Lelaki itu tersenyum tidak berdaya karena tidak bisa berbuat apa pun dengan Zola. Namun, yang tidak dia ketahui adalah bahwa alasan mengapa Zola bersikap seperti itu hanya karena dia tidak ingin merendahkan diri, dan perempuan itu tidak ingin kehilangan harga diri dan kebanggaannya sebagai seorang perempuan.Sandra datang sekitar setengah bulan. Dia dan Boris bekerja bersama dan tentu bukan rahasia. Tyara juga mengetahui hal itu tanpa sengaja. Tentu saja Tyara juga kenal dengan Sandra. Dulu, dia sering memperlihatkan sikap tidak ramah pada Sandra. Sekarang Sandra datang lagi untuk mendekati Boris dan hal itu membuatnya makin marah.Tyara langsung mendatangi rumah sakit untuk menghadang Zola, lalu dengan penuh amarah berkata, "Kenapa kamu nggak berguna sekali? Boris begitu dekat dengan Sandra dan kamu nggak melakukan apa-apa? Apa kamu nggak tahu kalau Sandra punya niat buruk terhadap Boris?"Zola tertawa. Dia tidak tahu dari mana datangnya keberanian Tyara untuk datang menanyakan perta
Setelah menyebutkan alamat, Zola bertanya, "Ada apa? Apa ada urusan?"“Kamu ketemu dengan Sandra?” tanya Boris. Tanpa ada emosi yang jelas, tetapi membuat Zola merasa tidak nyaman. Seolah-olah sedang diinterogasi bahkan mungkin disalahkan.“Iya, barusan aku bertemu dengannya.” Boris dengan suara lembut berkata, "Zola, kalau ada yang ingin kamu ketahui, kamu bisa tanya aku. Aku dan Sandra hanya teman dan rekan kerja, dan karena proyek ini, kami sering bertemu. Kalau kamu merasa nggak nyaman, aku bisa menyerahkan urusan ini pada orang lain, oke?"Zola mengerutkan kening, sedikit tidak yakin dan bertanya, "Boris, kamu sedang menjelaskan padaku?"“Lalu apa maksud ucapanku?” “Kamu merasa kalau aku ketemu dengan Sandra karena marah? Kamu takut emosiku bisa memengaruhi bayi?” “Zola! Jadi kenapa kamu ketemu Zola?” tanya Boris dengan nada penuh peringatan. "Kami hanya minum teh dan mengobrol, nggak ada yang lebih dari itu. Kamu pikir kami bisa melakukan apa?" ujar Zola dengan santai. Bori
Zola mengetuk pintunya dan masuk sambil mendorong Nenek. Di dalam ruangan tersebut masih ada orang lain. Di bagian tengahnya hanya dibatasi oleh sebuah tirai saja. Nenek dibantu oleh perawat untuk berbaring di tempat tidur lalu mulai proses penarikan darah.Di waktu yang sama, terdengar suara perawat yang ada di sampingnya berkata, “Kenapa putri Anda nggak datang menemani Anda?”“Dia lagi sibuk dengan persiapan konsernya dan nggak ada waktu datang.”Zola langsung tahu jika suara itu adalah milik ibunya Tyara. Dia mengerutkan keningnya karena ternyata Tyara memang tidak datang ke rumah sakit untuk menemani ibunya. Zola memutuskan untuk tidak memikirkannya dan melupakannya.Setelah neneknya selesai menarik darah, dia mendorong neneknya kembali ke kamarnya. Di belakangnya, ada ibu dan ayahnya Tyara. Karena Zola diminta oleh neneknya untuk mengenakan masker, sehingga mereka tidak mengenalinya.Saat Zola ragu apakah dia harus berjalan lebih cepat untuk menjaga jarak, dari belakang terdengar
Boris menyipitkan matanya dan senyuman tipis yang menghiasi bibirnya memperlihatkan sedikit kesan dingin. Dengan suara rendah dan tenang, dia bertanya, “Siapa yang memberitahumu kalau aku mencintai Tyara? Apa kamu berpikir aku nggak peduli karena aku mencintainya?”Zola tertegun sejenak. Menghadapi pertanyaannya yang jelas-jelas sudah mengetahui jawabannya, hatinya seolah disentuh oleh sesuatu dan menimbulkan perasaan yang sedikit tidak nyaman. Namun, dia tetap menatap mata lelaki itu dengan tenang, lalu menjawab, "Bukankah begitu?"“Tentu saja nggak!” jawab Boris dengan tegas. Tangan lelaki itu meraih tangan Zola dan dengan lembut berkata, “Zola, aku tidak pernah bilang kalau aku mencintai Tyara. Jadi, dari mana datangnya pemikiran seperti itu?”“Tapi semua yang kamu lakukan menunjukkan bahwa kamu mencintainya,” jawabnya dengan bibir sedikit terkatup, sementara tangan satunya secara naluriah mengepal. Sebenarnya, dia sangat ingin mengatakan pada Boris bahwa lelaki itu sangat kejam. Je
Dia hanya menyukai ibu dari anaknya saja. Siapa ibunya? Seketika Zola tersentak. Kepalanya seperti akan meledak detik ini juga. Apa arti ucapan lelaki itu?Apa arti dari kata-katanya? Pada awalnya, Zola tidak langsung menyadari. Baru setelah dia mencernanya, dia benar-benar terdiam. Boris mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Zola, dan dengan suara serak berkata, "Zola, bicaralah. Katakan padaku apa yang kamu rasakan?"“Aku nggak tahu,” jawab Zola dengan serius.“Nggak tahu apa?”“Nggak tahu bagaimana menjawabmu.”Boris tersenyum tipis dan ujung jarinya dengan lembut mengusap pipi Zola yang lembut, lalu berkata dengan suara pelan, "Nggak tahu bagaimana menjawab? Sulitkah? Mendengar aku mengatakan hal ini, kamu nggak merasakan atau memikirkan apa pun?"“Aku nggak mengerti bagaimana menjelaskan perasaanku sekarang.”Boris tersenyum lagi, matanya menjadi suram, dengan sedikit paksaan dia berkata, “Zola, apakah kamu benar-benar nggak tahu bagaimana menjelaskan perasaanmu sekarang sehi
Ekspresi wajah Boris tampak sedikit berat saat menatapnya, seolah-olah matanya mengatakan padanya bahwa "aku harus pergi." Zola merapatkan bibirnya dengan sedikit tersenyum, lalu berkata, "Kalau begitu, pergilah."Boris hanya menggumamkan jawaban pelan, kemudian tanpa berlama-lama dia bangkit dan berjalan keluar. Mendengar suara pintu tertutup, hati Zola juga terasa seperti terkunci.Lelaki itu dengan jelas mengatakan bahwa dia tidak mencintai Tyara, tetapi karena satu kalimat dari perempuan itu, dia langsung pergi menemuinya. Lalu ini apa namanya jika bukan cinta?Dia tersenyum pahit dan duduk diam di kantor untuk waktu yang lama. Sebelum akhirnya bangkit dan pergi. Ketika Jesse melihatnya keluar, lelaki itu segera menghampiri, "Bu, saya antar Anda pulang, ya?"Boris sengaja memerintahkan Jesse sebelum dia pergi. Namun, Zola menggeleng menolak dan berkata, “Nggak perlu. Sopir sudah menungguku di bawah.”Jesse hanya bisa mengangguk dan mengantarnya ke lift. Setelah itu dia membantu men
Senyum tipis muncul di mata Tyara. Dia mengangkat kedua tangannya, membiarkan dirinya dibopong oleh Boris, sementara tangannya melingkar di leher lelaki itu. Kedekatan ini membuat ekspresi Boris tetap dingin, tatapannya juga penuh kebekuan tanpa sedikit pun kehangatan.Tyara memberikan isyarat mata kepada asistennya, yang segera mengerti dan mengeluarkan ponselnya.Setelah Boris menggendongnya keluar dari tempat berkuda, lelaki itu langsung memasukkan Tyara ke mobilnya. Manajer dan asistennya juga ikut masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil, Tyara mengucapkan maaf pada Boris,“Boris, benar-benar maaf sekali. Kamu sengaja datang ke sini tapi malah harus memintamu untuk menemaniku ke rumah sakit.”Boris tidak menunjukkan emosi atau reaksi berlebihan, dia hanya meliriknya sekilas dan berkata, "Ceritakan bagaimana rupa orang yang kamu ingat itu?"“Sekarang? Bagaimana kalau tunggu tiba ke rumah sakit dulu baru kita bicarakan,” ujar Tyara menunjukkan sepertinya tidak nyaman untuk membahas seka
Nenek menghela napas panjang, merasa bersalah dan penuh penyesalan. "Zola, semua ini salahku. Kalau saja aku tidak merepotkanmu, kalian pasti nggak akan begini. Pasti karena aku. Aku sudah setua ini, nggak perlu lagi menjalani operasi. Aku sudah cukup hidup."“Nenek, ini benaran nggak ada hubungannya dengan Nenek. Nenek jangan sembarangan pikir, ya?” ujar Zola sambil menenangkan neneknya. Namun, neneknya masih tidak mau berhenti dan menganggap kejadian ini ada hubungannya dengan dirinya. Karena terlalu emosional, kesehatan neneknya yang sudah melemah mulai terganggu.Zola bergegas memanggil perawat dan setelah diberi obat, neneknya terlihat mulai tenang. Zola merasa cemas dan tidak tenang, perasaannya bercampur aduk. Dia merendahkan suaranya, berusaha menenangkan neneknya,"Tolong jangan bilang hal-hal seperti itu lagi, apa pun yang terjadi, aku nggak akan meninggalkan Nenek. Kalau Nenek nggak ingin merepotkanku, tolong ikuti ucapan dokter. Aku juga lagi hamil, kalau Nenek nggak mau de
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum