Segera, penyelidikan Mahendra membuahkan hasil. Dia menyerahkan barang-barang yang dia temukan kepada Zola, lalu bertanya, “Zola, apa yang akan kamu lakukan dengan ini? Aku akan bantu kamu.”“Nggak perlu. Kamu sibuk urusanmu saja. Aku juga siap-siap mau pergi ke lokasi.”“Bagaimana dengan masalah ini?” tanya Mahendra sambil mengerutkan kening dan tampak cemas.“Aku nggak punya waktu untuk urus. Untuk saat ini biarkan saja dulu.”Zola tampak acuh acuh. Lebih tepatnya, dia seperti berpura-pura tidak tahu apa-apa, membiarkan orang itu melakukan apa pun yang dia inginkan.Zola berangkat ke lokasi konstruksi. Sekali ke sana dia pasti akan sibuk seharian. Akhir-akhir ini, dia menghabiskan sebagian besar waktunya di lokasi konstruksi. Setiap hari dia jalan ke sana-sini untuk mengamati dan memodifikasi sketsa desain. Meskipun capek, Zola anggap sebagai latihan fisik. Agar anaknya juga menjadi kuat. Setiap kali memikirkan anaknya, itu akan membuat suasana hatinya menjadi lebih baik.Siang hari,
Saat Zola tiba di kamar hotel, Tyara menuangkan segelas air untuknya, lalu mempersilakannya untuk duduk. “Zola, maaf buat kamu repot-repot datang ke sini.”Zola hanya menatap Tyara dengan tenang, “Ada apa katakan saja.”“Aku rasa bukan pilihan baik bagi kita untuk terus saling melawan seperti ini. Kalau kamu nggak mencintai Boris, berhenti ganggu dia, oke?” kata Tyara.“Aku dan Boris adalah suami istri. Jadi aku nggak mengerti maksud kamu apa bilang aku ganggu dia. Terlebih lagi dia yang nggak mau cerai. Memangnya kamu nggak tahu?”“Omong kosong!” Tyara tersulut emosi. “Jelas-jelas kamu yang terus ganggu dia. Kenapa kamu nggak mau pergi? Demi uang? Kamu mau berapa? Aku kasih kamu berapa pun yang kamu mau.”Zola mengerutkan bibir dan berkata, “Sepertinya kamu bukan mau ajak aku makan, tapi mau pakai ajakan makan ini untuk suap aku?”“Zola, lebih baik tahu diri sedikit. Kalau nggak, kamu akan jadi orang yang nggak tahu malu.” Tyara akhirnya menunjukkan wajah aslinya.“Tyara, jadi kamu bu
Mata Yandi spontan berbinar ketika mendengar ucapan Zola. “Kamu nggak teruskan pura-pura bersikap dingin padaku lagi? Oke, karena kamu mau bekerja sama, aku juga nggak perlu repot-repot lagi. Tapi kamu harus cepat. Aku sudah minum obat, nggak bisa tunggu lebih lama lagi.”Zola akhirnya mengertinya. Ternyata Yandi sudah minum obat. Dia pun berkata, “Aku akan bekerja sama, tapi kamu jangan sakiti aku.”Zola memasang raut wajah tangan. Nada bicaranya seperti sedang bernegosiasi. Yandi langsung mengiyakan. Kemudian, dia melepaskan Zola. Selagi Yandi membalikkan badan untuk mengambil air minum, Zola langsung melarikan diri ke arah pintu. Namun, baru saja tangannya menyentuh pegangan pintu, Yandi sudah datang dan menahannya lagi.“Perempuan j*lang! Berani bohongi aku?!”Yandi ingin mengangkat tangannya untuk menampar Zola. Namun, gerakannya terhenti sebelum tangannya mendarat di wajah Zola.Zola meraih jari Yandi dan mengerahkan tenaganya. Dia seperti hendak melipat jari pria itu hingga 90 d
“Di atas. Sebentar, aku panggilkan.”“Nggak usah, Pak. Biar aku saja.”Usai berkata, Zola hendak naik ke lantai atas. Namun, Tyara datang dari ruang tamu dan berkata, “Zola, kenapa kamu malam banget baru pulang?”Zola memperhatikan wajah Tyara dengan tenang. Tyara memang cantik, suara juga begitu merdu, tapi sayang hatinya jahat.Zola hanya melihatnya sekilas, sama sekali tidak berniat menghiraukannya. Zola langsung berjalan melewatinya. Namun, Tyara justru berkata lagi, “Boris sudah tahu semua yang kamu lakukan di luar sana. Memalukan banget. Aku nggak menyangka ternyata kamu orang seperti itu.”Zola menyipitkan mata, lalu membalikkan badan untuk menatap Tyara, “Apa yang aku lakukan di luar sana? Coba kamu katakan.”“Pokoknya Boris sudah tahu.” Ujung mata Tyara menangkap sosok pria yang berada di ujung tangga hendak turun ke bawah. Dia pun segera berkata, “Boris, kamu jangan marah. Zola mungkin hanya pergi bertemu temannya, nggak melakukan apa pun.”Zola juga spontan menoleh, lalu mel
Ekspresi Boris tampak serius. Matanya yang tajam menyapu ke arah Tyara sebentar, lalu dia berdiri, “Tyara, hari ini Jesse sudah temukan apartemen yang bagus. Besok kamu pindah ke sana. Nanti malam suruh pelayan bantu kamu kemas barang-barangmu.”Usai berkata, Boris langsung keluar dari ruang makan. Tyara langsung berkata panik, “Boris, kamu mau tinggalkan aku dan usir aku dari sini?”Namun, jawaban yang Tyara dapatkan hanya diamnya pria itu. Zola menatap punggung Boris. Ada rasa sedih yang melintas di hati Zola. Pada akhirnya, Boris tidak tega bertindak keterlaluan terhadap Tyara.Zola tanpa sadar tertawa, tawa mengejek dirinya sendiri. Aura dingin di matanya pun semakin kuat. Tyara justru melampiaskan semua kekesalannya pada Zola. Dia memelototi Zola dan berkata, “Zola, kamu jebak aku.”“Jangan tatap aku seperti itu. Kalau nggak, aku nggak berani jamin aku nggak akan beberkan masalah ini. Biar penggemarmu lihat seperti apa wajah aslimu.”Zola memberi peringatan dengan ekspresi dingin
Zola tampak sedikit terkejut. Apakah Boris begitu marah karena dia takut Zola dalam bahaya dan akan terluka? Zola menggertakkan giginya. Tiba-tiba lidahnya terasa kelu, tidak tahu harus berkata apa.Zola melihat sorot mata Boris yang semakin lama semakin dingin. Raut wajah tampannya juga mengeras. dia berkata pelan, "Aku sudah memikirkannya. Tapi kalau masalah ini nggak segera diselesaikan, pasti nggak akan ada habisnya. Daripada terus menghadapi risiko, lebih baik cepat akhiri masalah ini.”Saat seseorang terus-menerus memprovokasi kita, dia tidak akan berhenti sampai kita membuat mereka merasa takut. Namun, Boris sepertinya tidak berpikir demikian.Dia tersenyum sinis dan berkata, “Jadi kamu merasa tindakanmu sangat benar? Demi capai tujuanmu, kamu bisa korbankan segalanya, termasuk dirimu sendiri. Hanya untuk beri Tyara pelajaran. Zola, berapa banyak sisi dirimu yang belum pernah aku temui sebelumnya?”Meskipun sedang tersenyum, amarah masih terpancar jelas di mata Boris. Dia menyip
“Hmm, sudah diselesaikan. Sekarang dia sudah pindah ke Maple Apartment.”“Boris yang suruh dia pindah?”Mahendra mengemudikan mobil. Selagi menunggu lampu merah, dia menoleh ke arah Zola dan bertanya dengan suara pelan.“Hmm, dia yang suruh.” Zola menghela napas tanpa suara, “Tapi sepertinya dia sedikit menyalahkan aku ....”“Salahkan kamu kalau kamu nggak seharusnya memperlakukan Tyara seperti itu?”Mahendra langsung berhasil menebak apa yang ada dipikiran Zola. Zola spontan menatapnya dan berkata, “Yah, begitulah. Mahendra, kamu juga merasa begitu?”“Aku hanya akan merasa bersalah karena kamu nggak beritahu aku, nggak biarkan aku tangani masalah untukmu. Kalau kamu benar-benar terluka, aku akan merasa bersalah dan menyalahkan diriku sendiri karena nggak bisa lindungi kamu dengan baik. Zola, jangan biarkan itu terjadi lagi, oke?”Mahendra bertanya dengan lembut. Zola hanya mengangguk pelan dan menjawab oke. Mengapa Zola tidak memberitahu Mahendra? Zola tidak memiliki jawaban di dalam
“Nggak dulu, terima kasih sudah diajak. Kami masih ada pekerjaan sore ini. Kami harus kembali untuk selesaikan pekerjaan. Lain kali saja, ya.”“Oke, kalau begitu saya nggak tahan kalian lagi.”Wanto berjabat tangan dengan Mahendra, lalu melihat mereka pergi. Zola dan Mahendra berdiri di depan pintu lift menunggu lift. Selagi menunggu, Mahendra bertanya, “Dari kata-kata Pak Wanto barusan, apakah itu artinya kita bisa kerja sama dengan Morrison Group tanpa harus melalui Stonerise lagi?”“Kira-kira begitu.”Zola merasa sedikit khawatir. Meskipun Stonerise tidak baik dalam banyak aspek, pada akhirnya mereka tetap menandatangani kontrak. Mengakhiri kontrak di saat seperti ini rasanya kurang baik.Mahendra bertanya lagi, “Pak Wanto orangnya Morrison Group. Kalau itu kata-kata Pak Wanto, berarti itu kata-katanya Boris juga?”“Nggak tahu. Tapi untuk saat ini aku nggak ingin pikirkan soal itu dulu. Sekarang semuanya berjalan lancar.”Zola tidak ingin terlalu terlibat dengan Boris dan Morrison G