“Nggak perlu repot. Kamu antar Bu Sandra ke hotel saja, aku sendirian jenguk Nenek.” Zola langsung menolak, matanya menatap Boris dengan dingin. Jelas-jelas dia menatap lelaki itu, tetapi tidak terlihat ada interaksi di antara keduanya. Kening Boris berkerut dan berkata, “Zola, sudah malam, aku nggak tenang kamu sendirian.” “Ada supir, kenapa nggak tenang? Selain itu aku juga datang ke sini sendirian, ‘kan?” Zola tersenyum, tetapi matanya tidak menunjukkan sedikit pun senyuman.Sandra juag merasakan keanehan itu dan bertanya, "Zola, apakah kamu marah pada Boris karena aku? Aku datang ke sini hari ini untuk melihat Kakek atas permintaan papaku. Aku nggak bermaksud mengganggu kalian. Kalau ini membuatmu kesal, aku minta maaf. Kamu sedang hamil, nggak baik kalau kamu marah. Ini bisa berdampak buruk pada bayimu.""Terima kasih untuk perhatianmu, Bu Sandra. Bayi ini ada di dalam perutku, jadi tentu aku tahu apa yang baik dan buruk. Bu Sandra belum pernah hamil, juga belum menjadi seoran
Lelaki itu tersenyum tidak berdaya karena tidak bisa berbuat apa pun dengan Zola. Namun, yang tidak dia ketahui adalah bahwa alasan mengapa Zola bersikap seperti itu hanya karena dia tidak ingin merendahkan diri, dan perempuan itu tidak ingin kehilangan harga diri dan kebanggaannya sebagai seorang perempuan.Sandra datang sekitar setengah bulan. Dia dan Boris bekerja bersama dan tentu bukan rahasia. Tyara juga mengetahui hal itu tanpa sengaja. Tentu saja Tyara juga kenal dengan Sandra. Dulu, dia sering memperlihatkan sikap tidak ramah pada Sandra. Sekarang Sandra datang lagi untuk mendekati Boris dan hal itu membuatnya makin marah.Tyara langsung mendatangi rumah sakit untuk menghadang Zola, lalu dengan penuh amarah berkata, "Kenapa kamu nggak berguna sekali? Boris begitu dekat dengan Sandra dan kamu nggak melakukan apa-apa? Apa kamu nggak tahu kalau Sandra punya niat buruk terhadap Boris?"Zola tertawa. Dia tidak tahu dari mana datangnya keberanian Tyara untuk datang menanyakan perta
Setelah menyebutkan alamat, Zola bertanya, "Ada apa? Apa ada urusan?"“Kamu ketemu dengan Sandra?” tanya Boris. Tanpa ada emosi yang jelas, tetapi membuat Zola merasa tidak nyaman. Seolah-olah sedang diinterogasi bahkan mungkin disalahkan.“Iya, barusan aku bertemu dengannya.” Boris dengan suara lembut berkata, "Zola, kalau ada yang ingin kamu ketahui, kamu bisa tanya aku. Aku dan Sandra hanya teman dan rekan kerja, dan karena proyek ini, kami sering bertemu. Kalau kamu merasa nggak nyaman, aku bisa menyerahkan urusan ini pada orang lain, oke?"Zola mengerutkan kening, sedikit tidak yakin dan bertanya, "Boris, kamu sedang menjelaskan padaku?"“Lalu apa maksud ucapanku?” “Kamu merasa kalau aku ketemu dengan Sandra karena marah? Kamu takut emosiku bisa memengaruhi bayi?” “Zola! Jadi kenapa kamu ketemu Zola?” tanya Boris dengan nada penuh peringatan. "Kami hanya minum teh dan mengobrol, nggak ada yang lebih dari itu. Kamu pikir kami bisa melakukan apa?" ujar Zola dengan santai. Bori
Zola mengetuk pintunya dan masuk sambil mendorong Nenek. Di dalam ruangan tersebut masih ada orang lain. Di bagian tengahnya hanya dibatasi oleh sebuah tirai saja. Nenek dibantu oleh perawat untuk berbaring di tempat tidur lalu mulai proses penarikan darah.Di waktu yang sama, terdengar suara perawat yang ada di sampingnya berkata, “Kenapa putri Anda nggak datang menemani Anda?”“Dia lagi sibuk dengan persiapan konsernya dan nggak ada waktu datang.”Zola langsung tahu jika suara itu adalah milik ibunya Tyara. Dia mengerutkan keningnya karena ternyata Tyara memang tidak datang ke rumah sakit untuk menemani ibunya. Zola memutuskan untuk tidak memikirkannya dan melupakannya.Setelah neneknya selesai menarik darah, dia mendorong neneknya kembali ke kamarnya. Di belakangnya, ada ibu dan ayahnya Tyara. Karena Zola diminta oleh neneknya untuk mengenakan masker, sehingga mereka tidak mengenalinya.Saat Zola ragu apakah dia harus berjalan lebih cepat untuk menjaga jarak, dari belakang terdengar
Boris menyipitkan matanya dan senyuman tipis yang menghiasi bibirnya memperlihatkan sedikit kesan dingin. Dengan suara rendah dan tenang, dia bertanya, “Siapa yang memberitahumu kalau aku mencintai Tyara? Apa kamu berpikir aku nggak peduli karena aku mencintainya?”Zola tertegun sejenak. Menghadapi pertanyaannya yang jelas-jelas sudah mengetahui jawabannya, hatinya seolah disentuh oleh sesuatu dan menimbulkan perasaan yang sedikit tidak nyaman. Namun, dia tetap menatap mata lelaki itu dengan tenang, lalu menjawab, "Bukankah begitu?"“Tentu saja nggak!” jawab Boris dengan tegas. Tangan lelaki itu meraih tangan Zola dan dengan lembut berkata, “Zola, aku tidak pernah bilang kalau aku mencintai Tyara. Jadi, dari mana datangnya pemikiran seperti itu?”“Tapi semua yang kamu lakukan menunjukkan bahwa kamu mencintainya,” jawabnya dengan bibir sedikit terkatup, sementara tangan satunya secara naluriah mengepal. Sebenarnya, dia sangat ingin mengatakan pada Boris bahwa lelaki itu sangat kejam. Je
Dia hanya menyukai ibu dari anaknya saja. Siapa ibunya? Seketika Zola tersentak. Kepalanya seperti akan meledak detik ini juga. Apa arti ucapan lelaki itu?Apa arti dari kata-katanya? Pada awalnya, Zola tidak langsung menyadari. Baru setelah dia mencernanya, dia benar-benar terdiam. Boris mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Zola, dan dengan suara serak berkata, "Zola, bicaralah. Katakan padaku apa yang kamu rasakan?"“Aku nggak tahu,” jawab Zola dengan serius.“Nggak tahu apa?”“Nggak tahu bagaimana menjawabmu.”Boris tersenyum tipis dan ujung jarinya dengan lembut mengusap pipi Zola yang lembut, lalu berkata dengan suara pelan, "Nggak tahu bagaimana menjawab? Sulitkah? Mendengar aku mengatakan hal ini, kamu nggak merasakan atau memikirkan apa pun?"“Aku nggak mengerti bagaimana menjelaskan perasaanku sekarang.”Boris tersenyum lagi, matanya menjadi suram, dengan sedikit paksaan dia berkata, “Zola, apakah kamu benar-benar nggak tahu bagaimana menjelaskan perasaanmu sekarang sehi
Ekspresi wajah Boris tampak sedikit berat saat menatapnya, seolah-olah matanya mengatakan padanya bahwa "aku harus pergi." Zola merapatkan bibirnya dengan sedikit tersenyum, lalu berkata, "Kalau begitu, pergilah."Boris hanya menggumamkan jawaban pelan, kemudian tanpa berlama-lama dia bangkit dan berjalan keluar. Mendengar suara pintu tertutup, hati Zola juga terasa seperti terkunci.Lelaki itu dengan jelas mengatakan bahwa dia tidak mencintai Tyara, tetapi karena satu kalimat dari perempuan itu, dia langsung pergi menemuinya. Lalu ini apa namanya jika bukan cinta?Dia tersenyum pahit dan duduk diam di kantor untuk waktu yang lama. Sebelum akhirnya bangkit dan pergi. Ketika Jesse melihatnya keluar, lelaki itu segera menghampiri, "Bu, saya antar Anda pulang, ya?"Boris sengaja memerintahkan Jesse sebelum dia pergi. Namun, Zola menggeleng menolak dan berkata, “Nggak perlu. Sopir sudah menungguku di bawah.”Jesse hanya bisa mengangguk dan mengantarnya ke lift. Setelah itu dia membantu men
Senyum tipis muncul di mata Tyara. Dia mengangkat kedua tangannya, membiarkan dirinya dibopong oleh Boris, sementara tangannya melingkar di leher lelaki itu. Kedekatan ini membuat ekspresi Boris tetap dingin, tatapannya juga penuh kebekuan tanpa sedikit pun kehangatan.Tyara memberikan isyarat mata kepada asistennya, yang segera mengerti dan mengeluarkan ponselnya.Setelah Boris menggendongnya keluar dari tempat berkuda, lelaki itu langsung memasukkan Tyara ke mobilnya. Manajer dan asistennya juga ikut masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil, Tyara mengucapkan maaf pada Boris,“Boris, benar-benar maaf sekali. Kamu sengaja datang ke sini tapi malah harus memintamu untuk menemaniku ke rumah sakit.”Boris tidak menunjukkan emosi atau reaksi berlebihan, dia hanya meliriknya sekilas dan berkata, "Ceritakan bagaimana rupa orang yang kamu ingat itu?"“Sekarang? Bagaimana kalau tunggu tiba ke rumah sakit dulu baru kita bicarakan,” ujar Tyara menunjukkan sepertinya tidak nyaman untuk membahas seka