“Ini keputusan kantor seperti biasanya. Apa yang harus dimarahkan? Apalagi proyek Leonarto Group ini nggak bisa memberikan apa pun pada kita. Demi perkembangan Morrison Group, kenapa nggak boleh melepaskan sesuatu yang nggak signifikan?”Setelah telepon berakhir, Boris tidak langsung kembali ke kamar. Dia berdiri di balkon dan menghidupkan sebatang rokok.Ekspresinya terlihat datar dan pikirannya dipenuhi pemandangan Zola ketika berbincang dengan Jeffry. Dia bersikap sangat terbuka dan santai dengan lelaki itu. Sikap Zola yang seperti itu tidak pernah dia lihat sebelumnya.Detik itu juga, perasaan tidak nyaman dan marah menyerangnya. Perasaan itu adalah sebuah perasaan siaga yang sulit dijelaskan. Mereka adalah suami istri. Selama belum cerai, maka semua milik perempuan itu adalah miliknya. Namun, ada sesuatu tak kasat mata yang berubah diluar kendalinya dan tidak bisa dijelaskan.Keesokan paginya, Zola terbangun dan tidak mendapati Boris di kamar. Setelah selesai sarapan, dia berangka
Zola terdiam seketika. Kenapa tiba-tiba menyerang Leonarto Group?Dia langsung membuka laptop dan mencari tahu berita yang dikatakan Mahendra. Berita tersebut sudah menjadi berita utama nomor satu. Kening Zola berkerut dan berkata, “Kenapa begitu tiba-tiba?”“Dia nggak bilang sama kamu?”“Kami nggak pernah membahas tentang pekerjaan,” kata Zola sambil menggeleng dan masih merasa tidak percaya.Mahendra bertanya lagi, “Belakangan ini kalian ada ribut?”“Nggak ada.”“Apakah karena mau bantu kamu balas dendam? Bagaimanapun, dia nggak mungkin nggak tahu sikap keluarga Leonarto padamu sangat buruk,” ujar Mahendra mencoba cari tahu.“Kami sudah mau cerai. Kalau karena keluarga Leonarta buruk padaku, dan sebagai suami dia mau balas dendam, seharusnya dari dulu dan bukan sekarang,” ujar Zola lagi dengan yakin.Lalu karena apa? Akan tetapi, ini urusan Morrison Group. Meski dia istrinya Boris, dia juga tidak mungkin pergi menanyakannya. Sebaliknya keluarga Leonarto justru mempertanyakannya.Tens
“Mahendra, aku nggak apa-apa. Kamu nggak perlu bilang apa pun, aku hanya perlu menenangkan diri.”“Oke, aku keluar dulu. Kamu di sini dulu. Kalau ada apa-apa, panggil aku saja. Aku akan berpihak padamu sampai kapan pun.”Zola hanya mengangguk dan tersenyum sangat tipis.Malam harinya, Zola dan Jeffry hadir di acara ulang tahun. Lokasinya ada di vila termahal di Kota Binru. Seluruh orang kaya yang ada di kota ini rata-rata tinggal di sana.Kedatangan Jeffry langsung disambut oleh sang tuan rumah acara, Pak Leon. Mereka berjabat tangan dan berbasa-basi sejenak. Bahkan Zola juga mendapat perlakuan yang begitu istimewa.“Pak Jeffry dan Bu Zola harus makan dan minum sampai puas. Karena tamunya lumayan banyak, mohon maklumi kalau ada yang kurang.”Jeffry mengangguk dan berkata tidak apa-apa. Setelah itu asisten Pak Leon menghampirinya dan berkata, “Pak Leon, Pak Boris dari Morrison Group datang.”“Pak Boris?” ulang Leon dengan wajah terkejut.Setelah itu dia bergegas berkata. “Pak Jeffry, sa
Zola merasa tidak semua hal hanya bisa diselesaikan dengan satu kata “salah paham” saja. Jeffry menatap ke arah Zola dan tersenyum lembut sambil berkata,“Sudah, Zola, kalau dilanjutkan lagi nanti Bu Tyara menangis.”Setelah itu dia menatap Tyara dan berkata dengan suara tanpa emosi, “Bu Tyara, Zola memang manja. Seharusnya kamu nggak keberatan, ‘kan?”Mendengar itu membuat Tyara hanya terdiam tanpa berani membantah. Dia menatap lelaki di sampingnya, tetapi lelaki itu terus menatap Zola dengan lekat. Hal itu membuat Tyara marah, tetapi tidak bisa berbuat apa pun.Suasana di antara mereka mulai tegang. Suara Boris tiba-tiba terdengar berkata, “Pak Jeffry, mau minum?”“Boleh,” jawab Jeffry sambil tersenyum.Kedua lelaki itu masing-masing membawa segelas anggur di tangannya. Tyara dan Zola hanya duduk dengan diam di sampign mereka. Meski Boris dan Jeffry tidak akrab, mereka masih ada topik.Keduanya termasuk bisa membicarakan apa saja dan memiliki pengetahuan yang cukup luas. Oleh karena
Dia memicingkan matanya penuh peringatan. Wajah lelaki itu terlihat begitu dingin. Zola mengangkat wajahnya dan berkata, “Masih belum sempat bilang.”“Sungguh nggak sempat bilang atau kamu nggak mau bilang statusmu yang sudah menikah?”“Boris, apa yang dikatakan Jeffry juga nggak salah. Meski aku bilang hubungan kita, memangnya dia salah kalau bilang aku nggak ada pacar? Kamu bukan pacarku juga, ‘kan?”“Lalu aku siapa?”“Suami.”Suami yang tidak mencintainya, suami yang akan menceraikannya dan mencintai orang lain. Namun, apa pun itu, mereka masih terikat oleh sebuah surat sertifikat. Sehingga mereka masih disebut sebagai suami istri. Zola menjawabnya dengan alami dan sepertinya membuat Boris puas. Lelaki itu tersenyum samar dan berkata, “Kalau begitu, sekarang kamu kasih tahu Jeffry tentang hubungan kita dan sampaikan juga tentang undangan makan malam itu padanya.”“Sekarang nggak tepat untuk bahas masalah itu.”“Apa maksudnya nggak tepat? Kamu pikir kapan saat yang tepat? Zola, kam
Keduanya saling berpelukan dan tidak memperhatikan Tyara yang tidak tahu sejak kapan berdiri di pintu toilet.Dia menatap kedua orang yang tengah berpelukan itu dengan terkejut dan tidak percaya. Kedua matanya tampak penuh emosi. Terutama pengakuan Boris yang mengatakan dia cemburu juga membuatnya begitu terkejut.Dalam hati Tyara juga terasa sedih dan juga sakit. Dia tidak tahu kenapa menjadi seperti ini?Sepertinya tidak bisa diteruskan lagi. Boris pernah berjanji akan menikahinya dan tentu saja masalah ini harus dipercepat. Mulutnya terkatup rapat dengan tatapan yang penuh kebencian. Perempuan itu tidak langsung menghampiri mereka dan hanya menahan dirinya dan berusaha untuk tenang.Dia tidak akan menyerah begitu saja. Dia pasti akan membalas Zola. Tyara membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyesuaikan dirinya sebelum berbalik pergi.Orang yang ada di dalam sana juga mengakhiri kecupan mereka yang terjadi selama lima menit. Zola dibuat lemas karena ciuman lelaki itu dan hampir t
Jeffry tersenyum tipis dan berkata, “Nggak ada alasan, ini hanya perasaan seorang lelaki saja.“Zola mengernyitkan keningnya dan berkata, “Kamu juga belum pernah berpacaran. Kenapa bisa tahu rasanya mencintai seseorang?”“Zola, kamu sedang mempertanyakan pandanganku sebagai seorang lelaki?”“Aku nggak mempertanyakan pandanganmu. Aku hanya nggak merasa kamu bisa memahami pikirannya Boris.”“Kamu lupa apa jurusanku waktu kuliah?” tanya lelaki itu dan membuat Zola terdiam. Dia tahu jika jurusan Jeffry ketika kuliah adalah psikologi.Lelaki itu tersenyum dan berkata, “Alasanmu ingin cerai dengan Boris hanya karena Tyara?”“Dia bilang mau menikahi perempuan itu.”“Hanya itu saja?”“Apakah nggak cukup?” tanya Zola dengan ekspresi yang berubah. Dengan suara sedikit lembut dia berkata, “Jika ingin menikahi seseorang tanpa ragu-ragu, bukankah itu namanya cinta?”“Ini hanya alasan dari sudut pandangmu saja. Tapi seorang lelaki yang mau menikahi perempuan nggak hanya selalu karena cinta. Bisa jug
“Kamu berencana bagaimana?” tanya lelaki itu sambil menatapnya.Zola berpikir sejenak dan berkata, “Kalau kamu nggak ingin orang asing ke rumah, kita di luar saja.”Ucapan perempuan itu membuat senyuman Boris terbit. Dia menatap Zola dengan lembut dan berjalan ke hadapan perempuan itu sambil berkata, “Kenapa begitu mengerti aku? Tahu aku nggak suka orang asing ke rumah makanya memikirkannya? Kalau begitu, makan di luar saja, ya?”Zola menatapnya dengan bingung dan tidak berbicara apa lagi. Jika tidak, sepertinya dia akan curiga apakah orang yang sedang bersamanya bukan Boris. Kedua bola matanya menatap orang di depannya dengan kosong dan terkejut.Dia berpikir cukup banyak dan pada akhirnya dia mendapatkan satu jawaban. Sikap Boris karena ingin menebus keputusannya mengajukan cerai. Bagaimanapun, bagi seorang perempuan yang sudah cerai akan tetap menjadi janda.***Keesokan paginya, Zola terbangun oleh alarm ponsel Boris. Telepon itu dari Jesse. Ekspresi Boris berubah seketika saat men