“Tuan Kama meminta saya membelikan makan siang untuk anda,” ujar Nufaira seraya memberikan satu kotak berisi makan siang. “cảm ơn bạn,” balas Arsha, menerima kotak makan siang tersebut dari tangan Nufaira. Ucapan terimakasih dengan bahasa Vietnam yang diungkapkan Arsha mampu membuat Nufaira menai
Di dalam sana, mata Kama harus berakomodasi dengan maksimal pasalnya ruangan itu begitu gelap, pencahayaan yang masuk hanya dari lampu-lampu dari luar yang menembus melalui dinding kaca. Kama meraih remot kecil di atas meja kemudian menyalakan lampu, seorang gadis yang terlelap di atas sofa segera
Kama menelan saliva kelat, matanya melirik ke arah Arsha yang berjalan mendekat kemudian beralih pada nasi goreng yang sedang ia masak lalu kembali lagi pada Arsha dan detik berikutnya kembali memusatkan perhatian pada nasi goreng, terus saja begitu. Ia gugup. Mengumpat berkali-kali karena tadi mal
*** “Ada kabar apa? Apa Kama sudah kembali?” suara seorang wanita di ujung sana membuat tangan Nufaira bergetar. “Tuan Kama sudah kembali, hanya saja ...,” Nufaira menahan kalimatnya, ia ragu. “Katakan! Kamu masih ingin bertemu dengan adikmu ‘kan?” titah si wanita mengancam. “Tuan Kama kembali
“Pagi Tuan Putri ... .” Langkah Arsha terhenti ketika mendengar sapaan seorang pria berbahasa Indonesia. Di ruang makan telah duduk Kama di ujung meja dan seorang pria yang menyapanya tadi duduk di samping sang Tuan rumah. Kedua bola mata mereka menatap Arsha membuat Arsha menengok ke kiri dan k
Arsha membuka dus kecil berisi ponsel baru yang dibelikan Fabian, di dalamnya sudah ada provider yang dapat ia gunakan selama di Vietnam. Memasukan beberapa nomor keluarga dan sahabatnya untuk kemudian menghubungi mereka. Dalam sekali panggilan video, Arsha dapat menjangkau kedua orang tua bersama
Sang sahabat di sebrang panggilan video sana meraih mug berisi kopi yang kemudian ia dekatkan ke mulut. “Lo naksir Kak Aarash ya?” Arsha menebak membuat Rachel menyemburkan kopinya. “Fix, lo naksir Kak Aarash ... oke, gue kasih tau Daddy biar secepatnya ngelamar lo!” “Ca ... jangan donk, gue sam
Langkah Arsha terhenti ketika hendak memasuki ruang makan, seorang gadis cantik yang mirip dengan Kama sedang duduk menikmati sarapan pagi dengan gerakan anggun. “Itu pasti Kalila, kapan dia pulang?” gumam Arsha. Si gadis menoleh, menatap Arsha tanpa senyum kemudian mengembalikan tatapannya pada m
“Kok malah dipelototin?” Pertanyaan Kejora itu membuat Zhafira berhenti berpikir. “Heu?” Zhafira menoleh. “Pake ini.” Zara memberikan sarung tangan plastik kepada Zhafira. “Pake ini makannya?” Dengan polosnya Zhafira bertanya. “Iya sayang, kamu pesen Fufu ... makanan khas Afrika, jadi makan kuah
“Kok kita baru bisa liburan bareng sekarang ya?” celetuk Arsha sambil memilih pakaian yang terpajang di butik di mana mereka berada saat ini. “Kak Caca ‘kan sibuk produksi anak terus.” Kejora yang menyahut terlebih dahulu. “Kak Zara sibuk jadi dokter.” Kejora menambahkan. “Zhafira sibuk kerja,” t
“Ca ... itu perut kamu kemana-mana!” tegur Kama, melirik perut istrinya. “Emang kenapa? Perut Caca enak diliat, kan? Walau udah punya anak empat tapi rata ... kenceng.” Sang istri berkilah, keras kepala. Kama mengembuskan napas, tidak baik berdebat di depan anak-anak mereka yang saat ini sedang d
“Mau kemana?” Kama yang duduk di kursi meja makan bertanya sambil memindai istrinya dari atas ke bawah. Sport-braa dipadankan legging panjang dengan motif senada kemudian hanya memakai cardigan hoodie tanpa sleting atau kancing di bagian depannya. “Perut kamu enggak akan masuk angin itu, sayang?”
“Biasanya kalau gue curhat sama cewek, pasti berakhir di atas ranjang ... dan gue paling pantang bawa cewek dari Nightclub ke atas ranjang gue ... enggak bersih.” Satu detik setelah Arkana berkata demikian, ia mendapat siraman minuman dari Lovely yang kemudian pergi meninggalkan meja para pria tampa
Kelima pria tampan melangkah beriringan memasuki sebuah Nightclub. Wajah rupawan, tubuh atletis dengan tinggi menjulang dan outfit dari brand terkenal dunia menjadikan mereka incaran para gadis. “Lo pada pernah nyesel enggak sih, kerena memutuskan menikah?” celetuk Arkana bertanya. Kini mereka su
“Bang ... keringetan ih, bau ... Caca udah mandi ... turunin.” Arsha meronta berharap Kama menurunkannya. “Kan bisa mandi lagi,” balas Kama santai. Jika Arsha tidak salah liat, pria itu sedang menyeringai pertanda tidak baik untuk kesehatan jantungnya. “Bang turunin dulu ... Caca mau kasih Asi bua
Setelah drama baby blues beberapa bulan lalu, kini Arsha bisa menikmati perannya sebagai Ibu dengan bantuan baby sitter. Tidak ada tangis maupun uring-uringan berganti dengan kebahagiaan yang membanjirinya setiap hari. Arsha memang harus dibimbing dan Kama adalah orang yang tepat untuk itu. Mungk
Mungkin saat ini pun Arsha menangis karena itu, perlahan Kama mendorong benda bercat putih dan menemukan istrinya sedang duduk di lantai memeluk kedua lutut dan menenggelamkan wajahnya di sana. Dari jauh Kama sudah bisa melihat jika ketiga anaknya sedang terlelap di box bayi masing-masing. “Sayang