"Sedang memantrai william" wkwkwkwk.. 😂🤣
Pertanyaan William langsung membuat Kayla terkejut dan merona merah. “A-aku ….”Melihat Kayla tergagap, William berlanjut meraih tangan Kayla, menarik wanita itu mendekat, lalu mencium keningnya. “Selamat pagi.”“Pa-pagi Kak Will,” balas Kayla sedikit gugup. Masih merasa malu lantaran William mungkin saja melihat aksi konyolnya, Kayla langsung beranjak cepat dari tempat tidur. “A-aku siap-siap dulu!”Melihat Kayla turun dari tempat tidur dan berniat langsung berlari keluar, melewati kamar mandi, William yang mendudukkan dirinya menautkan alis dan bertanya, “Kamu … tidak cuci muka dulu?”Sadar dia melakukan hal bodoh, Kayla langsung menjawab, “A-ah, itu … aku ke kamar mandi luar saja! Kak Will bersiap-siaplah, nanti terlambat ke kantor!” Lalu, dia pun dengan cepat menghilang dari tempat itu.Dalam hati dia merutuki kebodohannya, “Kaylaaa … dasar bodoh kamu!”Melihat ekspresi Kayla saat keluar dari ruangan, William memasang senyum, tahu apa yang wanita itu pikirkan.‘Menggemaskan ….’
Suara itu sangat akrab di telinga Kayla dan juga William.“Tidak bisakah melakukan hal ini di rumah saja?”“Kak Ghafa?!” suara Kayla tertahan. Dia benar-benar seperti seorang yang sedang tertangkap tangan melakukan hal yang buruk, padahal tidak ada masalah juga karena saat ini dia sedang bersama suaminya.Ghafa melihat ke arah William dengan tatapan tajam, sementara William hanya memasang wajah datarnya dan seolah-olah tidak ada masalah yang besar. William kemudian merangkul Kayla keluar dari lift.Berbeda dengan Kayla yang sedikit panik, William berbisik di belakang telinga Kayla, tetapi dengan suara yang sengaja bisa didengar oleh Ghafa ketika mereka melewati Ghafa. “Sudah tidak perlu hiraukan kakakmu, dia hanya iri saja.”Hal ini sukses membuat Ghafa memutar bola mata malasnya.“Dasar kalian ini mentang-mentang pengantin baru!” gerutunya.Kayla menghela napas berat. “Kak Ghafa ngapain pagi-pagi ke sini?” tanya Kayla cepat.“Wah, apa aku tidak boleh ke tempat temanku sendiri?” Ghafa
Di dalam mobil yang membawanya ke kantor Kayla nampak banyak berpikir dia menghubungkan semua yang dia ketahui dengan kemungkinan yang sedang terjadi. Kemudian dia membuka ponselnya dan menelusuri sosial media, dia membuka laman sosial resmi milik usaha keluarganya memang saat ini sedang terkunci untuk fitur komentar.Kemudian dia menyusuri berbagai hal tentang usaha keluarganya dan … walaupun itu sepertinya nampak teredam, tetapi tetap saja ada yang masih muncul ke permukaan.Kayla terkejut melihatnya, ternyata Anastasia memang sudah bertindak terlalu jauh, dia tidak bisa mengabaikan hal ini! Dia kemudian menekan nomor Anastasia dari ponselnya dan tidak menunggu lama panggilan darinya dijawab oleh wanita itu.“Kayla … kenapa kamu menghubungiku? Apa kamu ingin mengajakku bertemu? Jangan bermimpi Kayla! Kamu … lihat saja apa yang akan aku lakukan padamu!” Anastasia langsung berkata dengan nada tajam pada Kayla.Kayla mencoba tenang mendengarnya.“Ana, aku menghubungimu hanya ingin menga
Ghafa tidak menyangka kalau ternyata pergaulan Kayla di luar negeri tidak main-main, dia bahkan berhasil membuat seorang berpengaruh seperti itu berhubungan dengannya.“Lalu … apa kamu pikir aku tidak lebih baik darinya?” tanya William dengan nada tidak suka.“Tidak-tidak, bukan begitu, seorang Kaisar William Drake, si calon pewaris tunggal ini, tentu tidak bisa disandingkan dengan orang lain, dan aku sangat beruntung memiliki teman sekaligus adik iparku ini!” Ghafa terkekeh ringan sambil menepuk pelan pundak sahabatnya ini. ”Hanya saja … aku tidak menyangka kalau ternyata pesona Kayla luar biasa sekali, kali ini aku yakin dia adalah adikku, karena dia punya pesona yang luar biasa sama denganku.” Ghafa masih takjub mendengar fakta ini.“Jadi, kamu masih mau tetap menemuinya?” tanya William lagi.“Menurutmu? Bukankah ini satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah ini? Setidaknya pria itu harus bisa mengendalikan wanitanya agar tidak bertindak terlalu jauh, kan?” Ghafa berkata dengan
Malam hari ini, seperti yang direncanakan Anastasia, Damar akhirnya membawa Anastasia untuk bertemu dengan pimpinan Ellysium Indonesia, Dominic. Di sebuah ruangan private restoran mereka menunggu kedatangan Orang Tertinggi di Ellysium Indonesia ini. Dominic datang bersama dengan sekretarisnya. Anastasia tersenyum lebar, akhirnya dia bisa juga bertemu orang berpengaruh ini, setelah semua usaha yang dilakukannya mengalami kegagalan. “Pak Dominic, kenalkan ini putri saya, Anastasia.” Damar memperkenalkan Anastasia padanya. “Saya Anastasia, panggil Ana, saja biar lebih akrab, Pak,” ucap Anastasia dengan senyum mengembang dan sangat ramah. Mereka mulai bicara basa-basi dan berusaha menciptakan suasana yang cukup akrab hingga akhirnya, Anastasia mulai menyinggung sesuatu tentang Ellysium. “Pak Dominic, apa Bapak tahu tentang perusahaan Brown?” tanya Anastasia lagi. Dia diam sejenak dan kemudian menganggukkan kepalanya. “Ya, tentu saja, siapa yang tidak tahu tentang keluarga penguasa
William menjemput Kayla setelah jam kerja usai, seharian ini William lebih banyak ke luar, karena ada beberapa urusan yang mesti diselesaikannya dengan segera. Seperti yang dikatakan olehnya pagi tadi dengan Kayla, William mengajak Kayla untuk membeli cincin untuk mereka.Namun, sayangnya setelah berputar-putar di beberapa toko perhiasan, tidak ada satu pun yang sesuai dengan keinginan mereka, bahkan lebih tepatnya keinginan Kayla. Entah itu ukurannya yang tidak sesuai atau modelnya yang kurang menarik.“Ah, sudah kukatakan, kita tidak perlu terburu-buru untuk mencarinya Kak Will,” ucap Kayla dengan menghela napas panjang setelah keluar dari toko perhiasan terakhir.“Nanti kita pesan saja, kamu buat desain yang kamu mau, nanti aku akan meminta bantuan pada temanku untuk membuatkannya sesuai keinginanmu.”“Wow, kalau nanti tetap tidak sesuai keinginanku bagaimana?” Kayla berkata dengan nada bercanda.“Kita buat lagi yang baru sampai seperti yang kamu inginkan.” William menjawab pertanya
Usai dari menghabiskan waktu di kafe, Kayla dan William pun pulang ke rumah. Keduanya masih saja tampak harmonis, seakan mengumbar keromantisan di kafe masih tidak cukup untuk mereka.“Ih, Kak Will, berhenti menggodaku! Kakak nggak malu?” ujar Kayla pada akhirnya sembari memukul pelan pundak William. Wajahnya merona sangat merah.William pun hanya tertawa ringan selagi mengacak-acak rambut istrinya.Tepat saat mereka tiba di parkiran, ponsel William berdering. Kayla pun berhenti mengganggu William dan melirik layar ponsel sang suami.[Dominic.]Ah, direktur Ellysium cabang Indonesia yang ternyata menghubungi William.Tidak ingin mengganggu, Kayla pun berniat keluar terlebih dahulu. Lagi pula, ini urusan pekerjaan, tidak enak kalau didengar orang lain, apalagi Kayla juga masih termasuk karyawan Ellysium.Namun, baru saja ingin menarik pintu terbuka, tangan Kayla diraih oleh William.“Di sini saja. Tidak apa-apa,” ujar pria itu seraya mengangkat panggilan. “Ya?”“Selamat malam Tuan Willi
Pertanyaan William di mobil tadi jelas membuat Kayla tidak bisa berbicara banyak, yang awalnya hatinya sangat senang dan berbunga-bunga, mendadak kembali terasa datar.Kayla melihat dirinya sendiri di pantulan cermin wastafel di dalam kamar mandi, mempertanyakan kepada dirinya sendiri dengan pertanyaan sama yang diberikan William padanya.“Apa aku masih menyukai Daniel?” Kayla berkata dengan sedikit berat. Dia pun tidak bisa memberikan jawaban pasti pada William, di samping itu juga, semua perlakuan William yang sepertinya sangat tulus ini membuatnya sangat merasa bersalah.Kayla menarik napas dalam dan teringat kembali bagaimana cara William akhirnya membuatnya menjadi makin tidak enak hati dan kian merasa bersalah.“Apa … kamu masih punya perasaan kepada pria itu?”Kayla diam, ingin menjawab tidak, tapi rasa-rasanya tidak mungkin, entah kenapa tetap ada ganjalan yang berbeda.“Sudah, tidak perlu dipikirkan, lagipula aku tidak mempermasalah hubunganmu dengan pria itu. Ayo kita turun,
Daisy tidak langsung menjawab. Wanita tua itu menatap Kayla dengan ekspresi datar, seolah-olah pertanyaan itu tidak membutuhkan penjelasan panjang. "Tenangkan dirimu, Kayla. Kau tahu posisi ini bukan sesuatu yang mudah. Keluarga Drake butuh seseorang yang bisa diandalkan, dan itu termasuk kamu.""Diandalkan?" Kayla hampir tertawa, tetapi suaranya terdengar getir. "Nenek menyeretku ke sini, memberikan gelar adik William? Apa ini tidak salah? Apa aku hanya pion dalam permainan keluarga ini?" Suaranya meninggi, mencerminkan gejolak emosi yang ia tahan selama ini. Ketenangan yang biasanya ia tunjukkan runtuh dalam sekejap.“Nona, rendahkan suara Anda saat bicara dengan Nyonya besar,” ucap seorang wanita berpostur langsing yang berdiri di samping Daisy, suaranya dingin dan penuh otoritas."Kamu yang diam dan tutup mulut!" Kayla menunjuk wanita itu dengan tatapan tajam.Wanita itu terperangah, tetapi sebelum ia bisa membalas, seorang wanita lain yang bertubuh gempal ikut menyahut, suaranya
Kayla berdiri mematung di depan villa megah itu, matanya tertuju pada dinding putih yang tampak pucat di bawah sinar matahari pagi musim dingin. Angin menusuk kulitnya, membawa aroma tanah basah yang menyelinap ke dalam napasnya, tetapi tak mampu menenangkan gejolak di dadanya. Ranting-ranting gundul pepohonan di sekitar villa berayun pelan, seperti mencerminkan pikirannya yang kusut. Beban berat seolah menekan pundaknya, menciptakan sensasi tidak nyaman yang tak kunjung hilang. Ia merapatkan mantel lebih erat, mencoba menghalau hawa dingin, tapi kekhawatiran dan rasa tak percaya diri justru membuatnya semakin kaku. "Kamu harus bisa, Kayla," gumamnya dalam hati, namun suaranya tenggelam di antara desir angin yang dingin.“Ayo masuk.” Suara Daisy memotong lamunannya. Wanita tua itu melangkah lebih dulu, tak menunggu respon dari Kayla. Kayla menelan ludah, mencoba menghapus keraguan yang menggantung di dadanya, lalu mengikuti langkah tegas Daisy ke dalam villa.Di ruang tamu yang luas
Kayla dan William pulang dari tempat itu saat pagi hari. Rose menyambut Kayla dengan wajah yang cukup cerah. Semalam dia juga menghubungi William dan mengatakan kalau Kayla belum pulang, nadanya terdengar khawatir, tetapi saat William mengatakan kalau Kayla bersamanya dia cukup terdengar lega.Setelah William pergi ke kantor, Kayla duduk di depan televisi yang dinyalakan dengan lumayan keras, pikirannya melayang ke acara yang akan dia hadiri nanti, lalu acara yang akan dia tinggalkan. Ternyata benar, menjadi orang yang sangat penting itu memang selalu dihadapkan dengan dilema.“Nyonya, silakan diminum tehnya,” ucap Rose memecah pikiran Kayla.“Ah, Iya, Bi, terima kasih.” Kayla berkata dengan sopan. Setelah Rose meninggalkan tempat itu, dia memandang punggung pelayannya itu dari kejauhan dan teringat akan beberapa percakapan singkatnya dengan William semalam.“Apa mungkin yang memberi tahu nenek adalah Bibi Rose?” gumama Kayla singkat.Memikirkan hal ini, rasanya kepala Kayla mau pecah
Frank membawa Kayla menuju salah satu villa yang ada di pinggiran kota, tempat ini memiliki suasana yang cukup nyaman dan tenang. “Ini tempatnya, Nyonya.” Frank berkata pelan.Kayla melangkah keluar, sedikit menggigil karena udara dingin. Namun, tatapan hangat William yang sudah menunggunya di pintu vila langsung menghapus rasa dinginnya. Pria itu mengenakan pakaian kasual — kaos polos dengan sweater bewarna gelap dengan celana panjang santai — membuatnya terlihat begitu berbeda dari sosok formal seperti sebelum William berangkat ke kantor“Kak Will!” seru Kayla sambil berlari kecil menghampiri William dan langsung memeluk pria itu.“Ayo cepat masuk, di luar sangat dingin.” William membawa Kayla masuk ke dalam dan di tempat ini memang sangat hangat. William menuntunnya berjalan ke ruang makan. Di atas meja sudah terlihat hidangan makanan yang sangat lezat. Kayla lalu melihat ke arah William, mempertanyakan maksud pria itu.“Ini …?”“Dinner di luar selain di rumah,” jawab William sin
Kayla terdiam, pikirannya yang semula terfokus pada acara yang akan dihadiri bersama William tiba-tiba buyar begitu saja. Dia tidak tahu harus merespons seperti apa."Tapi ini...," Kayla mencoba mengumpulkan keberanian untuk menolak, namun lidahnya terasa kelu. Rasanya tidak mungkin untuk menentang permintaan Nenek Daisy."Acara ini sangat penting untuk menjaga nama baik keluarga Drake. Kamu hanya perlu datang dan tampil dengan baik. Semua persiapan akan diatur oleh orang-orang nenek," ujar Daisy dengan nada santai, seolah-olah ini hal kecil.Kayla masih terdiam. Hatinya mulai diliputi kegelisahan. Pikirannya bercabang ke berbagai kemungkinan. Apakah ini cara Nenek Daisy untuk memastikan dia benar-benar tidak bisa datang ke acara bersama William?"Kay, nanti selama di sana, tolong perhatikan sikapmu. Akan ada banyak tamu penting, termasuk pejabat dan kemungkinan walikota serta dewan kota. Keluarga Drake memiliki hubungan dekat dengan mereka. Aku harap kamu bisa menjaga citra keluarga i
Stella mengeluarkan beberapa batuk kecil sebelum bersuara, "Aku disuruh masuk atau harus berdiri di depan pintu jadi kurir saja?" ujarnya sambil tersenyum lebar, mengangkat kotak kue di tangannya sebagai bukti tugasnya.Kayla yang tengah sibuk memeriksa pesan di ponselnya langsung tersadar dan terkekeh ringan. "Ah, maaf, sampai lupa! Masuk, dong, Stell."Setelah Stella masuk dan duduk di sofa ruang tamu, dia langsung memulai ceritanya. "Tadi aku ada rapat di kantor Ellysium sama Tuan Kaisar William Drake. Setelah selesai, tiba-tiba dia manggil aku secara khusus dan bilang, ‘Tolong temui istriku, dia pasti sedang kesepian dan butuh teman.’" Stella menirukan nada serius William, lalu terkikik.Kayla, yang kini duduk di sebelah Stella, tersenyum lebar mendengar cerita itu. Pandangannya beralih ke kotak kue yang Stella bawa. Matanya berbinar penuh antusias."Itu kue cokelat, ya? Pasti suamiku yang minta sekretarisnya siapkan. Kak Will memang tahu banget apa yang aku suka!" Kayla berseri-se
Pagi hari, Kayla membuka matanya perlahan, dan pandangannya langsung tertuju pada William yang masih tertidur di sampingnya. Lengannya melingkar erat di pinggang Kayla, seolah tak ingin melepasnya. Suara dengkuran halus dari suaminya membuat Kayla tersenyum lembut, hatinya terasa hangat melihat sisi William yang begitu tenang. Ditambah lagi setelah pembicaraan panjang semalam.Dengan hati-hati, Kayla menyentuh pipi William, jari-jarinya mengelus lembut kulit suaminya. “Kak Will,” bisiknya pelan, mencoba membangunkannya.Mata William sedikit terbuka, pandangannya masih berat. “Hmm, pagi,” jawabnya dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur.“Pagi, Kak Will,” sapa Kayla dengan nada manis. Senyuman tipis langsung terukir di wajah William, membuat Kayla merasa seolah mendapatkan hadiah pertama di pagi hari.“Jam berapa sekarang?” William bertanya sambil menarik Kayla lebih dekat dalam pelukannya, memejamkan matanya lagi.“Hampir jam tujuh. Bangun, Kak Will, hari ini kamu masih a
Mendengar kata-kata William yang tulus, Kayla merasa hatinya menghangat. Perasaan dihargai oleh suaminya membuat dadanya penuh dengan emosi. William bahkan rela meluangkan waktu dari kesibukannya hanya untuk mendengarkan ceritanya. Beberapa saat dia hanya diam, matanya terarah pada pria di hadapannya, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dia semakin menyadari betapa dirinya makin mencintai suaminya itu.“Kay,” suara lembut William memecah keheningan. “Apa kamu masih ragu, hehm?” tanyanya sambil menarik tubuh Kayla ke dalam pelukannya. Wangi citrus dan mint yang khas dari parfum William menyeruak, mengisi ruang di antara mereka.Kayla memejamkan mata dan membenamkan wajahnya di dada bidang suaminya. “Kak Will …” ucapnya lembut, suaranya terdengar manja. Tanpa sadar, tangannya memeluk pria itu lebih erat. Pelukan itu, di tengah tekanan yang baru saja ia alami, seolah menjadi tempatnya meluruhkan segala beban.William mengecup lembut puncak kepalanya. “Hehm… apa kamu belum mau menceritakan
“Kay,” tegur William, dan ini membuat lamuan Kayla buyar hingga nyaris menjatuhkan tas yang dipegangnya. Kondisi ini membuat William dengan sigap menolongnya. Bau mint yang menguar dari wangi sabun mandi milik William ini masuk ke dalam indra penciumannya, membuatnya juga cepat tersadar kalau saat ini William sudah berada di dekatnya dengan handuk yang melilit di tubuhnya. “Kamu bertemu dengan Stella hari ini, apa yang dia katakan?” tanya William setelah meletakkan tas itu ke atas meja kembali. Kayla melihat ke arah William dengan tatapan datarnya dan bertanya dalam hati, “Apa … aku harus mengatakan hal ini pada Kak Will?” “Hei, kamu kembali melamun?” William membuyarkan kembali pikiran Kayla. “Ah, Kak Will sudah selesai?” Kayla dengan cepat mengulas senyum di wajahnya, dia memutuskan untuk menunda dulu membicarakan hal ini. William melihat ke arah Kayla dengan tatapan menyelidik. “Kay, aku … minta maaf.” Suara pria itu terdengar sangat lembut di telinga Kayla. “Maaf, karena ak