“Nggak boleh. Tadi aku membahas kekurangan desain interior dengan Pak Wanto dan harus segera direvisi untuk ditunjukkan padanya besok.”“Nggak buru-buru. Namanya pekerjaan nggak akan ada habisnya. Kamu baring di sofa dan istirahatlah. Nanti aku panggil kamu bangun, oke?”Begitu Mahendra selesai berbicara, dia langsung menarik laptop perempuan itu dan memintanya untuk berbaring di sofa dan istirahat. Zola juga tidak menolak karena ini bukan untuk dirinya sendiri. Masih ada anak di dalam perutnya yang harus dia jaga.Dia tertidur cukup lama dan Mahendra juga tidak membangunkannya hingga sebelum jam pulang kantor. Lelaki itu membuka pintu ruangan dengan perlahan. Sinar matahari terbenam menembus jendela ruangan dan menerpa wanita yang tertidur lelap di sofa.Mahendra berdiri dan menatap perempuan itu tanpa berkedip. Tatapannya semakin dalam dan jakunnya bergerak naik turun. Di depannya adalah wanita yang dia cintai selama bertahun-tahun. Dimulai dari ingin berpacaran dengannya hingga seka
Kalimat tersebut kembali memancing emosi Boris. Dia melayangkan satu pukulan keras lagi ke sudut bibir lelaki itu. Pukulan tersebut membuat sudut bibir Mahendra robek dan noda darah mengenai kepalan tangannya.Keributan keduanya menarik perhatian dari orang-orang sekitar. Banyak yang ketakutan dan tidak berani bersuara. Meski tidak tahu apa yang terjadi, mereka semua kenal dengan Boris. Caca yang melihat hal itu langsung berlari ke ruang kerja Zola.“Bu Zola, gawat. Di luar ada yang berantem.”“Siapa yang berantem?” tanya Zola yang baru saja terbangun dan masih terlihat bingung.“Pak Boris dan Pak Mahendra.”Zola keluar dari ruang kerja dan langsung menemukan Mahendra terduduk di lantai. Boris tengah mencengkeram kerah baju lelaki itu dan menatapnya dengan dingin. Melihat itu, Zola langsung berlari dan berkata,“Boris, apa yang kamu lakukan?”Dia mendorong Boris dan langsung membantu Mahendra berdiri sambil bertanya, “Mahendra, kamu nggak apa-apa?”“Nggak apa-apa, jangan khawatir,” jaw
Zola terdiam karena tidak berani membayangkan ucapan lelaki itu. Perasaannya pada Mahendra tidak pernah berubah. Mereka hanya teman terbaik karena lelaki itu sudah mendukungnya dan menemaninya.Namun, dia tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Mahendra ketika dirinya tidur. Dia juga tidak berani memikirkan apakah sebelumnya pernah ada kejadian serupa.Zola diam hingga masuk dalam mobil dan masih tetap tidak bersuara. Suasana di dalam mobil menjadi sangat hening hingga keduanya dapat mendengarkan deru napas masing-masing.Saat tiba di Bansan Mansion, Boris tidak buru-buru turun dari mobil. Zola juga tidak bergerak sehingga keduanya duduk diam saja.“Apakah kamu pernah berpikir untuk menghubungi orang yang kamu cintai itu?” tanya Boris.Zola menoleh ke arah Boris dan bertanya, “Apa maksudmu?”“Kamu nggak bisa lupa dengan orang yang ada di hatimu itu? Kalau kamu masih belum bisa melupakannya dan mau menemukan dia, mungkin aku bisa membantumu.”Ucapan Mahendra terus bergema di teling
Setelah sambungan terputus, Zola juga terdiam cukup lama. Setelah Boris kembali ke kamar, dia baru mencoba menenangkan emosinya.Di rumah sakit, Mahendra baru keluar setelah mengambil obat. Wajah tampannya terlihat dingin dan gelap.Setelah naik mobil, asistennya bertanya dengan suara rendah, “Pak Mahendra, sekarang apakah Anda ingin pulang?”“Iya.” Setelah itu suasana di mobil menjadi hening. Perjalanan mereka diliputi kesunyian.Setibanya di rumah, dia melempar obatnya ke sisi lain dan sepertinya tidak berniat untuk makan. Lelaki itu langsung masuk ke kamar mandi. Telinganya penuh dengan ucapan Zola yang menjelaskan hubungannya. Mustahil kalau dibilang tidak ada perasaan apa pun.Bukan pertama kalinya dia tahu sikap Zola yang cukup rasional terhadap apa yang dia inginkan dan tidak inginkan. Oleh karena itu, sehingga Mahendra tertarik dengannya. Meski Zola sudah menjelaskan, perasaannya juga tidak akan berubah. Jika tidak, dia tidak mungkin menunggu selama bertahun-tahun.Lelaki itu m
Orang di seberang sana hanya membalas “Oke” saja. Setelah itu dia meletakkan ponselnya dengan perasaan tenang.Tidak tahu karena sikap Mahendra sebagai pemicunya, tetapi semenjak hari itu Boris selalu menjemput Zola jika tidak ada acara pertemuan malam. Jika dia tidak bisa datang, lelaki itu akan meminta Jesse atau sopir untuk menjemputnya.Awalnya Zola menolak dan berkata, “Kamu nggak perlu meminta orang mengawasiku setiap hari.”“Aku demi keamananmu. Aku nggak ingin terjadi sesuatu yang merusak pernikahan kita.”Ucapannya terdengar bagus dan membuat Zola tidak bisa berkata apa pun. Sehingga dia hanya bisa diam dan menyetujui keputusan lelaki itu. Mahendra juga tahu dengan sikap lelaki itu. Terutama Zola terlihat tidak menolak sehingga dia bertanya,“Pak Boris melakukan ini untuk mencegah kita melakukan sesuatu yang buat dia salah paham?”“Bukan, mungkin dia terlalu banyak waktu,” terang Zola.Mahendra sendiri juga merasakan sikap dingin perempuan itu. Dia tidak bisa menahan diri untu
“Nyonya Morrison, aku adalah bosnya.”Mendadak lelaki itu bertanya, “Hari ini kita makan di luar. Kamu ingin makan apa?”“Kenapa makan di luar?”“Bosan sama masakan di rumah,” ujar lelaki itu dengan santai.Keduanya akhirnya memilih untuk makan makanan khas Negara Thardi yang identik dengan rasa asam. Semakin asam maka semakin enak. Zola menghabiskan seluruh sup di mangkoknya hingga kering.“Seenak itu?” tanya Boris dengan kening berkerut.“Kamu cobain. Asam dan pedas, enak sekali.”Zola kembali menyendokkan sup ke depan mulutnya. Namun, sebelum sampai, pergelangan tangannya ditahan oleh lelaki itu dan diarahkan ke mulut Boris. Sup yang semula akan masuk dalam mulut Zola menjadi masuk ke mulut lelaki itu.Dia langsung makan sup dari sendok milik Zola. Perempuan itu hanya menatapnya dengan melongo. Namun, Boris terlihat biasa saja dan berkata, “Iya, asam sekali, tetapi sangat manis.”Manis? Sup ini manis?Zola menatapnya dengan sorot bingung. Apakah lelaki itu baik-baik saja? Sedetik ke
Orang tersebut memberi tahu jam ketibaannya dan Zola bertanya lagi, “Aku yang cari tempat tinggal untukmu atau kamu sudah atur sendiri?”“Kedatanganku kali ini untuk balas budi sama teman. Seharusnya aku akan tinggal beberapa waktu. Tempat tinggal sudah aku atur, yang penting aku mau ketemu sama kamu. Kita sudah setahun nggak ketemu, ‘kan?”“Oke. Aku tahu kamu orang yang dingin. Ingat untuk tutup dirimu rapat-rapat. Kalau nggak, aku takut kamu akan dikerumuni.”“Kamu nggak tahu aku orang seperti apa? Kamu berencana menyindir dan menertawakanku?”“Aku mana berani? Kamu itu pangeran impian buat semua perempuan.”Mereka berbincang cukup lama dan perasaan Zola perlahan membaik. Setelah sambungan telepon terputus, dia merentangkan tangannya lebar-lebar sebelum berbalik masuk kamar. Sebelum dia sempat menurunkan tangannya, dia mendapati seorang lelaki berdiri di belakangnya entah sejak kapan dan menatapnya tanpa kedip.Zola terbelalak dan bertanya, “Kamu sudah berdiri berapa lama di sini?”“
Sebelum dia menyelesaikan ucapannya, Boris langsung mendaratkan kecupan di bibirnya. Jaraknya sangat dekat sehingga lelaki itu bisa membungkam mulutnya dalam waktu kurang dari satu detik.Akhir-akhir ini mereka berdua lebih sibuk dan jarang bermesraan. Kecupan tersebut membuat Boris sedikit kehilangan kendali. Bahkan lelaki itu menggigit bibirnya.Zola tersadar dan langsung memberontak. Namun, Boris sepertinya sudah siap-siap dan langsung mengangkat tangan perempuan itu ke atas kepala. Dia tidak memberikan kesempatan pada Zola untuk menolak.Kecupan tersebut berlangsung cukup lama. Orang di pelukannya terasa melemas dan kedua kakinya bergetar hingga nyaris terjatuh. Untungnya kedua tangan Boris menahan tubuhnya dengan erat.Lelaki itu tidak melanjutkan kecupannya, tetapi juga tidak melepas pelukannya. Dia menatap bibir Zola yang memerah dan sedikit bengkak. Tubuhnya menegang dan napasnya berderu keras.Dengan suara serak Boris berkata, “Zola, kamu sangat memengaruhiku.”Zola menatapnya