Zola juga tidak mengerti kenapa belakangan lelaki itu selalu suka ribut dengan Mahendra seperti anak kecil. Namun, pertanyaan tersebut tidak dijawab olehnya dan hanya berkata,“Sudah siang, kamu pergi makan saja. Nanti aku masih ada urusan, aku matikan dulu, ya?”Boris langsung mematikan teleponnya terlebih dahulu. Tidak tahu apakah lelaki itu marah atau tidak. Zola duduk kembali di sofa dan melihat Mahendra yang sudah meletakkan peralatan makannya untuk menunggu perempuan itu.Setelah Zola duduk, dia mengambil ayam dan bertanya, “Kenapa kamu nggak makan?”“Tunggu kamu.”Zola refleks terdiam. Setelah itu, Mahendra tidak berbicara lagi. Lelaki itu menatap Zola dengan lembut. Sampai kapan pun, dia ingin menunggu perempuan itu. Meski tahu tidak akan ada hasilnya, dia tetap enggan menyerah untuk menunggu.Setelah selesai makan, Zola melihat data sketsa sekali lagi dan meminta Caca menyerahkannya pada Pak Wanto.Hari ini dia tidak perlu ke lokasi konstruksi. Oleh karena itu, dia tetap berad
Mahendra mengangguk dan sambil bercanda berkata, “Zola, Jeffry menyukaimu? Beberapa tahun terakhir aku nggak pernah melihat dia ada kekasih atau gosip. Karena kamu, ya?”Ekspresi Zola berubah seketika. Dia berkata, “Mahendra, jangan pernah bicara seperti itu lagi. Kalau nggak, Jeffry akan direpotkan. Selain itu, dia menjagaku selayaknya seorang adik.” “Kamu begitu yakin?”“Bukan yakin, tetapi pasti. Aku sangat mengagumi orang berbakat seperti Jeffry. Aku juga suka sifatnya yang jujur dan nggak ada yang ditutupi. Kalau kami memang cocok, mungkin aku nggak akan berdiri di sini dan berbincang denganmu tentang ini.”Sifatnya sangat serius dan kalimatnya cukup tegas. Mahendra dengan cepat berkata, “Maaf, aku yang terlalu banyak berpikir.”“Nggak apa-apa,” ujar Zola dengan datar.Pintu lift juga terbuka di waktu yang sama. Keduanya keluar dan masuk dalam mobil masing-masing. Zola mengendarai mobilnya dan berhenti di samping Jeffry. Kemudian dia menurunkan jendela dan berkata, “Naiklah.”Le
Jeffry tersenyum tipis dan berkata, “Ini teman dekatku, Zola. Sekarang sedang berkarir di Kota Binru. Semoga Pak Chris bisa menjaganya dengan baik.”“Teman dekat?” ulang Boris penuh penekanan.Wajah Tyara seketika pucat pasi. Kedua matanya yang dingin menatap ke arah Zola.Jeffry mengangguk dan menjawab, “Benar.” “Halo, Pak Boris,” sapa Zola pura-pura nggak kenal dan tersenyum.“Halo, Bu Zola.” Suara lelaki itu terdengar rendah. Matanya menatap perempuan itu dalam dan penuh arti. Setelah itu dia mengalihkan tatapannya. Namun entah mengapa, sikap lelaki itu ada menyimpan sedikit kemarahan.Ketika pelayan menghidangkan makanan mereka, keempat orang tersebut mulai makan. selama makan, Boris dan Jeffry saling berbincang. Dari percakapan mereka, Zola tahu jika keduanya pernah bertemu beberapa tahun yang lalu. Dan pertemuan kali ini karena guru di universitas Boris adalah teman baiknya Jeffry.Ketika Boris tengah berbincang, Tyara berinisiatif menuangkan sup untuk lelaki itu. Gerak-gerikny
“Aku dan Zola memang ada sedikit salah paham sebelumnya. Tapi bukan berarti karena kesalahpahaman kami, dia boleh mempertanyakan kinerjaku. Ini nggak adil buat aku.”Kening Jeffry berkerut. Dia menatap Tyara dengan lekat dan berkata, “Apa maksud Bu Tyara? Aku nggak begitu mengerti. Apakah kamu sedang mempertanyakan integritasku? Atau mempertanyakanku cara menyelesaikan masalah?”“Zola itu temanku, sepertinya nggak pantas kamu mengatakan hal seperti itu pada temanku. Aku harap kamu bisa minta maaf pada Zola.”Tyara membelalakkan matanya. Dia mencoba mempertahankan pendiriannya dan berkata, “Jelas-jelas karena Zola mengatakan sesuatu padamu makanya kamu nggak mau bekerja sama denganku. Aku nggak mempertanyakan integritasmu, aku hanya ingin menjelaskan kesalahpahamanku dengan Zola,”“Aku nggak mau kehilangan kesempatan karena difitnah saja.”“Bu Tyara terlalu arogan. Kamu pikir aku bertemu denganmu hari ini karena mau kerja sama? Meski artis terkenal yang berdiri di hadapanku saat ini, di
“Bisa dibilang begitu.”“Karena apa?”“Masalah antara perempuan. Mungkin karena cantik makanya saling membenci?” ujar Zola.Jeffry terkekeh dan berkata, “Dia nggak secantik kamu.”“Terima kasih.”Zola mengantarkan Jeffry sampai di depan hotel. Sebelum turun dari mobil, perempuan itu bertanya, “Kamu benaran nggak berencana kerja sama dengan Tyara? Kalau karena aku, kamu nggak perlu melakukannya.”“Kalau hal ini tersebar, reputasimu akan rusak. Aku dan dia nggak ada masalah besar. Nggak perlu kamu pikirkan.”“Maksudnya kamu mau tanya apakah kamu penting di hatiku?”Kening Zola berkerut seketika. Dia memasang raut dingin seakan mengatakan pada Jeffry untuk tidak berpikir berlebihan. Jeffry sendiri juga tidak sedang bercanda. Dengan serius dia berkata,“Bukan karena kamu atau orang yang lainnya. Hanya murni keputusanku sendiri. Banyak orang yang mau aku menulis lagi untuknya, bahkan orang-orang yang lebih terkenal dan berbakat dibandingkan Tyara. Tapi aku nggak ada yang menyetujuinya.”“Ka
Apalagi pernikahan mereka memang ingin ditutupi. Kalau dia memberi tahu orang lain sesuka hati, nanti Tyara akan marah. Jika Tyara marah, maka artinya Boris juga akan marah, ‘kan?Zola merasa tidak berdaya dan menertawakan dirinya sendiri. Kenapa lelaki itu selalu bisa membuatnya merasa terpojokkan?Dia tidak ingin melanjutkan kembali topik tersebut. Zola mendorong Boris dan berkata, “Lantainya dingin, aku mau pakai sandal rumah.”Boris baru bergeser dan mundur setengah langkah. Dia menatap perempuan itu yang selesai mengenakan sandal rumah dan berkata, “Karena kamu nggak dapat kesempatan untuk bilang sama dia, dan kebetulan dia ada di sini, kita undang dia makan bersama.“Sebagai bentuk terima kasih juga atas perhatian dan didikan papanya padamu. Nggak mungkin muridnya menikah tapi sebagai guru nggak tahu, ‘kan?”“Boris, kamu nggak takut kesannya pada Tyara semakin buruk setelah tahu kita suami istri? Memangnya kamu nggak berharap dia kerja sama dengan Tyara?”“Bukan aku yang menentuk
“Ini keputusan kantor seperti biasanya. Apa yang harus dimarahkan? Apalagi proyek Leonarto Group ini nggak bisa memberikan apa pun pada kita. Demi perkembangan Morrison Group, kenapa nggak boleh melepaskan sesuatu yang nggak signifikan?”Setelah telepon berakhir, Boris tidak langsung kembali ke kamar. Dia berdiri di balkon dan menghidupkan sebatang rokok.Ekspresinya terlihat datar dan pikirannya dipenuhi pemandangan Zola ketika berbincang dengan Jeffry. Dia bersikap sangat terbuka dan santai dengan lelaki itu. Sikap Zola yang seperti itu tidak pernah dia lihat sebelumnya.Detik itu juga, perasaan tidak nyaman dan marah menyerangnya. Perasaan itu adalah sebuah perasaan siaga yang sulit dijelaskan. Mereka adalah suami istri. Selama belum cerai, maka semua milik perempuan itu adalah miliknya. Namun, ada sesuatu tak kasat mata yang berubah diluar kendalinya dan tidak bisa dijelaskan.Keesokan paginya, Zola terbangun dan tidak mendapati Boris di kamar. Setelah selesai sarapan, dia berangka
Zola terdiam seketika. Kenapa tiba-tiba menyerang Leonarto Group?Dia langsung membuka laptop dan mencari tahu berita yang dikatakan Mahendra. Berita tersebut sudah menjadi berita utama nomor satu. Kening Zola berkerut dan berkata, “Kenapa begitu tiba-tiba?”“Dia nggak bilang sama kamu?”“Kami nggak pernah membahas tentang pekerjaan,” kata Zola sambil menggeleng dan masih merasa tidak percaya.Mahendra bertanya lagi, “Belakangan ini kalian ada ribut?”“Nggak ada.”“Apakah karena mau bantu kamu balas dendam? Bagaimanapun, dia nggak mungkin nggak tahu sikap keluarga Leonarto padamu sangat buruk,” ujar Mahendra mencoba cari tahu.“Kami sudah mau cerai. Kalau karena keluarga Leonarta buruk padaku, dan sebagai suami dia mau balas dendam, seharusnya dari dulu dan bukan sekarang,” ujar Zola lagi dengan yakin.Lalu karena apa? Akan tetapi, ini urusan Morrison Group. Meski dia istrinya Boris, dia juga tidak mungkin pergi menanyakannya. Sebaliknya keluarga Leonarto justru mempertanyakannya.Tens