“Kita harus keluar dari sini,” pinta Mas Bimo pada kami.
“Iya, Mas,” jawabku.Lalu kami sama-sama melangkah menuju pintu utama hendak keluar. Belum kami sampai ke pintu, kudengar teriakan Nayara. Dia diseret oleh makhluk tak bisa aku lihat itu ke arah dinding.“Aaaagh! Ranggaaa!!!” teriak Nayara.“Nayaraaa!” teriak Rangga yang begitu khawatirnya.Siapa itu? Kenapa sekarang aku tak bisa melihatnya? Bisikku. Tak lama setelah itu Rangga yang hendak menolong Nayara tampak kehabisan napas, seperti ada yang mencekiknya. Dia memegangi lehernya seolah hendak melepas sesuatu yang mencekik leherna. Aku heran kenapa aku tak bisa melihatnya.“To... to...” ucap Rangga terbata.Mas Bimo langsung mendekat dan memegangi Rangga, tapi tak lama kemudian Mas Bimo malah terpental jauh.“Aaaagh!”Aku berteriak melihat Mas Bimo terpentalLalu aku kelelahan. Aku tersungkur di atas aspal. Kulihat arwah nenek-nenek itu kini berada di atas atap mobil itu, dia menoleh ke arahku sesaat sambil tersenyum sinis. Percuma saja untuk mengejar mereka, kini mereka telah menghilang bersama arwah nenek-nenek itu.Mas Bimo berlari mendekat kepadaku.“Indah!” teriaknya padaku.Aku menoleh pada Mas Bimo dengan kesal. Aku bangkit dan mendekat padanya.“Kenapa Mas Bohong sama aku?” teriakku.“Maafin aku, Indah,” ucapnya padaku.Lalu beberapa saat kemudian, Mahfud datang dengan terheran-heran.“Mas jahat sama aku. Kenapa mas nggak bilang kalo batu itu belum mas buang?” teriakku.“Mas khilaf, Indah. Aku pikir dengan batu itu kita bisa merubah nasib kita yang sekarang sedang begini,” ucap Mas Bimo penuh penyesalan.
“Isabel, jangan pergi! Aku mohon jangan pergi!” pintaku.Lalu Isabel benar-benar menghilang dari mataku.“Isabel!!! Isabel!!!” teriakku.Lalu aku terbangun dengan berkeringat dan napas yang terengah-engah.Mas Bimo pun langsung terbangun mendengarku berteriak.“Kamu kenapa?” tanya Mas Bimo heran.Aku langsung memeluk Mas Bimo.“Tadi aku mimpi ketemu Isabel, Mas. Aku kangen sama dia, Mas,” isakku.Mas Bimo menepuk-nepuk pundakku dengan lembut.“Kamu doain dia semoga dia tenang di alam sana ya,” pinta Mas Bimo padaku.Aku mengangguk.“Udah, sekarang kamu tidur lagi, ya. Ini masih dini hari,” pinta Mas Bimo.Aku mengangguk. Lalu kami kembali tidur. Esoknya Mas Bimo membangunkanku dengan pelan.“Indah, bangun sayang...”Setelah medengar suara itu aku me
“Non, bibi boleh bicara sama non sebentar?” pintanya padaku.Aku heran, apa yang mau dia bicarakan. Akhirnya aku mengangguk dan mengajaknya masuk kamar. Saat kami sama-sama duduk di tepi kasur, aku menoleh padanya.“Mau ngomongin apa, Bi?” tanyaku.“Sebelumnya bibi minta maaf, tadi bibi nggak sengaja denger obrolan non sama tuan dan nyonya,” ucap bibi Sarinah.Aku kaget mendengarnya.“Terus?” tanyaku penasaran.“Soal arwah leluhur itu, Non. Maaf sebelumnya, arwah itu nggak ada, Non. Setiap orang yang sudah meninggal, arwahnya diangkat oleh Tuhan dan tidak bisa kembali ke dunia ini lagi. Biasanya yang suka mewujud arwah itu adalah jin Qorin, Non. Non harus hati-hati. Kita nggak tahu apa memang benar itu jin Qorin yang baik atau buruk. Apalagi dia sampai memberikan non mantra dan meminta non untuk membasmi para pelaku ilmu meraga sukma. Sebaiknya non telaah dulu baik
Setelah itu aku langsung memejamkan mata dan mengikuti apa yang diminta kakek itu. Dan benar saja, kurasakan jiwaku ringan seringan kapas lalu melayang cepat. Aku tak dapat melihat di sekitarku saat merasa melayang itu. Lalu tiba-tiba aku berada di dalam sebuah mobil. Aku duduk di bangku belakang. Di hadapan kulihat Mas Bimo sedang di sebelah polisi yang sedang menyetir. Mobil yang kunaiki sedang menembus jalanan di tengah hutan. Iya, aku yakin, jalanan ini memang benar jalan yang akan menuju tempat Ilyas berada. Aku tiba-tiba tidak sabar lagi untuk segera tiba di sana.Mobil yang kunaiki terus melaju di jalanan kecil di tengah hutan itu. Aku masih duduk di bangku belakang. Tak lama kemudian kulihat polisi itu menoleh pada Mas Bimo dengan heran.“Serius tempatnya di sini?” tanya Polisi itu pada Mas Bimo.“Iya, dipetunjuk yang dia tulis buat aku katanya melewati jalanan ini,” jawab Mas Bimo.“Emang istri lo beneran b
Mas Bimo tampak ketakutan merasakan tanganku yang memegangi tangannya. Semua polisi yang ada di sana kulihat tidak bisa menggerakkan kaki semua. Mulut mereka pun seperti terkunci. Sesaat kemudian kuliah ternyata ulah para arwah yang berdatangan itu. Mereka menyekap mulut para polisi itu dan mengunci kaki mereka dengan kaki para arwah itu.“Lepaskan mereka!” teriakku lagi.Para arwah itu tidak menggubris.“Istigfar dalam hati!” teriak Mas Bimo kepada para polisi itu.Para Polisi itu menggeleng ke Mas Bimo, mereka masih tak bisa bicara. Lalu tiba-tiba tanganku bergegar seperti melakukan gerakan yoga. Telapak tanganku seperti mengeluarkan energi lalu energi itu kuarahkan kepada para arwah yang menyerang mereka. Lalu tiba-tiba seorang kakaek tua berpakaian serba hitam muncul dan langsung meyerangku. Aku terbangun di atas ranjang kamarku dengan napas terengah-engah.“Mas Bimo!” teriakku yang sudag
“Kita mau ke mana kek?” tanyaku.“Ke rumahku,” jawabnya.“Masih jauh?”Kakek mengangguk.“Di sini kita tidak bisa berpindah dengan cepat seperti di duniamu. Di sini adalah alam nyata bagi kami, maka sama sepertimu di duniamu, kita harus berjalan atau menaiki kendaraan untuk cepat sampai ke tempat masing-masing. Sayangnya aku tidak punya burung terbang, jadi kita harus berjalan,” jawab kakek.“Kenapa aku di duniaku bisa dengan cepat pergi dengan jiwaku?” tanyaku heran.“Karena kamu menggunakan kekuatanku. Kekuatanku hanya bisa digunakan di duniamu. Kalau di sini tidak bisa,” jawab kakek.Sekarang aku mengerti. Lalu setelah cukup lama berjalan bersama kakek, kami tiba di mulut gua. Gua yang berbeda dari milik arwah Aksana dulu. Kakek mengajakku masuk. Di tempat itu begitu dingin. Dinding-dinding gua dipenuhi lumut. Kakek menyuruhku memasu
“Siapa kamu?” teriakku.“Pergi dari sini! Jangan ganggu aku lagi!” teriak seseorang padaku. Suaranya seperti suara nenek-nenek.Aku menoleh ke belakang. Rupanya memang benar nenek-nenek itu yang menarikku. Nenek-nenek yang menganggu kami saat di Villa dulu. Tiba-tiba tanganku dengan reflesk mengarah pada arwah nenek-nenek itu. Sesaat kemudian arwah nenek-nenek itu menjadi kecil dan bertambah sangat kecil. Lalu tak lama kemudian kulihat tubuhnya terbakar. Dia menjerit meminta tolong padaku agar aku menghentikannya. Tapi saat aku berniat menghentikan aksi tanganku, aku tak bisa mencegahnya. Tanganku terus saja mengarah pada tubuhnya yang kini terbakar.Arwah nenek-nenek itu tiba-tiba menjadi asap lalu menghilang. Tanganku mendadak lemas. Aku terduduk dengan lesu. Apa yang sudah kulakukan terhadap nenek-nenek itu? Apakah dia sudah mati atau hanya menghilang saja? Entahlah. Lalu aku segera bangkit dan menoleh pada sebuah lemari
“Aku harus mendapatkan kekuatan baru, Mas. Gimana soal Ilyas?” tanyaku.“Kami sudah berhasil sampai ke sana, tapi di rumah itu dia sudah tidak ada lagi di sana. Mas juga ngalamin hal aneh sama polisi di tengah hutan itu, tapi beruntung kami bisa lolos dari gangguan makhluk penunggu di sana,” ucap Mas Bimo.Aku lega mendengarnya.“Syukurlah kalau Mas baik-baik saja,” ucapku lega.“Sekarang pihak polisi masih mencari Ilyas, mereka sedang melacak keberadaanya, semoga Ilyas segera ditemukan,” ucap Mas Bimo penuh harap.“Aamiin,” ucapku.“Sekarang gimana keadaanmu?” tanya Mas Bimo memastikan.Aku bangkit dan mendudukkan diri di atas kasur. Sekarang tubuhku kurasakan tak lemas lagi.“Aku udah baik-baik aja, Mas,” jawabku.