"Ibu pasti marah banget, nih Ci. Aduh gimana, yah. Lipstick yang minggu lalu aja belum gue ganti."
Kini Cici yang dirundung rasa bersalah. Sebab dirinyalah yang meminta Prita untuk membawa lipstick ibunya. Alasannya karena tante Iren memerintahkan Cici untuk mencari tahu apa merek lipstick yang digunakan ibunya Prita, karena katanya pemikat dalam diri Resti berasal dari lipsticknya yang teramat langka itu.
Iren dan Resti memang tidak akur. Keduanya sama-sama janda, tapi yang satunya lebih banyak diidolakan dibandibgkan Iren. Padahal Iren lebih muda dua tahun dari Resti. Mungkin itu yang membuat Iren iri terhadap janda satu anak itu.
Meskipun begitu, Prita juga gemar memakai lipstick ibunya. Bukan karena ingin terlihat cantik seperti yang dikira Iren pada Resti. Hanya saja Prita sudah terbiasa memoles sedikit bibirnya. Ia hanya tidak nyaman melihat bibirnya terlalu pucat. Ya, Prita memang tidak memiliki bibir semerah natural.
Bukan hanya Iren dan Prita yang tertarik. Cici pun juga kerap kali mempoles bibir tipisnya menggunakan lisptick yang sama. Ketiga cewek itu sangat menidolakan lipstick yang dipakai seorang janda. Resti Melisia yang tak lain dan tak bukan adalah ibu Prapita Maulia.
"Ini untuk beli lipstick ibu lo yang baru." Cici menyodorkan uang selembar.
"Uang dari mana?"
"Dari Tante Iren. Udah tenang aja, pasti aman kok."
Cici melanjutkan aktivitasnya. Mengelap bintik-bintik merah yang ada di pipi Prita.
Gadis berambut terikat mengingat cewek cantik yang tadi menolongnya. Prita jadi penasaran siapa cewek itu.
"Cewek yang tadi itu siapa--"
"Ooh, tadi itu Kak Joy," sambar Cici memotong ucapan Prita. Sudah Cici duga, pasti Prita akan menanyakan hal ini.
"Joy Astella? Yang baru pulang dari Amerika itu?" tanyanya penuh antusias. Cewek beranama Joy akhir-akhir ini menjadi buah bibir di kalangak para siswa. Cici mengangguk mantap.
"Gila! Cantik banget! Kulitnya mulus gitu, Ci." Heboh Prita.
"Prita! Ini sekolah ya, bukan kondangan!" Bu Ati berujar. Entah dari kapan Bu Ati sudah ada di kelas, yang pasti kehadirannya membuat Cici dan Prita seakan jantungan.
"Emang lipstick gue ketebelan, Ci?" bisik Prita sesudah Bu Ati kembali duduk pada tempatnya.
***
"Lo harus janji gak bakal lepas kalung ini!"
"Semoga setelah pakai kalung keberuntungan ini, lo gak di gangguin anak-anak lagi."
Joy langsung pergi setelah memakaikan kalung berliontin singa pada Prita. Selang beberapa menit Zain menarik kembali kalung itu.
"Lancang banget ada yang make kalung PARPATi!" Zain berlalu begitu saja setelah mendapat kalungnya. Saat itu Prita ingin sekali menjambak rambut Zain dari belakang. Namun tiba-tiba ....
Deo dan Jali menahan tubuh Prita agar tidak mengejar Zain.
"Dedek imut gak boleh ganggu bos besar, ya. Mood Zain sedang buruk," kata Jali.
"Tapi itu'kan kalung gue, Kak!"
"Itu kalung milik Joan yang dipinjamkan ke Joy. Kalung itu milik anak PARPATi," tambah Deo berusaha menjelaskan.
"Ha?" Prita hanya mampu menaikan alisnya. Tidak paham apa yang barusan mereka katakan.
Akhirnya Deo dan Jali melepaskan tubuh Prita. Mereka berdua berpesan agar tidak berbuat sesuatu yang sudah diperingatkan tadi. Mood Zain sedang buruk, hal ini sebenarnya dikarenakan oleh kedatangan Joy dari Amerika.
Zain benci gadis bernama Joy Astella.
"Mau ke mana Zai? Tumben bawa mobil ke sekolah?" Deo yang barusan sampai bertanya. Tak biasanya anak ini membawa kendaraan roda empat ke sekolah.
"Gue mau jemput Bang Zeno. Lo pada kumpul aja di bascam. Nanti sore gue segera ke sana."
"Bang Zeno? Bang Zeno ada di Indonesia? Kapan datangnya, wa ey?" tanya Jali beranak-pinak.
"Kemarin--"
"Woi, gaes!" Terdengar teriakan Budi dengan logat sundanya. Cowok kurus itu mendatangi ketiga temannya di depan mobil hitam milik Zain.
"Hari ini anak-anak ZAGGAR nantangin anak-anak PARPATI balapan." Suara Yudi masih ngos-ngosan.
"Di sirkuit mana?"
"Balap liar boy!" imbuh Yudi pada Zain.
"Gue gak setuju," sambar Joan yang entah dari kapan mendengar percakapan mereka.
"Kita terima tantangannya! Hubungi anak PARPATI yang lain!" Tajam Zain seolah memanas Joan.
"Tapi Zai? Kita udah sepakat gak balap di jalanan--"
Zain kelihatannya memang sedang kesal kepada Joan. Terlihat sekali sedari tadi Zain terus mengabaikan Joan. Ia masuk ke dalam mobil begitu saja setelah mengucapkan katanya. Sedangkan Joan, pendapatnya tak digubris Zain sedikitpun.
Deo menepuk pundak Joan. Mereka tahu penyebab Zain kesal pada Joan lagi-lagi karena cewek.
"Kita bisa bicarakan ini sama anak-anak."
"Iyo, Jo. Tapi apa ente gak kangen balapan di perempatan sana?" Jali berseloroh.
"Aing yeuh nu kangen mah. Kangen pisan." Budi mencoba menghibur Joan.
***
"Oee!"
"Oee!"
Tersentak saat mendengar suara mualan cewek dari kursi belakang. Lantas Zain menengok.
Betapa terkesiapnya dirinya saat mendapati adik kelas rese yang akhir-akhir ini sering menggangunya. Cewek itu terlihat keleyengan dan memuntahkan sesuatu di kursi mobilnya yang padahal baru saja keluar dari tempat pencucian mobil.
"Ngapain lo ada di mobil gue?!" Zain bertanya bersamaan dengan nada membentak.
Prita menepuk-nepuk pipinya. Ia tidak boleh pingsan di sini. Tujuannya hanya untuk mengambil kalung keberuntugan miliknya yang Joy berikan bukan pingsan di sini karena mabuk. Ya, Prita memang tidak tahan naik mobil. Sekejap saja ia berada di sini sudah merasa mual dan pusing.
"Kembaliin kalung gue!"
"Oee!" Prita mual lagi.
"Eh! Jangan muntah di sini!" Kepala Prita ditepis kasar hingga hampir terjungkal ke belakang. Zain memang sangatlah kasar.
Prita mulai merangkak dan duduk di kursi depan bersampingan dengan yang punya mobil. Ia mengotak-ngatiktas Zain.
Jantung Zain hampir loncat melihat mobil hampir menambraknya. Untung saja ia segera mengelak.
"Bahaya woi!"
"Se-sekalian ganti lipstick ibu gu-gue yang lo injek ampe han-hancur minggu lalu dan yang tadi!"
Plak!
Zain merebut tas miliknya dari jangkauan Prita.
Aksa Prita berkunang-kunang melihat kalung berlogo singa ada di leher Zain. Tak menunggu lama, Prita langsung meraup leher Zain.
Zain mencari cela agar bisa memberhentikan laju kendaraannya. Jalannan sedang ramai, membuat Zain tak bisa berbuat demikian.
"Bahaya!" ronta Zain saat melepas tangan Prita yang terasa dingin di lehernya.
"Oee!" Tangan Prita melemas dan tak bisa meraih kalungnya. Ia tertidur di paha Zain dengan mata merem melek. Keringat mulai bercucuran.
"Akh, bego! Ngapain pake pingsan dipangkuan gue segala sih?!"
"Pu-pusing ...."
"Turunin gue...."
Kondisi Prita benar-benar lamah saat itu.
"Ck, brengsek lo!" umpat Zain yang benar-benar geram dengan kehadiran Prita.
Set!
Tangan Prita merambat kalungnya hingga kepala Zain ikut terbawa dan tak sengaja mencium kening Prita yang sekarang pingsan sungguhan. Sementara mobilnya terus melaju hingga akhirnya sesuatu hal terjadi di jalan perempatan itu. Jalan yang dulu di keramati sebagai jalan terkutuk. Jalan yang menjadi saksi bisu atas sumpah yang Prita ucapkan pada malam itu. Malam gerhana bulan merah yang tak ada satu orang pun yang tahu.
BRUAK!
***
Orang-orang berhamburan menghampiri mobik BMW milik Zain. Mereka membuka pintu mobilnya dan menarik sang pemilik dari mobil tersebut. Sedangkan Prita sudah keluar duluan dan memuntahkan isi perutnya. Dari kecil Prita memang tidak kuasa apabila berlama-lama di dalam mobil. Jangankan naik, mencium aroma mobil saja kadang membuatnya suka mual dan pusing tiba-tiba.Saat Prita mendongak, ia tampak tak asing dengan tempat ini. Ini adalah jalan di mana ia dan Zain bertemu kemarin malam. Tetapi anehnya saat ini Prita tak nampak pohon besar yang Prita lihat malam itu.Prita membersihkan mulutnya dengan tangan dan melihat seorang wanita dengan dandanan ala orang pintar masuk ke mobil, sebelumnya, wanita itu memberikan senyuman yang sulit diartikan oleh Prita."Neng, gak apa-apa?" tanya bapak-bapak heboh memeriksa keadaan Prita.Saat itu juga Prita baru tersadar bahwa dirinya dan Zain menambrak mobil orang dari belakang."Eh, g-gak apa-apa, kok, Pak." Prita menelu
Sayup-sayup suara seseorang masuk ke gendang telinganya. Ia perlahan membuka kelopak matanya. Lalu pandangannya mulai jernih setelah beberapa saat."Wah, apa gue lagi mimpi?" Prita mengedarkan pandangannya ke sekitar kamar yang tampak mewah.Ia beranjak dari kasur dan mulai mendatangi meja make up yang hanya terdiri dari lotion, minyak rambut dan parfum saja."Ini mah buat cowok semua," desahnya. Kemudian terduduk pada bangku dan memandang wajahnya ....Prita langsung menjerit ketakutan ...."Aaa!""Wajah gue kenapa jadi kayak gini?""Wah, ini mimpi buruk si!" Ia langsung kembali ke ranjang dan memejamkan matanya. Di cermin tadi wajahnya berubah menjadi seseorang yang familiar tetapi ia tak ingat wajah siapa ini.Prita memaksakan dirinya untuk tertidur kembali. Namun nihil, ia tak bisa jatuh ke alam tidurnya."Wah gawat nih. Apa jangan-jangan gue terjebak di alam mimpi?"Untuk memastikan Prita mencoba menampar pipinya sendi
Yudi tampak menimang-nimang apa yang akan mereka lakukan, sebab jarang sekali cewek yang menjadi target mereka."Mmm, kita apain, yah?"Deo dan Jali masih menahan tubuh seseorang dalam karung yang mereka duduki di kursi kudang yang tampak sudah usang termakan waktu."Gelitikin aja gimana?" Jali menautkan alis."Ini cewek bro ... sensitif kalo main raba-raba aja.""Gagabah maneh teh!" Semprot Yudi pada Jali."Eh! Eh! Buka dulu karungnya. Kasian dia kehabisan napas atuh!"Napas Zain terdengar ngos-ngosan setelah Jali dan Deo membuka benda yang menutupi dirinya."Kurangajar?!" Zain berontak dan menendang lutut Yudi yang sedang duduk berhadap-hadapan dengannya.Kedua cowok itu makin mengeratkan tali yang mengikat Zain. Mereka terkejut dengan tenaga yang barusan dikeluarkan cewek itu, sampai-sampai hampir saja Yudi terjungkal."Wah, buas nih! Gawat atuh ieu mah ...." Yudi mengelus dada."Ngapain kalian ngarungin
"Matematika 'kan pelajaran favorit lo Zai. Kok, bisa-bisanya lo nyontek sama si Jaki?"Deo dan Jali sibuk mengipas-ngipasi keringat Prita yang bercucuran setelah tadi gadis itu ketahuan mencontek dan disuruh lari keliling lapangan sebanyak tujuh kali. Ternyata guru kelas 12 lebih menakutkan daripada guru BK. Dan ini menjadi pengalaman pertama seorang Prita dihukum."Yang kenceng!" perintah Prita."Ternyata enak juga jadi dia. Punya pelayan yang siap gue suruh apa pun. Rasain kalian. Ini akibatnya karena udah berusaha mengintimidasi adik kelas." Lagi-lagi Prita menyergah dalam hati dengan penuh kepuasan."Eh, ngomong-ngomong si Joan mana, ya?" Deo mulai cari-cari pandang ke setiap sudut lapangan hingga koridor."Lagi sama si Joy kali. Lagian hubungan mereka itu gak jelas masih aja dipertahanin.""Si Joy cantik-cantik kok buaya, yah. Si Joan juga bego. Masih mau aja sama tuh cewek.""Sut! Sutt! Orangnya datang." Jali berbisik heboh.Joan
"Udah sekarang lo balik ke rumah lo! Dan gue kembali ke rumah gue. Siniin kunci motor gue! Gue gak mau pake motor butut lo lagi!""Tapi 'kan raga kita masih ketuker. Apa mereka bakal--""Gue tinggal bilang kalo gue kena kutukan gara-gara lo--""Enak aja! Ini bukan karena gue ya. Ini itu udah takdir alam. Gue yakin alam semesta ini bakalan kasih petunjuk dengan apa yang udah terjadi ini."Zain mendecih sinis, "Cih, bahasa lo!"Mata Zain teralihkan pada lebam di wajah Prita. "Obatin luka itu! Gue gak mau wajah gue yang tampan rusak. Lo harus tanggung jawab." Zain melesat setelah menaiki kendaraan mewah yang sudah ia rebut kembali dari Prita.***Pintu rumah Prita tampak masih tertutup rapat. Tandanya sang ibu masih belum pulang ke rumah.Ia langsung merebahkan tubuhnya pada kasur empuk nan nyaman. Prita memandang langit-langit dengan pikiran berkecamuk."Apa si yang udah gue lakuin? Kenapa gue bisa berubah gini?""Apa iya gue
Kelap-kelip lampu yang mengambang di kolam renang mengalihkan perhatian Prita yang baru saja masuk.Mulutnya menganga melihat kemewahan acaranya. Ternyata Zain ini benar-benar keturunan orang kaya."Zai!" panggil seorang gadis yang tampak cantik dengan gaun putih selutut.Tiba-tiba gadis itu bergelayut pada tangan Prita."Kamu datang, Zai?" Joy tersenyum.Prita kaget setengah mati mendapati Joy yang sedang memeluk tangannya.Prita tampak bingung sendiri saat Joy membawanya ke hadapan orang-orang berpakaian serba rapi dan gelamour."Anak Papa tampan sekali," kata pria yang entah siapa, Prita tidak mengenalinya.Yang lebih membuat Prita terhenyak adalah kehadiran Danu. Cowok itu berdiri di belakang Delon dengan wajah sinis. Lalu, perempuan di sebelahnya juga nampak tak suka dengan Prita yang bertubuh Zain.Sesaat kemudian, Delon melambaikan tangan kepada seseorang di belakang Prita. Prita menoleh dan lagi-lagi
Bersedekap dada dengan wajah ditekuk, itulah yang sedang Pinka lakukan ketika melihat sosok Prita berjalan melewatinya.Tak butuh waktu lama, Pinka langsung menarik tubuh Prita dari belakang. Ia dan kedua temannya menyeret gadis itu ke dalam toilet."Ngapain si lo, akhh ... lepasin!" rontak Zain brutal.Plak!"Kurangajar! Dasar cewek gak tau malu! Apa maksud lo hancurin acara pertunangan Kak Joy dan Zain?" tanya Pinka galak.Zain menyunggingkan bibirnya lalu meludah. "Cuih, peduli apa lo?"Zain tahu Pinka tidak suka dengan dirinya, ia tidak pernah berpihak padanya dan buktinya Pinka tidak mau mengakui Zain sebagai saudaranya, karena Zain tahu Pinka malu mempunyai saudara anak haram seperti dirinya.Pinka makin dibuat geram dengan tingkah Prita yang sebenarnya adalah Zain. Ia menjambak rambut panjang cewek itu dan memberikan tatapan tajam."Makin hari lo makin berani ya, sama gue!" Tekan Pinka."Dev, ambilin a
"Mau kemana? Sekarang lo gak bisa kemana-mana.""Mau ngapain si lo pada, gak ada kerjaan banget bully gue terus. Kurang kapok gue Jambak? Apa perlu gue buat darah keluar dari tubuh kalian?" Sorot Zain tajam.Mereka semua malah tertawa tanpa rasa takut. "Tutup bacot lo, ada seseorang yang ingin ketemu sama lo!""Siapa?" Sinis Zain."Kak Joy!" Pink tersenyum miring. Setelah Joy masuk pink cees keluar. Joy mendekati Zain di pojokan sana, ia sedang memerhatikan Joy yang tidak bisa ditebak."Ngapain lo ke sini?" Jutek Zain.Joy mengukir senyum di bibirnya."Kenapa si Pria? Kamu ada dendam apa?" Joy tampak mengelus rambut Zain.Beberapa saat kemudian Joy menjambaknya."Akkk, sakit bangsat!" ronta Zain. Tawa dari Joy mulai terdengar."Sakit ya, lebih sakit mana saat lo hancurin acara tunangan gue sama Zain. Lo itu siapanya Zain si? Lo gak berhak masuk ke kehidupan Zain anak kampungan!"Zain menyunggingkan seny
Joan melangkah masuk ke bandara. Setalah kejadian pertunangan Zain dan Joy yang gagal, Joan memilih meninggalkan Indonesia bersama kakeknya. Tepatnya Joan akan kuliah di luar negeri. Ia membawa kakeknya sekalian untuk dititipkan di rumah tantenya yang ada di Belanda selama Joan sibuk kuliah.Varos juga akan mendapat perawatan yang lebih baik di sana. Joan sudah menyiapkan semuanya.Joan memilih akan menjalani hidup baru. Keputusannya sudah bulat dan akan dijalankannya."Ayo, Kek," ucap Joan lalu membawa Varos masuk ke dalam pesawat.***Malam ini adalah malam yang berpengaruh bagi nyawa Prita. Sebab saat ini mereka bertiga sudah memegang pistol untuk melenyapkan Prita begitu saja jika Prita tidak menuruti apa yang mereka perintahkan.Seperti yang dikatakan Cici bahwa malam ini bertepatan dengan malam gerhana bulan Merah, malam yang langka bagi Prita dan Zain, namun agaknya akan terlewatkan sia-sia sebab Prita akan segara dileny
Zain menghela napas berat seolah mengeluarkan beban.Merasa gagal, karena belum juga menemukan Prita–ia menangis, menitipkan air matanya di rumah pohon."Seharusnya gue yang diculik! Bukan lo, Pri," kata Zain sembari memandang ke arah rumah tua yang dulu Prita lihat."Kenapa lo yang ngalamin ini?" Zain kembali menunduk dengan air mata yang mulai bercucuran.Tiba-tiba Zain teringat apa yang dulu Prita katakan mengenai Zeno yang akan membunuhnya. Zain teringat dengan kedatangan Misha. Zain mulai mengerti kemana Prita pergi. Mereka telah mengukir Prita."Zeno berniat membunuh lo!" kata Prita waktu itu.Zain bangkit untuk segera mencari keberadaan Zeno di rumahnya. Ia harap Zeno masih ada di sana. Zain akan meminta Zeno memberitahu padanya di mana keberadaan Prita. Zain tidak akan membiarkan Zeno menyakiti Prita.Zain lekas naik ke motornya–motor mewahnya yang ia ambil di pinggir jalan. Motonya yang ditinggalkan Prita begi
Kepergian Danu sudah seminggu lebih, tetapi Liana masih banyak melamun. Liana teringat Danu yang suka mengeluh karena selama ini ia belum mendapatkan apa yang ia mau. Anak itu ingin menjadi pewarisnya Delon, tetapi Delon sama sekali tidak mau membuat Danu menjadi senang. Yang Delon pikirkan hanyalah Zain. Zain si anak haram itu. "Bi, tolong buatkan saya kopi!" seru Delon para pekerja di rumahnya. Mendengar suara Delon, Liana jadi tertegun. Dulu ia pernah berusaha meracuni Delon. Akan tetapi, berhasil digagalkan oleh Zain. Dan sekarang adat kesempatan emas bagi Liana untuk meracuni Delon. Karena tidak ada harapan lagi, Danu sudah tiada, Liana hanya tinggal mengakhiri kisahnya dengan membunuh Delon dan Liana akan berusaha melenyapkan Zain juga dan dengan begitu semua harta dan kekuasaan Delon akan jatuh ke tangan Liana. Liana segera beranjak dari kursi dan secepat kilat menuju dapur. "Biar saya aja, Bi!" cegah Liana pada Bi Ina. "Baik, N
Semua anak-anak Parpati sedang berada di depan ruangan Deo. Mereka dikabari oleh Yudi, sebab ketika Yudi mengunjungi kediaman Deo, pembantuan memberi tahu bahwa Deo masuk ke rumah sakit usai tertusuk pisau."Kita berdoa aja semoga Deo selamat," imbuh Zain."Iya, Zai, lebih baik kita banyak-banyak ini doa supaya Deo segera siuman," tambah Jali yang terlihat paling khawatir.Di sudut kursi, Mela masih mengiringi keadaan Deo dengan tangisannya. Sementara Rino menundukkan kepalanya menunggu dokter keluar.Yudi beranjak menghampiri mereka berdua."Tante, Om," panggil Yudi sehingga mereka mendongak ke arahnya."Saya Yudi, temannya Deo," sapa Yudi memperkenalkan diri.Mela menghapus air matanya dan menerima tangan Yudi dan ingin bersalaman dengannya."Deo, sering ke rumah Yudi. Dia sering curhat masalah kalian," gumam Yudi membuat Rino dan Mela saling memandang satu sama lain."Dia curhat mengenai kami?" tanya Mela.
Cici sedang asik menonton acara. Namun tiba-tiba sang ayah malah memindahkan channel-nya dengan seenaknya. Glen memindahkan channel-nya ke siaran berita. "Ih, ayah! Ganggu aja si!" protes Cici melirik ke sang ayah di sampingnya yang baru duduk. Glen tak menggubris Cici dan tetap melihat ke arah televisi. Pada saat Cici melihat siaran berita itu, Cici kaget saat membaca tulisan di layar tivi mengenai gerhana bulan merah. Glen merasa tidak tertarik dengan beritanya, lalu ia memindahkan nya lagi. Akan tetapi segera Cici cegah. "Eh, tunggu!" tahan Cici. "Hah, nanti akan ada gerhana bulan?" gumam gadis itu di dalam hati. "Gue harus cepet-cepet kasih tahu Prita," ucap Cici. Dan segera bangkit dari duduknya lalu melenggang ke luar memakai sepatu nya. "Eh, kamu mau kemana malam-malam begini?" teriak Glen melihat sang anak dengan tiba-tiba terbirit ke luar. "Mau ke rumah Prita, Yah. Ayah silakan saja tonton beritanya!" s
Joy keluar dengan gaun mewah dan indah. Gadis itu terlihat sangat cantik memakai gaun putih itu.Para tamu terhipnotis dengan aura kecantikan Joy. Mereka bertepuk tangan saat Joy memasuki mimbar dan berdiri di sebelah anaknya Delon.Acara tiup lilin sebentar lagi dan Zain belum juga datang. Prita dibuat cemas, kemana sebetulnya Zain?MC sudah mengatakan agar Prita meniup lilin. Para tamu masih bernyanyi untuknya. Namun Prita tak kunjung meniupnya, ia ingin melihat Zain lebih dulu."Silakan Tuan Muda, tiup lilinnya," ulang MC berseru.Prita hanya bisa menghela napas dan meniup lilin itu. Gemuruh tepuk tangan menghadiahi telinga Prita.Selanjutnya acara potong kue. MC kembali meminta Prita agar memotong kuenya. Tetapi Prita tidak melakukannya, ia meminta Delon agar menunggu seseorang sebenar saja."Pah, kita tunggu teman aku satu lagi yah," ucap Prita berbisik pada telinga Delon."Lho siapa? Memangnya ada teman kamu yang belum sa
Ternyata Zeno membawa Prita ke kediaman Delon. Pria itu sudah menipunya.Prita memerhatikan jalan, ia sudah. Bapak betul jalan ke arah ini ini."Ini kan jalan kerumah bokap?" terka Prita membuat Zeno tersenyum miring.Zeno berpikir sepupunya itu memang benar-benar tidak ingat hari ulang tahunnya. Sesekali Zeno mendelik sepintas, melihat wajah sepupunya yang kecut."Kak, lo bohongin gue yah?" gumam Prita. Namun tak mendapat respon dari Zeno."Kak!" panggil Prita mengguncang sedikit tangan Zeno dari samping. Tidak mungkin juga Zeno berniat jahat saat ini, sebab pakaian Zeno sangatlah rapi."Gue gak bohongin lo! Ini emang hari ulang tahun anaknya Tuan Delon, yaitu lo!" Akhirnya Zeno memberitahu Prita. Sayang sekali padahal jika tidak diberi tahu maka ini akan menjadi suprise bagi Prita."Hah, gue?" Prita menunjuk dirinya sendiri dengan ekspresi wajah terkejut."G–gue ulang tahun?" tanya Prita sekali lagi. Hanya untuk sek
Prita dan Zain sedang duduk-duduk menikmati angin sore, tepatnya di taman yang tak jauh dari bascamp.Prita melirik ke arah Zain yang sedang memandang langit. Ia berkata,"Sorry, ya, gue cuma bisa jadi peringkat ketiga. Apalagi ini pelulusan lo." Prota membuat Zain menurunkan pandangannya dan menoleh padanya."Ya mau gimana lagi," lirih Zain. Sebenarnya ia tak ambil pusing, toh rangking bukan sebuah patokan baginya. Justru skill yang bisa membuktikan bagaimana nanti Zain kedepannya."Oh iya, lo sama gue belum lanjutin yang kemarin," ucap Zain membuka topik baru. Jujur saja Zain ketagihan dengan hal yang terjadi pada waktu itu."Yang kemarin?" Kening Prita berkerut."Yang di rumah pohon itu!" tukas Zain mencoba mengingatkan Prita."Astaga, lo mesum!" sentak Prita segera menjauh dari Zain. Namun Zain sepertinya tidak mau berada jauh dari Prita. Cowok itu menarik Prita hingga posisi mereka benar-benar intim."Lo kan ud
"Kalian pikir gua takut, hah!" Resti memasang badan melarang orang-orang itu masuk ke dalam rumahnya. Resti tidak akan membiarkan mereka merusak rumahnya lagi. Orang-orang yang ada di depannya ini adalah orang-orang yang sama yang merusak rumahnya pada waktu ini. Bedanya jumlah mereka saat ini lebih banyak."Udahlah kita masuk aja, lagian cuma perempuan satu ini masa takut," oceh orang itu.Buk!Resti melayangkan sapu tepat di wajahnya."Mau ngapain kalian ke rumah gue!" sentak Zain tiba-tiba. Ia datang bersama Prita. Prita sudah memberi tahu Zain bahwa mereka adalah orang-orang suruhan Liana."Mereka-mereka ini sebenarnya adalah orang-orang suruhan Liana!" imbuh Prita tajam."Jangan so tau kamu bocah ingusan!" bantah si kepala pelontos. Kulitnya hitam seperti orang Afrika."Gue gak so tau, mending kalian ngaku aja deh!" sergah Prita."Kami ini suruhannya Tuan Delon!" ungkap laki-laki bertubuh besar, pria itu memiliki leh