Mata Yandi spontan berbinar ketika mendengar ucapan Zola. “Kamu nggak teruskan pura-pura bersikap dingin padaku lagi? Oke, karena kamu mau bekerja sama, aku juga nggak perlu repot-repot lagi. Tapi kamu harus cepat. Aku sudah minum obat, nggak bisa tunggu lebih lama lagi.”Zola akhirnya mengertinya. Ternyata Yandi sudah minum obat. Dia pun berkata, “Aku akan bekerja sama, tapi kamu jangan sakiti aku.”Zola memasang raut wajah tangan. Nada bicaranya seperti sedang bernegosiasi. Yandi langsung mengiyakan. Kemudian, dia melepaskan Zola. Selagi Yandi membalikkan badan untuk mengambil air minum, Zola langsung melarikan diri ke arah pintu. Namun, baru saja tangannya menyentuh pegangan pintu, Yandi sudah datang dan menahannya lagi.“Perempuan j*lang! Berani bohongi aku?!”Yandi ingin mengangkat tangannya untuk menampar Zola. Namun, gerakannya terhenti sebelum tangannya mendarat di wajah Zola.Zola meraih jari Yandi dan mengerahkan tenaganya. Dia seperti hendak melipat jari pria itu hingga 90 d
“Di atas. Sebentar, aku panggilkan.”“Nggak usah, Pak. Biar aku saja.”Usai berkata, Zola hendak naik ke lantai atas. Namun, Tyara datang dari ruang tamu dan berkata, “Zola, kenapa kamu malam banget baru pulang?”Zola memperhatikan wajah Tyara dengan tenang. Tyara memang cantik, suara juga begitu merdu, tapi sayang hatinya jahat.Zola hanya melihatnya sekilas, sama sekali tidak berniat menghiraukannya. Zola langsung berjalan melewatinya. Namun, Tyara justru berkata lagi, “Boris sudah tahu semua yang kamu lakukan di luar sana. Memalukan banget. Aku nggak menyangka ternyata kamu orang seperti itu.”Zola menyipitkan mata, lalu membalikkan badan untuk menatap Tyara, “Apa yang aku lakukan di luar sana? Coba kamu katakan.”“Pokoknya Boris sudah tahu.” Ujung mata Tyara menangkap sosok pria yang berada di ujung tangga hendak turun ke bawah. Dia pun segera berkata, “Boris, kamu jangan marah. Zola mungkin hanya pergi bertemu temannya, nggak melakukan apa pun.”Zola juga spontan menoleh, lalu mel
Ekspresi Boris tampak serius. Matanya yang tajam menyapu ke arah Tyara sebentar, lalu dia berdiri, “Tyara, hari ini Jesse sudah temukan apartemen yang bagus. Besok kamu pindah ke sana. Nanti malam suruh pelayan bantu kamu kemas barang-barangmu.”Usai berkata, Boris langsung keluar dari ruang makan. Tyara langsung berkata panik, “Boris, kamu mau tinggalkan aku dan usir aku dari sini?”Namun, jawaban yang Tyara dapatkan hanya diamnya pria itu. Zola menatap punggung Boris. Ada rasa sedih yang melintas di hati Zola. Pada akhirnya, Boris tidak tega bertindak keterlaluan terhadap Tyara.Zola tanpa sadar tertawa, tawa mengejek dirinya sendiri. Aura dingin di matanya pun semakin kuat. Tyara justru melampiaskan semua kekesalannya pada Zola. Dia memelototi Zola dan berkata, “Zola, kamu jebak aku.”“Jangan tatap aku seperti itu. Kalau nggak, aku nggak berani jamin aku nggak akan beberkan masalah ini. Biar penggemarmu lihat seperti apa wajah aslimu.”Zola memberi peringatan dengan ekspresi dingin
Zola tampak sedikit terkejut. Apakah Boris begitu marah karena dia takut Zola dalam bahaya dan akan terluka? Zola menggertakkan giginya. Tiba-tiba lidahnya terasa kelu, tidak tahu harus berkata apa.Zola melihat sorot mata Boris yang semakin lama semakin dingin. Raut wajah tampannya juga mengeras. dia berkata pelan, "Aku sudah memikirkannya. Tapi kalau masalah ini nggak segera diselesaikan, pasti nggak akan ada habisnya. Daripada terus menghadapi risiko, lebih baik cepat akhiri masalah ini.”Saat seseorang terus-menerus memprovokasi kita, dia tidak akan berhenti sampai kita membuat mereka merasa takut. Namun, Boris sepertinya tidak berpikir demikian.Dia tersenyum sinis dan berkata, “Jadi kamu merasa tindakanmu sangat benar? Demi capai tujuanmu, kamu bisa korbankan segalanya, termasuk dirimu sendiri. Hanya untuk beri Tyara pelajaran. Zola, berapa banyak sisi dirimu yang belum pernah aku temui sebelumnya?”Meskipun sedang tersenyum, amarah masih terpancar jelas di mata Boris. Dia menyip
“Hmm, sudah diselesaikan. Sekarang dia sudah pindah ke Maple Apartment.”“Boris yang suruh dia pindah?”Mahendra mengemudikan mobil. Selagi menunggu lampu merah, dia menoleh ke arah Zola dan bertanya dengan suara pelan.“Hmm, dia yang suruh.” Zola menghela napas tanpa suara, “Tapi sepertinya dia sedikit menyalahkan aku ....”“Salahkan kamu kalau kamu nggak seharusnya memperlakukan Tyara seperti itu?”Mahendra langsung berhasil menebak apa yang ada dipikiran Zola. Zola spontan menatapnya dan berkata, “Yah, begitulah. Mahendra, kamu juga merasa begitu?”“Aku hanya akan merasa bersalah karena kamu nggak beritahu aku, nggak biarkan aku tangani masalah untukmu. Kalau kamu benar-benar terluka, aku akan merasa bersalah dan menyalahkan diriku sendiri karena nggak bisa lindungi kamu dengan baik. Zola, jangan biarkan itu terjadi lagi, oke?”Mahendra bertanya dengan lembut. Zola hanya mengangguk pelan dan menjawab oke. Mengapa Zola tidak memberitahu Mahendra? Zola tidak memiliki jawaban di dalam
“Nggak dulu, terima kasih sudah diajak. Kami masih ada pekerjaan sore ini. Kami harus kembali untuk selesaikan pekerjaan. Lain kali saja, ya.”“Oke, kalau begitu saya nggak tahan kalian lagi.”Wanto berjabat tangan dengan Mahendra, lalu melihat mereka pergi. Zola dan Mahendra berdiri di depan pintu lift menunggu lift. Selagi menunggu, Mahendra bertanya, “Dari kata-kata Pak Wanto barusan, apakah itu artinya kita bisa kerja sama dengan Morrison Group tanpa harus melalui Stonerise lagi?”“Kira-kira begitu.”Zola merasa sedikit khawatir. Meskipun Stonerise tidak baik dalam banyak aspek, pada akhirnya mereka tetap menandatangani kontrak. Mengakhiri kontrak di saat seperti ini rasanya kurang baik.Mahendra bertanya lagi, “Pak Wanto orangnya Morrison Group. Kalau itu kata-kata Pak Wanto, berarti itu kata-katanya Boris juga?”“Nggak tahu. Tapi untuk saat ini aku nggak ingin pikirkan soal itu dulu. Sekarang semuanya berjalan lancar.”Zola tidak ingin terlalu terlibat dengan Boris dan Morrison G
Boris juga meletakkan sendoknya. Dia mengambil tisu dan menyeka mulutnya, lalu menatap Zola, “Aku ingin pesta ulang tahun Kakek lebih meriah, agar dia senang. Selain itu, malam ini aku akan pergi bersamamu ke rumah orang tuamu untuk undang mereka.”Boris tidak menanyakan pendapat Zola, tapi memberitahu keputusannya kepada Zola. Keluarga Leonarto pasti akan diundang ke pesta ulang tahun Hartono. Daripada pergi ke sana sendirian, lebih baik pergi bersama Boris. Setidaknya Zola bisa menghindari konflik dan masalah yang tidak perlu.Zola tidak keberatan dengan hal itu. Dia pun mengangguk. “Oke, sesuai yang kamu rencanakan saja.”“Nanti malam aku pergi jemput kamu.”“Nggak perlu. Aku bisa bawa mobil sendiri ke sana. Kita bertemu di rumah orang tuaku saja ....”“Zola, kita suami istri. Mana ada suami istri yang pergi ke rumah orang tuanya secara terpisah?”Suara Boris yang berat serta sikapnya yang sangat tegas, membuat Zola merasa kalau saat ini pria itu sedikit berbeda dari biasanya.Zola
Kemudian, terdengar Selena yang menghibur dengan suara pelan, “Mama jangan marah. Jantung Mama nggak dalam kondisi baik. Dokter sudah bilang harus jaga suasana hati Mama. Kalau soal perceraian Zola dan Kak Boris, itu urusan mereka sendiri. Kita nggak boleh ikut campur terlalu banyak.”“Mereka memang suami istri, tapi dia nggak boleh lupa kalau dia masih bagian dari keluarga Leonarto. Aku nggak harap dia lakukan apa pun untuk keluarga Leonarto, tapi aku harap dia nggak jadi beban bagi keluarga Leonarto. Kamu lihat gosip tentang dia yang beredar di luar sana. Benar-benar buat malu saja!”“Mungkin itu hanya salah paham. Yandi memang seorang playboy. Aku rasa adikku nggak ada kontak apa pun dengannya.”“Selena, kamu nggak usah bela dia. Dia nggak tumbuh besar di sampingku, aku nggak tahu orang seperti apa dia.”Zola berdiri di depan pintu dengan raut wajah datar. Tangan yang diletakkan di rak sepatu mengepal erat sampai buku-buku jarinya memutih. Boris menyipitkan matanya, lalu mengulurkan