Ingin marah tapi hatinya tertawa, Kama sering bingung mengartikan perasaannya setiap bersama Arsha. Kama mendekat, menjatuhkan bokongnya di atas daybed yang sama di samping Arsha. Menaikan kedua kakinya, Kama membawa sang istri ke dalam pelukan. “Abaaaaaangggg,” Arsha merengek ketika merasakan pe
Kama mengcengkram erat pagar pembatas di yacht mewah miliknya, begitu eratnya hingga buku jari pria itu tampak memutih. Rachel telah menceritakan kejadian yang menimpa Arsha dan sumpah mati Kama tidak rela sang istri disentuh dengan cara seperti itu oleh Quan. Yang membuat Kama geram dan kesal kep
Lalu bagaimana dengan Arsha? Sang suami dengan lantang mengatakan jika mencintainya, bahkan berkali-kali. Kata cinta itu tercetus. Ya ampun, Arsha ingin salto rasanya saat ini juga. Kama, si pria dingin, ketus, cuek, tanpa ekspresi mengatakan jika ia mencintainya? Bibir Arsha melengkung menerbi
Suara kicau burung bersahutan dengan alunan deburan ombak menghantam karang yang kemudian pecah di bibir pantai. Sinar matahari menyusup masuk melalui jendela yang tidak tertutup tirainya begitu hangat menerpa punggung terbuka Arsha. “Morning,” suara serak nan seksi di atas kepala Arsha terdengar
“Mungkin itu yang membuat urusan ‘begituan’-nya bergairah ... kamu aja gimana, ninggalin aku beberapa hari langsung berubah ‘hot’ kaya tadi malem.” Sindiran halus Aarash membuat pipi Rachel memerah. Ia mengingat bagaimana ‘nakal’ dirinya tadi malam dampak dari rasa rindunya yang menggebu pada pria
Kama tertegun melihat tampilan sang istri dari pantulan cermin. Meski bertubuh mungil tapi kecantikan dan lekuk tubuh Arsha bak titisan Dewi Yunani. Kama merasa beruntung menjadi suami Arsha atau lebih tepatnya beruntung karena Quan menaruh obat dalam minumannya. Benar apa yang dikatakan Arsha, m
Akan tetapi pria itu sepertinya masih ingin membuat Arsha terluka, lihat saja tatapan meledek dan seringai di bibir Liam yang seakan memperolok Arsha. “Sedang apa si bungsu Marthadidjaya di sini? Menemani sang Ayah, kah?” sapa Liam dengan pertanyaan basa-basi meremehkan. “Oh ... si brengsek ini be
“Mbak kenapa?” Asisten Rachel bertanya ketika melihat Rachel terhuyung menuruni tangga. Wajah Rachel tampak pucat pasi dengan beberapa buliran keringat pada pelipisnya. Rachel balas memaksakan senyum kemudian menggelengkan kepala. “Kecapean aja kayanya, belum sarapan juga.” Rachel baru ingat jika