Zola tidak berbicara lagi dan hanya tersenyum tipis. Lelaki itu juga tidak melanjutkan ucapannya. Setelah selesai makan, dia mengantar lelaki itu kembali ke hotelnya.“Malam ini aku banyak berbicara. Kalau kamu nggak senang, kamu bisa bilang sama aku. Tapi aku nggak jamin nggak akan mengulanginya lagi,” ujar lelaki itu ketika turun dari mobil.Zola tersenyum masam dan berkata, “Kenapa kebawelanmu nggak bisa mengobati ketakutanmu bersosialisasi?”Lelaki itu membuat gerakan meritsleting mulut dan berbalik masuk ke hotel. Di waktu yang sama, ponsel Boris yang ada di Bansan Mansion berdering.Dari seberang telepon terdengar suara seorang lelaki yang sedang melaporkan, “Pak Boris, Ibu langsung mengantarkan temannya kembali ke hotel setelah selesai makan. Ibu nggak turun dari mobil dan keduanya berpisah di depan hotel.”Lelaki itu berdeham kemudian memutuskan sambungan telepon. Sedangkan Zola tidak tahu hal itu sama sekali. Setengah jam kemudian, perempuan itu kembali dan langsung masuk ke k
“Tentu saja nggak. Hanya saja dia kelelahan kemarin malam. Kamu menghubunginya pagi-pagi sekali dan kemungkinan akan mengganggunya. Makanya aku bantu dia menerima telepon.”Kalimat lelaki itu membuat wajah Mahendra pucat pasi.Boris menambahkan lagi, “Mahendra, Zola sudah menikah. Kamu tahu apa namanya sikapmu sekarang? Kalau tersebar, kamu pasti akan malu. Kalau nggak mau malu, sebaiknya simpan niatmu dan jaga jarak dengan dia. Kalau nggak, pertemanan kalian juga nggak akan bisa menolongmu.”Tanpa menunggu Mahendra menjawab, Boris langsung memutuskan sambungan telepon. Lelaki itu mencengkeram ponsel dengan raut datar, tetapi matanya memancarkan sorot emosi dan dingin.Mahendra benar-benar mengganggu sekali.Dia mematikan suara ponsel dan meletakkan kembali ke tempat asal. Setelah itu, Boris keluar dari kamar.Zola terbangun ketika jarum jam menunjukkan pukul sembilan. Dia meregangkan otot dan mengambil ponselnya. Sedetik kemudian, perempuan itu langsung terduduk di kasur. Ada beberapa
Caca langsung menegakkan badannya dan menyimpan rasa ingin tahunya sambil berkata, “Bu Zola, dokumen ini sudah aku rapikan. Setelah Bu Zola lihat, akan segera saya antar ke lokasi konstruksi dan diberikan pada Pak Wanto.”“Saya lihat dulu. Kalau ada masalah baru cari kamu lagi.”“Baik, aku keluar dulu.”Caca mengatupkan mulutnya bahkan dia tidak berani bernapas. Dia keluar dari ruangan dan tidak lupa menutup pintu. Gerekan perempuan itu tidak luput dari pandangan Zola hingga seulas senyum tipis terbentuk di bibirnya. Dia tidak marah, hanya saja pembahasan ini tidak perlu dilanjutkan.Setelah Zola merapikan data sketsa, jarum jam sudah menunjukkan waktunya makan siang. Mahendra memesan sup ayam dan keduanya makan di ruangan. Lelaki itu tidak membahas perihal apa yang terjadi tadi pagi.Namun dia bisa melihat jejak merah di leher putih Zola yang begitu jelas. Sudah jelas sekali untuk apa jejak tersebut ditinggalkan. Tatapan lelaki itu mendadak menggelap. Dengan suara pelan dia bertanya,
Zola juga tidak mengerti kenapa belakangan lelaki itu selalu suka ribut dengan Mahendra seperti anak kecil. Namun, pertanyaan tersebut tidak dijawab olehnya dan hanya berkata,“Sudah siang, kamu pergi makan saja. Nanti aku masih ada urusan, aku matikan dulu, ya?”Boris langsung mematikan teleponnya terlebih dahulu. Tidak tahu apakah lelaki itu marah atau tidak. Zola duduk kembali di sofa dan melihat Mahendra yang sudah meletakkan peralatan makannya untuk menunggu perempuan itu.Setelah Zola duduk, dia mengambil ayam dan bertanya, “Kenapa kamu nggak makan?”“Tunggu kamu.”Zola refleks terdiam. Setelah itu, Mahendra tidak berbicara lagi. Lelaki itu menatap Zola dengan lembut. Sampai kapan pun, dia ingin menunggu perempuan itu. Meski tahu tidak akan ada hasilnya, dia tetap enggan menyerah untuk menunggu.Setelah selesai makan, Zola melihat data sketsa sekali lagi dan meminta Caca menyerahkannya pada Pak Wanto.Hari ini dia tidak perlu ke lokasi konstruksi. Oleh karena itu, dia tetap berad
Mahendra mengangguk dan sambil bercanda berkata, “Zola, Jeffry menyukaimu? Beberapa tahun terakhir aku nggak pernah melihat dia ada kekasih atau gosip. Karena kamu, ya?”Ekspresi Zola berubah seketika. Dia berkata, “Mahendra, jangan pernah bicara seperti itu lagi. Kalau nggak, Jeffry akan direpotkan. Selain itu, dia menjagaku selayaknya seorang adik.” “Kamu begitu yakin?”“Bukan yakin, tetapi pasti. Aku sangat mengagumi orang berbakat seperti Jeffry. Aku juga suka sifatnya yang jujur dan nggak ada yang ditutupi. Kalau kami memang cocok, mungkin aku nggak akan berdiri di sini dan berbincang denganmu tentang ini.”Sifatnya sangat serius dan kalimatnya cukup tegas. Mahendra dengan cepat berkata, “Maaf, aku yang terlalu banyak berpikir.”“Nggak apa-apa,” ujar Zola dengan datar.Pintu lift juga terbuka di waktu yang sama. Keduanya keluar dan masuk dalam mobil masing-masing. Zola mengendarai mobilnya dan berhenti di samping Jeffry. Kemudian dia menurunkan jendela dan berkata, “Naiklah.”Le
Jeffry tersenyum tipis dan berkata, “Ini teman dekatku, Zola. Sekarang sedang berkarir di Kota Binru. Semoga Pak Chris bisa menjaganya dengan baik.”“Teman dekat?” ulang Boris penuh penekanan.Wajah Tyara seketika pucat pasi. Kedua matanya yang dingin menatap ke arah Zola.Jeffry mengangguk dan menjawab, “Benar.” “Halo, Pak Boris,” sapa Zola pura-pura nggak kenal dan tersenyum.“Halo, Bu Zola.” Suara lelaki itu terdengar rendah. Matanya menatap perempuan itu dalam dan penuh arti. Setelah itu dia mengalihkan tatapannya. Namun entah mengapa, sikap lelaki itu ada menyimpan sedikit kemarahan.Ketika pelayan menghidangkan makanan mereka, keempat orang tersebut mulai makan. selama makan, Boris dan Jeffry saling berbincang. Dari percakapan mereka, Zola tahu jika keduanya pernah bertemu beberapa tahun yang lalu. Dan pertemuan kali ini karena guru di universitas Boris adalah teman baiknya Jeffry.Ketika Boris tengah berbincang, Tyara berinisiatif menuangkan sup untuk lelaki itu. Gerak-gerikny
“Aku dan Zola memang ada sedikit salah paham sebelumnya. Tapi bukan berarti karena kesalahpahaman kami, dia boleh mempertanyakan kinerjaku. Ini nggak adil buat aku.”Kening Jeffry berkerut. Dia menatap Tyara dengan lekat dan berkata, “Apa maksud Bu Tyara? Aku nggak begitu mengerti. Apakah kamu sedang mempertanyakan integritasku? Atau mempertanyakanku cara menyelesaikan masalah?”“Zola itu temanku, sepertinya nggak pantas kamu mengatakan hal seperti itu pada temanku. Aku harap kamu bisa minta maaf pada Zola.”Tyara membelalakkan matanya. Dia mencoba mempertahankan pendiriannya dan berkata, “Jelas-jelas karena Zola mengatakan sesuatu padamu makanya kamu nggak mau bekerja sama denganku. Aku nggak mempertanyakan integritasmu, aku hanya ingin menjelaskan kesalahpahamanku dengan Zola,”“Aku nggak mau kehilangan kesempatan karena difitnah saja.”“Bu Tyara terlalu arogan. Kamu pikir aku bertemu denganmu hari ini karena mau kerja sama? Meski artis terkenal yang berdiri di hadapanku saat ini, di
“Bisa dibilang begitu.”“Karena apa?”“Masalah antara perempuan. Mungkin karena cantik makanya saling membenci?” ujar Zola.Jeffry terkekeh dan berkata, “Dia nggak secantik kamu.”“Terima kasih.”Zola mengantarkan Jeffry sampai di depan hotel. Sebelum turun dari mobil, perempuan itu bertanya, “Kamu benaran nggak berencana kerja sama dengan Tyara? Kalau karena aku, kamu nggak perlu melakukannya.”“Kalau hal ini tersebar, reputasimu akan rusak. Aku dan dia nggak ada masalah besar. Nggak perlu kamu pikirkan.”“Maksudnya kamu mau tanya apakah kamu penting di hatiku?”Kening Zola berkerut seketika. Dia memasang raut dingin seakan mengatakan pada Jeffry untuk tidak berpikir berlebihan. Jeffry sendiri juga tidak sedang bercanda. Dengan serius dia berkata,“Bukan karena kamu atau orang yang lainnya. Hanya murni keputusanku sendiri. Banyak orang yang mau aku menulis lagi untuknya, bahkan orang-orang yang lebih terkenal dan berbakat dibandingkan Tyara. Tapi aku nggak ada yang menyetujuinya.”“Ka