Chinta tungguin komentar kalian dulu lah... 🥰🥰🥰 tapi emang belum bisa, kan? Wkwkwkw 🤣🤣🤣
“Kak Will … aku … belum bisa, aku … masih halangan.” Kayla berkata dengan nada rendah lalu menggigit bibir bawahnya dan menurunkan pandangan matanya. Hal itu jelas membuat William menghentikan kegiatannya seketika, lalu detik berikutnya menggeleng-gelengkan kepalanya dan tertawa kecil.Melihat hal itu jelas membuat Kayla benar-benar merasa sangat konyol. Agar tidak jauh lebih aneh lagi, Kayla langsung berdiri dari sofa itu dan segera membalikkan badannya seraya berkata, “Kak Will aku mandi dulu!”William hanya terpaku melihat wanita itu yang terlihat salah tingkah, pun sama dirinya juga tidak menyadarinya kalau saat ini dia sudah nekat bertindak terlalu jauh! Tiba-tiba, ekspresi William berubah suram. Kalau dia benar-benar melanjutkan tindakan tadi, maka akan ada masalah besar yang terjadi. Hal terbesar yang dia sembunyikan dari Kayla selama ini … bisa saja terbongkar dan merusak segalanya!Menutup mata dan menenangkan diri, William pun menatap ke arah Kayla pergi tadi. Bila dipikirk
Pertanyaan William langsung membuat Kayla terkejut dan merona merah. “A-aku ….”Melihat Kayla tergagap, William berlanjut meraih tangan Kayla, menarik wanita itu mendekat, lalu mencium keningnya. “Selamat pagi.”“Pa-pagi Kak Will,” balas Kayla sedikit gugup. Masih merasa malu lantaran William mungkin saja melihat aksi konyolnya, Kayla langsung beranjak cepat dari tempat tidur. “A-aku siap-siap dulu!”Melihat Kayla turun dari tempat tidur dan berniat langsung berlari keluar, melewati kamar mandi, William yang mendudukkan dirinya menautkan alis dan bertanya, “Kamu … tidak cuci muka dulu?”Sadar dia melakukan hal bodoh, Kayla langsung menjawab, “A-ah, itu … aku ke kamar mandi luar saja! Kak Will bersiap-siaplah, nanti terlambat ke kantor!” Lalu, dia pun dengan cepat menghilang dari tempat itu.Dalam hati dia merutuki kebodohannya, “Kaylaaa … dasar bodoh kamu!”Melihat ekspresi Kayla saat keluar dari ruangan, William memasang senyum, tahu apa yang wanita itu pikirkan.‘Menggemaskan ….’
Suara itu sangat akrab di telinga Kayla dan juga William.“Tidak bisakah melakukan hal ini di rumah saja?”“Kak Ghafa?!” suara Kayla tertahan. Dia benar-benar seperti seorang yang sedang tertangkap tangan melakukan hal yang buruk, padahal tidak ada masalah juga karena saat ini dia sedang bersama suaminya.Ghafa melihat ke arah William dengan tatapan tajam, sementara William hanya memasang wajah datarnya dan seolah-olah tidak ada masalah yang besar. William kemudian merangkul Kayla keluar dari lift.Berbeda dengan Kayla yang sedikit panik, William berbisik di belakang telinga Kayla, tetapi dengan suara yang sengaja bisa didengar oleh Ghafa ketika mereka melewati Ghafa. “Sudah tidak perlu hiraukan kakakmu, dia hanya iri saja.”Hal ini sukses membuat Ghafa memutar bola mata malasnya.“Dasar kalian ini mentang-mentang pengantin baru!” gerutunya.Kayla menghela napas berat. “Kak Ghafa ngapain pagi-pagi ke sini?” tanya Kayla cepat.“Wah, apa aku tidak boleh ke tempat temanku sendiri?” Ghafa
Di dalam mobil yang membawanya ke kantor Kayla nampak banyak berpikir dia menghubungkan semua yang dia ketahui dengan kemungkinan yang sedang terjadi. Kemudian dia membuka ponselnya dan menelusuri sosial media, dia membuka laman sosial resmi milik usaha keluarganya memang saat ini sedang terkunci untuk fitur komentar.Kemudian dia menyusuri berbagai hal tentang usaha keluarganya dan … walaupun itu sepertinya nampak teredam, tetapi tetap saja ada yang masih muncul ke permukaan.Kayla terkejut melihatnya, ternyata Anastasia memang sudah bertindak terlalu jauh, dia tidak bisa mengabaikan hal ini! Dia kemudian menekan nomor Anastasia dari ponselnya dan tidak menunggu lama panggilan darinya dijawab oleh wanita itu.“Kayla … kenapa kamu menghubungiku? Apa kamu ingin mengajakku bertemu? Jangan bermimpi Kayla! Kamu … lihat saja apa yang akan aku lakukan padamu!” Anastasia langsung berkata dengan nada tajam pada Kayla.Kayla mencoba tenang mendengarnya.“Ana, aku menghubungimu hanya ingin menga
Ghafa tidak menyangka kalau ternyata pergaulan Kayla di luar negeri tidak main-main, dia bahkan berhasil membuat seorang berpengaruh seperti itu berhubungan dengannya.“Lalu … apa kamu pikir aku tidak lebih baik darinya?” tanya William dengan nada tidak suka.“Tidak-tidak, bukan begitu, seorang Kaisar William Drake, si calon pewaris tunggal ini, tentu tidak bisa disandingkan dengan orang lain, dan aku sangat beruntung memiliki teman sekaligus adik iparku ini!” Ghafa terkekeh ringan sambil menepuk pelan pundak sahabatnya ini. ”Hanya saja … aku tidak menyangka kalau ternyata pesona Kayla luar biasa sekali, kali ini aku yakin dia adalah adikku, karena dia punya pesona yang luar biasa sama denganku.” Ghafa masih takjub mendengar fakta ini.“Jadi, kamu masih mau tetap menemuinya?” tanya William lagi.“Menurutmu? Bukankah ini satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah ini? Setidaknya pria itu harus bisa mengendalikan wanitanya agar tidak bertindak terlalu jauh, kan?” Ghafa berkata dengan
Malam hari ini, seperti yang direncanakan Anastasia, Damar akhirnya membawa Anastasia untuk bertemu dengan pimpinan Ellysium Indonesia, Dominic. Di sebuah ruangan private restoran mereka menunggu kedatangan Orang Tertinggi di Ellysium Indonesia ini. Dominic datang bersama dengan sekretarisnya. Anastasia tersenyum lebar, akhirnya dia bisa juga bertemu orang berpengaruh ini, setelah semua usaha yang dilakukannya mengalami kegagalan. “Pak Dominic, kenalkan ini putri saya, Anastasia.” Damar memperkenalkan Anastasia padanya. “Saya Anastasia, panggil Ana, saja biar lebih akrab, Pak,” ucap Anastasia dengan senyum mengembang dan sangat ramah. Mereka mulai bicara basa-basi dan berusaha menciptakan suasana yang cukup akrab hingga akhirnya, Anastasia mulai menyinggung sesuatu tentang Ellysium. “Pak Dominic, apa Bapak tahu tentang perusahaan Brown?” tanya Anastasia lagi. Dia diam sejenak dan kemudian menganggukkan kepalanya. “Ya, tentu saja, siapa yang tidak tahu tentang keluarga penguasa
William menjemput Kayla setelah jam kerja usai, seharian ini William lebih banyak ke luar, karena ada beberapa urusan yang mesti diselesaikannya dengan segera. Seperti yang dikatakan olehnya pagi tadi dengan Kayla, William mengajak Kayla untuk membeli cincin untuk mereka.Namun, sayangnya setelah berputar-putar di beberapa toko perhiasan, tidak ada satu pun yang sesuai dengan keinginan mereka, bahkan lebih tepatnya keinginan Kayla. Entah itu ukurannya yang tidak sesuai atau modelnya yang kurang menarik.“Ah, sudah kukatakan, kita tidak perlu terburu-buru untuk mencarinya Kak Will,” ucap Kayla dengan menghela napas panjang setelah keluar dari toko perhiasan terakhir.“Nanti kita pesan saja, kamu buat desain yang kamu mau, nanti aku akan meminta bantuan pada temanku untuk membuatkannya sesuai keinginanmu.”“Wow, kalau nanti tetap tidak sesuai keinginanku bagaimana?” Kayla berkata dengan nada bercanda.“Kita buat lagi yang baru sampai seperti yang kamu inginkan.” William menjawab pertanya
Usai dari menghabiskan waktu di kafe, Kayla dan William pun pulang ke rumah. Keduanya masih saja tampak harmonis, seakan mengumbar keromantisan di kafe masih tidak cukup untuk mereka.“Ih, Kak Will, berhenti menggodaku! Kakak nggak malu?” ujar Kayla pada akhirnya sembari memukul pelan pundak William. Wajahnya merona sangat merah.William pun hanya tertawa ringan selagi mengacak-acak rambut istrinya.Tepat saat mereka tiba di parkiran, ponsel William berdering. Kayla pun berhenti mengganggu William dan melirik layar ponsel sang suami.[Dominic.]Ah, direktur Ellysium cabang Indonesia yang ternyata menghubungi William.Tidak ingin mengganggu, Kayla pun berniat keluar terlebih dahulu. Lagi pula, ini urusan pekerjaan, tidak enak kalau didengar orang lain, apalagi Kayla juga masih termasuk karyawan Ellysium.Namun, baru saja ingin menarik pintu terbuka, tangan Kayla diraih oleh William.“Di sini saja. Tidak apa-apa,” ujar pria itu seraya mengangkat panggilan. “Ya?”“Selamat malam Tuan Willi
Ghafa duduk di bangku kayu di taman kota, tempat yang mereka sepakati sebelumnya. Pakaian santainya tampak sedikit kusut, menandakan bahwa ia sudah berada di sana cukup lama. Ia menatap lurus ke depan, namun kakinya bergerak-gerak tanpa sadar—sebuah kebiasaan yang muncul saat dirinya mulai gelisah.Sesekali, ia melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah lebih dari lima menit berlalu sejak waktu yang mereka sepakati. Ia menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk lututnya, pikirannya mulai dipenuhi keraguan. Apakah Sandra benar-benar akan datang?Lagi-lagi ia melirik jam tangannya. Lima menit berubah menjadi sepuluh, lalu dua puluh. Hatinya mulai terasa aneh. Bukan marah, bukan kesal—lebih kepada sebuah perasaan yang sulit dijelaskan.Ia menggigit bibirnya, lalu menyandarkan tubuhnya ke belakang. Satu tarikan napas panjang lagi. Saat ia mulai mengangkat ponselnya, ragu apakah harus menghubungi Sandra lebih dulu. Namun, dia matikan ponselnya dan memasu
Belum sempat berlama-lama sibuk dengan pikirannya sendiri, wanita itu menyapa Sandra."Hei, bukannya kamu wanita yang ada di pameran tadi?" Dia mendekati Sandra dengan tersenyum ringan.Rambut pirangnya dan wajah bulenya itu membuat Sandra mengernyitkan keningnya."Kamu kenal dengannya, Stella?" Ghafa berkata ramah. Stella, ternyata wanita itu bernama Stella, dan cara Ghafa bicara dengannya sangat berbeda ketika dia bicara dengan Sandra, kesannya terasa sangat hangat dan cukup akrab."Tentu saja! Dia adalah penyelamat Kayla saat di acara itu saat si wanita jahat itu ingin menjatuhkan Kayla!" Stella berkata dengan antusias pada Ghafa. "Kau harus berterima kasih padanya, Kak Ghafa!" Stella lalu menepuk lengan Ghafa dengan lembut, menunjukkan keakraban mereka."Memangnya Kayla kenapa?" tanya Ghafa melihat ke arah Sandra dengan tatapan tajam menuntut jawab.Sandra tersenyum penuh misteri, sengaja dia lakukan dengan sedkit menggoda. "Itu ... ceritanya panjang. Aku akan cerita kalau kamu ma
Setelah acara selesai, Ghafa mengajak Sandra untuk pergi menemaninya ke acara pesta pernikahan temannya. Kebetulan sekali acara Sandra bersamaan dengan acara pernikahan temannya ini, hingga dia yang gengsi untuk hanya sekadar mendatangi pameran Sandra pun, ada alasan lainnya yang dia ucapkan pada wanita itu.Ghafa paham sekali dari bahasa tubuh Sandra bahwa wanita itu sepertinya menyukainya, hanya saja dirinya yang masih belum mau memikirkan masalah percintaan ini karena terlanjut banyak kecewa dengan para mantannya membuatnya membentengi dirinya dengan sangat tinggi."Ke acara pernikahan temanmu?" tanya Sandra dengan wajah sumringah saat itu.Ghafa mengangguk pasti. "Ya Kebetulan sekali acaramu ini bertepatan dengan acara pernikahan temanku, kebetulan aku sudah membeli tiket dari jauh hari, dan acaranya tidak bersamaan, jadi aku bisa datang ke semua acara."Mendengar kalimat yang baru saja terlontar dari mulut Ghafa sekilas Sandra tampak murung. Mungkin dia sudah merasa sangat spesia
Sandra menatap layar ponselnya dengan perasaan yang semakin tak menentu. Pesan yang ia kirimkan ke Ghafa sudah berstatus "terbaca", tetapi seolah hanya berbisik ke dalam kehampaan tanpa balasan yang diperolehnya. Apa pria itu benar-benar berpikir kalau hubungan mereka hanya putus sampai malam itu saja?Wanita itu terlihat mendesah panjang, jari-jarinya menggenggam erat ponsel, menahan desakan perasaan yang semakin kuat mencengkeram dadanya. Ia menggigit bibir, mencoba menghalau gelombang kekecewaan yang mulai menghantamnya. Hatinya berdegup tak menentu, seperti menanti sesuatu yang mungkin takkan pernah datang. "Kenapa aku masih berharap?" bisiknya, nyaris tanpa suara."Apa aku terlalu berharap?" gumamnya pelan, menatap langit-langit kamar hotelnya di Los Angeles. Ia menarik napas panjang, mencoba mengusir semua keraguan yang berkecamuk di dalam pikirannya. Besok adalah hari penting itu, tapi sampai detik ini, Ghafa tidak ada memberi kabar sedikit pun.Sejak bertemu dengan Ghafa saat
Sandra menatap Ghafa dengan mata yang masih sembab, mengerucutkan bibirnya.Hal ini tentu saja membuat Ghafa melihat ada ekspresi manja yang mirip dengan Kayla.Sementara Sandra yang melihat Ghafa tidak memiliki respons padanya, membuatnya menarik napas panjang sebelum akhirnya berbicara dengan suara yang sedikit bergetar."Aku baru saja ribut besar dengan orang tuaku," ucapnya pelan. "Ayahku ingin aku mengurus bisnis keluarga, tapi aku nggak bisa ... aku nggak mau."Ghafa menatapnya dengan sedikit rasa ingin tahu, tetapi tetap diam."Bahkan waktu itu, dia mencoba mengenalkanku dengan seseorang yang katanya cocok jadi pasangan hidupku." Kembali Sandra berkata dengan nada berat.Sandra menarik napas panjang, lalu melanjutkan, "Aku sebenarnya kagum dengan pria itu, tapi aku harus tau diri juga."Mata Ghafa sedikit menyipit, tetapi ia tetap mendengarkan."Aku nggak tahu apa-apa waktu itu," lanjut Sandra dengan suara lebih pelan. "Saat aku bertengkar dengan Kayla di kantor William, aku ba
Ghafa menarik Sandra keluar dari kafe dengan langkah cepat, meninggalkan pegawai dan pelanggan yang sibuk berbisik-bisik, mencoba menebak apa yang sebenarnya terjadi. Begitu mereka sampai di luar, Sandra mencoba melepaskan tangannya, tetapi Ghafa menggenggamnya lebih erat."Heh, sakit! Lepasin tanganku!" protes Sandra sambil mencoba menarik tangannya.Ghafa berhenti dan menatapnya dengan tatapan tajam. "Kamu sadar nggak apa yang baru saja kamu lakukan di dalam? Kamu bikin aku terlihat seperti—""Seorang ayah yang kabur dari tanggung jawab?" potong Sandra dengan nada datar. Wajah Ghafa langsung berubah tegang."Hei Nona," katanya dengan suara rendah, nyaris seperti sebuah ancaman, "kalau kamu sedang bosan dan ingin bermain-main, ayo, jangan tanggung. Aku tahu bagaimana caranya bisa membuat anak dengan--""Maaf-maaf, aku tidak ada bermaksud seperti itu aku hanya ...." Sandra memperlihatkan wajah frustrasinya. "Tuan, bisa bawa aku ke tempat yang lebih tenang?" pintanya dengan suara rendah
Extra Chapter. Ghafa Sandra 1. Pertemuan Kembali.Sandra melangkah masuk ke dalam kafe dengan wajah kusut. Rambutnya yang biasanya rapi terlihat berantakan, menandakan betapa kacau harinya. Ia baru saja berdebat sengit dengan ayahnya, seorang pebisnis sukses yang selalu memandang dunia seni sebagai hal remeh. Sang ayah menginginkan Sandra fokus pada perusahaan keluarga, namun hatinya menolak keras. Dunia seni adalah rumah bagi Sandra, tempat ia menemukan kebebasan dan ekspresi sejati dan itu sejak dulu tidak disukai oleh ayahnya.Dan ayahnya makin marah karena dia gagal membawa proposal kerjasama dengan Ellysium Luminar Indonesia. Sandra melewati kursi seseorang yang saat itu posisinya berada sedikit menghalangi jalan. Dia duduk di bangku pojok yang bisa melihat ke arah jalan. Beberapa kali Sandra menghela napasnya. Mencoba mengingat kejadian beberapa hari lalu. Pria yang bernama William itu ternyata juga sudah beristri dan istirnya mungkin memiliki hubungan yang rumit dan tidak baik
Setelah beberapa bulan penuh suka dan duka, bayi Kayla dan William kini telah berusia 6 bulan. Hari itu, mereka membawa bayi mereka untuk imunisasi di klinik langganan keluarga. Perjalanan mereka merawat bayi prematur ini tidaklah mudah. Kayla sempat hampir terkena baby blues syndrome karena kurangnya tidur dan kekhawatiran berlebih terhadap kondisi bayinya. Namun, berkat dukungan William yang selalu hadir, membantu bangun tengah malam, dan memberikan semangat, Kayla mampu melewati masa-masa sulit tersebut dengan cepat. Saat ini, Kayla merasa campur aduk antara lega dan sedikit gugup, tetapi kehadiran William di sisinya memberikan ketenangan yang ia butuhkan.Sore itu, sebuah mobil keluarga berhenti di depan rumah besar keluarga Drake. Di depan pintu, Hana, Andre, Risda, Anthony, Daisy, dan Walter sudah menunggu dengan antusias. Bahkan Ghafa, Kakak Kayla sudah datang bersama dengan kekasih hatinya.William memeluk tubuh sang istrinya dengan lembut. Di tangannya yang lain, ia menggendon
William segera pergi ke rumah sakit dimana tempat Kayla berada, dalam perjalan tersebut dia juga sudah menghubungi Hana dan juga Risda, yang kebetulan keduanya masih ada di sini saat ini. Mereka bergerak ke rumah sakit tersebut dengan cepat. Sesampainya di sana, dia bertemu dengan dokter yang langsung menanganinya.“Nyonya Kayla harus segera dilakukan tindakan operasi agar tidak membahayakan dirinya dan juga anak yang ada dalam kandungannya.” Itu yang dikatakan dokter saat itu.Hal ini tentu membuat Kepala William berputar dan terasa sangat sakit sekali, rasanya penyesalan sangat kuat menjalar dalam tubuhnya sekarang ini.“Bagaimana Kayla, Will?” tanya Hana saat bertemu dengan William yang terlihat cukup gugup di depan ruang operasi.“Kayla harus dilakukan tindakan segera, Ma.” William berkata dengan suara lemah.“Bagaimana bisa Kayla mengalami kecelakaan? Apa sopir kamu tidak membawa kendaraan dengan hati-hati?” Risda kali ini bicara dengan nada cemas.“Tadi ada kendaraan yang remnya