“Nggak dulu, terima kasih sudah diajak. Kami masih ada pekerjaan sore ini. Kami harus kembali untuk selesaikan pekerjaan. Lain kali saja, ya.”“Oke, kalau begitu saya nggak tahan kalian lagi.”Wanto berjabat tangan dengan Mahendra, lalu melihat mereka pergi. Zola dan Mahendra berdiri di depan pintu lift menunggu lift. Selagi menunggu, Mahendra bertanya, “Dari kata-kata Pak Wanto barusan, apakah itu artinya kita bisa kerja sama dengan Morrison Group tanpa harus melalui Stonerise lagi?”“Kira-kira begitu.”Zola merasa sedikit khawatir. Meskipun Stonerise tidak baik dalam banyak aspek, pada akhirnya mereka tetap menandatangani kontrak. Mengakhiri kontrak di saat seperti ini rasanya kurang baik.Mahendra bertanya lagi, “Pak Wanto orangnya Morrison Group. Kalau itu kata-kata Pak Wanto, berarti itu kata-katanya Boris juga?”“Nggak tahu. Tapi untuk saat ini aku nggak ingin pikirkan soal itu dulu. Sekarang semuanya berjalan lancar.”Zola tidak ingin terlalu terlibat dengan Boris dan Morrison G
Boris juga meletakkan sendoknya. Dia mengambil tisu dan menyeka mulutnya, lalu menatap Zola, “Aku ingin pesta ulang tahun Kakek lebih meriah, agar dia senang. Selain itu, malam ini aku akan pergi bersamamu ke rumah orang tuamu untuk undang mereka.”Boris tidak menanyakan pendapat Zola, tapi memberitahu keputusannya kepada Zola. Keluarga Leonarto pasti akan diundang ke pesta ulang tahun Hartono. Daripada pergi ke sana sendirian, lebih baik pergi bersama Boris. Setidaknya Zola bisa menghindari konflik dan masalah yang tidak perlu.Zola tidak keberatan dengan hal itu. Dia pun mengangguk. “Oke, sesuai yang kamu rencanakan saja.”“Nanti malam aku pergi jemput kamu.”“Nggak perlu. Aku bisa bawa mobil sendiri ke sana. Kita bertemu di rumah orang tuaku saja ....”“Zola, kita suami istri. Mana ada suami istri yang pergi ke rumah orang tuanya secara terpisah?”Suara Boris yang berat serta sikapnya yang sangat tegas, membuat Zola merasa kalau saat ini pria itu sedikit berbeda dari biasanya.Zola
Kemudian, terdengar Selena yang menghibur dengan suara pelan, “Mama jangan marah. Jantung Mama nggak dalam kondisi baik. Dokter sudah bilang harus jaga suasana hati Mama. Kalau soal perceraian Zola dan Kak Boris, itu urusan mereka sendiri. Kita nggak boleh ikut campur terlalu banyak.”“Mereka memang suami istri, tapi dia nggak boleh lupa kalau dia masih bagian dari keluarga Leonarto. Aku nggak harap dia lakukan apa pun untuk keluarga Leonarto, tapi aku harap dia nggak jadi beban bagi keluarga Leonarto. Kamu lihat gosip tentang dia yang beredar di luar sana. Benar-benar buat malu saja!”“Mungkin itu hanya salah paham. Yandi memang seorang playboy. Aku rasa adikku nggak ada kontak apa pun dengannya.”“Selena, kamu nggak usah bela dia. Dia nggak tumbuh besar di sampingku, aku nggak tahu orang seperti apa dia.”Zola berdiri di depan pintu dengan raut wajah datar. Tangan yang diletakkan di rak sepatu mengepal erat sampai buku-buku jarinya memutih. Boris menyipitkan matanya, lalu mengulurkan
“Mau makan di mana?” tanya Boris sambil menatap Zola.Zola tercengang, “Bukannya mau pulang?”Mungkin kata “pulang” yang terlontar dari mulut Zola membuat pria itu senang. Wajah tampannya seketika melembut, matanya yang dalam juga seperti sedang tersenyum, “Bukannya sudah bilang kita akan makan di luar?”Zola masih tenggelam dalam keterkejutannya, tapi Boris sudah menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya. Kemudian, Zola mendengar pria itu bertanya lagi, “Kamu mau makan apa?”Zola tidak menentang. Dia bahkan berpikir dengan serius, “Ke Restoran Yirna saja.”Masakan Restoran Yirna lebih ringan, tidak terlalu berminyak. Boris tidak suka makan yang rasanya terlalu berat. Ditambah lagi Zola sekarang juga sangat sensitif kalau soal makanan. Jadi masakan restoran itu cocok untuk mereka berdua.Mereka sudah menikah selama satu tahun, tapi ini pertama kalinya mereka makan berdua di luar. Selama satu tahun ini, Zola ingin makan berdua dengan Boris. Namun, dia tidak ingin mengajukan permintaan
“Nggak apa-apa, jangan khawatirkan aku,” balas Mahendra.Zola ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi Boris membuka pintu dan masuk ke dalam kamar. Oleh karena itu, dia tidak mengirim pesan lagi ke Mahendra.Mungkin karena malam ini mereka makan berdua di luar, hubungan keduanya tampak lebih dekat. Dalam beberapa hari berikutnya, mereka berdua hampir setiap hari kembali ke rumah Hartono untuk membantu mempersiapkan pesta ulang tahun. Mereka mencurahkan seluruh perhatian pada pesta ulang tahun kali ini. Hartono sangat senang melihat mereka.Hartono bergumam sendiri, “Akan lebih baik lagi beberapa bulan ke depan.”Hartono tiba-tiba mengatakan sesuatu yang membuat semua orang terkejut. Rosita bahkan sampai bertanya, “Pa, apa maksudnya akan lebih baik lagi beberapa bulan ke depan?”Zola spontan tercengang. Hartono cepat-cepat menjawab, “Suasana hati akan lebih baik setelah ulang tahun.”“Papa ada ada saja. Memangnya sekarang Papa nggak senang?”“Senang. Aku senang lihat kalian semua baik-baik
Dimas dan Rosita selaku anak dan menantu tentu saja menjadi orang pertama yang memberikan hadiah. Mereka memberi Hartono sebuah tongkat yang terbuat dari kayu sonokeling. Warnanya sangat indah, tentunya harganya juga tidak main-main.“Semoga Papa sehat sentosa.” Dimas dan Rosita mengucapkan selamat ulang tahun secara bersamaan.Hartono menganggukkan kepala sambil tersenyum puas, “Baik.”Kemudian, giliran Boris. Boris memberikan satu set peralatan minum teh yang terbuat dari giok. Semuanya dibuat dengan batu giok terbaik, hanya ada satu-satunya di dunia ini. Setelah itu hadiah dari Zola, yang berupa sebuah lukisan yang dibungkus dengan sederhana.Zola menyerahkan hadiahnya kepada Hartono dan berkata, “Selamat ulang tahun, Kakek. Semoga Kakek panjang umur, bahagia selalu.”Hartono langsung mengulurkan tangan untuk mengambilnya. Dia sangat menyukai hadiah Zola. Semua orang yang ada di sana dapat melihat betapa sayangnya Hartono pada Zola. Mereka juga tahu tentang persahabatan Harton dan k
“Baik.” Hartono tersenyum sembari mengangguk pelan. Kemudian, dia menyimpan kembali lukisannya dengan baik dan memasukkannya ke dalam gulungan dengan hati-hati.Seseorang tiba-tiba bertanya, “Bu Zola berikan lukisan tiruan kepada Pak Hartono. Apakah keluarga Leonarto sengaja mempermalukan Pak Hartono?”Hartono memasang raut wajah dingin. Dimas dan Rosita juga mengerutkan kening tanda tak senang. Boris juga mengedarkan pandangannya ke arah orang-orang itu.Sebelum keluarga Morrison memberi komentar, Jerico sudah berkata lebih dulu, “Pak Hartono, kami sama sekali nggak tahu hadiah apa yang Zola siapkan untuk Pak Hartono. Di-dia sama sekali nggak diskusi dengan keluarga kami. Pak Hartono tenang saja, saya akan disiplinkan dia dengan baik.”“Zola, cepat minta maaf pada Kakek,” perintah Jerico dengan tegas.Zola tidak bergerak. Lydia juga langsung berkata, “Semuanya tolong jangan salah paham dengan keluarga Leonarto. Meskipun Zola anak keluarga kami, tapi kalian semua tahu kalau dia baru ke
Apa maksud Boris? Apakah Boris juga beranggapan kalau lukisan yang Zola berikan adalah lukisan palsu? Zola tertawa dalam hati. Dia hanya menatap Boris. Ada kesedihan dibalik kekecewaan yang terpancar di matanya. Apakah Boris begitu mencintai Tyara?Hartono melihat perubahan ekspresi Zola. Dia pun tetap tidak mau mengalah, “Siapa yang undang kamu ke ulang tahunku? Kenapa aku nggak tahu aku punya tamu seperti kamu?”Hartono sama sekali tidak memberi muka. Mata Tyara sudah memerah, dia hampir menangis. Rasanya sedih bukan main. Dia pun berkata, “Kakek, aku tahu Kakek sayang Zola. Kakek nggak senang Beryl katakan yang sebenarnya dan mengungkap kebohongan Zola. Aku juga nggak mau buat Zola malu. Tapi karena dia berani berbuat begitu, bukankah dia harus tanggung akibatnya? Memangnya Kakek bisa tutup mata semua orang karena Kakek pilih kasih padanya?”“Tyara, nggak boleh ngomong seperti itu dengan Kakek.” Ekspresi Boris menjadi muram. Dia menatap Tyara sebentar, lalu melihat ke arah kakeknya
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum