di Amerika sana. Ketulusan Baskara mengantar aku dan Ibu mu menjadi salah satu orang yang berpengaruh di Negeri ini. Berulang kali aku tawarkan bahkan aku rekrut menjadi orangku, tetapi ia tidak pernah mau. Ia hanya meminta agar kelak anakku mau dinikahkan dengan anaknya.”“Kenapa harus Rajendra ayah?”“Karena kau yang masih hidup sebagai anakku. Anak Baskara jauh lebih muda daripada kamu” Nakula menyeruput teh hangat sambil memandang alam yang luas.“Tapi kan ini bukan jamannya Siti Nurbaya ayah! Yang kalau apa apa harus dituruti. Rajendra berhak memilih dan menentukan garis masa depan Rajendra sendiri.”“Kalau kau bisa memilih, lantas mengapa hari ini kau masih sendiri? Berapa banyak wanita yang gagal kau dekati? Pintaku tak banyak Jendra, penuhi janjiku untuk Baskara! atau kau akan melihatku mati dengan serIbu penyesalan.” Nakula mengangkat tubuhnya bangun dan meninggalkan Rajendra sendiri. **“Jendra apa benar kamu akan dijodohkan dengan anak Pak Baskara?” Tanya Maria Sang sepupu.“Tau lah! aku pusing Maria, kau tau kan bagaimana ayahku jika ada keinginan?” Rajendra pasrah bersandar pada sofa rumah Maria.“Siapa yang akan dijodohkan denganmu? Setahuku Pak Baskara memiliki dua anak perempuan.”“Aku belum tahu, yang pasti di antara itu. Aku berharap semua ini tidak terjadi”“Setahuku Baskara memiliki dua anak perempuan yang berbeda karakter. Satu memiliki kepribadian yang baik, dan yang lain sebaliknya.”ALONA OFELIA, perempuan yang memiliki paras cantik dengan hidung kecil nan mancung itu berusia tujuh belas tahun.Anak dari pasangan Nakula dan Arimbi yang kini keduanya tengah menghadap sang Ilahi. Nasibnya tidak secantik garis hidupnya. Ia harus hidup dan tinggal bersama istri sah sang ayah, menjadi anak tiri dari Pretty Asmara yang selalu disisihkan.Seandainya saat itu Arimbi mau mengalah kepada Pretty mungkin semua ini tak akan terjadi. Menjadi anak dari hasil pernikahan siri sang Ayah dengan Ibunya, membuat Alona memiliki nasib yang tak baik. Bertahun tahun ia harus bertahan hidup dengan Ibu Tiri yang sangat membencinya.“Bagaimana pertemuanmu Alona? Apakah dia baik baik saja?” tanya Pretty sambil menyilangkan tangannya angkuh. Pretty menghampiri Alona yang baru saja tiba.Alona tunduk dan mengangguk.“Bagaimana dia? Kau tidak kabur kan?” kini Pretty bertolak pinggang.“Tidak Ibu” Alona gugup ketakutan“Tak usah kau panggil aku Ibu! Aku bukan Ibumu! Panggil aku Nyonya!” pekik Pr
Diluar sana, cuaca sedang tidak bersahabat. Langit yang biasanya dipenuhi awan awan putih, kini penuh dengan warna kelabu.Sama halnya dengan hati Rajendra yang sedang sendu. Lelaki itu kini sedang berbaring menatap langit melalui jendela kamarnya. Wajahnya sangat muram, pikirannya berat. Ia tak bisa menolak perjodohan yang sudah ditetapkan.“Kenapa perempuan itu mau ya dijodohkan denganku? Padahal kalau dilihat lihat usianya masih sangat muda. Ia juga baru masuk Universitas. Apa dia tidak punya cita cita?”“Padahal ia masih memiliki masa depan yang panjang. heran aku dengan anak muda jaman sekarang. Hanya karena urusan harta ia rela meninggalkan masa depan dan pendidikan.”Rajendra terus bergelut dengan pikirannya sendiri.”“Tapi kalau kuingat ingat perempuan itu seperti sedang menangis. Apa yang ia pikirkan mengenai aku ya?” Rajendra mulai penasaran. “Apa mungkin ia juga menolak perjodohan?”Tak berhenti disitu, rasa penasaran mulai tumbuh dari sisi Rajendra. Apalagi dengan gagasan
“Mati aku ! Gimana kalau Tuan Jendra datang ke Universitas XXX? Padahal aku kan masih SMA. Bagaimana ini?” Alona tak bisa tidur, malam ini kepalanya bekerja cukup berat. “Menikah? Tidak..tidak..tidak! Aku ini masih sekolah!” “Jika terjadi pernikahan, maka akan terjadi pembuahan. Yang artinya.. nggak! Aku masih sangat muda untuk menjadi seorang Ibu.“Arghhhhh…” Alona gelingsatan tak mau diam. Padahal besok ia harus masuk sekolah. Jam di dinding sudah menunjukan pukul dua malam.“Kenapa Ibu tidak menyuruh kak Tiara saja? Padahal Tuan Jendra tidak terlihat tua, ia sangat tampan, ya meskipun versi oppa oppa. Kenapa harus aku?” Alona masih tak habis pikir dengan apa yang telah menimpanya.“Bagaimana jadinya kalau aku menikah? Lalu bagaimana dengan pendidikanku? Cita citaku menjadi dokter?” Alona menarik nafas panjang.**Bukan hanya Alona yang mengalami kesulitan tidur, di kejauhan sana, rupanya Rajendra juga mengalami hal yang sama. Ia masih belum terima dengan keputusan sang Ayah yang
Sadewa Aryana School, sekolah swasta yang dibangun di atas lahan luas dengan segala fasilitas mumpuni. Sekolah milik seseorang yang berasal dari keluarga Atmadja Bersaudara.Sekolah ini sudah berdiri sejak tahun sembilan puluhan dikelola oleh Seluruh keluarga secara turun Temurun.Memiliki bangunan bergaya Eropa, sekola ini memiliki seribu siswa dan siswi yang berasal dari keluarga tak biasa.Tak heran para muridnya berasal dari kalangan anak anak pengusaha, Artis, bahkan Para Pejabat Negara bersekolah di sana.Termasuk salah satunya Alona, yang kini sedang duduk dibangku kelas sembilan.“Alona…kamu tahu tidak?” Sambil berlari Sarah menghampiri.“Apa sih Sarah, pagi pagi udah heboh aja!” Balas Alona yang baru saja tiba dan duduk di kursi miliknya.“Guru bahasa Inggris kita diganti!”“Diganti gimana maksudnya?”“Diganti sama guru baru. Katanya sih gurunya dari Amerika, ya ampun kok bisa ya!”“Hah massa?” Alona masih tidak percaya ia malah asik melahap sarapan yang ia bawa dari rumah.“ B
Sore itu, Alona menatap layar ponselnya, membaca pesan dari Rajendra yang berbunyi, "Malam ini kita bertemu! Ayahku memintaku untuk menemuimu!" Alona merasa gugup, namun tidak ada alasan menolak.Sementara itu, Alona berada di kamar milik bundanya yang kini dikuasai oleh ibu tirinya. Alona duduk di lantai, menunggu ibu tirinya memilih pakaian yang akan dikenakannya nanti malam."Alona, kamu mau-maunya ya dijodohkan sama bapak tua, haha. Untung saja aku gak mau. By the way, makasih ya sudah menyelamatkan masa depanku, haha," ujar Tiara, kakak tirinya, sambil terkekeh di atas sofa besar. Dia menikmati jajanan kesukaannya tanpa peduli perasaan Alona.Alona menahan amarahnya, matanya berkaca-kaca. Dia merasa diperlakukan tidak adil, namun tak bisa berbuat apa-apa. Hatinya berkecamuk, antara ingin menolak perjodohan tersebut dan rasa takut akan masa depannya.Tiara melihat kegugupan Alona dan melanjutkan ejekannya, "Wah, kayaknya Alona sudah tak sabar ya mau ketemu calon suaminya yang tua-
Begitu bel masuk berbunyi, Rajendra berjalan masuk ke kelas dengan langkah pasti dan percaya diri. Wajah tampannya terlihat sangat serius, matanya yang tajam menatap para murid yang sedang duduk di bangku mereka. "Selamat pagi, murid-murid," ucap Rajendra dengan suara yang tegas dan jelas."Saya Rajendra, guru bahasa Inggris kalian menggantikan Miss X yang sudah tidak mengajar. Saya ingin selama saya mengajar tidak ada keributan apapun. Hanya saya yang berbicara. Kalian bisa bertanya pada waktu yang sudah saya sediakan," kata Rajendra saat pertama kali berdiri di depan kelas 9.Murid-murid saling berbisik, penasaran dengan sosok guru baru mereka. Beberapa dari mereka tampak senang, sementara yang lain mungkin masih ragu. Rajendra melanjutkan, "Hari ini siapa yang tidak masuk?""Alona, Pak," jawab ketua kelas dengan suara agak ragu."Kemana dia?" tanya Rajendra, mencatat absensi di buku kehadiran."Katanya sakit, Pak," jawab ketua kelas, masih dengan suara ragu."Sakit apa memang? Sepa
Setelah Rajendra dan ayahnya meninggalkan rumah, Pretty, ibu tiri Alona, segera datang menghampiri Alona yang sedang terbaring dengan hati yang hancur. Rasa sakit dan kecewa yang dialaminya terasa begitu dalam."Bangun kamu! Bangun!" teriak Pretty dengan nada marah. Alona yang sedang terbaring kembali terkejut dan kaget, langsung duduk dengan wajah pucat."Kenapa kamu tidak cerita kalau Rajendra seperti itu? Pantas saja kau selalu mau dipertemukan dengan dia. Rupanya dia tampan, tidak seperti perkiraanku. Kau mau menipuku, hah?" ujar Pretty sambil melotot."Maaf, Nyonya, bukan begitu maksud saya. Kalau pun saya cerita, apakah Nyonya akan percaya?" jawab Alona dengan suara lirih, menahan tangis."Halah, alasan!" sahut Pretty dengan tangan di pinggang, mencibir tak percaya. Wajah Alona semakin memerah, merasa diperlakukan sangat tidak adil oleh ibu tirinya."Bangun kamu! Jangan tidur di tempat anakku, bawa semua barang barang rongsok mu!" teriak Pretty dengan wajah memerah padam karena
Suara mesin motor bergegas masuk ke halaman rumah, membuat heboh seisi rumah. Rajendra menuruni motor miliknya dengan kasar, wajahnya merah padam karena emosi. Mendengar keributan itu, Nakula, ayahnya, segera keluar dari rumah dengan ekspresi bingung dan heran."Apa yang terjadi, Jendra?" tanya Nakula, mencoba menenangkan anaknya yang tampak marah."Apa Ayah juga bersekongkol untuk menipuku, menukar identitas Alona dan Tiara?" Rajendra menuding ayahnya dengan nada mencurigakan."Apa maksudmu, Jendra? Ayah tak mengerti," Nakula terkejut dan bingung dengan tuduhan anaknya.Rajendra pun menjelaskan sambil mengamuk bahwa ia merasa tertipu oleh Alona yang berpura-pura menjadi Tiara. Ia menceritakan bahwa Alona adalah muridnya di sekolah, bukan seorang mahasiswi seperti yang dijelaskan sebelumnya. Setiap kata yang keluar dari mulutnya penuh dengan emosi dan kekecewaan.Nakula ikut terbelalak, tidak menyangka bahwa ada kesalahpahaman seperti itu. Wajahnya tampak pucat, merasakan betapa sakit
Setelah beberapa sesi terapi, psikiater menyarankan agar Alona melakukan perjalanan untuk penyembuhan diri.Rajendra mengambil keputusan untuk membawa Alona berlibur ke Hawaii, tempat yang selama ini menjadi impian Alona.. Ia berharap suasana tropis, pantai indah, dan udara segar di sana dapat membantu Alona pulih dari traumanya. Dengan penuh semangat, Rajendra mulai mengurus semua akomodasi yang dibutuhkan, mulai dari tiket pesawat, hotel, hingga jadwal kegiatan yang akan mereka lakukan selama di sana.Ketika Rajendra memberitahukan rencana ini kepada Alona, ia merasa lega karena Alona tidak menolak ide tersebut. Meskipun masih terlihat lesu, Alona setuju untuk pergi bersama Rajendra ke Hawaii.Hari keberangkatan pun tiba, Rajendra dan Alona terbang menuju Hawaii dengan penuh harapan. Mereka tiba di hotel yang sudah Rajendra pesan sebelumnya dan disambut dengan hangat oleh staf hotel. “Bagaimana Alona? Kamu suka kan?” Tanya Rajendra saat membuka godrin yang menutupi kamarnya yang me
Setelah selesai merapikan tenda yang telah mereka gunakan untuk berkemah, Jendra bergegas meninggalkan lokasi kemah bersama Alona, sang istri. Sepanjang perjalanan, Jendra tak henti-hentinya memeluk Alona, meyakinkan sang istri bahwa dia akan selalu ada untuk melindungi dan mencintainya. "Kamu tenang ya, Sayang. Aku di sini, akan terus melindungi kamu," ucap Jendra dengan penuh tulus dan kehangatan.Mendengar kata-kata itu, Alona merasa hari itu begitu mencerahkan hatinya. Hatinya yang semula keras dan sulit menerima kebaikan orang lain, kini mulai luluh oleh ketulusan cinta Jendra. Alona tersadar bahwa Jendra sungguh mencintainya, lebih dari siapapun yang pernah ada dalam hidup mereka.Dibanding Saloka, yang sudah dikenal Jendra selama puluhan tahun, Jendra justru memilih untuk percaya pada Alona. Ia merasa beruntung memiliki suami yang setia dan tulus seperti Jendra.Perlahan, Alona menoleh pada Jendra, matanya berkaca-kaca seiring senyuman tulus yang terukir di wajahnya. "Terima k
Alona berada di dalam sebuah bangunan khusus toilet umum laki-laki, wajahnya tampak pucat pasi ketakutan. Tiba-tiba, Saloka muncul dari balik salah satu pintu toilet dengan senyum yang jahil dan sinis."Kamu mau apa, Saloka?" tanya Alona dengan suara gemetar, mencoba menyembunyikan rasa takutnya."Sudahlah, Alona, aku tahu Rajendra tidak mencintaimu. Cinta dia habis di Sitha, kau dinikahi aku yakin belum pernah disentuh bukan?" ucap Saloka dengan nada picik, sambil melangkah mendekati Alona.Alona terdiam, hatinya semakin khawatir dan ketakutan. Tiba-tiba, Saloka mengunci pintu toilet, membuat Alona merasa terjebak."Buka pintunya!" pekik Alona, hampir menangis."Tidak, aku tidak mau, lagipula ini toilet khusus lelaki, kamu yang salah berada disini," balas Saloka dengan nada datar, sambil tersenyum jahat."Buka! Atau aku teriak!" ancam Alona, mengumpulkan keberanian yang masih tersisa."Teriak saja, jika kau mau mati," ejek Saloka, mengejek ketakutan Alona.Alona merasa buntu, matanya
Malam itu, di tengah hutan pinus yang rimbun, Alona, Rajendra, dan teman-teman mereka berkumpul di sekitar api unggun yang menyala terang. Udara dingin menusuk tulang, dan angin kencang yang meniup dedaunan membuat suasana semakin akrab dan hangat. Di sekitar api unggun, mereka berbagi tugas dalam menyiapkan hidangan malam itu. Beberapa di antara mereka sibuk memasak, mengolah daging untuk barbekyu, dan mengatur piring serta alat makan. Alona dan beberapa teman wanitanya sedang bersemangat membuat minuman untuk menghangatkan tubuh di malam yang dingin ini.Sementara itu, Rajendra dan teman-teman lelaki lainnya bertanggung jawab atas api unggun yang menerangi kegelapan malam. Mereka mengatur kayu bakar dan memastikan nyala api tetap hidup untuk menjaga kehangatan di tengah dinginnya udara. Api unggun yang menyala semakin menambah keakraban suasana malam itu.Meskipun sibuk dengan urusan masing-masing, Rajendra tidak lupa untuk sesekali melirik istrinya, Alona, dari kejauhan. Dia mempe
Mentari pagi yang hangat mulai menyelinap masuk melalui celah-celah jendela, mengusik tidur Alona dan Rajendra yang masih terlelap di atas sofa. Semalam, mereka berdua begitu larut dalam perbincangan tentang skema acara yang akan dihadiri, hingga akhirnya memutuskan untuk menonton film komedi bersama. Tanpa terasa, keduanya terlelap dan bermimpi indah."Rajendra, bangun, kita kesiangan!" seru Alona dengan panik, menyadari waktu yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Rajendra yang terkejut bangun, mendengus dan meregangkan tangannya dengan santai. "Jam berapa ini?" tanyanya pada Alona."Jam delapan," jawab Alona cepat, lalu berdiri hendak melangkah pergi. Namun, tanpa disadari, Rajendra menarik tangan Alona hingga membuatnya kembali terjatuh ke atas tubuh rajendra. "Aduh!" pekik Alona, merasakan rasa kaget yang luar biasa."Maaf Alona, mungkin ini lancang," ucap Rajendra dengan wajah yang tampak bersalah. Alona menatapnya dengan ekspresi bingung, mencoba memahami maksud dari tindak
Setiap hari, Rajendra semakin menunjukkan rasa cintanya pada Alona. Ia selalu berusaha menjaga dan memenuhi kebutuhan Alona sebagai suaminya. Mulai dari bangun pagi untuk menyiapkan sarapan, hingga menemani Alona berbelanja keperluan rumah tangga.Rajendra juga sudah tak pernah lagi pergi clubbing seperti dulu. Ia hanya keluar untuk urusan bisnisnya saja, kemudian segera kembali ke rumah dan menghabiskan waktu bersama Alona.Namun, meskipun Rajendra berusaha keras menunjukkan rasa cintanya, Alona belum juga merespon perasaan tersebut. Ia masih belum bisa menerima keberadaan Rajendra sepenuhnya dalam hidupnya. Wajah Alona yang selalu datar dan dingin membuat Rajendra merasa khawatir.Suatu malam, saat makan malam bersama, Rajendra mencoba membuka percakapan dengan Alona. "Alona, aku tahu mungkin aku belum sempurna sebagai suami, tapi aku berusaha untuk lebih baik. Apakah kau bisa melihat usahaku?" tanya Rajendra dengan lembut.Alona menatap matanya, lalu menundukkan pandangannya. "Aku
"Selamat ulang tahun ya, Om! Jendra doakan semakin tua semakin jaya!" ucap Jendra sambil tertawa lepas, menggenggam tangan Ayah Maria yang merupakan paman dari Jendra sendiri. Ayah Maria, dengan senyum lebar di wajahnya, merasa senang melihat kehadiran Jendra di pesta ulang tahunnya."Terima kasih, Jendra. Sudah mau datang ke ulang tahunku, padahal biasanya kamu nggak pernah mau datang. Kayaknya setelah menikah, beda ya vibe-nya," bisik Ayah Maria dengan senyum jenaka, menyindir Jendra yang kini sudah berumah tangga.Di samping Jendra, Alona berusaha menampilkan senyuman sumringah, meskipun hatinya masih bercampur aduk dengan sikap Jendra yang begitu berlaku manis padanya. Alona merasa tidak nyaman dengan cara Jendra bercanda dengan Ayah Maria, tetapi ia tidak ingin merusak suasana pesta ulang tahun yang sedang berlangsung.Mata Alona mencuri pandang ke arah Jendra, mencoba mencari tahu apa yang sedang dipikirkan suaminya itu. Jendra, seolah menyadari perasaan Alona, menggenggam tanga
Daniel menggeleng sinis, menyaksikan Rajendra yang dengan sigap menahan Alona yang hampir terjatuh. Wajah Daniel penuh dengan kebencian dan pengejekan."Tak sia-sia aku mengakui bahwa Alona adalah istriku, setidaknya ia terbebas dari manusia kasar seperti kamu," ucap Rajendra dengan tegas, melindungi Alona dari tatapan dan niat jahat Daniel.Mendengar ucapan Rajendra, Daniel tersentak, rasa sakit hati dan kehilangan tergambar jelas di wajahnya. Alona yang sedang menangis, kini digenggam erat tangannya oleh Rajendra. Dia membawa Alona menjauh dari pemandangan yang menyedihkan itu.Mereka kini berada di dalam mobil yang terparkir di parkiran kampus, berusaha mencari ketenangan setelah kejadian tersebut. Alona terus menangis, isakannya terdengar memilukan. Rajendra menunggu dengan sabar, berharap gadis itu segera tenang dan bisa berbicara kepadanya.Alona menundukkan kepalanya, menangis tersedu-sedu, dan mencoba menenangkan diri. Rajendra, dengan tangan yang lembut, mengusap kepala Alona
Alona melangkah gontai di koridor kampusnya, pikirannya penuh dengan ucapan Jendra yang membuat hatinya gelisah. "Aku mau kita sebagai pasangan suami istri yang seharusnya," gumamnya, menirukan ucapan Jendra dengan nada sinis. "Enteng sekali dia berbicara seperti itu, setelah merenggut keperawananku dan menghancurkan hubunganku dengan Daniel," gerutu Alona kesal.Sesampainya di fakultas Daniel, matanya menyapu tiap sudut ruangan dengan tajam mencari keberadaan Daniel. Namun, tidak ada tanda-tanda kehadiran pria yang pernah begitu dekat dengannya itu. Akhirnya, ia memutuskan untuk bertanya kepada salah satu teman Daniel yang sedang berada di sana."Sudah dua hari dia tidak datang ke kampus," jawab temannya dengan serius. "Ada apa, Alona? Kamu terlihat sedih."Alona menghela napas panjang, mencoba menahan air mata yang hendak jatuh. "Tidak apa-apa," ucapnya seadanya, berusaha tersenyum. "Aku hanya ingin bicara sebentar dengan dia."Dalam hati, Alona merasa semakin hancur. Apakah Daniel