Efgan dan Farid memutuskan untuk kembali ke dalam ruangan Khania saat dirasa mereka sudah cukup lama pergi meninggalkan istri-istri mereka. Tiba di dalam ruangan, Efgan tersenyum melihat Khania yang tertidur. Ia lalu menghampiri istrinya dan mencium keningnya. Ia pun membisikan kata-kata cinta untuk sang istri.Sonia dan Farid tersenyum saat mereka melihat Efgan yang memperlakukan Khania dengan manis."Gan! Kita cabut dulu ya! Kasihan nenek pasti dari tadi dia kerepotan ngusrusin Zio yang super aktif!" Farid dan Sonia pun berpamitan pada Efgan untuk pulang. Dan sebelum pulang ia akan membawa terlebih dahulu anak mereka yang dibawa oleh nenek Efgan ke rumahnya.Efgan menganggukan kepalanya."Thanks ya, kalian udah mau mampir ke sini. Sering-sering kalian mampir! Mumpung kalian di sini, besok juga Khania akan pulang. Kalian main ke rumah!" ajak Efgan pada kedua sahabatnya itu.Farid dan Sonia menganggukan kepalanya."Pasti! Kalau gitu, gue sama Sonia balik dulu ya, semoga Khania cepat s
Efgan datang dengan menenteng banyak paper bag di tangannya. Ia sepertinya membeli semua makanan kesukaan sang istri. Ia lalu masuk ke dalam ruangan Khania sambil tersenyum cerah. Ia sangat senang jika istrinya itu meminta sesuatu padanya. Ia merasa berguna sebagai suami dan juga calon ayah."Sayaaang! I'm coming!" seru Efgan dengan senang.Khania hanya tersenyum saat melihat suaminya sudah kembali.Efgan segera menyimpan paper bag itu di atas meja."Sayang! Kamu mau makan apa? Mas udah beli semua kesukaan kamu!" tanya Efgan."Emm! Apa aja Mas! Terserah kamu!" jawab Khania."Hmm! Ya udah, kamu makan ini aja ya!" ucap Efgan sambil membawa semangkuk sup iga dengan nasi."Mas ada bakso gak?!" tanya Khania dengan wajah berbinar saat Efgan sudah duduk di sisi ranjang.Efgan menghentikan gerakan tangannya kala ia akan menyendok nasi. Ia menatap manik mata sang istri dengan dalam."Kamu tadi gak bilang mau bakso!" ujar Efgan sambil menyodorkan nasi ke mulut istrinya. Namun, Khania dengan cepa
"Mas, kenapa kamu diam aja? Benar ada yang kamu sembunyiin dari aku, Mas?" Khania bertanya sambil menghampiri suaminya. Ia inhin tau jawaban apa yang akan Efgan berikan.Efgan mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Ia tak berani menatap mata Khania."Mas, tatap mataku! Apa yang sudah kamu sembunyikan dariku, Mas?" Efgan tidak menjawab dan hanya diam mematung. Ia lalu memberanikan diri menatap sang iatri."Mas!" seru Khania lagi yang sudah tak sabar ingin mendengar jawaban dari mulut suaminya ini."Emm! Bukannya kamu tadi bilang mau es cincau sama es dawet. Ini Mas udah bawa, ayo kamu makan dulu es nya. Nanti keburu cair, gak enak!" Efgan bukannya menjawab pertanyaan Khania. Ia malah mengalihkan pembicaraan. Lalu ia pun membawa Khania untuk duduk di sofa.Khania dengan segera menepis tangan Efgan dan menatap tajam suaminya."Jadi benar, ada rahasia yang kamu sembunyikan dariku, Mas?!" ucap Khania dengan raut wajah kecewa. "Sayang! Aku ... aku pasti akan cerita sama kamu! Tapi gak
Efgan menatap nyalang pada seseorang yang kini berdiri di hadapannya. Ia hendak bertanya tapi Khania mendahuluinya."Mas Rizal! Kok ada di sini?" tanya Khania yang terkejut saat melihat Rizal berada di sana."Aku mau jenguk sodaraku yang lagi sakit di sini." jawab Rizal sambil tersenyum pada Khania dan nenek. Ia lalu mengulurkan tangannya untuk membawakan tas yang Khania jinjing, ia berniat untuk membantu Khania. Namun dengan segera Efgan menepis tangan Rizal dan menatapnya dengan sorot mata yang tajam."Saya bisa bawakan tas milik istri saya. Dan saya juga masih mampu, jadi anda tak perlu repot-repot ingin membawakannya." Efgan lalu berdiri di depan sang istri."Mas! Awas ih! Kamu ngapain berdiri di depan aku gini? Aku gak bisa jalan tau!" ucap Khania sambil memukul pelan punggung suaminya.Efgan tak menghiraukan ucapan Khania. Dan masih diam berdiri di hadapan sang istri.Rizal yang melihat tingkah Efgan hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Ia lalu berpamitan pada mereka kare
Efgan yang sebenarnya hanya berpura-pura tidur, terkejut saat mendengar suara teriakan istrinya itu. Ia pun membuka matanya karena tak tega juga melihat Khania yang menangia histeris."Sayang! Kenapa kamu nangis histeris gitu? Aku tadi cuma tidur, bukan meninggal!" ucap Efgan sambil tersenyum jahil.Khania yang tengah menundukan kepalanya langsung mendongakkan kepalanya menatap sang suami. Ia lalu mengusap air matanya."Jadi! Kamu gak jadi mati, Mas? Terus kenapa kamu tadi tidur kayak orang meninggal, aku kan jadi takut sama panik! Kamu bohongin aku, ya?" oceh Khania sambil memukul-mukul lengan Efgan dengan cukup keras."Aww! Sakit sayang! Kamu kok hobi banget sih mukul suami?" ucap Efgan sambil mencoba menghindari pukulan istrinya.Khania yang masih sebal dengan sang suami terus menghajarnya sampai puas. Setelah cukup lama dan puas. Khania pergi dari kamar mandi itu begitu saja."Sayang! Bantuin aku dong! Kayaknya kaki aku kram!" teriak Efgan dari dalam kamar mandi.Khania yang menden
Khania terbangun di tengah malam. Ia celingukan mencari suaminya yang tak ada di kamar. Ia lalu meraba kasur di sebelahnya."Dingin! Mas Efgan ke mana?" gumam Khania.Netra matanya tanpa sengaja melihat dua piring nasi di atas nakas. Ia lalu bergeser dan membawa nasi yang sudah dingin itu ke pangkuannya."Mas Efgan tadi ke sini? Terus sekarang ke mana? Apa mungkin dia ada di ruang kerjanya?" Khania lalu turun dari ranjang setelah ia menyimpan kembali nasi yang ia bawa. Ia lalu keluar dari kamar untuk mencari sang suami.Ceklek!Khania membuka pintu ruang kerja Efgan. Namun ia mengernyitkan dahinya kala melihat ruangan itu gelap gulita. "Lho! Kok gelap? Apa dia gak ada di sini?" ucap Khania saat ia menyalakan lampu ruangan itu. Ia pun memutuskan untuk kembali ke kamar saat ia tidak menemukan suaminya.Tiba di kamar, Khania tidak langsung tidur. Ia duduk terdiam bersandar di headboard sambil menatap jam di dinding."Mas Efgan ke mana sih? Ini udah jam 2 dini hari! Apa mungkin dia ketem
Khania melempar kado yang ada di tangannya ke depan dan beruntungnya lemparan itu tidak mengenai nenek yang masih diam berdiri di depannya. "Kamu gak apa-apa?" "Sayang! Kamu baik-baik aja kan?"Nenek dan Efgan bertanya hampir bersamaan. Mereka terkejut melihat reaksi Khania yang seolah ketakutan.Efgan lalu melihat kotak yang tadi dilempar oleh istrinya itu. Ia terkejut saat melihat ada kertas dan bertuliskan PEMB*NUH di sana. Dan tulisan itu berwarna merah seperti darah dan masih basah. Ia dengan cepat membawa kotak itu keluar dan bermaksud untuk membuangnya.Nenek membawa Khania masuk ke dalam kamar dan menenangkan cucu menantunya ini. Ia tidak tau jika isi di dalam paper bag itu adalah surat ancaman. Jika ia tau sudah pasti ia tak akan memberikan itu pada Khania. Dan ia menyesal sudah membuat cucu menantunya ini ketakutan."Nia Nenek minta maaf! Nenek gak tau kalau isi dalam kotak itu surat ancaman." ucap nenek sambil menggenggam tangan Khania yang dingi
Keesokan harinya.Khania mengerjapkan matanya dan tersenyum saat melihat Efgan yang kini tengah menatapnya sambil tersenyum cerah."Pagi sayang!" sapa Efgan sambil mencium kening istrinya."Pagi juga, Mas!" balas Khania sambil menenggelamkan wajahnya ke bawah bantal karena ia merasakan malu bila ditatap intens begitu oleh sang suami."Kenapa?" tanya Efgan dengan kening mengkerut saat melihat Khania yang malah menenggelamkan wajahnya ke dalam bantal."Malu!" ucapnya dibalik bantal.Efgan tersenyum lalu membawa wajah Khania agar menghadap dan menatapnya."Kenapa malu, hmm?" "Aku masih muka bantal gini Mas! Pasti aku jelek karena belek!" jawab Khania sambil menundukan kepalanya. Ia tak berani menatap Efgan yang sepertinya sudah mandi, karena ia mencium aroma wangi di tubuh sang suami. Berbeda dengan dirinya yang masih bau jigong. Efgan terkekeh lalu mengecup kedua mata Khania dengan lembut."Kata siapa kamu jelek? Kamu cantik gini kok dibilang