PUK!
Seketika lamunan Prita terbuyarkan. Ia meringis lalu mengusap kepalanya yang baru saja digetok Cici--teman sekelasnya.
"Buruan ambil! Itu 'kan lipstik emak lo." Karena keadaan mendesak Cici terpaksa mendorong tubuh Prita hingga sampai di depan kakak kelas yang terkenal arogan itu.
"Ngapain di sini?" Mata elang pria itu menyorot tajam.
"Mau ngambil itu, Kak--"
Jari Prita menunjuk benda yang sedang diinjak kakak kelasnya. Sumpah demi apa pun, saat ini Prita seperti sedang di ujung jurang yang siap terkena angin kencang lalu terjatuh ke lembah terdalam.
"O," katanya dengan bibir menyimpul. Aksa pria bernama Zain mengikuti arah telunjuk Prita. Ia menemukan benda itu tepat di kakinya.
"Ambil," imbuh Zain lagi.
Perlahan Prita berjongkok dan ....
Set!
Zain menginjaknya hingga penyek kemudian menendangnya ke sembarang arah. Ia tertawa dengan nada menyebalkan. Setelah itu pergi bersama teman-temannya yang lain.
Zain membangunkan jiwa monster Prita. Kini wajah Prita berubah menjadi merah padam. Kupalan asap seolah keluar dari dua buah telinganya. Ubun-ubunnya terasa akan meledak.
Raga Prita kembali kokoh. Kedua tangannya membulat. Gigi merapat dan langkahnya terlihat gagah.
"Woi, Zain! Dasar kakak kelas sialan!"
Tangan Prita yang mengeras menarik pudak Zain dan membenturkan kepalanya tepat pada dahi Zain.
Bruk!
Bekas memar di dahi Zain menjadi awal permusuhan mereka.
***
Semuanya berubah. Ketentraman yang melanda kini sirna. Kepuasaan saat membuat Zain terluka hanyalah sementara. Nasib sebagai siswa yang nyaris tak pernah membuat masalah kini setiap pagi malah masalah itulah yang mengintainya.
Rambut acak-acakkan. Seragam yang susah payah ia setrika, kini dibuat kusut oleh mereka dengan seenaknya. Setiap pagi selalu saja ada yang membuatnya seperti ini.
"Menyebalkan!"
Saat Prita terbangun ia melihat sebuah tangan terulur untuknya. Gontai kepalanya mendongak.
Mulut Prita terbuka lebar. Mendadak bengong dan tak menghiraukan tangan cowok itu yang masih melayang.
"Kamu gak apa-apa?" Suara indahnya membuat mata Prita kembali mengerjap. Kemudian ia menerima tangan cowok itu untuk membantunya berdiri.
Cowok itu mengambil tas yang berada di tong sampah lalu menepuk-nepuknya hingga debu berhasil enyah.
"Ini tasmu." Setelah memberikan barang tersebut pria berpengawakan layaknya model korea itu berlalu begitu saja.
Prita masih tak henti-hentinya menatap dia. Dia yang selama ini ia perhatikan diam-diam.
"Joan?"
Menggaruk kepalanya kemudian berteriak keras di tengah koridor. "Makasih Kak?!"
Sementara itu, setibanya di kelas, Zain mendapat setumpuk hadiah-hadiah dari penggemarnya yang mengusik pandangan matanya.
Sudah hal lumrah setiap pagi ia disuguhkan oleh tumpukan cokelat, bunga dan kado-kado yang lainnya.
Zain yakin cewek-cewek itu mengejarnya karena mereka tahu ia adalah anak dari orang kaya. Sebab Joan juga tak kalah tampan, tetapi kehidupan pribadi Joan tak ada yang tahu kecuali anak PARPATI. Mereka tidak tahu kayak atau tidaknya Joan. Namun, rupa-rupanya sebagian siswi di SMA ini juga diam-diam memberi hadiah manis. Sayangnya tanpa sepengetahuan siapa pun Joan malah menaruh hadiah-hadiah itu di meja Zain.
"Singkirin semuanya! Gue gak mau liat ada sampah lagi di meja gue!"
Hanya dengan petikan jari seisi kelas berebut untuk menunaikan perintah sang bos besar. Mereka berlomba-lomba untuk membersihkannya.
Di sisi lain, Prita sangat bahagia telah ditolong oleh pangeran berkuda. Jujur ini kali pertama ia melihat wajahnya secara dekat. Biasanya ia hanya melihat dari kejauhan.
"Awsh!" Lagi. Cici menghancurkan khayalannyan.
"Pelan-pelan Ci!"
"Maaf Pri. Lagian ada-ada aja sih mereka. Pagi-pagi udah buat jidat orang benjol."
"Salah gue juga si Ci. Tadinya gue mau nyerunduk tuh si Finka, tapi malah dia berhasil menghindar. Alhasil gue nyerunduk tembok dan jidat gue kayak gini."
Cewek belsteran China dengan mata sipit itu tak tahan untuk tidak tertawa. Memang sudah tidak asing dengan jurus andalan Prita. Ia juga dibuat terperanga atas kejadian sekitar minggu kemarin. Saat Prita membenturkan kepalanya pada dahi Zain. Ia melihat ada jiwa lain dalam diri sahabatnya itu.
Zain memang pantas mendapatkan itu. Dia sudah sering berbuat seenaknya pada yang lain. Dari sejak Prita tahu Zain seperti apa, ia sudah tak lagi menyukainya. Bahkan sudah hampir lupa ia pernah menyukai pria berhati iblis itu.
Yang Cici tahu, Prita pernah satu sekolah saat dia duduk di bangku sekolah dasar. Pada saat itu Prita mengaku pernah memberi Zain surat cinta. Namun ditolak mentah-mentah; padahal Zain belum membuka surat tersebut. Dan saat masuk SMA Prita semakin tidak menyukai Zain. Alasannya, karena sikap arogannya tak pernah berubah. Selalu melekat dalam dirinya.
***
Langit biru beralih pada lembayung yang tak kalah jauh lebih indah menghiasi cakrawala. Burung-burug berkicauan nan riang. Bersahutan memberitahu gelap akan segera tiba.
Di dalam ruangan dengan minimnya cahaya Zain mematikan pentung rokoknya lalu memberitahu rencana malam ini jika komplotan ZAGGAR tiba-tiba menyerang. Sebab mereka sering muncul di waktu yang tak terduga.
Geng motor yang diberi nama PARPATI oleh Zain berhasil membuat mereka ditakuti anak klub lain. Kecuali ZAGGAR. Klub yang sering membuat gara-gara dan dicap musuh bebuyutan PARPATI.
"Sialan! Si Danu ngancem kita gaes!" Deo memperlihatkan isi chat dari Danu pada kawan-kawannya.
"Mereka tuh emang gak punya nyali, yo. Beraninya lewat sms aja."
"Keun urang lawan, tenyahoen kalo Jaki teh jawara di kampung."
Zain mengepalkan kedua tangannya. Danu memang paling bisa membangkitkan amarah dalam dirinya.
Zain melempar jaket berlogo singa ke pangkuan Joan yang baru datang.
"Mau kemana?" tanya Joan bingung.
"Beraksi kawan!" sahut Yudi dan Jali hampir bersamaan.
***
Prita melirik ke arah wanita setengah baya yang baru bercibaku dari dapur. Mimik wajahnya mengambarkan wanita itu akan memberi perintah lagi sesaat tadi ia sudah menyuruh ini itu yang mengganggu acara nonton sang putri.
Resti merebut remot dari tangan sang putri begitu saja. Ia melemparkan kunci motor ala tendangan bruclie dan ditangkap dengan sigap oleh Prita secara sepontan.
"Antarkan kue ini ke Pak Jarwo dong, Pri."
Ekspresi Prita berubah kecut. Ia terduduk kembali sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
"Pasti ibu gak mau ketemu Pak Jarwo, karena ibu sering digombalin 'kan?"
Prita sudah bisa menebak. Pasalnya, laki-laki bernama Jarwo itu memang luar biasa dalam hal merayu. Rayuannya sering kali membuat ibunya mual. Akan tetapi, beberapa janda menganggap Pak Jarwo adalah pria ter-sosweet. Lain dengan yang dirasakan Resti. Wanita itu justru ngeri dan merasa tidak nyaman dirayu oleh laki-laki berstatus duda kaya raya itu.
Dengan wajah so cantik Resti mengangguk mantap. "Antarkan saja."
Desahan lolos dari Prita.
"Lagian masih aja terima order dari aki-aki itu. Seharusnya ibu tolak dong kalau pelanggannya meresahkan."
"Sayang Pri. Rezeki lho, masa ditolak. Ibu 'kan juga butuh uangnya buat lunasin hutang mendiang bapakmu."
Prita juga tak bisa menampik meski sebenarnya ia pun rada kurang suka terhadap laki-laki bernama Jarwo yang terkenal suka merayu perempuan. Akan tetapi, mau bagaimana lagi? Daripada ibunya yang akan kena sasaran. Lebih baik ia rela menggantikan sang ibu. Rela telinganya berbusa mendengarkan rayuan maut dari pria itu asalkan kadar rayuannya masih berbau humor nan menghibur.
Ia mulai membelah jalan di tengah angin malam yang menyapa tubuhnya. Untung saja ia memakai hoode yang berbahan sutera.
Saat Prita melaju di perempatan, ia tampak di datangi segerombol geng motor dari arah kiri yang mengacaukan degup jantunya. Klakson saling bersahutan karena ia dan motornya berhenti memdadak menghalangi jalan mereka.
Sesaat mereka telah menjauh dengan kebisingannya Prita berteriak kencang.
"Sialan lo pada! Ini nih kelakuan anak muda jaman sekarang, bikin meresahkan nyawa orang. Hampir aja gue jantungan!"
Prita kembali menyalakan mesin motornya. Namun, naas ternyata motor tuanya ini mendadak mogok.
"Ahelah! Kenapa musti ngadat sekarang sih? Mana ditengah jalan lagi--"
Telinga Prita kembali dipekikkan oleh suara kendaraan roda dua. Ia menoleh, melihat motor yang melaju cepat ke arah dirinya.
Kiikk!
Sett!
"Budek apa gimana sih, lo?" teriak Zain yang terpaksa mengerem.
Prita mulai membuka kedua telapak tangannya yang mungil. Saat matanya berserobok dengan Zain, ia mendapati aura iblis dari tubuh pria itu. Bibirnya tidak pernah mengeluarkan kata-kata lembut sekalipun.
"Lo gak dengar bunyi klakson gue? Bukannya minggir malah teriak! Pake tutup mata segala lagi. So drama lo!"
Agaknya menahan emosi untuk kali ini itu lebih baik. Sebab jika dirinya terlibat adu mulut lagi akan panjang urusannya. Apalagi di belakang sana ada teman-teman Zain termasuk Joan yang tengah memperhatikan mereka.
"Motor gue mogok!" Prita mendorong motornya ke tepi jalan sebelum itu ia menggertakan gigi pada Zain.
Sembari menggeram Zain kembali naik pada kendarannya. Kemudian melindas kue yang terjatuh di jalan yang ia yakini kue itu milik Prita.
Matanya mencari sesuatu ke jalanan sesaat dirinya tersadar sesuatu yang hilang. Kemudian netranya mendapati kue basah yang susah payah dibuat Resti terbuang percuma. Hancur. Hanya menyisakan bekas lindasan ban motor.
"Kalo dijual bisa dapat dua ratus ribu." Pelupuk mata Prita basah. Air matanya hampir tumpah berceceran. Prita sangat menyayangkan kuenya yang terbuang sia-sia. Menyayangkan waktu dan tenaga ibunya tanpa ada imbalan untuk jeri payahnya.
Mengingat kerja keras sang ibu, air mata Prita berderai begitu saja. Sebab ia juga malah teringat mendiang ayahnya yang sudah meninggal. Mereka berdua adalah panutan dalam mencari nafkah. Bisnis apa pun dilakukan yang penting bisa dapat uang dan Prita jangan sampai putus sekolah.
Prita membayangkan ada lingkaran cahaya di cakrawala yang mendengar doanya.
"Andai lo tahu rasanya jadi gue. Apa lo akan ngeluh dan ingin bertukar hidup dengan orang lain?"
"GUE HARAP LO BISA MERASAKAN APA YANG SELAMA INI GUE ALAMIN!"
Setelah mengucapkan sumpah sakralnya, terdengar jeritan kilat dan petir yang saling menyambar di langit sana.
"Neng ngapain malam-malam di sini? Mau hujan lho." Ibu-ibu dengan anak kecil yang sedang digandengnya berlalu menghindari gerimis yang sudah mulai lebat.
Imajinasinya lenyap seketika. Prita juga ikut berlari sambil mendorong motornya dengan perasaan gamang.
***
"Yang bersama akan kembali sendirianyang jomblo akan berakhir bahagia di pelaminan," batin Joan dengan bibir menyungging.Sejak tiga bulan terakhir, Joan sering mampir ke kedai unik yang terletak di pinggir jalan kota. Tempatnya sangat strategis dan tak jarang banyak pengunjung yang ikut makan pempek di sini. Biasanya hanya waktu luang saja yang menghantarkan Joan ke sini. Ia memilih keadaan yang tak terlalu ramai. Yaitu sepulang dari bascam menjelang petang.Keunikan bukan hanya soal dari rasa. Namun, dari nama tempatnya saja sudah membuat ia tertarik. 'Yumarijomblo' itulah nama kedainya.Di tiap meja terdapat quotes menarik tentang jomlo. Kata-kata yang sering Joan baca membuat ia senyum-senyum sendiri seperti sejak pertama ia datang ke sini dan membaca salah satu kata yang ia lihat,'Mblo, jangan lupa sarapan karena perut butuh makan bukan harapan. Minumnya juga jangan lupa ya, karena ginjal butuh air minum bukan air mata.'Kata-katanya seolah me
"Ibu pasti marah banget, nih Ci. Aduh gimana, yah. Lipstick yang minggu lalu aja belum gue ganti."Kini Cici yang dirundung rasa bersalah. Sebab dirinyalah yang meminta Prita untuk membawa lipstick ibunya. Alasannya karena tante Iren memerintahkan Cici untuk mencari tahu apa merek lipstick yang digunakan ibunya Prita, karena katanya pemikat dalam diri Resti berasal dari lipsticknya yang teramat langka itu.Iren dan Resti memang tidak akur. Keduanya sama-sama janda, tapi yang satunya lebih banyak diidolakan dibandibgkan Iren. Padahal Iren lebih muda dua tahun dari Resti. Mungkin itu yang membuat Iren iri terhadap janda satu anak itu.Meskipun begitu, Prita juga gemar memakai lipstick ibunya. Bukan karena ingin terlihat cantik seperti yang dikira Iren pada Resti. Hanya saja Prita sudah terbiasa memoles sedikit bibirnya. Ia hanya tidak nyaman melihat bibirnya terlalu pucat. Ya, Prita memang tidak memiliki bibir semerah natural.Bukan hanya Iren dan Prita yang te
Orang-orang berhamburan menghampiri mobik BMW milik Zain. Mereka membuka pintu mobilnya dan menarik sang pemilik dari mobil tersebut. Sedangkan Prita sudah keluar duluan dan memuntahkan isi perutnya. Dari kecil Prita memang tidak kuasa apabila berlama-lama di dalam mobil. Jangankan naik, mencium aroma mobil saja kadang membuatnya suka mual dan pusing tiba-tiba.Saat Prita mendongak, ia tampak tak asing dengan tempat ini. Ini adalah jalan di mana ia dan Zain bertemu kemarin malam. Tetapi anehnya saat ini Prita tak nampak pohon besar yang Prita lihat malam itu.Prita membersihkan mulutnya dengan tangan dan melihat seorang wanita dengan dandanan ala orang pintar masuk ke mobil, sebelumnya, wanita itu memberikan senyuman yang sulit diartikan oleh Prita."Neng, gak apa-apa?" tanya bapak-bapak heboh memeriksa keadaan Prita.Saat itu juga Prita baru tersadar bahwa dirinya dan Zain menambrak mobil orang dari belakang."Eh, g-gak apa-apa, kok, Pak." Prita menelu
Sayup-sayup suara seseorang masuk ke gendang telinganya. Ia perlahan membuka kelopak matanya. Lalu pandangannya mulai jernih setelah beberapa saat."Wah, apa gue lagi mimpi?" Prita mengedarkan pandangannya ke sekitar kamar yang tampak mewah.Ia beranjak dari kasur dan mulai mendatangi meja make up yang hanya terdiri dari lotion, minyak rambut dan parfum saja."Ini mah buat cowok semua," desahnya. Kemudian terduduk pada bangku dan memandang wajahnya ....Prita langsung menjerit ketakutan ...."Aaa!""Wajah gue kenapa jadi kayak gini?""Wah, ini mimpi buruk si!" Ia langsung kembali ke ranjang dan memejamkan matanya. Di cermin tadi wajahnya berubah menjadi seseorang yang familiar tetapi ia tak ingat wajah siapa ini.Prita memaksakan dirinya untuk tertidur kembali. Namun nihil, ia tak bisa jatuh ke alam tidurnya."Wah gawat nih. Apa jangan-jangan gue terjebak di alam mimpi?"Untuk memastikan Prita mencoba menampar pipinya sendi
Yudi tampak menimang-nimang apa yang akan mereka lakukan, sebab jarang sekali cewek yang menjadi target mereka."Mmm, kita apain, yah?"Deo dan Jali masih menahan tubuh seseorang dalam karung yang mereka duduki di kursi kudang yang tampak sudah usang termakan waktu."Gelitikin aja gimana?" Jali menautkan alis."Ini cewek bro ... sensitif kalo main raba-raba aja.""Gagabah maneh teh!" Semprot Yudi pada Jali."Eh! Eh! Buka dulu karungnya. Kasian dia kehabisan napas atuh!"Napas Zain terdengar ngos-ngosan setelah Jali dan Deo membuka benda yang menutupi dirinya."Kurangajar?!" Zain berontak dan menendang lutut Yudi yang sedang duduk berhadap-hadapan dengannya.Kedua cowok itu makin mengeratkan tali yang mengikat Zain. Mereka terkejut dengan tenaga yang barusan dikeluarkan cewek itu, sampai-sampai hampir saja Yudi terjungkal."Wah, buas nih! Gawat atuh ieu mah ...." Yudi mengelus dada."Ngapain kalian ngarungin
"Matematika 'kan pelajaran favorit lo Zai. Kok, bisa-bisanya lo nyontek sama si Jaki?"Deo dan Jali sibuk mengipas-ngipasi keringat Prita yang bercucuran setelah tadi gadis itu ketahuan mencontek dan disuruh lari keliling lapangan sebanyak tujuh kali. Ternyata guru kelas 12 lebih menakutkan daripada guru BK. Dan ini menjadi pengalaman pertama seorang Prita dihukum."Yang kenceng!" perintah Prita."Ternyata enak juga jadi dia. Punya pelayan yang siap gue suruh apa pun. Rasain kalian. Ini akibatnya karena udah berusaha mengintimidasi adik kelas." Lagi-lagi Prita menyergah dalam hati dengan penuh kepuasan."Eh, ngomong-ngomong si Joan mana, ya?" Deo mulai cari-cari pandang ke setiap sudut lapangan hingga koridor."Lagi sama si Joy kali. Lagian hubungan mereka itu gak jelas masih aja dipertahanin.""Si Joy cantik-cantik kok buaya, yah. Si Joan juga bego. Masih mau aja sama tuh cewek.""Sut! Sutt! Orangnya datang." Jali berbisik heboh.Joan
"Udah sekarang lo balik ke rumah lo! Dan gue kembali ke rumah gue. Siniin kunci motor gue! Gue gak mau pake motor butut lo lagi!""Tapi 'kan raga kita masih ketuker. Apa mereka bakal--""Gue tinggal bilang kalo gue kena kutukan gara-gara lo--""Enak aja! Ini bukan karena gue ya. Ini itu udah takdir alam. Gue yakin alam semesta ini bakalan kasih petunjuk dengan apa yang udah terjadi ini."Zain mendecih sinis, "Cih, bahasa lo!"Mata Zain teralihkan pada lebam di wajah Prita. "Obatin luka itu! Gue gak mau wajah gue yang tampan rusak. Lo harus tanggung jawab." Zain melesat setelah menaiki kendaraan mewah yang sudah ia rebut kembali dari Prita.***Pintu rumah Prita tampak masih tertutup rapat. Tandanya sang ibu masih belum pulang ke rumah.Ia langsung merebahkan tubuhnya pada kasur empuk nan nyaman. Prita memandang langit-langit dengan pikiran berkecamuk."Apa si yang udah gue lakuin? Kenapa gue bisa berubah gini?""Apa iya gue
Kelap-kelip lampu yang mengambang di kolam renang mengalihkan perhatian Prita yang baru saja masuk.Mulutnya menganga melihat kemewahan acaranya. Ternyata Zain ini benar-benar keturunan orang kaya."Zai!" panggil seorang gadis yang tampak cantik dengan gaun putih selutut.Tiba-tiba gadis itu bergelayut pada tangan Prita."Kamu datang, Zai?" Joy tersenyum.Prita kaget setengah mati mendapati Joy yang sedang memeluk tangannya.Prita tampak bingung sendiri saat Joy membawanya ke hadapan orang-orang berpakaian serba rapi dan gelamour."Anak Papa tampan sekali," kata pria yang entah siapa, Prita tidak mengenalinya.Yang lebih membuat Prita terhenyak adalah kehadiran Danu. Cowok itu berdiri di belakang Delon dengan wajah sinis. Lalu, perempuan di sebelahnya juga nampak tak suka dengan Prita yang bertubuh Zain.Sesaat kemudian, Delon melambaikan tangan kepada seseorang di belakang Prita. Prita menoleh dan lagi-lagi
Joan melangkah masuk ke bandara. Setalah kejadian pertunangan Zain dan Joy yang gagal, Joan memilih meninggalkan Indonesia bersama kakeknya. Tepatnya Joan akan kuliah di luar negeri. Ia membawa kakeknya sekalian untuk dititipkan di rumah tantenya yang ada di Belanda selama Joan sibuk kuliah.Varos juga akan mendapat perawatan yang lebih baik di sana. Joan sudah menyiapkan semuanya.Joan memilih akan menjalani hidup baru. Keputusannya sudah bulat dan akan dijalankannya."Ayo, Kek," ucap Joan lalu membawa Varos masuk ke dalam pesawat.***Malam ini adalah malam yang berpengaruh bagi nyawa Prita. Sebab saat ini mereka bertiga sudah memegang pistol untuk melenyapkan Prita begitu saja jika Prita tidak menuruti apa yang mereka perintahkan.Seperti yang dikatakan Cici bahwa malam ini bertepatan dengan malam gerhana bulan Merah, malam yang langka bagi Prita dan Zain, namun agaknya akan terlewatkan sia-sia sebab Prita akan segara dileny
Zain menghela napas berat seolah mengeluarkan beban.Merasa gagal, karena belum juga menemukan Prita–ia menangis, menitipkan air matanya di rumah pohon."Seharusnya gue yang diculik! Bukan lo, Pri," kata Zain sembari memandang ke arah rumah tua yang dulu Prita lihat."Kenapa lo yang ngalamin ini?" Zain kembali menunduk dengan air mata yang mulai bercucuran.Tiba-tiba Zain teringat apa yang dulu Prita katakan mengenai Zeno yang akan membunuhnya. Zain teringat dengan kedatangan Misha. Zain mulai mengerti kemana Prita pergi. Mereka telah mengukir Prita."Zeno berniat membunuh lo!" kata Prita waktu itu.Zain bangkit untuk segera mencari keberadaan Zeno di rumahnya. Ia harap Zeno masih ada di sana. Zain akan meminta Zeno memberitahu padanya di mana keberadaan Prita. Zain tidak akan membiarkan Zeno menyakiti Prita.Zain lekas naik ke motornya–motor mewahnya yang ia ambil di pinggir jalan. Motonya yang ditinggalkan Prita begi
Kepergian Danu sudah seminggu lebih, tetapi Liana masih banyak melamun. Liana teringat Danu yang suka mengeluh karena selama ini ia belum mendapatkan apa yang ia mau. Anak itu ingin menjadi pewarisnya Delon, tetapi Delon sama sekali tidak mau membuat Danu menjadi senang. Yang Delon pikirkan hanyalah Zain. Zain si anak haram itu. "Bi, tolong buatkan saya kopi!" seru Delon para pekerja di rumahnya. Mendengar suara Delon, Liana jadi tertegun. Dulu ia pernah berusaha meracuni Delon. Akan tetapi, berhasil digagalkan oleh Zain. Dan sekarang adat kesempatan emas bagi Liana untuk meracuni Delon. Karena tidak ada harapan lagi, Danu sudah tiada, Liana hanya tinggal mengakhiri kisahnya dengan membunuh Delon dan Liana akan berusaha melenyapkan Zain juga dan dengan begitu semua harta dan kekuasaan Delon akan jatuh ke tangan Liana. Liana segera beranjak dari kursi dan secepat kilat menuju dapur. "Biar saya aja, Bi!" cegah Liana pada Bi Ina. "Baik, N
Semua anak-anak Parpati sedang berada di depan ruangan Deo. Mereka dikabari oleh Yudi, sebab ketika Yudi mengunjungi kediaman Deo, pembantuan memberi tahu bahwa Deo masuk ke rumah sakit usai tertusuk pisau."Kita berdoa aja semoga Deo selamat," imbuh Zain."Iya, Zai, lebih baik kita banyak-banyak ini doa supaya Deo segera siuman," tambah Jali yang terlihat paling khawatir.Di sudut kursi, Mela masih mengiringi keadaan Deo dengan tangisannya. Sementara Rino menundukkan kepalanya menunggu dokter keluar.Yudi beranjak menghampiri mereka berdua."Tante, Om," panggil Yudi sehingga mereka mendongak ke arahnya."Saya Yudi, temannya Deo," sapa Yudi memperkenalkan diri.Mela menghapus air matanya dan menerima tangan Yudi dan ingin bersalaman dengannya."Deo, sering ke rumah Yudi. Dia sering curhat masalah kalian," gumam Yudi membuat Rino dan Mela saling memandang satu sama lain."Dia curhat mengenai kami?" tanya Mela.
Cici sedang asik menonton acara. Namun tiba-tiba sang ayah malah memindahkan channel-nya dengan seenaknya. Glen memindahkan channel-nya ke siaran berita. "Ih, ayah! Ganggu aja si!" protes Cici melirik ke sang ayah di sampingnya yang baru duduk. Glen tak menggubris Cici dan tetap melihat ke arah televisi. Pada saat Cici melihat siaran berita itu, Cici kaget saat membaca tulisan di layar tivi mengenai gerhana bulan merah. Glen merasa tidak tertarik dengan beritanya, lalu ia memindahkan nya lagi. Akan tetapi segera Cici cegah. "Eh, tunggu!" tahan Cici. "Hah, nanti akan ada gerhana bulan?" gumam gadis itu di dalam hati. "Gue harus cepet-cepet kasih tahu Prita," ucap Cici. Dan segera bangkit dari duduknya lalu melenggang ke luar memakai sepatu nya. "Eh, kamu mau kemana malam-malam begini?" teriak Glen melihat sang anak dengan tiba-tiba terbirit ke luar. "Mau ke rumah Prita, Yah. Ayah silakan saja tonton beritanya!" s
Joy keluar dengan gaun mewah dan indah. Gadis itu terlihat sangat cantik memakai gaun putih itu.Para tamu terhipnotis dengan aura kecantikan Joy. Mereka bertepuk tangan saat Joy memasuki mimbar dan berdiri di sebelah anaknya Delon.Acara tiup lilin sebentar lagi dan Zain belum juga datang. Prita dibuat cemas, kemana sebetulnya Zain?MC sudah mengatakan agar Prita meniup lilin. Para tamu masih bernyanyi untuknya. Namun Prita tak kunjung meniupnya, ia ingin melihat Zain lebih dulu."Silakan Tuan Muda, tiup lilinnya," ulang MC berseru.Prita hanya bisa menghela napas dan meniup lilin itu. Gemuruh tepuk tangan menghadiahi telinga Prita.Selanjutnya acara potong kue. MC kembali meminta Prita agar memotong kuenya. Tetapi Prita tidak melakukannya, ia meminta Delon agar menunggu seseorang sebenar saja."Pah, kita tunggu teman aku satu lagi yah," ucap Prita berbisik pada telinga Delon."Lho siapa? Memangnya ada teman kamu yang belum sa
Ternyata Zeno membawa Prita ke kediaman Delon. Pria itu sudah menipunya.Prita memerhatikan jalan, ia sudah. Bapak betul jalan ke arah ini ini."Ini kan jalan kerumah bokap?" terka Prita membuat Zeno tersenyum miring.Zeno berpikir sepupunya itu memang benar-benar tidak ingat hari ulang tahunnya. Sesekali Zeno mendelik sepintas, melihat wajah sepupunya yang kecut."Kak, lo bohongin gue yah?" gumam Prita. Namun tak mendapat respon dari Zeno."Kak!" panggil Prita mengguncang sedikit tangan Zeno dari samping. Tidak mungkin juga Zeno berniat jahat saat ini, sebab pakaian Zeno sangatlah rapi."Gue gak bohongin lo! Ini emang hari ulang tahun anaknya Tuan Delon, yaitu lo!" Akhirnya Zeno memberitahu Prita. Sayang sekali padahal jika tidak diberi tahu maka ini akan menjadi suprise bagi Prita."Hah, gue?" Prita menunjuk dirinya sendiri dengan ekspresi wajah terkejut."G–gue ulang tahun?" tanya Prita sekali lagi. Hanya untuk sek
Prita dan Zain sedang duduk-duduk menikmati angin sore, tepatnya di taman yang tak jauh dari bascamp.Prita melirik ke arah Zain yang sedang memandang langit. Ia berkata,"Sorry, ya, gue cuma bisa jadi peringkat ketiga. Apalagi ini pelulusan lo." Prota membuat Zain menurunkan pandangannya dan menoleh padanya."Ya mau gimana lagi," lirih Zain. Sebenarnya ia tak ambil pusing, toh rangking bukan sebuah patokan baginya. Justru skill yang bisa membuktikan bagaimana nanti Zain kedepannya."Oh iya, lo sama gue belum lanjutin yang kemarin," ucap Zain membuka topik baru. Jujur saja Zain ketagihan dengan hal yang terjadi pada waktu itu."Yang kemarin?" Kening Prita berkerut."Yang di rumah pohon itu!" tukas Zain mencoba mengingatkan Prita."Astaga, lo mesum!" sentak Prita segera menjauh dari Zain. Namun Zain sepertinya tidak mau berada jauh dari Prita. Cowok itu menarik Prita hingga posisi mereka benar-benar intim."Lo kan ud
"Kalian pikir gua takut, hah!" Resti memasang badan melarang orang-orang itu masuk ke dalam rumahnya. Resti tidak akan membiarkan mereka merusak rumahnya lagi. Orang-orang yang ada di depannya ini adalah orang-orang yang sama yang merusak rumahnya pada waktu ini. Bedanya jumlah mereka saat ini lebih banyak."Udahlah kita masuk aja, lagian cuma perempuan satu ini masa takut," oceh orang itu.Buk!Resti melayangkan sapu tepat di wajahnya."Mau ngapain kalian ke rumah gue!" sentak Zain tiba-tiba. Ia datang bersama Prita. Prita sudah memberi tahu Zain bahwa mereka adalah orang-orang suruhan Liana."Mereka-mereka ini sebenarnya adalah orang-orang suruhan Liana!" imbuh Prita tajam."Jangan so tau kamu bocah ingusan!" bantah si kepala pelontos. Kulitnya hitam seperti orang Afrika."Gue gak so tau, mending kalian ngaku aja deh!" sergah Prita."Kami ini suruhannya Tuan Delon!" ungkap laki-laki bertubuh besar, pria itu memiliki leh