“Bisa dibilang begitu.”“Karena apa?”“Masalah antara perempuan. Mungkin karena cantik makanya saling membenci?” ujar Zola.Jeffry terkekeh dan berkata, “Dia nggak secantik kamu.”“Terima kasih.”Zola mengantarkan Jeffry sampai di depan hotel. Sebelum turun dari mobil, perempuan itu bertanya, “Kamu benaran nggak berencana kerja sama dengan Tyara? Kalau karena aku, kamu nggak perlu melakukannya.”“Kalau hal ini tersebar, reputasimu akan rusak. Aku dan dia nggak ada masalah besar. Nggak perlu kamu pikirkan.”“Maksudnya kamu mau tanya apakah kamu penting di hatiku?”Kening Zola berkerut seketika. Dia memasang raut dingin seakan mengatakan pada Jeffry untuk tidak berpikir berlebihan. Jeffry sendiri juga tidak sedang bercanda. Dengan serius dia berkata,“Bukan karena kamu atau orang yang lainnya. Hanya murni keputusanku sendiri. Banyak orang yang mau aku menulis lagi untuknya, bahkan orang-orang yang lebih terkenal dan berbakat dibandingkan Tyara. Tapi aku nggak ada yang menyetujuinya.”“Ka
Apalagi pernikahan mereka memang ingin ditutupi. Kalau dia memberi tahu orang lain sesuka hati, nanti Tyara akan marah. Jika Tyara marah, maka artinya Boris juga akan marah, ‘kan?Zola merasa tidak berdaya dan menertawakan dirinya sendiri. Kenapa lelaki itu selalu bisa membuatnya merasa terpojokkan?Dia tidak ingin melanjutkan kembali topik tersebut. Zola mendorong Boris dan berkata, “Lantainya dingin, aku mau pakai sandal rumah.”Boris baru bergeser dan mundur setengah langkah. Dia menatap perempuan itu yang selesai mengenakan sandal rumah dan berkata, “Karena kamu nggak dapat kesempatan untuk bilang sama dia, dan kebetulan dia ada di sini, kita undang dia makan bersama.“Sebagai bentuk terima kasih juga atas perhatian dan didikan papanya padamu. Nggak mungkin muridnya menikah tapi sebagai guru nggak tahu, ‘kan?”“Boris, kamu nggak takut kesannya pada Tyara semakin buruk setelah tahu kita suami istri? Memangnya kamu nggak berharap dia kerja sama dengan Tyara?”“Bukan aku yang menentuk
“Ini keputusan kantor seperti biasanya. Apa yang harus dimarahkan? Apalagi proyek Leonarto Group ini nggak bisa memberikan apa pun pada kita. Demi perkembangan Morrison Group, kenapa nggak boleh melepaskan sesuatu yang nggak signifikan?”Setelah telepon berakhir, Boris tidak langsung kembali ke kamar. Dia berdiri di balkon dan menghidupkan sebatang rokok.Ekspresinya terlihat datar dan pikirannya dipenuhi pemandangan Zola ketika berbincang dengan Jeffry. Dia bersikap sangat terbuka dan santai dengan lelaki itu. Sikap Zola yang seperti itu tidak pernah dia lihat sebelumnya.Detik itu juga, perasaan tidak nyaman dan marah menyerangnya. Perasaan itu adalah sebuah perasaan siaga yang sulit dijelaskan. Mereka adalah suami istri. Selama belum cerai, maka semua milik perempuan itu adalah miliknya. Namun, ada sesuatu tak kasat mata yang berubah diluar kendalinya dan tidak bisa dijelaskan.Keesokan paginya, Zola terbangun dan tidak mendapati Boris di kamar. Setelah selesai sarapan, dia berangka
Zola terdiam seketika. Kenapa tiba-tiba menyerang Leonarto Group?Dia langsung membuka laptop dan mencari tahu berita yang dikatakan Mahendra. Berita tersebut sudah menjadi berita utama nomor satu. Kening Zola berkerut dan berkata, “Kenapa begitu tiba-tiba?”“Dia nggak bilang sama kamu?”“Kami nggak pernah membahas tentang pekerjaan,” kata Zola sambil menggeleng dan masih merasa tidak percaya.Mahendra bertanya lagi, “Belakangan ini kalian ada ribut?”“Nggak ada.”“Apakah karena mau bantu kamu balas dendam? Bagaimanapun, dia nggak mungkin nggak tahu sikap keluarga Leonarto padamu sangat buruk,” ujar Mahendra mencoba cari tahu.“Kami sudah mau cerai. Kalau karena keluarga Leonarta buruk padaku, dan sebagai suami dia mau balas dendam, seharusnya dari dulu dan bukan sekarang,” ujar Zola lagi dengan yakin.Lalu karena apa? Akan tetapi, ini urusan Morrison Group. Meski dia istrinya Boris, dia juga tidak mungkin pergi menanyakannya. Sebaliknya keluarga Leonarto justru mempertanyakannya.Tens
“Mahendra, aku nggak apa-apa. Kamu nggak perlu bilang apa pun, aku hanya perlu menenangkan diri.”“Oke, aku keluar dulu. Kamu di sini dulu. Kalau ada apa-apa, panggil aku saja. Aku akan berpihak padamu sampai kapan pun.”Zola hanya mengangguk dan tersenyum sangat tipis.Malam harinya, Zola dan Jeffry hadir di acara ulang tahun. Lokasinya ada di vila termahal di Kota Binru. Seluruh orang kaya yang ada di kota ini rata-rata tinggal di sana.Kedatangan Jeffry langsung disambut oleh sang tuan rumah acara, Pak Leon. Mereka berjabat tangan dan berbasa-basi sejenak. Bahkan Zola juga mendapat perlakuan yang begitu istimewa.“Pak Jeffry dan Bu Zola harus makan dan minum sampai puas. Karena tamunya lumayan banyak, mohon maklumi kalau ada yang kurang.”Jeffry mengangguk dan berkata tidak apa-apa. Setelah itu asisten Pak Leon menghampirinya dan berkata, “Pak Leon, Pak Boris dari Morrison Group datang.”“Pak Boris?” ulang Leon dengan wajah terkejut.Setelah itu dia bergegas berkata. “Pak Jeffry, sa
Zola merasa tidak semua hal hanya bisa diselesaikan dengan satu kata “salah paham” saja. Jeffry menatap ke arah Zola dan tersenyum lembut sambil berkata,“Sudah, Zola, kalau dilanjutkan lagi nanti Bu Tyara menangis.”Setelah itu dia menatap Tyara dan berkata dengan suara tanpa emosi, “Bu Tyara, Zola memang manja. Seharusnya kamu nggak keberatan, ‘kan?”Mendengar itu membuat Tyara hanya terdiam tanpa berani membantah. Dia menatap lelaki di sampingnya, tetapi lelaki itu terus menatap Zola dengan lekat. Hal itu membuat Tyara marah, tetapi tidak bisa berbuat apa pun.Suasana di antara mereka mulai tegang. Suara Boris tiba-tiba terdengar berkata, “Pak Jeffry, mau minum?”“Boleh,” jawab Jeffry sambil tersenyum.Kedua lelaki itu masing-masing membawa segelas anggur di tangannya. Tyara dan Zola hanya duduk dengan diam di sampign mereka. Meski Boris dan Jeffry tidak akrab, mereka masih ada topik.Keduanya termasuk bisa membicarakan apa saja dan memiliki pengetahuan yang cukup luas. Oleh karena
Dia memicingkan matanya penuh peringatan. Wajah lelaki itu terlihat begitu dingin. Zola mengangkat wajahnya dan berkata, “Masih belum sempat bilang.”“Sungguh nggak sempat bilang atau kamu nggak mau bilang statusmu yang sudah menikah?”“Boris, apa yang dikatakan Jeffry juga nggak salah. Meski aku bilang hubungan kita, memangnya dia salah kalau bilang aku nggak ada pacar? Kamu bukan pacarku juga, ‘kan?”“Lalu aku siapa?”“Suami.”Suami yang tidak mencintainya, suami yang akan menceraikannya dan mencintai orang lain. Namun, apa pun itu, mereka masih terikat oleh sebuah surat sertifikat. Sehingga mereka masih disebut sebagai suami istri. Zola menjawabnya dengan alami dan sepertinya membuat Boris puas. Lelaki itu tersenyum samar dan berkata, “Kalau begitu, sekarang kamu kasih tahu Jeffry tentang hubungan kita dan sampaikan juga tentang undangan makan malam itu padanya.”“Sekarang nggak tepat untuk bahas masalah itu.”“Apa maksudnya nggak tepat? Kamu pikir kapan saat yang tepat? Zola, kam
Keduanya saling berpelukan dan tidak memperhatikan Tyara yang tidak tahu sejak kapan berdiri di pintu toilet.Dia menatap kedua orang yang tengah berpelukan itu dengan terkejut dan tidak percaya. Kedua matanya tampak penuh emosi. Terutama pengakuan Boris yang mengatakan dia cemburu juga membuatnya begitu terkejut.Dalam hati Tyara juga terasa sedih dan juga sakit. Dia tidak tahu kenapa menjadi seperti ini?Sepertinya tidak bisa diteruskan lagi. Boris pernah berjanji akan menikahinya dan tentu saja masalah ini harus dipercepat. Mulutnya terkatup rapat dengan tatapan yang penuh kebencian. Perempuan itu tidak langsung menghampiri mereka dan hanya menahan dirinya dan berusaha untuk tenang.Dia tidak akan menyerah begitu saja. Dia pasti akan membalas Zola. Tyara membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyesuaikan dirinya sebelum berbalik pergi.Orang yang ada di dalam sana juga mengakhiri kecupan mereka yang terjadi selama lima menit. Zola dibuat lemas karena ciuman lelaki itu dan hampir t